You are on page 1of 17

ANALISIS KESENJANGAN HARAPAN (EXPECTATION GAP) ANTARA

PUBLIC SERVANTS DENGAN DIRECT USERS ORGANISASI PELAYANAN


PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN
(STUDI DI DINAS PENDIDIKAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA)
Oleh: Mohamad Mahsun, SE, M.Si
(Dosen Tetap STIE Widya Wiwaha Yogyakarta)

1. LATAR BELAKANG

Penyelenggaran pemerintahan yang demokratis dan transparan merupakan wujud

nyata atas tuntutan reformasi di Indonesia. Iklim demokratis yang mulai dirasakan di

Indonesia diharapkan bisa menjadi pemicu pemerintah dalam meningkatkan pelayanan

publik. Pemerintah bertanggung jawab melakukan pengelolaan sumber daya ekonomi

yang dimiliki secara ekonomi, efisien dan efektif sehingga cita-cita untuk mewujudkan

good governance dan aspiratif terhadap kebutuhan rakyatnya dapat benar-benar tercapai.

Berbagai hasil operasi, keputusan dan kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat

dijelaskan dan dipertanggungjawabkan kepada publik.

Pemerintah merupakan pure non profit organization yang tentunya mempunyai

karakteristik sangat berbeda dengan organisasi bisnis. Tujuan utama organisasi

pemerintah adalah pelayanan publik sebagai konsekuensi tidak langsung atas berbagai

kewajiban yang dilakukan masyarakat termasuk kewajiban membayar pajak. Organisasi

pemerintah sebagai organisasi layanan publik dituntut selalu meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakat sebagai wujud nyata dilakukannya akuntabilitas publik.

Banyaknya komentar masyarakat tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan

instansi pemerintah dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya menunjukkan

harapan dan kepedulian publik yang harus direspon. Namun, antara harapan masyarakat

terhadap kinerja instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola dan

1
pejabat pemerintahan yang sebetulnya abdi masyarakat (public servants) sering berbeda.

Artinya, terjadi kesenjangan (gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan antara

public servants suatu instansi pemerintah dengan para direct users dari masyarakat . Hal

ini sebagai akibat dari belum adanya sistem pengukuran kinerja formal yang dapat

menginformasikan tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah. Dalam pandangan

tradisional, kinerja sering hanya dinilai dari aspek input tanpa melihat tingkat output

maupun dampaknya. Jika instansi bisa melakukan penghematan dan mengeluarkan dana

sama seperti yang tertera dalam anggaran sudah layak dikatakan berhasil. Sementara

masyarakat mengharapkan keberhasilan instansi pemerintah adalah tindakan nyata yang

bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Jadi, seharusnya kinerja organisasi layanan

publik seperti pemerintah ini harus dinilai dengan tidak sekedar mengutamakan input.

Menurut Jones (2000: 34) instansi pemerintah mestinya lebih mengutamakan outcome

dalam pengukuran kinerjanya (best value performance) sehingga bisa melakukan

perbaikan kinerja secara berkelanjutan.

Saat ini pemerintah Indonesia sedang menjalankan proses reformasi. Kinerja yang

hanya menekankan aspek input mulai diperbaiki agar lebih mencerminkan kinerja

sesungguhnya. Dalam suatu laporan akuntanbilitas kinerja instansi pemerintah

pengukuran kinerja diperluas pada aspek output, outcome, manfaat dan dampak dari

program instansi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka mengukur tingkat kinerja suatu instansi pemerintah sangat

dibutuhkan adanya indikator yang jelas. Indikator kinerja merupakan ukuran kuantitatif

dan / atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan

yang telah ditetapkan. Tanpa adanya indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai

2
tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilan kebijaksanaan maupun program suatu instansi

pemerintah. Indikator kinerja ini idealnya dihasilkan dari kompromi antara pemerintah

dengan semua pihak yang berkepentingan. Dalam merumuskan indikator kinerja harus

menjaga keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat.

Artinya indikator kinerja yang ditetapkan sebagai tolok ukur keberhasilan haruslah

ditetapkan dengan menyeimbangkan kepentingan public servants dan kepentingan direct

users. Expectation gap harus ditekan seminim mungkin sehingga terjadi sinergi yang

harmonis antara pemerintah dan masyarakat.

