You are on page 1of 9

SENI KRIYA BATIK DALAM TRADISI BARU

MENGHADAPI ARUS BUDAYA GLOBAL

oleh
Yusuf Affendi

Abstrak

Makalah ini menyajikan dua hasil penelitian lapangan, yaitu di masyarakat Tuban dan di
Parahyangan (pemukiman masyarakat Sunda). Dua wilayah penelitian diarahkan pada dua sisi
masyarakat yang berbeda secara geografis, yang satu masyarakat perajin batik Tuban yang
terletak di pesisir utara, sedangkan yang satu lagi kelompok masyarakat Parahyangan di Garut
yang terletak di daerah pegunungan. Hasil penelitian ini akan menjadi salah satu kajian yang
memberikan gambaran umum tentang beberapa karakteristik karya seni kriya batik dengan latar
budayanya yang terdapat pada dua kelompok masyarakat perajin batik di pesisir (Tuban) dan di
pegunungan (Garut).

1. Pendahuluan batik telah mampu mengangkat derajat budaya


bangsa kita ke arena persaingan dunia tekstil di
Masalah pertama yang seringkali muncul mancanegara, karena kualitas estetik dan teknis,
mengawali perbincangan tentang seni kriya batik serta berbagai keunikannya. Namun sampai kini
ialah: banyak orang yang belum memahami cara-cara
a. Apakah batik perlu dilestarikan? melestarikannya. Revitalisasi seni kriya batik
b. Bagaimanakah cara melestarikannya? mungkinmerupakan salah satu upaya pelestarian
c. Bagaimanakah pengaruh budaya asing yang bisa dilakukan. Sebagai pilihan
terhadap perkembangan batik kita, dan kemungkinan dalam upaya revitalisasai batik
sebaliknya, bagaimana pula peranan batik tersebut di antaranya:
kita dalam perkembangan dunia global? a. Pelatihan pembatikan tradisional, proses
d. Berapa banyak kekayaan seni kriya batik dengan lilin perintang.
Nusantara yang kita miliki? b. Dokumentasi ragam hias seni bati, pergeseran
e. Seberapa banyak dari kekayaan batik klasik dan perubahannya.
Nusantara yang sudah hilang? c. Tatalaksana atau manajemen usaha
pembatikan tradisional studio seni.
Kelima masalah di atas bukan suatu masalah d. Teknologi proses rintang lilin dalam warna
baru. Setiap orang pasti telah memiliki pembatikan termasuk ‘Soga Genes’.
jawabannya. Pertanyaan pertama tentu akan e. Perkembangan desain batik dan sosiologi seni
dijawab “perlu dilestarikan”, dengan berbagai batik, pendekatan kontemporer.
alasan yang sangat meyakinkan. Salah satu alasan f. Perlindungan hukum (HAKI) tehadap hak
kuat yaitu bahwa kriya batik memiliki nilai tradisi cipta batik klasik maupun yang modern.
budaya Nusantara yang sangat berharga. Kriya
g. Perlindungan terhadap lingkungan perajin- Amerika, Mattiebelle Gittinger (1979) menulis
seniman baik termasuk lingkungan sosial dan tentang tekstil Indonesia dengan judul “Splendid
studionya. Symbols”. Seni kriya batik selin sebagai benda
h. Penulisan buku seni kriya batik yang beragam seni, mengandung pula manik-manik simbol atau
dan lengkap oleh penulis-penulis Indonesia perlambangan. Joseph Fischer, seorang kurator
