You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perf
orasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus a
tau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (S
oepardi, 2007).
Otitis media supuratif kronis adalah fenomena yang jarang terjadi di Negara maju
, tetapi masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada anak-
anak dan orang dewasa di Negara berkembang Afrika, Asia dan Amerika Latin. Otiti
s media supuratif kronis adalah penyebab utama gangguan pendengaran yang didapat
pada anak-anak, khususnya di Negara berkembang. Mikroorganisme penyebab OMSK um
umnya bakteri aerob, seperti Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureu
s, Bacteroides, Postreptococcus, Propionibacterium. Bakteri-bakteri ini jarang d
itemukan pada kulit kanalis eksterna, tetapi dapat berproliferasi pada saat munc
ulnya trauma, inflamasi, dan laserasi. Diantara bakteri ini Pseudomonas aerugino
sa dapat secara progresif mendestruksi telinga tengah dan struktur mastoid melal
ui enzim dan toksin yang dimilikinya (WHO, 2004).
Survei nasional di Indonesia menunjukkan bahwa angka kesakitan telinga hidung da
n tenggorok di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas yang tinggi
pada kasus telinga dan gangguan dengar yaitu 18,5% dengan prevalensi kemunculan
OMSK sebesar 1-5,2%. Hal ini menggambarkan bahwa sekitar 8-12 juta masyarakat In
donesia menderita tuli konduktif berbagai tingkatan akibat OMSK, baik pada satu
maupun kedua telinganya. Prevalensi OMSK yang tinggi ini menunjukkan bahwa masal
ah kesehatan indera pendengaran di Indonesia merupakan hal yang penting untuk me
ndapat penanganan segera dan terpadu (Depkes RI, 1998).
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh OMSK adalah intra temporal dan intra krani
al. Kompikasi intratemporal antara lain mastoiditis, petrositis, paralisis nervu
s fasialis dan labirinitis supuratif, sedangkan komplikasi intra kranial antara
lain meningitis, abses intra kranial, dan trombosis sinus lateralis. Selain itu
OMSK dapat menyebabkan gejala sisa berupa atelektasis membran timpani dan timpa
nosklerosis. Timpanosklerosis dapat menyebabkan tuli konduksi (Lalwani, 2007).
Resistensi terhadap antibiotik adalah masalah serius bagi penyedia layanan keseh
atan dan juga masyarakat karena akan berimplikasi terhadap biaya kesehatan dan d
erajat pemulihan kesehatan secara umum. Hasil penelitan bagian SMF penyakit THT
RSUP Dr.Saiful Anwar didapatkan resistensi dari amoksisilin hingga 66%, sehingga
direkomendasikan untuk mengganti regimen obat tersebut (Suheryanto, 2000).
Sefalosporin adalah antibiotik spectrum luas yang digunakan secara massal untuk
menangani koagulase negative Stafilokokkus, Pseudomonas Aeruginosa, Enterococci
dan Candida albican, beberapa dari mikroorganisme ini resisten terhadap sefadrok
sil, kemungkinan besar dikarenakan banyak rumah sakit di Negara berkembang mengk
onsumsi jumlah besar dari sefadroksil untuk tujuan pembedahan sebagai pilihan un
tuk profilaksis, sehingga inilah yang meningkatkan prevalensi dari resistensi an
tibiotik (Dancer, 2001).
Oleh karena berbagai permasalahan diatas maka peneliti memutuskan untuk melakuka
n penelitian mengenai pola kuman dan sensitifitas antibiotik amoksisilin dan cef
adroksil di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil kuman aerob penyebab otitis media supuratif kronis di R
SU Provinsi NTB
2. Mengetahui perbandingan sensitifitas antara amoksisilin dan sefadroksil
terhadap bakteri aerob penyebab otitis media supuratif kronis
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan sensitifitas antibiotik amoksisilin dan sefadroksi
l dalam menangani bakteri penyebab otitis media supuratif kronis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui profil kuman penyebab otitis media supuratif kronis
2. Mengetahui sensitifitas kuman aerob terhadap antibiotik amoksisilin
3. Mengetahui sensitifitas kuman aerob terhadap cefadroksil
4. Untuk mengetahui perbandingan sensitifitas antibiotik cefadroksil dan am
oksisilin
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan pihak rumah sakit dan para penyedia layanan k
esehatan lainnya mengenai profil kuman penyebab terbanyak dan sensitifitas terha
dap antibiotik yang dimiliki oleh kuman tersebut
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangan penting bagi kli
nisi dan praktisi kesehatan yang lain dalam penatalaksanaan terapi otitis media
supuratif kronis untuk medapatkan efektifitas dari pengobatan OMSK
3. Untuk masyarakat secara luas, penentuan regimen obat yang lebih baik dal
am penatalaksanaan penyakit ini berimplikasi terhadap pembiayaan kesehatan karen
a perbedaan harga yang cukup signifikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga luar merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Bentuk tu
lang rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar, harus diusahakan untu
k mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan dibawahnya oleh h
ematom atau pus, dan tulang rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kos
metik pada telinga. Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namu
n bertulang di sebelah medial sehingga seringkali ada penyempitan liang telinga
pada perbatasan tulang dan tulang rawan ini (adams, 1997).
2.1.2 Mebran Timpani
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan kerucut dengan puncak
nya, umbo mengarah ke medial.membran timpani umumnya bulat. Penting untuk disada
ri bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung kor
pus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membran timpani, dan bahwa ada
bagian hipotimpanium yang meluas melampaui batas bawah membran timpani. Membran
timpani disusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di
bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dala
m. Lapisan fibrosa tidak terdapat pada prosesus lateralis maleus dan ini menyeba
bkan bagian membran timpani yang disebut membrana shrapnell menjadi lemas (flaks
id) (adams, 1997).
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah yang berisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan en
am sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kota
k tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke
arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut sempit pada bagian teng
ah (adams, 1997).
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada
bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di b
awahnya adalah saraf spinalis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis
dan tendonnya menembus melalui suatu piramida tulang menuju leher stapes. Saraf
korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke late
ral depan menuju inkus tetapi ke medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah
dari sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingu
alis dan menghantarkan serabut-serabut sekremotorik ke ganglion submandibularis
dan serabut serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah (adams, 1997).
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah petrolateral m
enjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya a
dalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikuralis saraf vagus masuk k
e telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis kar
otikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius dan otot tensor timpanikum yan
g menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosessus koklear
iformis dan berinsersi pada leher maleus (adams, 1997).