Dengan merumuskan indikator kinerja yang memperhatikan kebutuhan publik

maka pengukuran kinerja instansi pemerintah diharapkan bisa lebih akuntabel. Jadi

indikator kinerja instansi pemerintah semestinya diinterpretasikan secara sama antara

pemerintah dan masyarakat. Dengan adanya indikator yang jelas diharapkan akan

menciptakan konsensus berbagai pihak baik internal maupun eksternal untuk

menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan program dan dalam mengukur

kinerja suatu instansi pemerintah sehingga mengurangi ketidakpuasan masyarakat.

Pada dasarnya memang tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk

menunjukkan tingkat keberhasilan secara komprehensif untuk semua jenis instansi

pemerintah. Indikator kinerja yang dipilih akan sangat tergantung pada faktor kritikal

keberhasilan yang telah diidentifikasi. Beberapa ukuran keberhasilan dapat

diklasifikasikan dalam beberapa perspektif. Menurut Roberston (2002) terdapat empat

perspektif indikator kinerja instansi pemerintah sebagaimana diadaptasi dari metodologi

balanced scorecard, antara lain (1) Perspektif Stakeholder dan Finansial: Perspektif ini

melihat pada kinerja dari sudut pandang penyedia sumber daya dan menunjukkan hasil

3
dari apa yang ingin dicapai dalam perspektif lainnya. (2) Perspektif Pelanggan: Perspektif

ini merupakan indikator tentang bagaimana pelanggan melihat organisasi dan bagaimana

organisasi memandang mereka. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai bagaimana

pelanggan memandang organisasi adalah tingkat kepuasan pelanggan yang bisa diketahui

melalui survei pelanggan, sikap dan perilaku mereka yang dapat diketahui dari keluhan-

keluhan yang mereka sampaikan. (3) Perspektif Proses Internal: Perspektif ini mencakup

indikator produktivitas, kualitas, waktu penyerahan, waktu tunggu dan sebagainya.

Indikator ini memungkinkan kita untuk menentukan apakah proses telah mengalami

peningkatan, sejajar dengan benchmarks, dan atau mencapai target dan sasaran. (4)

Perspektif Inovasi dan Pembelajaran: Perspektif ini memuat indikator tentang sampai

seberapa jauh manfaat dari pengembangan baru atau bagaimana hal ini dapat

memberikan kontribusi bagi keberhasilan di masa depan. Mengukur hasil dari tindakan

dan aktivitas dalam perspektif ini mungkin tidak dapat dilakukan karena hasilnya tidak

segera dapat diketahui dan bersifat jangka panjang. Dalam banyak kejadian, mungkin

diperlukan ukuran pengganti sebagai indikator kinerja.

Dinas Pendidikan merupakan salah satu contoh instansi pemerintah yang

bertujuan melayani masyarakat di bidang pendidikan. Tujuan organisasi seperti ini adalah

serupa dengan tujuan instansi pemerintah pada umumnya yaitu memenuhi kebutuhan di

bidang pendidikan para stakeholders. Secara spesifik tujuan Dinas Pendidikan dapat

diuraikan antara lain: 1) Menyiapkan bahan perumusan perencanaan/program dan

kebijaksanaan teknis dibidang Pendidikan, 2) Menyelenggarakan pembinaan pendidikan

dasar, pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, pendidikan tinggi

dan pendidikan luar sekolah dan pendidikan luar biasa dan 3) Melaksanakan tugas-tugas

4
yang berkait dengan Pendidikan sesuai ketetapan Kepala Daerah. Namun seperti

kebanyakan organisasi nirlaba lainnya, identifikasi stakeholders eksternal lebih rumit

daripada organisasi bisnis. Pelanggan bagi organisasi nirlaba juga memiliki tuntutan yang

lebih kompleks dan harapan yang selalu berkembang. Kondisi ini menyebabkan indikator

kinerja Dinas Pendidikan dipahami dan diinterpretasikan secara tidak sama oleh pihak

manajemen maupun para stakeholders eksternal.

Banyaknya keluhan masyarakat terhadap jasa pelayanan Dinas Pendidikan

mengindikasikan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Dinas Pendidikan.

Keluhan ini terjadi dari tahun ke tahun, yaitu sejak masa pemerintahan orde baru sampai

era reformasi sekarang ini, misalnya dalam hal pungutan biaya pendidikan, kurikulum,

proses belajar mengajar dan sebagainya. Fenomena ini menyiratkan kemungkinan adanya

performance expectation gap yang cukup tinggi antara public servants Dinas Pendidikan

dengan masyarakat terutama direct users.

