You are on page 1of 19

Penegakan Hukum Di Bidang Pasar Modal

Oleh :
Elfira Taufani, S.H., M.Hum1

Abstrak : Hukum ekonomi keuangan merupakan salah satu bagian dari hukum ekonomi
yang salah satu aspeknya mengatur kegiatan dari pasar modal. Dalam Undang-Undang
Pasar Modal (UUPM) selain memuat sanksi administrasi juga dilengkapi sanksi pidana
yang diatur dalam Bab XV tentang ketentuan pidana (Pasal 103 s/d Pasal 110). Walaupun
undang-undang ini telah dilengkapi dengan sankisi pidana, tapi dalam praktiknya masih
banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku pasar. Bapepam sebagai
lembaga pengawas, dalam menyelesaikan kasus-kasus pasar modal ini, lebih banyak
menggunakan sanksi administrasi, dari pada jalur pidana, walaupun kasus tersebut
mempunyai kecenderungan sebagai kasus pidana. Selama UUPM No. 8 Tahun 1995
diundangkan, baru terdapat satu kasus pasar modal yang diselesaikan melalui jalur
pidana, yang saat ini telah selesai pemeriksaannya di Kejaksaan Tinggi DKI
Kata Kunci : Bapepam, Penegakan Hukum.

Pendahuluan

Hukum berfungsi untuk menciptakan dan menjaga ketertiban serta


kedamaian di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu terdapat adagium "Ibi
ius ubi Societas ", (dimana ada masyarakat disitu ada hukum).
Dalam perkembangan hukum, dikenal dua jenis hukum yaitu: hukum Privat
dan hukum Publik. Hukum Privat mengatur hubungan antara orang perorangan,
sedangkan hukum publik mengatur hubungan antara negara dengan individu.
Perkembangan hukum berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat.
Menurut mazhab Jerman, perkembangan hukum akan selalu tertinggal dari
perkembangan masyarakal. Perkembangan di dalam masyarakat, menyebabkan pula
perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap hukum. Kondisi demikian
mendorong terjadinya perkembangan di bidang hukum privat maupun hukum
publik. Kegiatan yang pesat di bidang ekonomi misalnya, menurut sebagian
masyarakat menyebabkan peraturan yang ada di bidang perekonomian tidak lagi

1
Hasil Penelitian Analisis Terhadap Kebijakan Kriminal Dan Penegakan Hukm Di
Dalam Tindak Pidana Pasar Modal, Dibiayai Oleh Project TPSDP Batch III/2004.

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 91


dapat mengikuti dan mengakomodir kebutuhan hukum di bidang ini, sehingga
dibutuhkan aturan yang baru di bidang hukum ekonomi.
Hukum Ekonomi Keuangan merupakan salah satu bagian dari Hukum
ekonomi yang salah satu aspeknya mengatur kegiatan di bidang Pasar modal.
Marzuki Usman menyatakan pasar modal sebagai pelengkap di sektor keuangan
terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan.2 Pasar Modal
merupakan tempat dimana dunia perbankan dan asuransi meminjamkan dananya
yang menganggur.3 Dengan kata lain, Pasar Modal merupakan sarana moneter
penghubung antara pemilik modal (masyarakat atau investor) dengan peminjam
dana (pengusaha atau pihak emiten).
Keberadaan pasar modal menyebabkan semakin maraknya kegiatan
ekonomi, sebab kebutuhan keuangan (financial need) pelaku kegiatan ekonomi,
baik perusahaan-perusahaan swasta, individu maupun pemerintah dapat diperoleh
melalui pasar modal.
Dalam UUPM, selain dimuat sanksi perdata dan administrasi, juga dilengkapi
dengan sanksi pidana yang diatur dalam Bab XV tentang "Ketentuan Pidana" (Pasal
103- Pasal 110). Perumusan sanksi pidana dalam Undang-Undang ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi pelanggaran hukum (tindak pidana) pasar modal, baik yang
berkualifikasi sebagai kejahatan, maupun pelanggaran.
Walaupun UUPM telah dilengkapi dengan aturan pidana dengan ancaman
sanksi pidana yang berat, namun kenyataannya masih saja ada pelaku-pelaku
ekonomi yang nakal, seperti adanya dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh 7
(tujuh) perusahaan efek, dalam menentukan harga saham yang mengakibatkan
anjloknya harga saham di bursa efek Jakarta (sebagaimana diungkapkan oleh Ketua
Bapepam di SCTV, pada tanggal 14 Januari 2004 yang lalu), serta berbagai praktek
penyimpangan lainnya.