sendiri. seni, mengantar pameran tektil Indonesia pada
tahun 1978, melalui buku indah yang ditulisnya
berjudul “Threads of Tradition”. Pamerannya
2. Perkembangan Seni Kriya Batik diselenggarakan di kota Berkeley, University Art
Museum, Amerika Serikat. Khasanah seni batik
Dari masa ke masa, dalam kurun waktu satu abad Indonesia, dikumpulkan dalam tiga buku oleh
terakhir, seni batik selalu berkembang dalam kolektor seni tekstil tradisional H. Nian
keragaman yang artistik. Dalam Djoemena (1985). M. Hitchkock (1991) dan
perkembangannya terdapat perubahan yang Pepin Van Roojen (1993) menulis buku tentang
sangat berharga untuk dihayati dan dikaji. tekstil dan seni batik Indonesia, dua buku yang
berharga untuk dikaji.
Banyak penulis, baik dari Indonesia maupun
mancanegara, yang membahas benturan dan Seni batik menjadi sangat penting dalam
pergeseran budaya seputar seni kriya batik. kehidupan, karena kain batik telah terjalin erat ke
Problematikanya sangat menarik dan unik, dalam lingkaran budaya hidup masyarakat. Sejak
terutama yang terdapat di Pulau Jawa. Hal ini lahir, menjalani hidup di dunia hingga meninggal
tidak terdapat pada kelompok masyarakay lain di dunia “dibungkus” dengan kain batik. Batik
dunia, hanya terdapat di Indonesia. sangat dekat dengan kehidupan, khususnya dalam
lingkungan keluarga. Dalam keluarga yang
Pergeseran dan tumpang tindih budaya batik berperan adalah ibu. Oleh karena itu kriya batik
antara lain dituangkan oleh Drs. H. Hasanudin, merupakan “seni kriya kewanitaan”. Proses
M.Sn., dalam tesisnya “Pengaruh Etos Dagang pembatikan, sejak dikemplong, ditulis hingga
Santri pada Batik Pesisiran” (Pascasarjana ITB, dilorod, dan diperdagangkan di pasar, hampir
1996) antara lain menggarisbawahi bahwa: seluruhnya dikerjakan kaum wanita.
Dalam proses perkembangan antara batik
Belanda, batik China, batik Wong Kaji, Selain unsur simbolis yang pekat pada seni batik,
batik Wong Cilik dan Batik Klasik saling unsur yang kuat lainnya adalah proses
mempengaruhi dan melengkapi pada pengerjaannya yang rumit. Prosesnya
susunan corak, ragam hias, dan warna. memerlukan ketelitian dan penguasaan teknologi
bahan dan proses. Untuk memahami proses seni
Jika mengkaji budaya batik dari segi simbolisasi, kriya batik tradisional di Indonesia, berikut ini
dapat dilakukan dari 4 (empat) pendekatan: dituliskan hasil penelitian lapangan tentang seni
a. Simbolisasi warna (pendekatan estetika kriya batik di Tuban (Jawa Tengah) dan Garut
warna dan teknologi). (Sunda, Jawa Barat).
b. Simbolisasi ragam hias (pattern) termasuk
mitor-mitosnya (pendekatan adat mitos dan
lattar foilosofinya). 3. Batik Tulis Tenun Gedog Tuban
c. Simbolisasi dari bahan kainnya (pendekatan
teknologi kenyamanan dan estetika bahan Tuban merupakan salah satu kabupaten di pantai
kain). utara Jawa Timur yang mayoritas penduduknya
d. Simbolisasi pemakaian kain batik nelayan dan petani. Selain mempunyai potensi