Pada dasarnya memang indikator kinerja Dinas Pendidikan mempunyai

karakteristik yang sama dengan organisasi sektor publik pada umumnya terutama yang

yang pure non profit. Indikator ini sangat berbeda dengan sektor bisnis karena sifat

output yang dihasilkan Dinas Pendidikan ini lebih banyak bersifat intangible. Dengan

demikian indikator finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja Dinas Pendidikan.

Dalam arti bahwa pengukuran kinerja Dinas Pendidikan mestinya dilakukan secara

komprehensif yang meliputi aspek finansial dan non finansial baik bersifat tangible

maupun intangible. Indikator kinerja yang didesain dengan mempertimbangkan indikator

ekonomi, efisiensi, dan efektivitas harus dikembangkan berdasarkan pemikiran yang

dianggap sudah benar bagi para pengelola pemerintahan sebagai abdi masyarakat (public

5
servants) dan sekaligus mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat terutama

direct users.

Ada beberapa jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam pelaksanaan

pengukuran kinerja organisasi sektor publik, yaitu indikator input, indikator proses,

indikator output, indikator outcome, indikator manfaat, indikator dampak. Indikator input

adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk

menghasilkan output. Indikator proses adalah segala besaran yang menunjukkan upaya

yang dilakukan dalam rangka mengolah input menjadi output. Indikator output adalah

sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan

/ atau non fisik. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

output kegiatan pada jangka menengah. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait

dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak adalah pengaruh yang

ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan berdasarkan asumsi yang

telah ditetapkan.(BPKP,2000:12-13)

Dinas Pendidikan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pelaksana kewenangan

pemerintah daerah di bidang pendidikan, kewenangan dekonsentrasi serta tugas

pembantuan yang diberikan oleh pemerintah. Masing-masing fungsi ini bisa iklasikasikan

dan diidentifikasi indikator kinerja pada input, proses, output, outcome, manfaat, dan juga

dampaknya.

Pada saat indikator kinerja sudah dirumuskan secara jelas dengan

mempertimbangkan aspek input, proses, output, outcome, manfaat, dan juga dampaknya,

niscaya tidak banyak terjadi komplain dan keluhan masyarakat terutama direct users.

Namun nampaknya hal ini belum bisa terjadi, terbukti dengan makin maraknya komentar

6
ketidakpuasan dari masyarakat atas kinerja Dinas Pendidikan. Expectation gap dirasakan

semakin melebar, walaupun untuk mencapai kondisi ideal dalam arti terjadi titik temu

secara tepat antara harapan masyarakat dengan apa yang dilakukan manajemen Dinas

Pendidikan adalah sangat sulit bahkan tidak mungkin. Namun setidaknya, kesenjangan

ini bisa lebih diperkecil atau setidak-tidaknya terjadi keselarasan antara masyarakat

dengan Dinas Pendidikan.

Expectation gap merupakan kesenjangan yang terjadi karena adanya perbedaan

antara harapan masyarakat dengan apa yang sebenarnya menjadi pedoman mutu

manajemen suatu organisasi yang menyediakan layanan publik. Permasalahan ini

menjadi fenomena yang menarik untuk diungkap lebih lanjut dengan harapan bisa

diidentifikasi seberapa besar tingkat expectaion gap yang terjadi sehingga berguna untuk

memperbaiki indikator kinerja Dinas Pendidikan. Dengan mengetahui apa sebenarnya

yang diinginkan masyarakat terutama direct users maka berbagai program dan kebijakan

Dinas Pendidikan bisa lebih obyektif , representatif, dan mencerminkan wujud

akuntabilitas publik sebagaimana diharapkan bersama.