2.2 Otitis Media Supuratif Kronis


2.2.1 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif kronis i
alah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekre
t yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul (Soepardi, 20
07).
2.2.2 Faktor Resiko dan Prevalensi
Otitis media supuratif kronis diasumsikan sebagai otitis media akut yang berkomp
likasi, tetapi faktor resiko dari otitis media supuratif kronis belum jelas, kem
unculan dari infeksi saluran nafas atas dan kondisi sosial ekonomi yang rendah,
perumahan yang sangat padat, higienitas rendah dan nutrisi dapat berhubungan den
gan perkembangan dari otitis media supuratif kronis (Acuin, 2007).
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal def
inisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan masalah globa
l akibat OMSK melibatkan 65â 330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (
39â 200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi O
MSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien ya
ng berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007).
2.2.3 Klasifikasi
OMSK di bagi dua jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna, berdasark
an aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK ak
tif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedan
gkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Proses perdangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terd
apat kolestoma. Yang dimaksud OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai koleas
toma, perforasi pada tipe bahaya terletak di marginal, kadang-kadang terdapat ju
ga koleastoma pada OMSK dengan perforasi subtotal, sebagian besar komplikasi yan
g berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna (Soepardi, 2007).
Koleastoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel keratin, d
eskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga koleastoma bertambah besar. Kol
eatoma dibagi menjadi dua jenis tipe congenital dan tipe akuasital, tipe akuasit
al dibagi menjadi dua yaitu koleastoma akuasital primer dan koleastoma akuasital
sekunder. Koleastoma akuasital primer adalah koleastoma yang terbentuk tanpa di
dahului oleh perforasi membrane timpani, sedangkan koleastoma akuasita sekunder
adalah koleastoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani (Soepa
rdi, 2007).
2.2.3 Patogenesis
Ada beberapa mekanisme dimana dengan perforasi membran timpani yang persisten da
pat berkembang dihampir seluruh kasus, OMSK muncul sebagai konsekuensi dari epis
ode OMA dengan perforasi, yang disusul dengan kegagalan kesembuhan dari perforas
inya. (Lalwani, 2007).
Dalam hal ini ada dua mekanisme utama bagaimana perforasi kronik dapat mengawali
ke infeksi telinga tengah berulang dan kontinu :
1. bakteri dapat mengkontaminasi celah telinga tengah secara langsung dari
telinga luar karena barier pertahanan fisik dan membran timpani telah hilang
2. membran timpani yang intak secara normal mengahasilkan gas, di telinga g
as ini menjadi bantalan gas ditelinga tengah, dimana ini membantu untuk mencegah
refluks dari sekresi nasofaringeal kedalam telinga tengah melalui tuba eustachi
us. Hilangnya mekanisme proteksi menghasilkan peningkatan dari eksposur dari tel
inga tengah ke bakteri patogen yang berasal dari nasofaring (Lalwani, 2007).
2.2.3.1 Patogenesis OMSK Tipe Benigna
Oleh karena proses patologi telinga tengah pada tipe ini didahului oleh kelainan
fungsi tuba, maka disebut juga penyakit tubotimpanik. Terjadinya otitis media s
upuratif kronik hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak-ana
k, jarang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor
antara lain infeksi virus, bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tub
uh, lingkungan dan sosial ekonomi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofarin
g (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis, sinusitis) mencapai telinga tengah melalu
i tuba eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke teli
nga tengah melalui perforasi membran timpani. Maka terjadilah proses inflamasi.
Bila terbentuk pus akan terperangkap dalam kantong mukosa di telinga tengah, per
ubahan menetap pada telinga tengah jarang terjadi, hal ini karena daya regenaras
i yang cukup baik, tetapi dengan pengobatan dan perawatan yang tidak adekuat dap
at terjadi perforasi membran timpani yang permanen, apabila terjadi perforasi pe
