You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.


Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan.
Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang
medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang
merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat megunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri
tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada
dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan factor
utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian
besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang
cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah
yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan
nyeri.dokter hamper semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang
nyeri dan keparahannya. Nyeri alas an yang paling sering diberikan oleh klien
ditanya kenapa nerobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas
diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”,
dan mengelompokkannya dengan tanda-tanda klasik suhu,nadi, pernapasan, dan
tekanan darah.

B. Masalah
1. Apa pengertian dari nyeri?
2. Bagaimana fisiologis nyeri?
3. Apa saja klasifikasi nyeri?
4. Apa saja Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri?
5. Bagaimana Patofisiologi Nyeri?
6. Apa saja Interpretasi Skala Nyeri?
7. Bagaimana penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis dalam
menajemen nyeri?
8. Bagaimana asuhan keperawatan menajemen nyeri?

C. Tujuan
Umum :

Agar mengetahui bagaimana manajemen dan penatalaksanaan serta


penanganan nyeri secara farmakologi dan non farmakologi.
Khusus:
1. Untuk mengetahui pengertian dari nyeri
2. Untuk mengetahui fisiologis nyeri
3. Untuk mengetahui klasifikasi nyeri
4. Unuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
5. Untuk mengetahui patofisiologi nyeri
6. Untuk mengetahui interpretasi skala nyeri
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan farmakologis dan non
farmakologis dalam menajemen nyeri
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan menajemen nyeri

D. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini metode penulisan yang penulis terapkan


adalah metode studi kepustakaan. Yaitu dengan memabca, mempelajari dan
memahami kepustakaan (buku-buku dan sumber lain) yang berhubungan dengan
penyelesaian permasalahan pada makalah ini.
BAB II

STUDI LITERATUR

A. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari pada sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Selain
itu nyeri juga bersifat tidak menyenangkan, sesuatu kekuatan yang mendominasi,
dan bersifat tidak berkesudahan. Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan/atau
mental, dan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego
seseorang. Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang sehingga dapat
mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri
tidak dapat diukur secara objektif, seperti menggunakan sinar-X atau pemeriksaan
darah. Walaupun tipe nyeri tertentu menimbulkan gejala yang dapat diprediksi,
sering kali perawat mengkaji nyeri dari kata-kata, prilaku ataupun respons yang
diberikan oleh klien.hanya klien yang tahu apakah terdapat nyeri dan seperti apa
nyeri tersebut. Untuk membantu seorang klien dalam upaya menghilangkan nyeri
maka perawat harus yakin dahulu bahwa nyeri itu memang ada.
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi
diri. Apabila seseorang merasakan nyeri , maka prilakunya akan berubah.
Misalnya, seseorang yang kakinya terkilir pasti akan menghindari aktivitas
mengangkat barang yang memberikan beban penuh pada kakinya untuk mencegah
cedera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa telah terjadi
kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat
mengkaji nyeri.
Nyeri mengarah pada ketidakmampuan. Seiring dengan peningkatan usia
harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik degan nyeri yang
merupakan gejala umum.
B. Fisiologi Nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang
paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk
menjelaskan tiga komponen fisiologi yaitu, resepsi, persepsi dan reaksi.

1. Resepsi

Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal,


mekanik, kimiawi atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi
yang menyebabkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan,
friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti
histamine, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi reseptor
di nosiseptor untuk memulai transmisi neural, yang ikaitkan dengan nyeri.
Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan
tanda nyeri. Otak dan alveoli paru contohnya.apabila kombinasi dengan
reseptor nyeri mencapai ambang nyeri(tingkat intensitas stimulus
minimum yang dibutuhkan untuk meningkatkan suatu impuls saraf),
kemudian terjadilah neuron nyeri.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar
disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer
mengonduksi stimulus nyeri: serabut A-delta yang bermelienasi dan cepat
dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta
lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas
yang melokalisasi umber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut
tersebut menghantarkan komponen suatu cedera akut dengan segera.
Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan
terus-menerus. Misalnya, setelah menginjak sebuah paku, seorang individu
mula-mula akan merasakan suatu nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang
merupakan hasil transmisi serabut A. dalam beberapa detik, nyeri menjadi
lebih difus dan menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena
persarafan serabut-C. serabut-C tetap terpapar pada bahan-bahan kimia,
yang dilepaskan ketika sel mengalami kerusakan.

2. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.


Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus dan
otak tengah. Dari thalamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi, lobus
frontalis dan system limbic. Ada sel-sel di dalam system limbic yang
diyakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Demnag demikian
system limbic berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap
nyeri. Setalah transmisi syaraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih
tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi saraf.

3. Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku


yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.

a. Respon Fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke


batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada
cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, atau
dalam, dan secara tipikal melibatkan organ-organ visceral, system
saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis
terhadap nyeri dapat sangat membahayakan inividu. Kecuali pada
kasus-kasus nyeri traumatic yang berat, yang menyebabkan
individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat
adaptasi, yaitu tanda fisik kembali normal. Dengan demikian, klien
yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-
tanda fisik.

b. Respon Perilaku

Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu
siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk
menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu
secara bermakna. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri.
Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda.
Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat
suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan tingkat
keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Toleransi
bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini orang.
Gerakan tubuh yang khas an ekspresi wajah yang
mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang
bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan
ekspresi wajah yang menyeringai.

C. Klasifikasi Nyeri

1. Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2) Deep Pain (Nyeri Dalam)
3) Reffered Pain (Nyeri Alihan) ; nyeri yang dirasakan pada area
yang bukan merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal
cord, batang otak dll.
c. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma
psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah
tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat
dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi
reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri
pada area yang telah diangkat.
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan
sekitar.

2. Menurut Sifat
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan
biasanya menetap10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian
timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.
Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan
kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat
mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya


a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi
4. Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada
tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of
Pain mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari
konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik
Malignan dan Kronik Nonmalignan.
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau
pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera
jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang
berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic
Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan
terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kronis.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji


respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal
jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis Kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara


signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak
pantas jika laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon


terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah
akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika ada nyeri)

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan


dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat


mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan


seseorang cemas.

7. Pengalaman Masa Lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
8. Pola Koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan


sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.

9. Dukungan Keluarga Dan Sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota


keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.

E. Patofisiologi Nyeri

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat


empat proses tersendiri yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga
menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses
penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke
terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari
medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-
jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi
medulla spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimia yang
menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer.
Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun
juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Ada tiga tingkatan tempat informasi saraf yang dapat dimodifikasi sebagai
respon terhadap nyeri yaitu luas dan durasi respon terhadap stimulus nyeri di
sumbernya dapat dimodifikasi, perubahan kimiawi dapat terjadi di dalam setiap
neuron atau bahkan dapat menyebabkan perubahan pada karakteristik anatomi
neuron-neuron di sepanjang jalur penghantar nyeri, dan pemanjangan stimulus
dapat menyebabkan modulasi neurotransmitter yng mengendalikan arus informasi
dari neuron ke reseptornya
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk
mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi
yang dijalarkan ke system saraf pusat.

Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:

• Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat
adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor.
• Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada
system saraf
• Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
• Nyeri psikologik

Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah
nyeri osteoneuromuskuler, yaitu :

• Nociceptor mechanism.
• Nerve or root compression.
• Trauma ( deafferentation pain ).
• Inappropiate function in the control of muscle contraction.
• Psychosomatic mechanism.

Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor


baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu
cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.

F. Interpretasi Skala Nyeri

Interpretasi skala nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri


dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) Skala intensitas nyeri deskriptif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

Keterangan :

0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
Menurut Wong-Bakers :

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau


intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda
bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang


lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat
VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan
nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan
skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,
1992).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan
tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien
dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.
Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan
nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).

Tekhnik-tekhnik mengurangi nyeri :

a) Kompres hangat/dingin
b) Latihan nafas dalam
c) Musik
d) Aromatherapi
e) Reiki
f) Imajinasi terbimbing
g) Hipnosis
h) Relaksasi
BAB III

PEMBAHASAN

A. Penatalaksanaan Farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid


(nakotik), nonopioid/NSAIDs (Nonsteroid Anti-Inflammation Drugs), dan
adjuvan, serta ko-analgesik.
Analgesik opioid (narkotik) terdiri dari berbagai derivat dari opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan
memberikan efek euforia (kegembiraan).
Terdapat dua jenis utama opoid murni, yaitu:
1. Agonis murni
Merupkan obat opoid murni yang berkaitan dengan kuat terhadap
reseptor, menghasilkan efek maksimum dalam menghambat nyeri.
2. Kombinasi agonis-antagonis
Obat kelompok ini dapat memberikan efek seperti opioid (dalam
menghambat nyeri) jika diberikan pada klien yang tidak mendapat
opioid murni.
1) Opioid (narkotika)
Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan
nyeri berat lainnya.