2
Anuraga, Pandji dan Piji Pakarti, 2001, Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 5.
3
Ibid., Hlm. 11

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 92


Berdasarkan uraian sebelumnya, maka menarik untuk dikaji permasalahan hukum
dari tindak pidana pasar modal, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal melalui suatu penelitian berjudul:
“PENEGAKAN HUKUM DI DALAM TINDAK PIDANA PASAR MODAL"

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Usaha penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana


pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (penegakan
hukum pidana). Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau atau kebijakan
hukum pidana merupakan pula bagian dari kebijakan penegakan hukum (law
enforcement policy)
Penegakan hukum pidana yang rasional, terdiri atas tiga tahap, mencakup
tahap formulasi oleh pembentuk undang-undang yang terkait dengan perbuatan
pidana berikut sanksinya, tahap aplikasi yang merupakan tahap penerapan oleh
kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, dan
kehakiman sebagai aparat yang mengadili dan memutuskan, serta tahap eksekusi
oleh aparat eksekusi.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang difokuskan dalam
penelitian adalah berkaitan dengan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana
hukum pidana, khusus pada tahap formulatif dan pada tahap aplikatif.
Dimasukkannya kebijakan hukum pidana dalam Undang-undang No, 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, ternyata dalam kenyataannya masih saja banyak
terjadi tindak pidana pasar modal, karena itu maka, menjadi pertanyaan yang harus
dicarikan jawabannya melalui penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Penegakan
hukum (pidana) terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
pelaku-pelaku ekonomi, yang berkaitan dengan pasar modal, selama ini” ?

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 93


Pembahasan

Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan


menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi
hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan
tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu
pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan.4 Secara konsepsional, inti
dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan
nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan
mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum
mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral,
sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai yang saling berkaitan dengan eratnya,
merupakan esensi serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum.
Faktor-faktor tersebut adalah :5
1. hukum (undang-undang).
2, penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.
5. dan faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

4
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, hlm. 24.
5
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm.5.

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 94


Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum
tidak hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas
semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau
perubahan di dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe
Pound (1870-1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum
adalah as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control
Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha
dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum
pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri
dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi
yaitu :6

1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto


oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk
undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai
dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang,
kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-
undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana
yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya
guna. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana ( tahap penerapan
hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari
kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat
penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-
undangan pidana yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-
undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum
harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap
kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif.
3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana
secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat
pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah
dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana
6
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Op. Cit.
hlm. 173

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 95


yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam
menjalankian tugasnya harus berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk
undang-undangan (legislatur) dan nilai-nilai keadilan serta daya
guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai
suatu usaha atau proses yang rasional yang sengaja direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai
aktivitas yang tidak terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara
pada pidana dan pemidanaan.
Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana dalam kegiatan
pasar modal, maka konsep penegakan hukum yang dimaksuddalam tulisan
ini adalah penegakan hukum dalam arti Law Enforcement. Joseph Golstein,
membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu 7

Pertama, Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum


pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif.
Penegakan hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para
penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana.
Disamping itu, hukum pidana substantif itu sendiri memiliki
kemungkinan memberikan batasan-batasan. Ruang lingkup yang
dibatasi ini disebut dengan area of no enforcement.
Kedua, Full Enforcement, yaitu Total Enforcement setelah dikurangi
area of no enforcement, dimana penegak hukum diharapkan menegakkan
hukum secara maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun sulit untuk
dicapai (not a realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-
keterbatasan dalam bentuk waktu, personal, alat-alat dana dan
sebagainya yang dapat menyebabkan dilakukannya diskresi
Ketiga, Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat berjalan
apabila, sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain, harus
sudah ada perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain,
serta adanya pasal yang dilanggar.

7
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, 1995, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, hlm. 16.