rmanen, mukosa telinga tengah akan terpapar dunia luar sehingga memungkinkan ter
jadinya infeksi berulang setiap waktu. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga
tengah tetap keringdan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Bila terjadi infeks
i maka mukosa telinga tengah akan tampak tipis dan pucat. Berenang, kemasukan be
nda tidak steril ke telinga atau adanya fokal infeksi di saluran nafas atas akan
menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan sekresi yang mukoid a
tau mukopurulen, dan pulsasi di dekat tuba eustachius. Episode berulang otorea d
an perubahan mukosa yang menetap ditandai juga dengan osteogenesis, erosi tulang
dan osteitis yang mengenai tulang mastoid dan osikel. Pada kasus kasus yang tid
ak terurus, akan terjadi otitis eksterna yang menyebabkan membran timpani sulit
dilihat sehingga menyulitkan diagnosis (Helmi, 2005).
2.2.3.2 Patogenesis OMSK Tipe Bahaya
OMSK tipe bahaya adalah OMSK yang mengandung kolesteatoma, disebut tipe bahaya k
arena sering menimbulkan komplikasi berbahaya, komplikasi yang sering terjadi ad
alah kolesteatoma sendiri adalah epitel gepeng dan debris tumpukan pengelupasan
keratin yang terjebak di dalam rongga timpanomastoid. Patofisiologinya bisa kare
na kongenital atau didapat. Bila telah terbentuk akan terus meluas. Karena merup
akan debris keratin, akan lembab karena menyerap air sehingga mengundang infeksi
. Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh tum
pukan debris keratin, maupun akibat aktifitas enzim osteoklas. Kolegenase telah
diketahui tinggi konsentrasinya di epidermis kolesteatoma. Resorpsi tulang dapat
menyebabkan destruksi trabekula mastoid, erosi osikel, fistula labirin, pemapar
an nervus fasialis, dura serta sinus lateral. Karena perjalanan penyakitnya itu
OMSK dengan kolesteatoma disebut OMSK tipe bahaya (Helmi, 2005).
2.2.4 Gejala Klinis dan Perjalanan Penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supurati
f kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Apabila proses kurang dari
dua bulan disebut otitis media supuratif subakut (Soepardi, 2007).
Gejala pada pasien dengan OMSK adalah riwayat otorea baik persisten ataupun inte
rmiten dan penurunan pendengaran, cairan yang keluar biasanya mukopurulen (lalwa
ni, 2007).
Hasil pemeriksaan fisik telinga tengah pada OMSK tipe bahaya adalah perforasi m
arginal atau atik, pada kasus yang lanjut dapat terlihat abses atau fistel retro
aurikular, polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari
dalam telinga tengah, terlihat koleastoma pada telinga tengah, sekret berbentuk
nanah dan berbau khas (Soepardi, 2007).
2.2.5 Penatalaksanaan OMSK
Sejak awal harus dibedakan OMSK yang sebaiknya mendapat terapi operatif untuk me
nghindarkan penundaan tindakan opearasi pada pasien yang penyakitnya memang seca
ra medik tak dapat sembuh sejak onsetnya dan karena tendensi progresifitas penya
kitnya. Secara umum, infeksi yang mengenai daerah atik dan antrum (penyakit antr
o antral) biasanya terlalu dalam di telinga untuk dapat dicapai oleh antibiotik
kolesteatoma berpotensi mendestruksi tulang dan memungkinkan penyebaran infeksi
memerlukan operasi. OMSK yang disertai peradangan mukosa difus, karena diikuti g
ranulasi di kavum timpani dan rongga mastoid umumnya sukar sekali diatasi dengan
medikamentosa saja. OMSK dengan tanda komplikasi intratemporal atau intrakrania
l harus direncanakan secepatnya mendapat mastoidektomi. Pasien dengan otore dari
perforasi sentral dapat diobati dulu dengan medikamentosa untuk mengontrol infe
ksi dan menghentikan otore sebagai tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang a
dalah usaha menutup perforasi membran timpani dan memperbaiki pendengaran baik s
ecara konservatif maupun operatif (Helmi, 2005).
2.2.5.1 Tatalaksana OMSK Tipe Benigna
OMSK tipe benigna dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Fase tenang jika OMSK te
rsebut adalah OMSK tipe mukosa dalam keadaan kering. Pada keadaan ini dapat dius
ahakan epitelialisasi tepi perforasi melalui tindakan poliklinik dengan melukai
pinggir perforasi secara tajam atau dengan mengoleskan zat kaustik seperti nitra
s argenti 25%, asam trichlor asetat 12%, alkohol absolut dll. Hasil pengobatan y
ang memuaskan tercapai apabila membran timpani menutup dan tidak didapati tuli k
onduktif. Bila terdapat tuli campur apalagi jika perforasi menetap maka idealnya