Farmakodinamika
Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf pusat dan
organ yang mengandung otot polos. Opioid menimbulkan analgesia, rasa
mengantuk eforia, depresi pernapasan terkait dosis, gangguan respons
adrenokorteks terhadap stres (pada dosis tinggi), dan penurunan tahana perifer
(dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa efek terhadap indeks
jantung. Efek terapiutik opioid pada edema paru merupakan akibat sekunder dari
peningkatan pada dasar kapasitansi. Efek konstipasi opioid timbul akibat induksi
dari kontraksi non propulsif melalui traktus gastro intestinal. Opioid dapat
menyebabkan spasme traktus biliaris dan peningkatan tekanan duktus biliaris
komunis diatas kadar pra obat. Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung
terhadap pusat batuk dalam medula. Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan
tekanan intra kranial.
Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktifasi zona pemicu
kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat menyebabkan pruritus
setelah pemberian oral atau sistemik. Perubahan modulasi sensorik sebagai akibat
sekunder pengikatan langsung opioid pada reseptor opiatdalam medula oblongata
dapat merupakan mekanisme terjadinya pruritus setelah pemberian epidural /
intratekal. Analgesia intra artikuler terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan
opioid dengan reseptor opiat dalam sinovium.

Farmakokinetika
1. Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral 15-60
menit dan epidural spinal 15-60 menit.
2. Efek puncak; IV 5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90 menit, oral
30-60 menit dan epidural / spinal 90 menit.
3. Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural / spinal 90
menit.
4. Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh
alkohol, sedatif, antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor MAO
dan antidepresan trisiklik. Dapat mengurangi efek diuretik pada pasien
dengan gagal jantung kongestif. Anelgesia dipertinggi dan
diperpanjang oleh agonis alfa-2. Penambahan epineprin dan morpin
intratekal / epidural menimbulkan peningkatan efek samping dan
perpanjangan blok motorik.
5. Efek samping
a) Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia,
kekakuan dinding dada.
b) Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme.
c) SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia.
d) Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter.
e) Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia,
mual, muntah dan penundaan pengosongan lambung.
f) Mata; miosis
g) Muskuloskletal; kekakuan dinding dada.
h) Alergi; pruritus dan urtikaria.

Analgesik non-opioid seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain


memiliki efek anti-nyeri juga memiliki efek anti-inflamasi dan anti-demam (anti-
piretik). Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan
seperti adanya ulkus gaster dan pendrahan gaster.
Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) Sangat efektif untuk
menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri berat lainnya. Sangat baik
digunakan pada pasien yang rentan terhadap efek pendepresi pernapasan dari
opioid atau mengalami toleransi terhadap opioid karena penggunaan jangka
panjang.

Farmakodinamika
NSAID memperlihatkan aktivitas analgesik, anti inflamasi dan anti
piretika NSAID diduga dapat menurunkan nyeri dengan menghambat produksi
prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi, yang
menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan
sebelumnya. NSAID juga mempunyai suatu aksi sentral.
Pada dosis klinis tidak terdapat perubahan yang abermakna pada jantung
atau parameter hemodinamik. NSAID menghambat agregasi trombosit dan
memperpanjang masa perdarahan. NSAID ditoleransi dengan baik oleh banyak
pasien. Namun, mereka yang mengalami kerusakan fungsi ginjal dapat
membutuhkan dosis yang lebih kecil dan harus dipantau ketat terhadap efek
sampingnya.
Farmakokinetika
1. Awitan aksi; IV < 1 menit, IM < 10 menit dan oral < 1 jam.
2. Efek puncak; IV / IM / oral 1-3 jam.
3. Lama aksi; IV / IM / oral 3-7 jam.
4. Interaksi dan toksisitas; efek dipotensiasi dengan pemberian
bersama salisilat, peningkatan toksisitas litium, metotreksat. Risiko
perdarahan ditingkatkan dengan pemberian bersama dengan
antikoagulan atau terapi heparin dosis rendah. Dapat mencetuskan
gagal ginjal pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, gagal
jantung atau disfungsi hati, pasien dengan terapi diuretik dan
manula.
5. Efek samping
a) Kardiovaskuler; vasodilatasi, pucat, angina
b) Pulmoner; dispnoe, asma
c) SSP; rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, berkeringat,
depresi dan euforia.
d) Gastrointestinal; ulserasi, perdarahan, dispepsia, mual,
muntah, diare dan
e) nyeri gastrointestinalis.
f) Dermatologi; pruritus dan urtikaria.