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 96


Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum
dapat dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas
seperti yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta
penegakan hukum dalam srti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan
peraturan perundang-undangan atau yang lebih dikenal dengan Law
Enforcement.

Penegakan hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal


Bapepam adalah lembaga regulator dan pengawas pasar modal,
dipimpin oleh seorang ketua, dibantu seorang sekretaris, dan tujuh orang kepala
biro terdiri atas;
- Biro perundang-undangan dan Bantuan Hukum
- Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
- Biro Pengelolaan dan Riset
- Biro Transaksi dan Lembaga Efek
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil.
- Biro Standar dan Keterbukaan.
Bila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau
ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka, Bapepam sebagai penyidik akan
melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut,
hingga bila memang telah terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut.
Penetapan sanksi akan diberikan atau diputuskan oleh ketua Bapepam setelah
mendapat masukan dari bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam. Bila
mereka yang dikenai sanksi dapat menerima putusan tersebut. Maka pihak yang
terkena sanksi akan melaksanakan semua yang telah ditetapkan oleh Bapepam.
Permasalahan akan berlanjut bila sanksi yang telah ditetapkan tersebut tidak dapat
diterima atau tidak dilaksanakan, misalnya denda yang telah ditetapkan oleh
Bapepam tidak dipenuhi oleh pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran,
maka akan dilanjutkan dengan tahap penuntutan, dengan menyerahkan kasus

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 97


tersebut kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan
penuntutan.
Demikian pula dengan Bursa Efek, sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pelaksanaan perdagangan efek, apabila di dalam melakukan
transaksi perdagangan efek menemukan suatu pelanggaran, yang berindikasi
adanya pelanggaran yang bersifat pidana, lembaga ini akan menyerahkan
pelanggaran tersebut kepada Bapepam untuk dilakukan pemeriksaan dan
penyidikan.
Kewenangan melakukan penyidikan terhadap setiap kasus
(pelanggaran peraturan perundangan pidana) bagi Bapepam, diberikan oleh
KUHAP seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 6 (ayat 1) huruf (b). yang
menyebutkan :
“Penyidik adalah aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang.”
Kewenangan ini merupakan pengejewantahan dari fungsi Bapepam
sebagai lembaga pengawas.
Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan melakukan
pemeriksaan bila :
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang
adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang
memperoleh perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari
Bapepam ataupun dari pihak lain yang dipersyaratkan untuk
menyampaikan laporan kepada Bapepam, dan
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-
undangan di bidang pasar modal
Di dalam melaksanakan fungsi pengawasan, menurut UUPM Nomor. 8
Tahun 1995 bertugas dalam pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan-
kegiatan pelaku ekonomi di pasar modal. Dalam melaksanakan berbagai tugasnya
ini, Bapepam memiliki fungsi antara lain, menyusun peraturan dan menegakkan
peraturan di bidang pasar modal, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 98


pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran dari Bapepam dan pihak
lain yang bergerak di bidang pasar modal, menyelesaikan keberatan yang diajukan
oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, lembaga kliring dan
penjaminan, maupun lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lainnya.
Dengan berbagai fungsinya tersebut, Bapepam dapat mewujudkan
tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, dan efisien serta dapat
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum, Bapepam bersikap
proaktif bila terdapat indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar
modal. Dengan melakukan pemeriksaan, dan atau penyidikan, yang didasarkan
kepada laporan atau pengaduan dari pelaku-pelaku pasar modal, data tersebut
dianlisis oleh Bapepam dan dari hasil tersebut dijadikan konsumsi publik dengan
melakukan pemberitaan melalui media massa.
Sejak tahun 1997, Bapepam melaksanakan press release secara
berkala kepada masyarakat, antara lain melalui media massa dan media internet.
Presss Release yang dikeluarkan oleh Bapepam, merupakan bentuk publikasi dan
pertanggungjawaban kepada masyarakat mengenai kondisi, dan keberadaan suatu
perusahaan, dan juga kebutuhan masyarakat akan informasi pasar modal lainnya
misalnya, bila ada kebijakan perundang-undangan yang baru dari Bapepam. Selain
itu pula, kebijakan untuk selalu membuat laporan kepada masyarakat melalui press
release ini adalah merupakan perwujudan dari prinsip kejujuran dan keterbukaan
(tranparansi) yang dianut oleh lembaga pengawas pasar modal ini.
Dalam laporan penelitian ini, peneliti mengambil data penegakan
hukum 5 (lima) tahun terakhir mulai tahun 1999 hingga tahun 2004, untuk
mengetahui kebijakan yang ditempuh oleh Bapepam dalam menyelaesaikan kasus-
kasus di bidang pasar modal, terutama penyelesaian terhadap kasus-kasus tindak
pidana pasar modal.
a. Pada tahun 1999,
Kasus yang diperiksa di tahun 1999 adalah sebanyak 10 kasus, yang terinci
sebagai berikut :

