Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perf
orasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus a
tau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (S
oepardi, 2007).
Otitis media supuratif kronis adalah fenomena yang jarang terjadi di Negara maju
, tetapi masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada anak-
anak dan orang dewasa di Negara berkembang Afrika, Asia dan Amerika Latin. Otiti
s media supuratif kronis adalah penyebab utama gangguan pendengaran yang didapat
pada anak-anak, khususnya di Negara berkembang. Mikroorganisme penyebab OMSK um
umnya bakteri aerob, seperti Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureu
s, Bacteroides, Postreptococcus, Propionibacterium. Bakteri-bakteri ini jarang d
itemukan pada kulit kanalis eksterna, tetapi dapat berproliferasi pada saat munc
ulnya trauma, inflamasi, dan laserasi. Diantara bakteri ini Pseudomonas aerugino
sa dapat secara progresif mendestruksi telinga tengah dan struktur mastoid melal
ui enzim dan toksin yang dimilikinya (WHO, 2004).
Survei nasional di Indonesia menunjukkan bahwa angka kesakitan telinga hidung da
n tenggorok di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas yang tinggi
pada kasus telinga dan gangguan dengar yaitu 18,5% dengan prevalensi kemunculan
OMSK sebesar 1-5,2%. Hal ini menggambarkan bahwa sekitar 8-12 juta masyarakat In
donesia menderita tuli konduktif berbagai tingkatan akibat OMSK, baik pada satu
maupun kedua telinganya. Prevalensi OMSK yang tinggi ini menunjukkan bahwa masal
ah kesehatan indera pendengaran di Indonesia merupakan hal yang penting untuk me
ndapat penanganan segera dan terpadu (Depkes RI, 1998).
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh OMSK adalah intra temporal dan intra krani
al. Kompikasi intratemporal antara lain mastoiditis, petrositis, paralisis nervu
s fasialis dan labirinitis supuratif, sedangkan komplikasi intra kranial antara
lain meningitis, abses intra kranial, dan trombosis sinus lateralis. Selain itu
OMSK dapat menyebabkan gejala sisa berupa atelektasis membran timpani dan timpa
nosklerosis. Timpanosklerosis dapat menyebabkan tuli konduksi (Lalwani, 2007).
Resistensi terhadap antibiotik adalah masalah serius bagi penyedia layanan keseh
atan dan juga masyarakat karena akan berimplikasi terhadap biaya kesehatan dan d
erajat pemulihan kesehatan secara umum. Hasil penelitan bagian SMF penyakit THT
RSUP Dr.Saiful Anwar didapatkan resistensi dari amoksisilin hingga 66%, sehingga
direkomendasikan untuk mengganti regimen obat tersebut (Suheryanto, 2000).
Sefalosporin adalah antibiotik spectrum luas yang digunakan secara massal untuk
menangani koagulase negative Stafilokokkus, Pseudomonas Aeruginosa, Enterococci
dan Candida albican, beberapa dari mikroorganisme ini resisten terhadap sefadrok
sil, kemungkinan besar dikarenakan banyak rumah sakit di Negara berkembang mengk
onsumsi jumlah besar dari sefadroksil untuk tujuan pembedahan sebagai pilihan un
tuk profilaksis, sehingga inilah yang meningkatkan prevalensi dari resistensi an
tibiotik (Dancer, 2001).
Oleh karena berbagai permasalahan diatas maka peneliti memutuskan untuk melakuka
n penelitian mengenai pola kuman dan sensitifitas antibiotik amoksisilin dan cef
adroksil di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil kuman aerob penyebab otitis media supuratif kronis di R
SU Provinsi NTB
2. Mengetahui perbandingan sensitifitas antara amoksisilin dan sefadroksil
terhadap bakteri aerob penyebab otitis media supuratif kronis
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan sensitifitas antibiotik amoksisilin dan sefadroksi
l dalam menangani bakteri penyebab otitis media supuratif kronis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui profil kuman penyebab otitis media supuratif kronis
2. Mengetahui sensitifitas kuman aerob terhadap antibiotik amoksisilin
3. Mengetahui sensitifitas kuman aerob terhadap cefadroksil
4. Untuk mengetahui perbandingan sensitifitas antibiotik cefadroksil dan am
oksisilin
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan pihak rumah sakit dan para penyedia layanan k
esehatan lainnya mengenai profil kuman penyebab terbanyak dan sensitifitas terha
dap antibiotik yang dimiliki oleh kuman tersebut
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangan penting bagi kli
nisi dan praktisi kesehatan yang lain dalam penatalaksanaan terapi otitis media
supuratif kronis untuk medapatkan efektifitas dari pengobatan OMSK
3. Untuk masyarakat secara luas, penentuan regimen obat yang lebih baik dal
am penatalaksanaan penyakit ini berimplikasi terhadap pembiayaan kesehatan karen
a perbedaan harga yang cukup signifikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga luar merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Bentuk tu
lang rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar, harus diusahakan untu
k mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan dibawahnya oleh h
ematom atau pus, dan tulang rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kos
metik pada telinga. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namu
n bertulang di sebelah medial sehingga seringkali ada penyempitan liang telinga
pada perbatasan tulang dan tulang rawan ini (adams, 1997).