dilakukan timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi. Pemeriksaan yang dianj
urkan adalah pemeriksaan rontgent dan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan rontge
nt mastoid posisi schuller walaupun tidak harus dilakukan sebagai pemeriksaan ru
tin, kalau dilakukan akan dapat menilai tingkat perkembangan pneumatisasi mastoi
d dan menggambarkan perluasan penyakit. Audiometri nada murni dapat menunjukkan
tuli konduktif. Bila terdapat tuli campur menandakan kemungkinan telah terjadi k
omplikasi ke labirin. Pemeriksaan pendengaran sedapat mungkin dilakukan sebagai
bagian dari diagnosis menyeluruh suatu OMSK, berguna antara lain untuk melihat p
erkembangan penyakit dan efek samping obat bila digunakan obat ototoksik baik to
pikal maupun sistemik.
2.1.5.2 Tatalaksana OMSK Tipe Bahaya
Omsk tipe bahaya bersifat progresif, kolesteatoma yang semakin luas akan mendest
ruksi tulang yang dilaluinya, infeksi sekunder akan menyebabkan keadaan septik l
okal dan menyebabkan apa yang disebut nekrosis septik lokal dan menyebabkan apa
yang disebut nekrosis septik jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di jar
ingan sekitarnya sehingga juga menyebabkan destruksi jaringan linak yang menganc
am akan terjadinya komplikasi. Pengobatan satu-satunya adalah tindakan operasi u
ntuk eradikasi kolesteatoma. Pengobatan konservatif dengan pembersihan lokal mel
alui liang telinga pada kolesteatoma yang masih terbatas atau pasien dengan kond
isinya tidak mungkin menjalani operasi baik dalam anestesi lokal maupun anestesi
umum. Pengobatan pencegahan perluasan kolesteatoma dengan pemasangan pipa venti
lasi untuk retraksi ringan, operatif bisa meluas. Tergantung luas kerusakan dan
pilihan ahli bedah dapat dilakukan beberapa pilihan.
Tindakan atikotomi anterior dipilih apabila kolesteatoma masih sangat terbatas d
i atik. Bila kolesteatoma tidak dapat dibersihkan secara total dengan tindakan d
i atas, dapat dipilih variasi teknik eradikasi kolesteatoma yang diikuti tindaka
n rekonstruksi fungsi pendengaran pada saat yang sama, misalnya timpanoplasti di
nding runtuh (canal wall down tympanoplasti) atau timpanoplasti dinding utuh (ca
nal wall up tympanoplasti) atau atikoantroplasti atau timpanoplasti buka-tutup (
osteoclastic epitympanotom, open and close method typanolasty) dan sebagainya.
2.3 Etiologi
Pada penelitian yang dilakukan di poli THT RSUP Dr.Saiful Anwar Malang mengenai
pola kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa
sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25% (lutan dkk, 2001).
Pada penelitian yang dilakukan di poli THT RSUP Dr.Adam Malik Medan memperlihatk
an distribusi kuman aerob penyebab OMSK yang didapat dari sekret OMSK yang domin
an adalah Staphylococcus aureus 36,1%, Escherichia coli 27,7% dan Proteus 19,4%
dan Pseudomonas aeruginosa 2,8 % (Nursiah, 2007).
OMSK dapat juga di bedakan dari OMA dalam hal dasar bakteriologi. Di otitis medi
a akut, bakteri yang ditemukan pada telinga tengah adalah termasuk streptokokkus
pneumonia, stafilokokkus aureus, haemopilus influenza dan mikrokokkus katarrali
s. Bakteri-bakteri ini adalah patogen saluran respiratorius yang masuk ke teling
a tengah melalui tuba eustachius ketika pasien mederita infeksi saluran pernafas
an atas. Bakteri penyebab OMSK aerobik misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escheric
hia coli, S.aureus, Streptococcus pyogenes, proteus mirabilis, klebsiella specie
s atau anaerobik misalnya Bacteroides, Peptostreptococcus, Propionibacterium. Ba
kteri ini jarang ditemukan di kulit dari kanalis akustikus eksterna, tetapi dapa
t berproliferasi ketika munculnya trauma, inflamasi, laserasi atau tingginya kel
embaban. Diantara bakteri ini dapat kemudian masuk ke telinga tengah melalui sua
tu perforasi kronik, dari bakteri-bakteri ini, P. aeruginosa menjadi perhatian k
husus karena terbukti dapat menyebabkan destruksi yang luas dan progresif pada
telinga tengah dan struktur mastoid (WHO, 2004).
2.4 Amoksisilin
2.4.1 Mekanisme Kerja
Secara umum menyebabkan kerusakan pada dinding sel bakteri, langkah-langkah ters
ebut yaitu, perlekatan pada protein mengikat penisilin yang spesifik (PBPs)yang
berlaku sebagai obat reseptor pada bakteri, penghambatan pada sintesis dinding s
el dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan dan pengaktifan dari enzi
m autolitik di dalam dinding sel, yang mengakibatkan kerusakan sehingga bakteri
mati (Katzung, 2006).