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 99


• Perdagangan Orang Dalam, sebanyak 1 kasus
• Keterbukaan Informasi, sebanyak 3 kasus;
• Pengendalian Inheren , sebanyak 4 kasus;
• Gagal Serah/Gagal Bayar, sebanyak 1 kasus;
• Manipulasi Pasar, sebanyak 1 Kasus.
Dari kasus-kasus di atas, Bapepam telah melaksanakan pemeriksaan dan telah
berhasil menyelesaikan 4 kasus, sedangkan sisanya sebanyak enam kasus masih
dalam proses.
Diantara kasus yang diperiksa Bapepam sepanjang tahun 1999, yang paling
menarik adalah kasus PT Bank Bali tbk. Dalam kasus ini, tim penyidik
Bapepam telah menyampaikan kasus ini ke Kejaksaan Agung, Kasus ini
adalah kasus tindak pidana di bidang pasar modal oleh PT. Bank Bali Tbk,
yang tidak menyampaikan informasi kepada Bapepam tentang adanya
pengalihan piutang pada bank lain.
b. Pada Tahun 2000
Selama tahun 2000, Bapepam telah melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal
sebanyak 39 kasus, yang terinci sebagai berikut :
• Perdagangan Orang dalam, sebanyak 2 kasus;
• Keterbukaan informasi, sebanyak 16 kasus;
• Pengendalian Inheren, sebanyak 3 kasus;
• Kegiatan Pasar Modal tanpa Ijin, sebanyak 4 kasus;
• Manipulasi Pasar, sebanyak 6 kasus;
• Transaksi Benturan Kepentingan, sebanyak 6 kasus;
• Informasi Menyesatkan, sebanyak 2 kasus.
Dari sebanyak 39 kasus yang ditangani Bapepam, 28 kasus telah berhasil
diselesaikan, sedangkan sisanya sebanyak 11 kasus masih dalam proses.
Bapepam juga telah meningkatkan status tiga kasus tindak pidana pasar modal
dari tahap pemeriksaan ke dalam tingkat penyidikan.
Salah satu kasus yang menarik sepanjang tahun 2000 adalah kasus penerbitan
sekaligus publikasi sebanyak sembilan press release pada bulan Januari sampai
dengan bulan Februari 2000 oleh PT Lippo e-Net Tbk, dimana beberapa
diantara Press release tersebut mengandung informasi yang kurang tuntas
dalam penjabarannya, serta kurang didukung oleh fakta-fakta yang dapat
menjelaskan informasi di dalamnya. Atas kasus tersebut, Bapepam telah
mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada PT. Lippo e-Net Tbk
dan para pengurus perusahaan. Selain itu, Bapepam juga mewajibkan kepada
Emiten untuk menanggung biaya registrasi sahamnya dalam rangka
perdagangan saham tanpa warkat serta memerintahkan kepada emiten untuk
mengumumkan kepada masyarakat mengenai perkembangan terakhir kegiatan
usaha perseroan di bidang cyber internet dan e-commerce