2.1.2 Mebran Timpani
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan kerucut dengan puncak
nya, umbo mengarah ke medial.membran timpani umumnya bulat. Penting untuk disada
ri bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung kor
pus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membran timpani, dan bahwa ada
bagian hipotimpanium yang meluas melampaui batas bawah membran timpani. Membran
timpani disusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di
bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dala
m. Lapisan fibrosa tidak terdapat pada prosesus lateralis maleus dan ini menyeba
bkan bagian membran timpani yang disebut membrana shrapnell menjadi lemas (flaks
id) (adams, 1997).
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah yang berisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan en
am sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kota
k tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke
arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut sempit pada bagian teng
ah (adams, 1997).
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada
bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di b
awahnya adalah saraf spinalis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis
dan tendonnya menembus melalui suatu piramida tulang menuju leher stapes. Saraf
korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke late
ral depan menuju inkus tetapi ke medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah
dari sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingu
alis dan menghantarkan serabut-serabut sekremotorik ke ganglion submandibularis
dan serabut serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah (adams, 1997).
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah petrolateral m
enjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya a
dalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikuralis saraf vagus masuk k
e telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis kar
otikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius dan otot tensor timpanikum yan
g menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosessus koklear
iformis dan berinsersi pada leher maleus (adams, 1997).
2.5 Cefadroksil
Cephalosporium Acremonium adaah sumber pertama dari Cephalosporin, pertama kali
diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu dari pesisir Sardinian dari air kotor di d
ekat laut, filtrasi mentah dari jamur ini ditemukan dapat menghambat secara invi
tro pertumbuhan dari S. aureus dan dapat mengobati infeksi Staphylococcal dan de
mam tifoid. Cefadroksil adalah Cephalosporin generasi pertama, Cefadroksil adala
h analog para-hidroksil dari Cephalexin (Brunton, 2006).
2.5.1 Mekanisme Kerja
Sefalosporin berikatan dengan reseptor protein pada membran sel bakteri kemudian
menghambat sintesi dari dinding sel bakteri dengan mekanisme yang sama dengan c
ara kerja penisilin, sefalosporin adalah bersifat bakterisidal (Katzung Dan Trev
ors, 2002).
2.5.2 Penggunaan Klinik
Obat ini sangat efektif terhadap kokus gram positif, termasuk Pneumokokus viridi
an, grup streptokokus A hemolitikus dan S. aureus. Di antara gram negatif Escher
ichia coli, Klebsilla pneumonia dan Proteus mirabilis sering sensitif, tetapi te
rdapat aktivitas sangat kecil terhadap Pseudomonas aeruginasa, proteus indol pos
itif, Enterobacter, Serratia marcencens, Citrobacter dan Acinebacter, kokus aero
b biasanya sensitif tetapi B. fragilis tidak sensitif (katzung, 2006).
2.6 Kultur Bakteri dan Uji Sensitifitas
2.6.1 Kultur Bakteri
Kultur bakteri dideskripsikan sebagai isolasi dari strain dari spesimen pasien d
an identifikasi dari strain tersebut dengan kombinasi dari karekteristik seperti
pertumbuhan, profil biokimia, dan reaktifitas dari antiserum, kultur membutuhka
n minimal 18 jam dari waktu inkubasi sebelum hasil awal didapat. Pengkoleksian d
ari spesimen memerlukan beberapa perhatian seperti :
1. Faktor yang diperhatikan ketika pengambilan spesimen untuk kultur termas
uk metode tes dari organisme target, lokasi geografis (termasuk kemungkinan dari
perjalanan domestik atau jauh), dan stadium dari penyakit pasien.
2. Spesimen sebaiknya dipilih berdasarkan kemungkinan tertinggi adanya bakt
eri pada sampel tersebut, misalnya pasien dengan pasien pneumonia maka sebaiknya
sampel dari sputum pasien yang diambil, pasien dengan malaria sebaikanya sampel
diambil ketika demam fase diurnalnya.