2. PERUMUSAN MASALAH

Banyaknya keluhan masyarakat terutama direct users terhadap bentuk layanan

Dinas Pendidikan mengindikasikan ketidakpuasan publik. Harapan masyarakat terhadap

layanan Dinas Pendidikan tidak tercapai . Di satu sisi, kemungkinan manajemen Dinas

Pendidikan beranggapan apa yang mereka lakukan sudah sesuai dengan program dan

anggaran yang sudah ditetapkan. Artinya para public servants ini merasa apa yang

dilakukan sudah sesuai dengan pedoman mutu organisasi. Instansi pemerintah yang

7
bertujuan utama melayani publik seperti Dinas Pendidikan ini tentunya sangat “tidak pas”

jika kriteria keberhasilannya hanya didasarkan pada apakah Dinas Pendidikan dapat

menyerap 100% anggaran pemerintah dan melaksanakan program-program tahunan,

dengan tidak memperhatikan outcome dan manfaatnya. Dinas Pendidikan sebagai

organisasi publik mempunyai kriteria keberhasilan yang tidak hanya pada indikator input

dan output, tetapi lebih luas lagi sampai pada outcome, benefit, dan impact terhadap

masyarakat. Dalam rangka merumuskan sistem pengukuran kinerja Dinas Pendidikan ini

perlu diidentifikasi keinginan masyarakat maupun stakeholders eksternal. Oleh karena itu

perlu kiranya dilakukan penelitian yang independen agar menghasilkan kesimpulan yang

obyektif tentang besarnya expectation gap antara public servants dengan direct users

guna menyelaraskan indikator kinerja dengan keinginan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang sebagaimana dipaparkan di atas, maka dalam

penelitian ini penulis menetapkan obyek penelitian adalah tingkat expectation gap Kantor

Dinas Pendidikan dan subyek penelitian adalah public servants di Dinas Pendidikan dan

direct users di masyarakat. Public servants Dinas Pendidikan dipilih karena mereka

adalah pelaksana fungsi pendidikan yang mengemban amanah dari masyarakat. Direct

users dipilih karena mereka adalah pihak yang menerima jasa dan manfaat langsung dari

Dinas Pendidikan tersebut. Sebenarnya direct users ini merupakan salah satu

stakeholders eksternal Dinas Pendidikan. Pada umunya suatu instansi pemerintah

mempunyai stakeholders yang meliputi dewan legislatif, menteri, pemerintah daerah,

auditor pemerintah, pelanggan, penyedia jasa antara, kelompok asosiasi, masyarakat

sebagai direct users. Penelitian ini memfokuskan pada direct users karena pada dasarnya

merekalah pelanggan yang harus dipenuhi kebutuhannya sebagaimana tujuan utama suatu

8
organisasi sektor publik yaitu menyediakan jasa pelayanan untuk kesejahteraan

masyarakat. Direct users Dinas Pendidikan bisa diklasifikasi berdasarkan jenis layanan

yang mereka butuhkan, menjadi tiga yaitu (1) Guru, (2) Murid, dan (3) Orang Tua / Wali

Murid. Klasifikasi berdasarkan jenis layanan ini didasarkan atas hubungan baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan Dinas Pendidikan. Dengan demikian dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas Pendidikan

dengan direct users Dinas Pendidikan?

2. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas Pendidikan

dengan direct users dari kelompok guru?

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas Pendidikan

dengan direct users kelompok murid?

4. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas Pendidikan

dengan direct users dari kelompok orang tua / wali murid?

3. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas

Pendidikan dengan direct users Dinas Pendidikan.

2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas

Pendidikan dengan direct users dari kelompok guru.

3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas

Pendidikan dengan direct users dari perusahaan kelompok murid.

9
4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara public servants Dinas

Pendidikan dengan direct users dari kelompok orang tua / wali murid.

5. Mengetahui seberapa besar tingkat expectation gap kinerja Dinas Pendidikan

antara public servants dengan direct users.

4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Masukan yang sangat berharga bagi pemerintah dalam upaya memformulasikan

sistem pengukuran kinerja instansi pemerintah terutama Dinas Pendidikan.

2. Dinas Pendidikan, sebagai pelaksana fungsi pendidikan dapat mengetahui harapan

tingkat keberhasilan para stakeholders eksternal terutama direct users. Dengan

mengetahui keinginan dan harapan mereka maka dapat dijadikan kajian dalam

mendukung aktivitas manajerial dan fungsional.

3. Lembaga legislatif, masukan yang sangat berharga dalam merumuskan atau

memperbarui regulasi yang berkaitan dengan kriteria kinerja instansi pemerintah

terutama Dinas Pendidikan.

4. Pemerintah Daerah, bisa mengindentifikasi kriteria apa yang seharusnya

digunakan untuk menilai keberhasilan Dinas Pendidikan yang telah menerima

sumber daya dari Pemerintah Daerah.