Analgesik adjuvan adalah obat yang dikembangkan bukan untuk


memberikan efek analgesik, tetapi ditemukan mampu menyebabkan penurunan
nyeri pada berbagai nyeri kronis (obat tidur).

B. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan


penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku koqnitif.
Penanganan fisik meliputi stimulasi kulit, stimulasi elektrik saraf kulit transkutan,
akupuntur, dan pemberian plasebo. Intervensi perilaku koqnitif meliputi tindakan
distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, upan-balik biologis, hipnosis, dan
sentuhan terapeutik.

1. Massage Kulit
Merupakan cara dinana meringankan nyeri dengan cara peregangan oto
(pijit).

Kompres
Penggunaan air hangat ataundingin untuk meringankan rasa nyeri. Biasaya
menggunakan handuk kecil yang telah di basahi dan dengan air dingin ataupun
hangat dan ditepelkan pada area yang nyeri.

2. Stimulasi Kontralateral
Merupakan cara mengalihkan nyri/gatal dengan cara digaruk.

3. Pijat Refleksi
Ilmu pengobatan yang dikembangkan oleh cina yang merupakan alternatif
penghilang nyeri (akupuntur)

4. Tens
Merupakan alat yang dilekatkan pada tubuh ang dapat menghasilkan
sensasi kesemutan ataupun getaran yang berfungsi sebagai penghilang nyeri.

5. Plasebo
Suatu obat semu yang diberikan kepada klien dengan alasan dapat
menyembuhkan pada klien yang terbiasa meminun obat (biasanya hanya berupa
vitamin).hal ini bertujuan sebagai pengalih/sugesti kepada klien.
6. Distraksi
Pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain.
Biasaya klien diajak menonton, mendengarkan musik, beimajinai yang
menyenangkan dsb.

7. Relakasi
Dengan cara atur pernafasan guna merileksan otot-otot.

8. Sentuhan Terapeutik
Melakukan sentuhan yang menenagkan. Misalnya pada anak kecil dengan
cara membelai, menggendong dsb.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
1. Menetapkan data dasar
2. Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
3. Menyeleksi terapi yang cocok
4. Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan

Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien.


Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi,
dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta
digunakan untuk mengevaluasi perawatan.

Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

1. Ekspresi klien terhadap nyeri

Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi


ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan
nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien
yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan
perhatian khusus ketika pengkajian.

2. Klasifikasi pengalaman nyeri

Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau


kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang
karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat
menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
3. Karakteristik nyeri
a. Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa
sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu
yang sama.
b. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa,
menetap atau terasa pada menyebar
c. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang
dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat
Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh
memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala
ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-
anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan
oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker.
Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi
sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik
enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah
seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang
sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat
memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk
mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang
ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak
merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah
yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Skala nyeri

1. Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu
menggambarkan nyeri yang dirasakan.

2. Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang
menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas
yang bisa menimbulkan nyeri.

3. Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul
dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk
mengurangi nyeri.

4. Tanda lain yang menyertai


Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,
keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas
penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.

B. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur.


Klien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala antara
lain : respirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat, dan
pallor. Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau interfensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan
sampai berat). Fungsi nyeri akut adalah memberi peringatan akan adanya
cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akhirnya akan hilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
Klien yang mengalami nyeri akut merasa takut dan kuatir dan meraka
berharap akan kembali pulih dengan cepat. Rangkaian waktu pada nyeri akut
biasanya membuat anggota tim kesehatan berkeinginan untuk menangani
nyeri dengan agresif. Konflik antar klien dan perawat akan muncul apabila
perawat tidak mengatasi nyeri klien dengan segera. Nyeri akut berhenti
dengan sendirinya sehingga klien mengetahui bahwa nyeri tersebut berakhir.
Nyeri akut secara serius mengancam proses kesembuhan klien, harus
menjadi prioritas perawatan. Misalnya, nyeri pasca operasi yang akut
menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan resiko
komplikasi akibat imobilasasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi
akn bertambah lama jika nyeri akut tidak terkontrol. Kemajuan fisik dan
psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena klien
memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri. Upaya
perawat dalam memberi pengajaran dan memotivasi klien untuk melakukan
perawatan diri sering kali sia-sia. Setelah nyeri teratasi, maka klien dan tim
perawat kesehatan dapat memberikan perhatian penuh pada upaya
penymbuhan klien.