2.4.2 Penggunaan Klinik


Sejauh ini penisilin merupakan antibiotik yang efektif dan paling luas penggunaa
nnya, amoksisilin memiliki spectrum dan aktivitas yang sama, tetapi amoksisilin
lebih mudah diserap oleh usus. Jadi, dengan dosis 3 kali sehari 250-500 mg amoks
isilin sebanding dengan ampisilin 4 kali sehari. Obat ini diberikan secara oral
untuk infeksi saluran kemih oleh bakteri koliform gram negatif atau infeksi bakt
eri campuran sekunder pada saluran pernafasan termasuk sinusitis, otitis, bronch
itis (Katzung, 2006).

2.5 Cefadroksil
Cephalosporium Acremonium adaah sumber pertama dari Cephalosporin, pertama kali
diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu dari pesisir Sardinian dari air kotor di d
ekat laut, filtrasi mentah dari jamur ini ditemukan dapat menghambat secara invi
tro pertumbuhan dari S. aureus dan dapat mengobati infeksi Staphylococcal dan de
mam tifoid. Cefadroksil adalah Cephalosporin generasi pertama, Cefadroksil adala
h analog para-hidroksil dari Cephalexin (Brunton, 2006).
2.5.1 Mekanisme Kerja
Sefalosporin berikatan dengan reseptor protein pada membran sel bakteri kemudian
menghambat sintesi dari dinding sel bakteri dengan mekanisme yang sama dengan c
ara kerja penisilin, sefalosporin adalah bersifat bakterisidal (Katzung Dan Trev
ors, 2002).
2.5.2 Penggunaan Klinik
Obat ini sangat efektif terhadap kokus gram positif, termasuk Pneumokokus viridi
an, grup streptokokus A hemolitikus dan S. aureus. Di antara gram negatif Escher
ichia coli, Klebsilla pneumonia dan Proteus mirabilis sering sensitif, tetapi te
rdapat aktivitas sangat kecil terhadap Pseudomonas aeruginasa, proteus indol pos
itif, Enterobacter, Serratia marcencens, Citrobacter dan Acinebacter, kokus aero
b biasanya sensitif tetapi B. fragilis tidak sensitif (katzung, 2006).
2.6 Kultur Bakteri dan Uji Sensitifitas
2.6.1 Kultur Bakteri
Kultur bakteri dideskripsikan sebagai isolasi dari strain dari spesimen pasien d
an identifikasi dari strain tersebut dengan kombinasi dari karekteristik seperti
pertumbuhan, profil biokimia, dan reaktifitas dari antiserum, kultur membutuhka
n minimal 18 jam dari waktu inkubasi sebelum hasil awal didapat. Pengkoleksian d
ari spesimen memerlukan beberapa perhatian seperti :
1. Faktor yang diperhatikan ketika pengambilan spesimen untuk kultur termas
uk metode tes dari organisme target, lokasi geografis (termasuk kemungkinan dari
perjalanan domestik atau jauh), dan stadium dari penyakit pasien.
2. Spesimen sebaiknya dipilih berdasarkan kemungkinan tertinggi adanya bakt
eri pada sampel tersebut, misalnya pasien dengan pasien pneumonia maka sebaiknya
sampel dari sputum pasien yang diambil, pasien dengan malaria sebaikanya sampel
diambil ketika demam fase diurnalnya.
3. Spesimen sebaiknya diambil sebelum antibiotik diberikan untuk mencegah f
alse negatif
4. Pengumpulan spesimen sebaiknya segera ditempatkan pada media transport y
ang sesuai, apabila dicurigai bakteri anaerob maka maka spesimen haruslah ditemp
atkan pada vial media transport anaerob. Beberapa oranisme seperti N. gonorrhea
and B.pertussis butuh penanganan khusus karena sangat sensitif terhadapat lingku
ngan (virella, 1997).
Media kultur untuk tujuan umum terdiri dari agar darah dan agar coklat. Kebanyak