3. Spesimen sebaiknya diambil sebelum antibiotik diberikan untuk mencegah f
alse negatif
4. Pengumpulan spesimen sebaiknya segera ditempatkan pada media transport y
ang sesuai, apabila dicurigai bakteri anaerob maka maka spesimen haruslah ditemp
atkan pada vial media transport anaerob. Beberapa oranisme seperti N. gonorrhea
and B.pertussis butuh penanganan khusus karena sangat sensitif terhadapat lingku
ngan (virella, 1997).
Media kultur untuk tujuan umum terdiri dari agar darah dan agar coklat. Kebanyak
an organisme akan tumbuh pada kedua media tersebut, untuk media kultur khusus te
rdiri dari enrichment media, yaitu media yang meningkatkan pertumbuhan salah sat
u organisme yang diinginkan. Media kultur selektif, terdiri dari subtansi yang m
enghambat pertumbuhan dari bakteri daripada bakteri yang menjadi target misalnya
Thayer-Martin agar (agar coklat ditambah antibiotik). Media pendiferensiasi yai
tu dapat mendefinisikan dari bahan biokimia spesifek dari target bakteri, misaln
ya McConkey agar, hampir selalu tumbuh pada basil gram negatif dan dapat mengkla
sifikasikannya dengan pertumbuhan kedalam fermentasi lactose dan non-fermentasi
lactose. Media anaerob adalah media kultur yang diperkaya nutrisi dengan pengur
angan dari zat oksigen untuk meningkatkan pertumbuhan kembali dari bakteri anaer
ob dari spesimen pasien (virella, 1997).
2.6.2 Uji Sensitifitas
Metode penentuan konsentrasi hambat minimal dari antibiotik ada dua jenis metode
yaitu dilusi tabung dan tehnik Kirby-Bauer. Untuk metode dilusi tabung dilakuka
n dengan cara serangkaian tabung berisi volume kaldu yang sama dan penggandaan p
engenceran antibiotik yang diberikan berurutan. Volume yang sama dari organisme
tersuspensi standar yang akan diuji ditambahkan ke dalam tabung kultur masing-ma
sing, yaitu dengan konsentrasi organisme tetap konstan dengan jumlah antibiotik
bervariasi, dan ada tabung kontrol dengan tidak mengandung antibiotik, kemudian
suspensi tersebut diinkubasi semalam penuh. Pada tabung dimana konsentrasi anti
biotik adalah di bawah konsentrasi hambat minimal, bakteri akan tumbuh dan suspe
nsi akan muncul gambaran keruh. Dalam tabung dimana konsentrasi antibiotik berad
a pada atau lebih besar dari tingkat hambat minimal, kaldu akan tetap terlihat j
elas. Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan antibiotik adalah konsent
rasi hambat minimalnya. Sedangkan metode Kirby-Bauer adalah salah satu metode un
tuk mengetahui sensitifitas antibiotik invitro yang telah lama digunakan, metode
ini hanya digunakan untuk investigasi dan tujuan khusus. Rangkaian mekanisme ke
rjanya sebagai berikut :
1. Kultur kaldu dari bakteri yang diisolasi menyebar ke seluruh plat agar,
terdapat kertas cakram yang berisi konsentrasi yang telah diketahui dari antibio
tik-antibiotik yang berbeda, yang diletakkan dipermukaan dari plat agar
2. Konsentrasi dari cakram antibiotik menurun ketika mencapai jarak dari ti
tik dimana antibiotik tersebut tidak dapat menghambat dari pertumbuhan bakteriny
a. Ini disebut titik akhir dan dapat disamakan sebagai batas terluar dari zona h
ambat antibiotik.
3. Untuk pemberian antibiotik, semakin rendah konsentrasi hambat minimalnya
, maka semakin luas diameter zona hambatnya. Setelah diameter diukur, hasil peng
ukuran dikonfirmasi dengan tabel standar pengukuran sensitifitas dari antibiotik
(Virella, 1997).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian cross-sectional analytic
Tabel 3.1
Antibiotik Ukuran diameter zona hambat untuk masing-masing antibiotik
Resisten Intermediat Sensitif
Amoksisilin â ¤13 mm 14-16 mm â ¥ 17 mm
Cefadroksil â ¤ 14 mm 15- 17 mm â ¥ 18 mm
.
3. umur dalam penelitian ini adalah umur pasien dari 5 tahun hingga 50 tahu
n
4. kultur bakteri adalah proses memperbanyak bakteri dengan menyediakan kon
disi lingkungan yang sesuai
5. bakteri aerob adalah bakteri gram negatif maupun gram positif yang metab
olismenya menggunakan oksigen
3.6 Pengumpulan Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian adalah
1. Data primer yaitu data-data yang dikumpulkan langsung dari pasiennya dal
am hal ini isolat klinis dari sekret telinga tengah, dan data dari hasil kultur
biakan kuman dan hasil uji sensitifitas.