(pendekatan sosiologi antropologi kekuasaan yang strategis sebagai salah satu kota pemasok
dan adat). ikan asin dan terasi, Tuban berpotensi juga
sebagai daerah wisata. Salah satu potensi
Pendekatan kekuasaan bukan merupakan cara wisatanya adalah Makam Sunan Giri. Sunan Giri
pendekatan yang baru, karena seorang antropolog ialah salah satu sunan dari sembilan wali
penyebar Agama Islam di Pulau Jawa. Pada Untuk menjadi tenun gedog, terdapat beberapa
masyarakat Tuban berkembang pula mitologi proses kerja sebagai berikut.
Rangga Lawe, seorang panglima perang yang
gagah berani, yang menjadi kebanggaan
masyarakat Tuban. Bangunan yang juga terkenal Proses Pertama (memintal serat kapas).
yaitu kelenteng yang konon merupakan satu- Proses dari buah kapas menjadi benang lawe
satunya kelenteng di Asia yang menghadap ke meliputi beberapa langkah pengerjaan, yaitu:
laut. Di antara potensi budaya yang patut 1. Persiapan bahan baku kapas.
dibanggakan itu, Tuban juga dikenal dengan 2. Menghilangkan biji kapas (kapas dibibis).
kerajinan batik tulis tenun gedog. 3. Usoni ialah menguraikan (disentangle) serat
kapas agar mudah dipintal.
Salah satu desa di Tuban sebagai penghasil batik 4. Menggulung (roll) untuk kemudian dibuat
tulis tenun gedog ialah Desa Margorejo. Desa ini bulatan.
berjarak 28 km ke arah barat daya kota Tuban 5. Diantih (spin) dengan menggunakan jontro
yang berpenduduk 3.750 orang atau 917 kepala (alat pemintal, spinning wheel).
keluarga (data tahun 1995). Bagi masyarakat 6. Dilikasi dengan alat likasan.
Margorejo, membatik merupakan kegiatan 7. Distreng/ukel jadi benang lawe.
sambilan (waktu luang) yang menghidupinya, di
samping bertani sebagai lahan penghidupan Proses Kedua (tenun gedogan).
utamanya. Selain Desa Margorejo di wilayah Proses pembuatan kain lawon putihan:
Kecamatan Kerek, juga terdapat desa-desa lain 1. Benang lawe (lawe yarn).
sebagai penghasil batik tenun gedog yaitu desa 2. Benang direbus untuk menghilangkan lemak.
Gaji, Desa Kedungrejo, dan Desa Karanglo. 3. Penjemuran benang hingga kering.
4. Benang dikanji (starchel) dengan nasi jagung
Istilah batik tenun ‘gedog’, jika ditelusuri asal atau tepung kanji.
katanya, konon seperti yang dipercayai sebagai 5. Disikati dengan serbut kelapa.
besar masyarakat Margorejo, ‘gedog’ berasal dari 6. Penjemuran bennag hingga kering.
suara yang dikeluarkan oleh pemintal dan 7. Benang diulur (extended) dengan alat ringan.
penenun, ‘gedog…gedog…gedog…’ Motif-motif 8. Dihani untuk menentukan panjang dan lebar
batik yang terdapat dalam batik tenun gedog kain.
adalah motif-motif yang tipikal pesisir. Misalnya 9. Memasukan benang dalam sisir.
motif bunga laut dengan berbagai variasinya, 10. Ditenun menjadi kain lawon putih.
motif binatang. Sangat wajar jika dalam batik
tenun Tuban ini bermuncukan motif dengan Proses Ketiga (membatik lawon).