an organisme akan tumbuh pada kedua media tersebut, untuk media kultur khusus te
rdiri dari enrichment media, yaitu media yang meningkatkan pertumbuhan salah sat
u organisme yang diinginkan. Media kultur selektif, terdiri dari subtansi yang m
enghambat pertumbuhan dari bakteri daripada bakteri yang menjadi target misalnya
Thayer-Martin agar (agar coklat ditambah antibiotik). Media pendiferensiasi yai
tu dapat mendefinisikan dari bahan biokimia spesifek dari target bakteri, misaln
ya McConkey agar, hampir selalu tumbuh pada basil gram negatif dan dapat mengkla
sifikasikannya dengan pertumbuhan kedalam fermentasi lactose dan non-fermentasi
lactose. Media anaerob adalah media kultur yang diperkaya nutrisi dengan pengur
angan dari zat oksigen untuk meningkatkan pertumbuhan kembali dari bakteri anaer
ob dari spesimen pasien (virella, 1997).
2.6.2 Uji Sensitifitas
Metode penentuan konsentrasi hambat minimal dari antibiotik ada dua jenis metode
yaitu dilusi tabung dan tehnik Kirby-Bauer. Untuk metode dilusi tabung dilakuka
n dengan cara serangkaian tabung berisi volume kaldu yang sama dan penggandaan p
engenceran antibiotik yang diberikan berurutan. Volume yang sama dari organisme
tersuspensi standar yang akan diuji ditambahkan ke dalam tabung kultur masing-ma
sing, yaitu dengan konsentrasi organisme tetap konstan dengan jumlah antibiotik
bervariasi, dan ada tabung kontrol dengan tidak mengandung antibiotik, kemudian
suspensi tersebut diinkubasi semalam penuh. Pada tabung dimana konsentrasi anti
biotik adalah di bawah konsentrasi hambat minimal, bakteri akan tumbuh dan suspe
nsi akan muncul gambaran keruh. Dalam tabung dimana konsentrasi antibiotik berad
a pada atau lebih besar dari tingkat hambat minimal, kaldu akan tetap terlihat j
elas. Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan antibiotik adalah konsent
rasi hambat minimalnya. Sedangkan metode Kirby-Bauer adalah salah satu metode un
tuk mengetahui sensitifitas antibiotik invitro yang telah lama digunakan, metode
ini hanya digunakan untuk investigasi dan tujuan khusus. Rangkaian mekanisme ke
rjanya sebagai berikut :
1. Kultur kaldu dari bakteri yang diisolasi menyebar ke seluruh plat agar,
terdapat kertas cakram yang berisi konsentrasi yang telah diketahui dari antibio
tik-antibiotik yang berbeda, yang diletakkan dipermukaan dari plat agar
2. Konsentrasi dari cakram antibiotik menurun ketika mencapai jarak dari ti
tik dimana antibiotik tersebut tidak dapat menghambat dari pertumbuhan bakteriny
a. Ini disebut titik akhir dan dapat disamakan sebagai batas terluar dari zona h
ambat antibiotik.
3. Untuk pemberian antibiotik, semakin rendah konsentrasi hambat minimalnya
, maka semakin luas diameter zona hambatnya. Setelah diameter diukur, hasil peng
ukuran dikonfirmasi dengan tabel standar pengukuran sensitifitas dari antibiotik
(Virella, 1997).

2.7 Kerangka Konsep


2. 8. Hipotesis
2. 8. 1 Hipotesis Nol
Tidak terdapat perbedaan sensitifitas antibiotik amoksisilin dan cefadroksil ter
hadap bakteri aerob penyebab otitis media supuratif kronik.
2. 8. 2 Hipotesis Alternatif
Terdapat perbedaan sensitifitas antibiotik amoksisilin dan cefadroksil terhadap
bakteri aerob penyebab otitis media supuratif kronik.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian cross-sectional analytic