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 100


c. Pada Tahun 2001
Selama tahun 2001, Bapepam melakukan pemeriksaan terhadap 34 kasus
ditambah 10 kasus yang belum terselesaikan di tahun 2000, sehingga total
kasus yang diperiksa selama tahun 2001 adalah 44 kasus. Sampai akhir 2001,
Bapepam telah berhasil menyelesaikan 33 kasus atau 75 % dari total kasus
yang diperiksa selama tahun 2001.
Kasus yang cukup menarik masyarakat selama tahun 2001 adalah antara lain
kasus Pemalsuan Saham PT Tjiwi Kimia Tbk. Kasus ini berawal dari laporan
PT. Tjiwi Kimia Tbk yang disampaikan kepada BEJ dengan Tembusan ke
Bapepam, yang melaporkan bahwa telah terjadi pemalsuan saham PT. Tjiwi
Kimia Tbk atas nama PT Purinusa Eka Persada sebanyak 13.517.010 lembar
saham. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemalsuan tersebut diduga dilakukan
oleh beberapa karyawan PT Sinartama Gunita selaku Biro Administrasi Efek
yang dibantu oleh pihak lain. Dugaan pemalsuan saham ini telah diserahkan
kepada pihak kepolisian, sedangkan Bapepam telah menjatuhkan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis kepada para perusahaan efek yang telah
lalai dalam melakukan transaksi saham PT. Tjiwi kimia Tbk.
Dugaan manipulasi pasar dan insider trading terhadap perdagangan saham PT.
Bank Central Asia Tbk (BCA) merupakan kasus yang paling mendapat sorotan
di tengah gencarnya kontroversi program divestasi saham Pemerintah pada
bank swasta nasional terbesar di Indonesia. Tidak hanya pengamat, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat RI juga menaruh perhatian besar dan mengikuti
secara cermat perkembangan hasil pemeriksaan Bapepam untuk
menyebarluaskan setiap perkembangan dari hasil pemeriksaan atas kasus
tersebut.
Setelah melakukan berbagai kegiatan investigasi selama kurang lebih 4 bulan,
pada awal Oktober 2001 Tim Pemeriksa akhirnya menyimpulkan bahwa
pergerakan dan perubahan harga saham BCA di Bursa Efek Jakarta periode
transaksi Mei sampai Juni 2001 yang cukup signifikan ternyata lebih
disebabkan oleh reaksi pasar dan perilaku pemodal yang menyikapi rencana
divestasi saham pemerintah pada perusahaan publik tersebut secara cukup
emosional. Dengan kata lain, belum cukup bagi Tim Pemeriksa untuk secara
yuridis menyimpulkan telah terjadi manipulasi pasar dan insider trading pada
kasus tersebut.
d. Pada Tahun 2002
Selama tahun 2002, Bapepam telah melakukan pemeriksaan dan atau
penyidikan terhadap 40 kasus, ditambah 4 kasus yang belum terselesaikan di
tahun 2001 sehingga total kasus yang diperiksa dan atau disidik adalah 44
kasus. Dari 44 kasus tersebut, 33 kasus diantaranya (75 %) telah berhasil
diselesaikan oleh Bapepam, sedangkan sisanya masih dalam pemeriksaan dan
atau penyidikan.
Selama tahun 2002, sebanyak 2 kasus telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Salah satu terobosan penting dalam penegakan hukum pasar modal yang