3.7.1. Alat
3.7.1.1. alat pengambil spesimen
Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen adalah kapas steril yang
khusus untuk pengambilan cairan telinga
DAFTAR PUSTAKA
Aboet, Askaroellah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Pustaka USU : Medan. A
vailable From : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/727/1/08E00128.p
df.
Acuin, jose. 2007. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence 02: 5
07. Available From : clinicalevidence.bmj.com/ceweb/conditions/ent/0507/0507-get
.pdf.
Adams Et Al. 1997. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT. EGC Jakarta.
Brooks Et Al. 2004. Jawetz, Melnick, & Adelbergâ s Medical Microbiology 23th Edition.
McGraw-Hill : Singapore.
Brunton Et Al. 2006. Goodman And Gilmanâ s The Pharmacological Basis Of Therapeutics
11th Edition. McGraw-Hill : San Fransisco.
Dancer, SJ. 2001. The Problem With Cephalosporins. Journal Of Antimicrobial Ther
apy; 48 : 463-478. Available From : http://jac.oxfordjournals.org/cgi/reprint/48
/4/463.
Depkes RI. 1998. Pedoman Upaya Kesehatan Telinga Dan Pencegahan Gangguan Pendeng
aran Untuk Puskesmas. Depkes : Jakarta.
Farida Et Al. 2006. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Library Unhas : Makassar. Available From : http:/
/med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=147:alergi-sebagai
-faktor-risiko-terhadap-kejadian-otitis-media-supuratif-kronik-tipe-benigna-&cat
id=100&itemid=48.
Greaval Rs, Ram S. 1996. Bacteriological Patterns Of Chronic Suppurative Otitis
Media, In Ludhiana. Indian J Med Sci;50:192-5.Available From : http://www.indian
jmedsci.org/text .asp?1996/50/6/192/11582.
Helmi. 2005. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Katzung, Betram G. 2006. Basic And Clinical Pharmacology. McGraw-Hill : San Fran
cisco.
Katzung, Betram G., Trevor, Anthony J., Masters, Susan B. 2002. Katzung & Trevor
's Pharmacology: Examination & Board Review, Sixth Edition. McGraw-Hill : San Fr
ancisco
Lalwani, Anil K. 2007. Current Diagnostic And Treatment Otolaryngology Head And
Neck Surgery Second Edition. McGraw-Hill Company : New York.
Loy Et Al. 2002. Microbiology Finding Of Chronic Suppurative Otitis Media In Sin
gapure. Singapure Medical Journal Vol 43(6): 469-499. Available From : www.sma.o
rg.sg/smj/4306/4306a4.pdf.
CLSI. 2006. Performance Standard For Antimicrobial Susceptibility Testing; Sixte
enth Information Supplement. NCLLS Standard And Guideline : Vol 26(3). Available
From : www.sld.cu/galerias/pdf/servicios/.../nccls.jan2006parte01.pdf.
Nursiah, Siti. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab Omsk Dan Kepekaan Terhadap Bebera
pa Antibiotika Di Bagian THT FK USU / RSUP.H. Adam Malik Medan. Library USU : Me
dan. Available From : http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20nursiah.pd
f.
Nwabuisi Et Al. 2002. Pathogenic Agent Of Chronic Suppurative Otitis Media In Il
orin Nigeria. East African medical journal : Nigeria. Available from : www.ncbi.
nlm.nih.gov/pubmed/12625677.
Paparella Et All. 1994. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6,. EGC : Jakarta.
Ramsi, Lutan. & Wajdi,Farid., 2001. Pemakaian Antibiotika Topikal Pada Otitis Me
dia Supuratif Kronik Jinak Aktif.Cermin Dunia Kedokteran No. 132: 4. Available f
rom : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.pdf/
14_PemakaianAntibiotikaTopikal.html.
Rus, Suharyento. 2000. Efektifitas Ofloxacin Tetes Telinga Pada Otitis Media Pur
ulenta Akuta Perforata Di Poliklinik Tht Rsud Dr Saiful Anwar Malang. Cermin Dun
ia Kedokteran 128 : 45-48. Available From : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/fil
es/14EfektifitasOfloxacinTetesTelingapadaOtitisMediaPurulenta128.pdf/14Efektifit
asOfloxacinTetesTelingapadaOtitisMediaPurulenta128.html.
Sastroasmoro Et Al. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aks
ara : Jakarta.
Seopardi Et Al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan.Fakult
as Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Virella, Gabriel. 1997. Microbiology And Infectious Disease Third Edition. Willi
ams And Willkins Waverly Company : USA.
World Health Organization. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media: Burden Of Ill
ness And Management Options. Who : Geneva. Available From : www.who.int/pbd/deaf
ness/activities/hearing_care/otitis_media.pdf.