Batasan Karakteristik :
Subjektif : Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri
dideskripsikan.
Objektif :
• Perilaku sangat berhati-hati
• Memusatkan diri
• Fokus perhatian rendah (perubahan persepsi waktu, menarik
diri dari hubungan sosial, gangguan proses fikir)
• Perilaku distraksi (mengerang, menangis dll)
• Raut wajah kesakitan (wajah kuyu, meringis)
• Perubahan tonus otot
• Respon autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan
nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi
pernafasan).

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih
lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.
Klien yang mengalami nyeri kronik sering kali mengalami periode remisi
(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat). Sifat nyeri kronik, yang tidak dapat diprediksi ini, membuat kien
frustasi dan sering kali mengarah pada depresi psikologis. Klien yang
mengalami nyeri kronik mengungkapkan lebih pernyataan diri negatif terkait
nyeri dan memilki keyakinan lebih bahwa mereka tidak berdaya daripada
klien yang sehat. Nyeri kronik merupakan penyebab utama dari
ketidakmampuan fisik dan psikologis sehingga muncul masalah-masalah,
seperti kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang sederhana, disfungsi seksual, dan isolasi social dari keluarga
dan teman-teman.

Batasan Karakteristik :
1. Mayor (Harus Terdapat)
• Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan

2. Minor (Mungkin Terdapat)


• Ketidaknyamanan
• Marah, frustasi, depresi karena situasi
• Raut wajah kesakitan
• Anoreksia, penurunan berat badan
• Insomnia
• Gerakan yang sangat berhati-hati
• Spasme otot
• Kemerahan, bengkak, panas
• Perubahan warna pada area terganggu
• Abnormalitas refleks.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Masalah Keperawatan:
Nyeri Akut

Tujuan:
Nyeri berkurang/teratasi

Kriteria hasil:
1. Klien menyatakan kenyamanan menjadi lebih baik
2. Perilaku klien atau gejala yang berhubungan dengan nyeri berkurang atau
hilang
3. Klien memperagakan usaha untuk mengurangi nyeri, menguraikan obat
yang digunakan, menyatakan kapan harus minta pertolongan ke layanan
kesehatan (bila telah pulang)
4. Klien menghubungkan pengurangan nyeri etelah melakukan tindakan
penurunan rasa nyeri

Tindakan Keperawatan:

Intervensi Rasional
Kaji derajat nyeri Pengkajian nyeri dapat dengan
menggunakan skala 0-10, skala
visual analog atau skala Mc Gill,
dan pada anak-anak dapat
menggunakan skalah wajah
Wong-Baker.
Tingkatkan pengetahuan: Pengetahuan yang memadai
1. Jelaskan penyebab nyeri memberi orientasi tentang
2. Jelaskan berapa lama nyeri akan penyakit yan lebih baik,
berlangsung mengurangi kecemasan yang
3. Jelaskan karakteristik nyeri yang dapat meningkatkan sensasi nyeri,
mungkin timbul selama prosedur sekaligus meningkatkan hubungan
diagnostik perawat-klien dalam
meningkatkan rasa aman.
Berikan informasi yang akurat untuk Ketakutan dapat menjadi faktor
mengurangi rasa takut yang meningkatkan rasa nyeri.
Tunjukan penerimaan perawat terhadap Tindakan memberi perhatian
respons nyeri individu : kepada klien akan meningkatkan
1. Kenali adanya rasa nyeri rasa percaya klien kepada perawat,
2. Dengarkan dengan penuh perhtian sehingga dapat tergali data yang
tentang nyeri yang terjadi lebih akurat tentang nyeri,
3. Tunjukan bahwa perawat sedang menurunkan hambatan dalam
mengkajinyeri klien menyampaikan keluhan, serta
meningkatkan rasa aman klien
yang secara tidak langsung dapat
mengurangi persepsi nyeri.
Diskusikan alasan mengapa individu Memberi dasar pengetahuan
mengalami peningkatan dan penurunan objektif tentang nyeri dan
nyeri tindakan yag harus atau tidak
boleh dilakukan oleh klien.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri Distraksi memberkan manipulasi


akut pada tingkat persepsi (tingkat
tinggi otak) sehingga menurunkan
nyeri
Ajarkan tindakan penurunan nyeri Tindakan nyeri noninvasif antara
noninvasif lain:
1. Relaksasi
2. Stimulasi kutan
3. Distraksi
Berikan analgesik Mengurangi nyeri