dasar desain bunga laut, sebab masyarakat Tuban Proses cipta batik tulis tenun gedog.
sangat akbrab dengan kehidupan bahari. 1. Kain lawon hasil tenun gedogan.
Keakrabannya dengan flora dan fauna laut 2. Diputihkan: dicuci dengan campuran thepol.
tergambarkan melalui imaji-imajinya dalam 3. Dijemur hingga kering.
berbagai hiasan motif batik tenun gedog. Motif- 4. Dilengkreng atau dipola.
motif lainnya sebagai pelengkap (hiasan) yaitu 5. Dilengkapi isen-isen.
motif guntingan, kapsaan, campursari, kembang 6. Ditembok dengan lilin malam.
waluh, ganggeng, dan titik (baris). 7. Dicelup warna dasar.
8. Diangin-angin hingga kering.
Kekhasan tenun gedog adalah bahannya yang 9. Isen-isen (digambar dengan canitng).
agak kasar dan warnanya cenderung putih kumal. 10. Pencelupan dengan warna yang dikehendaki.
Bintik-bintik kapas dari proses pemintalan yang 11. Diangin-anginkan hingga kering.
tradisional telah menghasilkan tekstur yang khas 12. Akhirnya menjadi kain batik tenun gedog.
tenun gedog dengan alat pemintal yang
tradisional yaitu gedogan. Pentahapan proses tersebut di atas merupakan
tahapan yang umum yang selalu dilalui oleh
setiap perajin batik tulis di Tuban dan justru pada
proses seperti itulah kekhasan batik tulis tenun pergeseran dan perubahan. Hal ini menyebabkan
gedog. terjadinya akulturasi. Singggungan dan bentturan
terhadap pengaruh kebudayaan luar
Sementara itu, tahapan dan waktu proses produksi mengakibatkan antara lain suku Sunda cenderung
sebuah batik tulis tenun gedog secara sederhana lebih banyak menggunakan logikanya. Sementara
dapat disusun sebagai berikut: itu cara—cara berrpikir tradisional yang banyak
1. Tahap awal pekerjaan pemintalan untuk satu mengandung unsur religius-magis sedikit demi
potong kain lawon dengan ukuran 90 x 250 sedikit terkikis.
cm memerlukan waktu sekitar 7 – 9 hari
dengan kebutuhan benang lawe sebanyak 5 Gambaran tentang unsur-unsur adat itu terpantul
ukel. pada bentuk-bentuk kesenian Sunda seperti seni
2. Tahap kedua pekerjaan menenun. Untuk sastra, tembang kecapi suling, tari, wayang golek,
menghasilkan satu potong lawon ukuran 90 x sandiwara, batik tulis serta tata-cara berpakaian.
250 cm memerlukan waktu hingga 5 hari Lakon wayang umpamanya, tidak lagi utuh
kerja. dipertunjukkan di depan umum sebagaimana
3. Tahap ketiga pekerjaan membatik. Untuk asalnya, melainkan telah mendapat improvisasi
menyelesaikan satu potong kain batiik ukuran Ki Dalang sesuai dengan masa dan masyarakat
90 x 250 cm memebutuhkan waktu 3 – 4 hari. penikmatnya. Demikian juga dengan bentuk –
bentuk seni lainnya telah mendapat
Jadi untuk menyelesaikan satu potong kain batik pengembangan daya cipta berdasarkan imajinasi
tulis tenun gedog khas Tuban ini memerlukan para seniannya tanpa beranjak dari akarnya
waktu kurang lebih 14 – 18 hari kerja. sendiri. Penampilannya disesuaikan dengan
lingkungan kondisi masyarakat penerimanya serta
zamannya.
4. Seni Kriya Batik Sunda