3.2 Populasi Penelitian


Pasien otitis media supuratiif kronis yang menjalani perawatan di poli penyakit
THT Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang termasuk dalam kr
iteria inklusi dan di luar kriteria eksklusi. Populasi penelitian ini dianggap s
ebagai suatu populasi terjangkau.
3. 3. Sampel dan Unit analisis
3. 3. 1. Besar sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan suatu populasi terjangkau ya
itu, seluruh penderita otitis media supuratif kronik yang menjalani perawatan di
poli THT Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang termasuk da
lam kriteria inklusi dan di luar kriteria eksklusi dan bersedia terlibat dalam p
enelitian ini. Untuk pengambilan minimal jumlah pasien OMSK yang diambil sekret
untuk kultur di media biakan digunakan rumus sampel tunggal untuk data numerik
dengan ketepatan absolut
2
Nilai standar deviasi dari penelitian ini adalah
S = 33,3%-26% = 7,3% = 7
Nilai dari ketepatan abosolut yang diinginkan peneliti adalah
d = 2
Nilai power yang dipilih dengan tingkat kesalahan 0,05 adalah :
= 1,645
Jadi nilai n adalah
2 = 36
Jadi jumlah sampel minimal untuk penelitian ini adalah 36 pasien OMSK
3. 3. 2. Unit Analisis
Unit analisis dari sampel ini adalah bakteri aerob penyebab OMSK
3. 3. 3. Kriteria Inklusi
Yang termasuk dalam kriteria inklusi sampel adalah :
1. Berumur di atas 5 tahun
2. Pasien yang secara klinis didiagnosis otitis media supuratif kronis oleh
dokter spesialis THT
3. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian
3. 3. 4. Kriteria Eksklusi
Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel :
1. Pasien baru/lama yang sedang menjalani pengobatan antibiotik lokal atau
sistemik
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Tergantung
Variable tergantung disini adalah sensitifitas bakteri terhadap antibiotik amoks
isilin dan cefadroksil
3.4.2 Variable Bebas
Variable bebas di penelitian ada dua, yaitu
1. antibiotik amoksisilin dan antibiotik sefadroksil
2. kuman aerob penyebab otitis media supuratif kronis
3.5 Definisi Operasional Variable Penelitian
1. Otitis media supuratif kronis adalah penyakit infeksi telinga bagian ten
gah yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri dengan perforasi membran timpani
dan sekret encer atau kental bening atau berupa nanah yang berlangsung lebih da
ri dua bulan
2. Perbedaan sensitifitas antara dua antibiotik atau lebih secara invitro b
iasanya dilakukan dengan perbedaan nilai diameter zona hambat pada masing-masing
cakram antibiotik, pada penelitian ini, masing-masing cakram antibiotik sefadro
ksil dan amoksisilin diletakkan pada media biakan kultur bakteri penyebab otitis
media supuratif kronis, Pada penelitian ini zona hambat yang terbentuk diukur d
engan penggaris secara manual, dan dimaknai berdasarkan kriteria NCCLS (2006) ya
itu seberapa besar diameter zona hambat terbentuk

Tabel 3.1
Antibiotik Ukuran diameter zona hambat untuk masing-masing antibiotik
Resisten Intermediat Sensitif
Amoksisilin â ¤13 mm 14-16 mm â ¥ 17 mm
Cefadroksil â ¤ 14 mm 15- 17 mm â ¥ 18 mm
.
3. umur dalam penelitian ini adalah umur pasien dari 5 tahun hingga 50 tahu
n
4. kultur bakteri adalah proses memperbanyak bakteri dengan menyediakan kon
disi lingkungan yang sesuai
5. bakteri aerob adalah bakteri gram negatif maupun gram positif yang metab
olismenya menggunakan oksigen
3.6 Pengumpulan Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian adalah
1. Data primer yaitu data-data yang dikumpulkan langsung dari pasiennya dal
am hal ini isolat klinis dari sekret telinga tengah, dan data dari hasil kultur
biakan kuman dan hasil uji sensitifitas.
3.7.1. Alat
3.7.1.1. alat pengambil spesimen
Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen adalah kapas steril yang
khusus untuk pengambilan cairan telinga

3.7.1.2. media kultur bakteri


Media kultur yang digunakan pada penelitian ini adalah media agar untuk
tujuan umum yaitu media agar coklat dan agar darah
3.7.2.2. metode uji sensitifitas
Metode uji sensitifitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metod
e Kirby-bauer dengan media muller-hinton agar, yaitu dengan cara meletakkan cakr
am antibiotik pada kertas saring yang telah dilapis oleh kultur kaldu bakteri da
n kemudian diukur zona hambat dari bakteri tersebut
3.8 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah poli penyakit THT RSUP NTB dan Lab Biomedika RSUP NTB,
waktu penelitian adalah dari bulan Juni hingga bulan Juli 2010
III.9 Analisis Data
Data yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Untuk menganalisis
perbedaan sensitifitas dari kedua antibiotik tersebut apabila distribusi dan no
rmal maka digunakan uji beda T-Tes, apabila distribusi data tidak normal maka d
igunakan uji non parametrik yaitu mann-whitney test.