5. Auditor pemerintah, dapat memperjelas kriteria pengauditan terutama audit

kinerja instansi pemerintah (Dinas Pendidikan)

6. Masyarakat akademis, dapat dijadikan kajian ilmiah terutama dalam kegiatan

penelitian tentang performance measurement dan referensi para pengamat di

bidang ekonomi.

10
5. BATASAN PENELITIAN

Public Servants Dinas Pendidikan terdiri dari Kepala Kantor beserta stafnya di

lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi DIY yang meliputi struktur Kepala Dinas,

Bagian Tata Usaha, Subdinas Bina Program, Subdinas Pendidikan Luar Biasa dan

Dikdas, Subdinas Pendidikan Menengah Umum, Subdinas Pendidikan Menengah

Kejuruan, Subdinas Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga, Unit Pelaksana

Teknis Dinas (UPTD), Kelompok Jabatan Fungsional. Dalam kegiatan operasionalnya

Dinas Pendidikan Propinsi DIY ini mencakup kawasan seluruh DIY meliputi

Kotamadya, Kab. Sleman, Kab. Bantul, Kab. Kulonprogo, dan Kab. Gunungkidul.

Dipilihnya DIY sebagai subyek wilayah penelitian didasarkan atas karakteristik DIY

sebagai kota pendidikan maka diharapkan penelitian ini bisa representatif. Sementara

itu responden yang berasal dari direct users adalah (1) Kelompok Guru, (2) Kelompok

Siswa dan (3) Kelompok Orang Tua / Wali Murid sebagaimana terdaftar di Dinas

Pendidikan Propinsi DIY.

6. PREPOSISI PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas dapat

diketahui bahwa sampai saat ini di lingkungan Dinas Pendidikan belum ada sistem

pengukuran kinerja formal. Ketidakpuasan masyarakat yang besar atas pelayanan Dinas

Pendidikan diduga karena memang terdapat performance expectation gap antara public

servants Dinas Pendidikan dengan direct users. Dengan demikian dalam penelitian ini

dirumuskan preposisi sebagai berikut:

11
1. Ada perbedaan persepsi antara public servants, direct users: kelompok guru,

direct users : kelompok murid, dan direct users: kelompok orang tua / wali murid.

2. Ada perbedaan persepsi antara public servants dengan direct users: kelompok

guru.

3. Ada perbedaan persepsi antara public servants dengan direct users : kelompok

murid.

4. Ada perbedaan persepsi antara public servants dengan direct users: kelompok

orang tua / wali murid.

7. Uji STATISTIK

P1: µ 1 ≠ µ 2 ≠ µ 3 ≠ µ 4

P2: µ 1 ≠ µ 2

P3: µ 1 ≠ µ 3

P4: µ 1 ≠ µ 4

Keterangan:

µ 1 = Mean persepsi public servants

µ 2 = Mean persepsi direct users: kelompok guru

µ 3 = Mean persepsi direct users : kelompok murid

µ 4 = Mean persepsi direct users: kelompok orang tua / wali murid

8. METODOLOGI PENELITIAN

a. Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pejabat pengelola dan pegawai Dinas

Pendidikan Propinsi DIY dan masyarakat pengguna jasa Dinas Pendidikan di

12
Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah kelompok responden sebagai berikut:

(1) Public servants di lingkungan Dinas Pendidikan Propinsi DIY; (2) Direct users,

yaitu masyarakat yang menggunakan jasa Dinas Pendidikan Propinsi DIY (1)

Kelompok Guru, (2) Kelompok Siswa dan (3) Kelompok Orang Tua / Wali Murid

sebagaimana terdaftar di Dinas Pendidikan Propinsi DIY.

b. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan kuesioner yang dikirimkan langsung oleh peneliti baik

kepada public servants Dinas Pendidikan maupun direct users. Data yang diperlukan

dalam penelitian ini terdiri dari 3 kelompok, yaitu data yang berhubungan dengan

identitas entitas dan responden, data tentang persepsi public servants (pejabat pengelola

dan petugas pemadam kebakaran) atas kinerja Dinas Pendidikan, dan data tentang

persepsi direct users atas kinerja Dinas Pendidikan. Data yang berhubungan dengan

identitas pribadi responden meliputi: nama, alamat, pendidikan, pekerjaan, nama instansi,

jenis instansi, alamat instansi dan bidang / bagian. Data yang berhubungan dengan

performance expectation gap diklasifikasikan berdasarkan fungsi utama Dinas

Pendidikan yang dijabarkan dalam indikator input, output, outcome, benefit, dan impact.