a. Latar Belakang Budaya Busana Sunda b. Warna Kasundaan: Kaya Nuansa


yang Menjadi Ungkapan Warna dan Motif
pada Seni Batik Ungkapan warna yang memantulkan keindahan
alam Priangan serta kesenian dann kebudayaan
Mengenai adat-istiadat suku bangsa Sunda sudah tersirat dalam seni tembang dan sajak pupuh
pernah diuraikan oleh beberapa orang budayawan Sunda. Satu contoh dari Celempungan atau
seperti haji Hasan Moestapa, Dr. K.A.H. Hidding Gamelan dari Juru Kawih H. Idjah Hadidjah,
(1935) dengan bantuan Muhammad Ambri dan produksi Jugala tahun 1981 bandung, judul
Raden Setjadibrata, kemudian oleh Akib Kuwung-kuwung.
Prawirasuganda (1951). Karya Haji Hasan
Mustapa diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda Kuwung-kuwung nu melengkung
oleh Raden Memed Sastrahadiprawira, tidak Cahyana lir emas pinanggih
sampai selesai karena beliau meninggal dunia, Katingalna warna-warna
kemudian naskah terjemahannya diselesaiikan ……………………………………
oleh R.A. Kern. Cahya gilang gumilang
Henteu bosen nu ningali
Di Jawa Tengah seperti Yogyakarta dan Solo ……………………………………
terdapat pusat preservasi adat Jawa yaitu sekitar Lenglang taya aling-aling
keraton, yang tidak hanya berfungsi secara fisik, Lenglang taya aling-laing
melainkan berfungsi pula secara psikis, yaitu ……………………………………
melindungi dan memelihara seluruh kekayaan Warna paul anu lucu
seni budaya Jawa. Berbeda dengan di Jawa Barat, Hejona pon kitu deui
tidak terdapat pusat preservasi adat-istiadat Sunda Beureum koneng cahyana lir
atau Priangan, sehingga adat-istiadat Sunda relatif Emas anyar di sanggih
lebih terbuka terhadap unsur-unsur modernisasi Lamun dicipta kurasa
Matak katarik birahi nada warna yang bersifat analog (A.Munsell,
…………………………………… color notation, 1898) sebagai berikut:
Cahaya sa bumi alam
Ting gurilap cahyana Kayas
…………………………………… Kasumba
Numutkeun ku saur sepuh Gandaria
Wangsitna seuweu siwi Gandola
Baheula dumugi ka kiwari Paul
Yen aya sasakala
Nada warna warna kayas tergolong yang paling
Pelukisan bianglala seputar alam, dengan muda atau lembut, sedangkan warna paul
pemandangan warna yang sulit dilukiskan karena tergolong nada warna yang tua atau berat. Kayas,
penuh aneka warna yang gemerlapan. Apabila Kasumba, dan Gandaria sering terungkapkan
diciptakan melalui rasa berahipun akan tertarik dalam berbagai sajak atau seni pantun tembang
yaitu cinta terhadap alam Maha Pencipta. Sunda yang sifatnya melankolik. Irama
melankolik itu telah menjadi ciri ungkapan
Cahayanya seputar alam: warna –warna kuning sebagai kesenian Sunda, terutama seni
keemasan, paul atau ungu, hejo atau hijau, tembangnya yang dikenal dengan kecapi suling.
beureum atau merah, koneng atau kuning Dari susunan nada yang lembut melankolik itu
kejinggaan. Digambarkan kemudian, pada waktu kiranya tidak akan timbul susunan warna yang
warna-warna itu hadir memenuhi ruang langit, keras atau berat melainkan cenderung ke arah
lengkung taya aling—aling atau terhampar luas nada warna lembut penuh dengan khayal.
tanpa ada yang menghalanginya. Secara ilmiah
apabila yang menjadi dasar susunan warna alam c. Pola Hias
Priangan. Jadi hamppir tidak terdapat warna yang
kegelapan, suram atau kumal. Selain nada warna yang terang dan lembut,
masyarakat Sunda menyenangi pula berbagai
Dalam pantun Sinyur terdapat pelukisan warna ragam hias untukmengimbangi kemeriahan
dari benda sehari-hari: susunan warnanya. Kidung Sunda yang
diterbitkan pada tahun 1928 oleh Bale Poestaka di
Lawon sepre gandaria Weltevreden, Batavia, melukiskan bagaimana
Nu kayas kantun sakodi para bangsawan Sunda berpakaian, yang disusun
teu malire nu satia dalam kinanti sebagai berikut:
bet luas ngantunkeun abdi
Anggoanana aralus
Warna kayas atau merah ros atau merah muda, Matak serab nu ningali
gandaria atau violet muda atau ungu muda, Sang Nalendra kahuripan
warna paul atau biru dan warna hejo paul atau Ngagem Kaprabon lineuwih,
kebiruan lebih sering disebut-sebut dalam kawih Dodotna buatan sebrang,
atau pantun. Hal itu menandakan kesukaan Dikembang parada rukmi
masyarakat Sunda akan nada-nada warna itu Beulitan giningsing kawung,
(nuansa lembut). Surup lamun ditingali
Duhungna kadipatian
Apabila disusun dalam satu palet warna, maka Landean duhung mas adi
terdapat dua warna dasar yang mendukung Ditabur mirah dalima,
terciptanya nada warna itu. Kedua warna dasar itu Sarta mutiara manik
ialah biru yang ultramarine dicampur dengan Cahya permata harurung
merah yang karmen, tetapi dilengkapi satu sumbu Tinggal ebyar adu manis
yaitu ke arah putih,, sehingga terjadilah warna: Lir cika-cika maruntang,
kayas dan gandaria dengan warna ungu di tepinya Sanggul geyot cara keling,
yang biasa disebut gandola. terjadilah susunan Dicangklek kancana mubyar
Ditarapang inten rukmi kayas
gedang asak
Direka garuda mungkur gading
Payus lamun ditingali koneng
Disusumping kembang bodas koneng enay
Mencenges di kanan keri
Kilat bahu atmaraksa, 2) Nada warna ke arah biru atau kebiruan dan
Wuwuh surup Sang Narpati. hijau:

Sang Prabu Daha kacatur, hejo


Salira tegep rasppati,, hejo lukut
Nganggo dodot sutra kembang hejo ngagedod
Diparada warna sari, hejo paul
Sinjang kayas ti Banyumas paul
Wuwuh sigit ditingali. gandaria
gandola
Kata-kata yang digarisbawahi ialah istilah-istilah bulao saheab
yang mengandung pengertian ragam hias. pulas haseup
sebagian kata-kata ragam hias itu menjadi nama bulao
dari ragam hias batik tulis yang dibanggakan oleh
masyarakat pemakainya, seperti dodot, giringsing 3) Nada warna yang tidak termasuk ke dalam
kawung, para, garuda mungkur,, dan kembang dua kelompok terdahulu:
bodas.
bodas
d. Susunan Warna Kasundaan menurut hideung
Nuansa Warna borontok
coklat kopi atau pulas kopi, kopi tutung
1) Nada warna ke arah merah atau kemerahan candra mawat
dan kuning: bulu hiris
bulu oa: dawuk, hawuk, kulawu, pulas
beureum lebu
beureum cabe (oa adalah sebangsa primata / monyet
beureum ati berbulu warna abu-abu)
kasumba
e. Skema Kaitan Berbagai Unsur Busana Kasundaan

Simbolik Artistik

Tumbuh-tumbuhan (celup alam)

Pola Hias
Komposisi Tata Warna Kimia (buatan)

Sejarah Proses Visual Kain


Seni Lawon
Pupuh
sastra CARA BERBUSANA
Tembang

Alat Tenun TATA KRAMA


Proses Produksi ADAT
RELIGI
Ukuran
Pengaruh Mode, Seni, Teknologi

DESAIN BUSANA
KASUNDAAN (desain dasar)

POLA-POLA BUSANA
(Pengembangan Wilayah,
Aliran/Gaya
Waktu/Kesempatan)