Masalah Keperawatan
Nyeri Kronis

Tujuan:
Nyeri Berkurang/teratasi

Kriteria Hasil:
1. Mengungkapkan bahwa nyeri berkurang setelah melakukan tindakan
penurunan rasa nyeri
2. Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari
seperti (uraikan)

Tindakan keperawatan:

Intervensi Rasional
Kaji derajat nyeri Pengkajian nyeri dapat dengan
menggunakan skala 0-10, skala visual
analog atau skala Mc Gill, dan pada
anak-anak dapat menggunakan skalah
wajah Wong-Baker.
Tingkatkan pengetahuan: Pengetahuan yang memadai memberi
4. Jelaskan penyebab nyeri orientasi tentang penyakit yan lebih
5. Jelaskan berapa lama nyeri baik, mengurangi kecemasan yang
akan berlangsung dapat meningkatkan sensasi nyeri,
6. Jelaskan karakteristik nyeri sekaligus meningkatkan hubungan
yang mungkin timbul selama perawat-klien dalam meningkatkan
prosedur diagnostik rasa aman.
Berikan informasi yang akurat untuk Ketakutan dapat menjadi faktor yang
mengurangi rasa takut meningkatkan rasa nyeri.
Tunjukan penerimaan perawat Tindakan memberi perhatian kepada
terhadap respons nyeri individu : klien akan meningkatkan rasa percaya
4. Kenali adanya rasa nyeri klien kepada perawat, sehingga dapat
5. Dengarkan dengan penuh tergali data yang lebih akurat tentang
perhtian tentang nyeri yang nyeri, menurunkan hambatan dalam
terjadi menyampaikan keluhan, serta
6. Tunjukan bahwa perawat meningkatkan rasa aman klien yang
sedang mengkajinyeri klien secara tidak langsung dapat
mengurangi persepsi nyeri.
Diskusikan alasan mengapa individu Memberi dasar pengetahuan objektif
mengalami peningkatan dan tentang nyeri dan tindakan yag harus
penurunan nyeri atau tidak boleh dilakukan oleh klien.

Ajarkan metode distraksi selama Distraksi memberkan manipulasi pada


nyeri akut tingkat persepsi (tingkat tinggi otak)
sehingga menurunkan nyeri
Ajarkan tindakan penurunan nyeri Tindakan nyeri noninvasif antara lain:
noninvasif 4. Relaksasi
5. Stimulasi kutan
6. Distraksi
Berikan analgesik Mengurangi nyeri
Kaji pengaruh nyeri kronis dalam Nyeri kronis dapt mempengaruhi
kehidupan individu aspek-aspek:
1. Kinerja (pekerjaan, tanggung
jawab)
2. Interaksi sosial
3. Finansial
4. Kegiatan sehari-hari (tidur,
makan)
5. Kognitif/suasana hati
(konsentrasi, depresi)
6. Respon dari anggota keluarga
Jelaskan hubungan nyeri kronis dan Nyeri kronis dapat menyebabkan
depresi depresi yang ditunjukan dengan
perubahan perilaku. Orientasi
perubahan perilaku meningkatkan
kesadaran klien terhadap besarnya
pengaruh nyeri dalam kehidupannya.
Diskusikan dengan klien tentang Berbagai terapi modalitas seperti
berbagai terapi modalitas tindakan terapi keluarga, kelompok, modifikasi
yang tersedia perilaku, umpan balik biologik,
hipnosis, akupuntur dan program
latihan diharapakan klien mampu
beradaptasi terhadap nyeri yang
dialaminya.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan


dalam merespons rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri,
menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien
mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawat megunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri


tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada
dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang.
Farmakologis dan non farmakologis sangat diperlukan dal menangani nyeri.
Dalam farmakologis, obat-obatan sangat diperlukan guna menekan rasa nyeri.
Sedangkan non farmakologis sangat berguna dalam pemberian rasa nyaman
sebagai penghilang/pengalih rasa nyeri.

B. Saran

Setelah mengetahui bagaimana menejemen nyeri serta penatalaksanaannya


dengan menggunakan farmakologi dan non farmakologi diharapkan perawat dapat
meningkatkan pelayanan kepada pasien guna mempercepat proses penyembuhan
bagi pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Tamsuri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri (Cet. I). Jakarta:Buku

Kedokteran EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.

Jakarta:Buku kedokteran EGC

http://www.scribd.com/doc/36615162/ASUHAN-KEPERAWATAN-NYERI

You might also like