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 101


dilakukan, Bapepam pada tahun 2002 adalah dilakukannya upaya paksa berupa
penangkapan dan penahanan dua orang pelaku tindak pidana di pasar modal
untuk kepentingan penyidikan, atas kasus perdagangan saham PT Primarindo
Asia Infrastruktur Tbk. Upaya dimaksud dilakukan melalui kerjasama yang
baik dengan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Salah satu kasus yang menarik perhatian baik nasional, maupun internasional,
yang terjadi di tahun 2002 adalah kasus divestasi saham PT Indonesian Satellite
Corporation (Indosat) Tbk.
e. Pada Tahun 2003
Di tahun 2003, Bapepam telah menerima laporan dan pengaduan sejumlah 28
dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
modal, baik yang disampaikan oleh Biro Teknis Bapepam, SRO maupun
masyarakat. Terhadap 28 kasus tersebut, Biro pemeriksaan dan Penyidikan
telah melakukan pemeriksaan terhadap 25 kasus dan penyidikan sebanyak 3
kasus.
Kasus yang menarik perhatian sepanjang tahun 2003 adalah kasus Penyajian
Laporan Keuangan dan Keterbukaan PT Bank Lippo Tbk karena adanya
perbedaan laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang
dipublikasikan di media massa pada tanggal 28 November 2002 dengan
Laporan Keuangan periode yang sama ke PT BEJ. Dari kedua versi laporan
tersebut, terdapat perbedaan data laporan keuangan. Perbedaan tersebut adalah
di dalam laporan Keuangan LPBN yang dipublikasikan melalui media massa
disebutkan bahwa, total aktiva Rp.24 triliun dengan laba bersih sebesar Rp. 98
miliar. Sementara dalam Laporan Keuangan ke PT BEJ (Nomor. Pengumuman
1120/BEJ-2002), total aktiva berkurang menjadi Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih
menjadi Rp. 1.3 triliun. Laporan Keuangan yang disampaikan ke PT BEJ
tersebut adalah perbandingan Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang
diaudit dengan Laporan Keuangan per 30 September 2001 yang tidak diaudit.
Laporan keuangan juga menyajikan perbedaan mencolok pada laba operasional
yaitu rugi Rp. 1,2 triliun (pada laporan ke PT BEJ) dibandingkan dengan laba
Rp.170 miliar (pada laporan publikasi media massa)
Dari hasil pemeriksaan Tim disimpulkan bahwa adanya kekurang hati-hatian
Direksi PT Bank Lippo Tbk dalam mencantumkan kata “audit” dan opini
Wajar Tanpa Pengeculian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002
pada tanggal 28 November 2002 dan adanya kelalaian Akuntan Publik Drs.
RK., Partner KAP Prasetio, Sarwoko dan Sanjaya, berupa keterlambatan dalam
menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai penurunan nilai
AYDA (aset yang diagunkan) PT Bank Lippo Tbk kepada Bapepam.
f. Pada tahun 2004
Di tahun 2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan
22 kasus pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses
pemeriksaan, 6 (enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 102


transaksi obligasi dan obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan
Bank Dagang Bali, telah ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke
penyidikan.
Dengan ditingkatkannya dari status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus
transaksi obligasi dan obligasi REPO, maka Bapepam hingga saat ini telah
melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang 5 kasusnya merupakan
tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai berikut :
1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan
akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status
penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;
3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank
Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam
proses;
4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk
(RYAN);
5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan
Jean Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;
6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur
Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya
masih dalam proses.
Dari kasus-kasus yang ditemukan, baik berdasarkan laporan masyarakat,
ataupun dari Bursa Efek Jakarta, yang menilai adanya indikasi kecurangan yang
dilakukan oleh pemain, maka penyelesaian yang dilakukan oleh Bapepam
terhadap seluruh kasus pasar modal yang pernah terjadi, baik kasus perdata
maupun yang berindikasi pidana, seringkali diberi putusan yang bersifat
administrasi, Walaupun pada awalnya pemeriksaan telah sampai pada tahap
penyidikan, yang dilakukan oleh tim penyidik Bapepam, namun pada akhirnya
selalu diselesaikan tanpa melalui proses Sistem Peradilan Pidana, tetapi
diselesaikan di tingkat Bapepam, dengan dikenakan hukuman atau sanksi denda
administrasi.
Dengan berpijak pada teori yang dikemukankan oleh Yoseph Goldstein,
maka hal ini termasuk di dalam Full Enforcement. Hal ini disebabkan masih
adanya pembatas, yang dapat berupa diskresi atau kebijakan yang diambil oleh
Ketua Bapepem, dalam rangka penyelesaian kasus tersebut secara cepat. Dengan