5. Penutup perlindungan untuk mendapatkan laba/nilai


lebih secara ekonomis yang adil serta
1. Untuk mengakhiri tulisan yang memerlukan perlindungan terhadap kebebasan berkreasi
kajian dan analisis yang lebih dalam ini, penulis seni?
mencatatkan beberapa pertanyaan, yang mungkin
bisa dijawab melalui penelitian selanjutna. 2. Seni kriya batik dalam keseluruhan
- Apakah seni kriya batik bisa hidup bertahan penggarapan seni, menjadi satu dengan unsur-
untuk 5 sampai 10 tahun lagi dengan berbagai unsur seperti lingkungan hidup, persediaan bahan
kondisi budaya dan perubahan mentah, kesempatan pemasaran, kreativitas, dan
lingkungannya? latar budaya etnik.
- Apakah mungkin dapat dikembangkan desain
dan seni kriya batik dalam lingkungan kerja 3. Penggarapan seni kriya batik di Indonesia lebih
seni yang tidak mendapat perlindungan bersifat komunal daripada individual, kekayaan
hukum? Perlindungan tersebut mencakup hak tradisi artistik masih melekat di setiap lingkungan
cipta, perlindungan terhadap alam lingkungan kerja seni kriya batik yang tersebar dari pesisiran
hidup perajin, perlindungan kemudahan sampai ke puri dan keraton.
untuk mendapatkan bahan mentah,
4. Penggarapan seni kriya secara individual dengan demikian keahlian sebagai perajin batik
dikerjakan oleh seniman/desainer lulusan tidak dapat diturunkan kepada sanak
akademi yang jumlahnya tidak banyak, karena di keluarganya, karena yang muda-muda lebih
Indonesia hanya terdapat lima perguruan tinggi senang bekerja di kota. Kenyataan itu perlu
seni rupa dan desain. Jurusan kriya, termasuk dicegah dengan program pengembangan yang
batik, hanya terdapat di dua perguruan tinggi.r persuasif edukatif.

5. Dalam waktu sepuluh tahun terakhir telah 7. Keindustrian dalam seni kriya batik tidak
terjadi kerja sama antara perajin desa yang hanya mengandung suatu proses kerja teknologi
tradisional dengan seniman/desainer akademis, seni kriya,, melainkan melibatkan unsur-unsur
hasilnya tercipta desain-desain baru yang sosiologi, budaya lokal, adat-istiadat yang tekah
memberikan harapan untuk terus dikembangkan. melekat. semuanya pada saat ini menjelang abad
21, berbenturan dengan arus budaya baru,
6. Dari pengalaman bergaul dengan teknologi media informasi yang tidak sedikit
pengudaha/perajin di pedesaan, terdapat banyak menyebabkan masyarakat penguasa dan pekerja
tetua perajin batik yang ahli tidak menginginkan seni kriya yang tradisional menjadi kebingungan
lagi anaknya untuk berusaha di bidang kerajinan, serta terseret ke pinggiran.
karena pekerjaan itu tidak memberikan atau
menjanjikan harapan hidup di masa depan.

8. Gambaran menyeluruh tentang pembentukan Seni Kriya Batik (Pesisir Pulau Jawa) di Indonesia
dapat dituliskan secara garis besar melalui skema sederhana berikut ini.

Akulturasi
Kebudayaan Besar Budaya Indonesia
Budha, Hindu, Islam Lama/Purba

Estetika Nusantara Adaptasi Estetika Tradisional


(Local Genius, Indonesia (local genius)
Keterampilan Teknik,
Estetis)

Seni Rupa Asimilasi Seni Kriya/Seni Batik


berciri Etnik Tradisional Indonesia

Seni Batik yang merupakan


sintesis filosofis (teknologi,
motif dan warna bahan tenun,
fungsi pakai)

Budaya Batik
(the culture of batik)
terbentuk dan terpelihara

Tentang Penulis:
Prof. Yusuf Affendi, Guru Besar Ilmu Seni Rupa dan Desain FSRD Institut Teknologi Bandung (ITB),
dan FSRD Universitas Trisakti Jakarta, desainer, pengamat dan peneliti masalah desain tekstil.
Tulisan ini dimuat di
Jurnal Seni Rupa dan Desain
Volume 1,1, Agustus 2000
yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Masyarakat
(P3M) Sekolah Tinggi
Seni Rupa dan Desain Indonesia (STISI)
Jl. Soekarno Hatta No. 581 Bandung 40275
t: 022 7306211, 7306228, f: 022 7306228
w: www.stisi.ac.id, e: contact@stisi.ac.id

ISSN 1411-4852

You might also like