III.10 Alur Penelitian

III.11 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan


Kegiatan Desember Januari Maret April Mei Juni Juli
Agustus
Pemilihan Tema X
Penyusunan Judul Dan Variabel X
Penulisan Proposal X X X
Revisi Proposal X X
Perizinan Penelitian X X
Pengumpulan Data \ X
X
Analisis Data X X
Laporan Hasil Atau KTI
X

DAFTAR PUSTAKA
Aboet, Askaroellah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Pustaka USU : Medan. A
vailable From : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/727/1/08E00128.p
df.
Acuin, jose. 2007. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence 02: 5
07. Available From : clinicalevidence.bmj.com/ceweb/conditions/ent/0507/0507-get
.pdf.
Adams Et Al. 1997. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT. EGC Jakarta.
Brooks Et Al. 2004. Jawetz, Melnick, & Adelbergâ s Medical Microbiology 23th Edition.
McGraw-Hill : Singapore.
Brunton Et Al. 2006. Goodman And Gilmanâ s The Pharmacological Basis Of Therapeutics
11th Edition. McGraw-Hill : San Fransisco.
Dancer, SJ. 2001. The Problem With Cephalosporins. Journal Of Antimicrobial Ther
apy; 48 : 463-478. Available From : http://jac.oxfordjournals.org/cgi/reprint/48
/4/463.
Depkes RI. 1998. Pedoman Upaya Kesehatan Telinga Dan Pencegahan Gangguan Pendeng
aran Untuk Puskesmas. Depkes : Jakarta.
Farida Et Al. 2006. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Library Unhas : Makassar. Available From : http:/
/med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=147:alergi-sebagai
-faktor-risiko-terhadap-kejadian-otitis-media-supuratif-kronik-tipe-benigna-&cat
id=100&itemid=48.
Greaval Rs, Ram S. 1996. Bacteriological Patterns Of Chronic Suppurative Otitis
Media, In Ludhiana. Indian J Med Sci;50:192-5.Available From : http://www.indian
jmedsci.org/text .asp?1996/50/6/192/11582.
Helmi. 2005. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Katzung, Betram G. 2006. Basic And Clinical Pharmacology. McGraw-Hill : San Fran
cisco.
Katzung, Betram G., Trevor, Anthony J., Masters, Susan B. 2002. Katzung & Trevor
's Pharmacology: Examination & Board Review, Sixth Edition. McGraw-Hill : San Fr
ancisco
Lalwani, Anil K. 2007. Current Diagnostic And Treatment Otolaryngology Head And
Neck Surgery Second Edition. McGraw-Hill Company : New York.
Loy Et Al. 2002. Microbiology Finding Of Chronic Suppurative Otitis Media In Sin
gapure. Singapure Medical Journal Vol 43(6): 469-499. Available From : www.sma.o
rg.sg/smj/4306/4306a4.pdf.
CLSI. 2006. Performance Standard For Antimicrobial Susceptibility Testing; Sixte
enth Information Supplement. NCLLS Standard And Guideline : Vol 26(3). Available
From : www.sld.cu/galerias/pdf/servicios/.../nccls.jan2006parte01.pdf.
Nursiah, Siti. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab Omsk Dan Kepekaan Terhadap Bebera
pa Antibiotika Di Bagian THT FK USU / RSUP.H. Adam Malik Medan. Library USU : Me
dan. Available From : http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20nursiah.pd
f.
Nwabuisi Et Al. 2002. Pathogenic Agent Of Chronic Suppurative Otitis Media In Il
orin Nigeria. East African medical journal : Nigeria. Available from : www.ncbi.
nlm.nih.gov/pubmed/12625677.
Paparella Et All. 1994. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6,. EGC : Jakarta.
Ramsi, Lutan. & Wajdi,Farid., 2001. Pemakaian Antibiotika Topikal Pada Otitis Me
dia Supuratif Kronik Jinak Aktif.Cermin Dunia Kedokteran No. 132: 4. Available f
rom : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.pdf/
14_PemakaianAntibiotikaTopikal.html.
Rus, Suharyento. 2000. Efektifitas Ofloxacin Tetes Telinga Pada Otitis Media Pur
ulenta Akuta Perforata Di Poliklinik Tht Rsud Dr Saiful Anwar Malang. Cermin Dun
ia Kedokteran 128 : 45-48. Available From : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/fil
es/14EfektifitasOfloxacinTetesTelingapadaOtitisMediaPurulenta128.pdf/14Efektifit
asOfloxacinTetesTelingapadaOtitisMediaPurulenta128.html.
Sastroasmoro Et Al. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aks
ara : Jakarta.
Seopardi Et Al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan.Fakult
as Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Virella, Gabriel. 1997. Microbiology And Infectious Disease Third Edition. Willi
ams And Willkins Waverly Company : USA.
World Health Organization. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media: Burden Of Ill
ness And Management Options. Who : Geneva. Available From : www.who.int/pbd/deaf
ness/activities/hearing_care/otitis_media.pdf.

You might also like