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 103


kata lain, Ketua Bapepam bertujuan agar, kerugian negara di dalam perdagangan
ini, dapat cepat kembali. Sebagai salah satu bukti, bahwa pada awal Januari hingga
bulan Agustus tahun 2004, Bapepam telah menjatuhkan sanksi adminstratif kapada
216 pihak. Total nilai denda yang dikenakan kepada 216 pihak tersebut sebesar Rp.
5,7 milyar rupiah, dari jumlah ini, telah dilakukan pembayaran oleh pihak-pihak
tersebut sebesar Rp. 4,6 milyar. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, Ketua
Bapepam lebih cenderung untuk menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut, dengan
menempuh jalur di luar pengadilan.
Memperhatikan fakta dalam penyelesaian kasus-kasus di atas, peneliti
berusaha mencari jawaban mengapa seolah-olah Bapepam senantiasa menghindar
untuk memperoses kasus-kasus tersebut dengan menggunakan kebijakan hukum
pidana seperti yang telah diatur dalam ketentuan pidana dalam UUPM kepada
pelaku pelanggaran perundang-undangan pasar modal (tindak pidana pasar modal)
baik yang berkualifikasi sebagai delik kejahatan maupun delik pelanggaran.
Informan dari biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam menjelaskan,
memang selama ini kasus-kasus pasar modal yang berindikasi pidana maupun
perdata diselesaikan pada tingkat Bapepam (luar persidangan) dengan hukuman
berupa denda administrasi, belum pernah sekalipun ditempuh penyelesaian melalui
kebijakan pidana (sistem peradilan pidana). Sebenarnya hal ini bukan tanpa alasan.
Dijelaskan pula bahwa, jika diselesaikan melalui jalur pengadilan (pidana), akan
memakan waktu yang cukup lama, selain karena masalah pembuktian yang sangat
sulit, sehingga uang yang hilangpun lambat pula kembalinya.
Alasan lainnya adalah, sebagaimana sanksi pidana yang menganut effek
jera bagi yang dikenakan sanksi tersebut, sanksi yang berupa denda administrasi
juga mengandung effek jera. Ini disebabkan, di dalam dunia usaha, nama baik
sangatlah penting. Seperti diketahui bahwa hukum pidana dengan sanksi
pidananya, akan menimbuilkan stigma bagi orang yang terkena, sehingga
diprosesnya pihak-pihak (pelaku pelanggaran ) secara pidana, serta dijatuhi
hukuman pidana, akan berdampak pada tercorengnya nama baik mereka, sehingga

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 104


jika akan memasuki lagi dunia pasar modal akan mengalami kesulitan, seperti
lunturnya kepercayaan pihak lain terhadap sipelaku tersebut.
Proses pengembalian sejumlah kerugian yang terjadi melalui penetapan
denda administrasi, akan lebih cepat apabila dibandingkan melalui proses sistem
peradilan pidana, serta Bapepam beranggapan tingkat kerugiannya tidak begitu
membahayakan. Akan tetapi, jika selama ini penyelesaian kasus pasar modal selalu
dilaksanakan di luar pengadilan, dengan mengenakan sanksi administratif oleh
pihak Bapepam, mulai dari denda administratif, hingga pencabutan izin
perusahaan, maka pada sekitar pertengahan bulan Agustus tahun 2004, ada satu
kasus tindak pidana pasar modal yang telah sampai kepada kejaksaan, setelah
dilakukan penyidikan oleh bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam.
Menurut staf biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam yang menjadi
informan dari penelitian ini, sebenarnya Kasus ini lebih dikenal dengan sebutan
kasus (BIMA), adalah kasus lama (tahun 1992), yang pernah diproses oleh
Bapepam, yang juga telah dikenakan sanksi berupa denda administratif, tetapi
pembayaran denda tidaklah berjalan dengan mulus (mengalami gagal bayar),
sehingga kasus perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur serta saham
PT Dharma Samudra Fishing Industry ini ditingkatkan kepada tahap penuntutan
melalui pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Jadi, kasus BIMA ini adalah kasus
pasar modal pertama yang ditangani bersama antara Kepolisian dan Bapepam, sejak
adanya Undang-Undang Pasar Modal.
Berdasarkan teori Yoseph Golstein di atas, kasus Bima ini dapat
dimasukkan kedalam penegakkan hukum yang aktual (Actual Enforcement), karena
dalam kasus Bima ini, dapat dikatakan telah memenuhi unsur-unsur di dalam
Sistem Peradilan Pidana.
Kasus Bank Lippo adalah salah satu kasus yang menarik perhatian, tidak
hanya masyarakat tetapi juga para pakar hukum. Bapepam seperti dijelaskan
sebelumnya dalam penyelesaian kasus-kasus yang masuk di Bapepam Pada kasus
Bank Lippo ini tidak hanya melanggar perundang-undangan di bidang pasar modal,

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 105


tetapi juga Undang-Undang lainnya, seperti Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi, Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pelanggaran Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995, separti halnya KUHP, juga


membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu kejahatan
dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran perundang-
undangan di atas, sebagaimana telah dijelaskan ketika membahas tentang kejahatan
pasar modal, bahwa selama ini belum ada satu kasuspun yang penyelesaiannya
melalui jalur kebijakan pidana, tetapi melalui penjatuhan sanksi administrasi, yang
penyelesaiannya dilakukan oleh dan di Bapepam. Baru pada tahun 2004 terdapat
satu kasus tindak pidana pasar modal yang sudah sampai ke pihak kejaksaan,
dengan kata lain proses penyelesaiannya akan melalui sistem peradilan pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal
melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal
103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya
akan dikutip berikut ini;
Pasal 103 ayat (2)
Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu :
- Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil
perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan
izin Bapepam
- Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun
kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)
Pasal 105
Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42
yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak
langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau
menjual efek untuk reksa dana.