Indikator kinerja Dinas Pendidikan diadopsi dan diadaptasi dari instrumen identifikasi

indikator kinerja yang digunakan dalam penelitian Parry (1994) dengan modifikasi

sebagaimana program dan ukuran kinerja yang umumnya diterapkan di Indonesia.

c. Definisi Operasional dan Pengukuran

Yang dimaksud dengan persepsi menurut Holannder (dalam Rustiana dan Dian

Indri, 2002) adalah proses pemilihan, pengelompokan, dan penginterpretasian.

Seseorang akan melakukan tindakan sesuai persepsinya sehingga persepsi memiliki

13
peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Expectation gap

merupakan kesenjangan yang terjadi karena adanya perbedaan antara harapan

masyarakat dengan apa yang sebenarnya menjadi pedoman mutu manajemen suatu

organisasi yang menyediakan layanan publik. Kinerja adalah prestasi yang dapat

dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu baik dalam ekonomi, efisiensi dan

efektivitas operasional organisasi (Mardiasmo,2002: 42). Instrumen yang digunakan

untuk menilai persepsi indikator kinerja adalah instrumen yang pernah dipakai oleh

Parry (1994) dengan modifikasi. Instrumen ini berisi pernyataan tentang indikator

input, output, dan outcome program pencegahan dan program pemadaman kebakaran.

Masing-masing item dalam pernyataan tersebut diberi skor dengan menggunakan 5

skala likert yaitu: 1) sangat tidak setuju, 2) tidak setuju, 3) netral, 4) setuju, dan 5)

sangat setuju.

d. Alat Analisis Data

Data yang terkumpul diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan

untuk mengetahui apakah alat pengukur benar-benar mengukur apa yang perlu diukur.

Pengujian ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada

masing-masing pernyataan dengan r table. Jika dipertoleh nilai korelasi yang lebih

besar daripada r table berarti data yang ada mengandung validitas.(Mendenhall, 1993).

Sedangkan uji reliabilitas ditujukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran

tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama. Untuk menguji preposisi yang telah dikembangkan di atas digunakan alat uji

statistik berikut:

14
• Preposisi 1 diuji dengan menggunakan ANOVA dan Kruskal Wallis Test untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi antara lebih dari 2 sampel

independen.

• Preposisi 2, 3, dan 4 diuji dengan menggunakan Duncan Test, Independent

Samples Test dan Mann Whitney U Test untuk mengetahui perbedaan persepsi

antara dua kelompok, yaitu antara kelompok public servants dengan kelompok

kelompok guru; antara kelompok public servants dengan kelompok murid; antara

kelompok public servants dengan kelompok orang tua / wali murid.

9. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Penelitian ini terdiri dari 5 bab, Bab Pertama merupakan Pendahuluan yang berisi

1) Latar Belakang Masalah, 2) Rumusan Masalah, 3) Tujuan Penelitian, 4) Manfaat

Penelitian, 5) Batasan Penelitian, 6) Preposisi (P) Penelitian, 7) Uji Statistik, 8)

Metodologi Penelitian, dan 9) Sistematika Pembahasan. Bab Kedua adalah Tinjauan

Teoritis yang meliputi 1) Karakterisrik Organisasi Sektor Publik, 2) Mengapa

Dibutuhkan Organisasi Publik, 3) Organisasi Publik Menghadapi Kendala Pengukuran

Kinerja, 4) Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja Sektor Publik, 5) Manfaat Pengukuran

Kinerja, 6) Performance Expectation Gap, 7) Teknik Pengukuran Kinerja, 8) Kategori

Pengukuran Kinerja, 9) Pengukuran Kinerja Dinas Pendidikan, dan 10) Indikator Kinerja

Dinas Pendidikan. Bab Ketiga adalah Metodologi Penelitian yang terdiri dari 1) Populasi,

Sampel, dan Teknik Sampling 2) Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data, 3)

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel, 4) Perumusan Preposisi, serta 5) Uji

Statistik. Bab Keempat adalah Analisis Data, meliputi statistik deskriptif , ANOVA,

15
Kruskal Wallis Test, Independent Samples Test atau Mann Whitney U serta Pembahasan

Performance Expectation Gap. Bab Kelima adalah Kesimpulan yang menjelaskan

tentang kesimpulan, keterbatasan, dan implikasi

16
17

You might also like