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 106


Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan
dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah).

Pasal 109
Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat
pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam
melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat
dalam pelanggaran UUPM
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar
modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti
ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang
umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda.
Di dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana
kumulasi seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama
satu tahun, sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan
dengan denda yang besar (1 milyar)
Hal ini tentu saja rasional, juga bila dilihat dari asas perundang-undangan
yang baik selalu memperhatikan antara korban dan sanksi yang seimbang.
Walaupun selama ini dikenakan sanksi administrasi kepada pelaku tindak pidana
pasar modal, tetapi seperti pada tindak pidana pasar modal, alasan yang sama telah
dikemukakan di atas menjadi dasar untuk memberikan sanksi administrasi tersebut.
Melihat penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut dengan
menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak pelanggar
tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah dijatuhkan, maka pihak
Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke pengadilan (penyelesaian secara
penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak Bapepam beranggapan bahwa hukum
pidana tersebut sebagai senjata pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam
penyelesaian kasus pelanggaran perundang-undangan di pasar modal.

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 107


Kesimpulan
Penegakan Hukum Pidana terhadap penyimpangan-penyimpangan di pasar
modal, jarang digunakan, dalam menyelesaikan penyimpangan-penyimpangan
tersebut lebih banyak digunakan jalur non penal, yaitu dengan menjatuhkan denda
administrasi oleh Bapepam. Selama lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995, baru terdapat satu kasus (dikenal dengan nama Kasus BIMA) yang
diselesaikan melalui jalur penal ini, Kasus ini kini sudah sampai di tahap
penyidikan di Kejaksaan dan dinyatakan telah P21 (berkas telah lengkap).

Daftar Pustaka

Abdurrahman A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan


Perdagangan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
Adler Haymons Manurung, 1992, Analisis Saham Indonesia, Beberapa
Saham Untuk Investasi Jangka Panjang, Economic Student’s Group,
Jakarta
Ancel, Marc 1965, Social Defence, A Modren Approach To Criminal
Problems, London., Roudledge & Keegan Paul
A.S. Hornby et all, 1984, Kamus Inggris-Indonesia, Edisi Dwi Bahasa, PT.
Bentara Antar Asia, Jakarta
Handaru Yuliati, Sri. et.al., 1996Manajemen Portfolio dan Analisis
Investasi, Andi,Yogyakarta,
Herber L. Packer, 1968, The Limit Of The Criminal Sanction, Stanford,
University Press, Stanford California,
Irsan Nasarudin, M. dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal
Indonesia, Prenada Media, Jakarta
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1993, Teori-Teori dan Kebijakan
Hukum Pidana, Alumni, Bandung
Nawawi Arief Barda, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan
Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang,

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 108


Nawawi Arief, Barda. 1996 Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,
Citra Aditya Bakti, Bandung,
Pandji, Anuraga, dan Piji Pakarti, 2001, Pengantar Pasar Modal, Edisi
Revisi, Rineka Cipta, Jakarta
Peter Hoefnagels, G. 1973, The Other Side Of Criminology, An Inversion
of The Concept Of Crime, Kluwer Deventer, Holland;
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung
Setiadi, A.. 1996, Obligasi Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung
--------------, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru,
Bandung,
---------------, 1983, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung,
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,
Sumantoro, 1990. Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, Ghalia
Indonesia, Jakarta,
Sunariyah, 1997, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta
Yayasan Mitra Dana, 1991, Penuntun Pelaku Pasar Modal Indonesia,
Yayasan Mitra Dana
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

Jurnal :

Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor. 2 Tahun 2003

Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614 109

You might also like