You are on page 1of 84

TUGAS INDIVIDU

“KAPITA SELEKTA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Disusun oleh :

Ludi Mauliana Safaat

108101000010

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010
I

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Perkembangan PJK

Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 478000 orang meninggal karena penyakit jantung
koroner, 1,5 juta orang mengalami serangan jantung, 407000 orang mengalami operasi peralihan,
300000 orang menjalani angioplasti. Di Eropa diperhitungkan 20.000-40.-000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK.Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian
akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita,
sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada
wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25
orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian
dan kecacatan nomor satu di dunia.

Sementara itu di Indonesia Prevalensi nasional Penyakit Jantung adalah 7,2%


(berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 16 provinsi mempunyai
prevalensi Penyakit Jantung diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai
26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun
terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian
akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %.
Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.

Konsep H-A-E
1.Host

Orang yang rentan pada penyakit PJK adalah orang yang memiliki usia lebih tua
dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Pada usia yang lebih muda, jenis kelamin
merupakan predictor utama dalam kajadian PJK, pada usia muda laki-laki lenih banyak
menderita PJK dari pada wanita, tetapi ketika lansia wanita lebih banyak menderita PJK
dibandingkan dengan laki-laki.lebih banyak mengenai golongan masyarakat social ekonomi
menengah keatas dibandingkan dengan golongan social ekonomi lemah karena gaya hidup
mereka juga menentukan terjadi atau tidaknya PJK. Selain itu juga orang yang mempunyai
penyakit seperti hipertensi, diabetes, dan hiperkolesterolemi dapat menyebabkan orang semaik
rentan terhadap PJK.

2.Agent

• Agent kimia : agent kimia yang menyebabkan terjadinya PJK adalah dengan cara inhalasi
yaitu orang yang merokok dan menghisap asap rokok, karena Zat-zat racun dalam rokok
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Dan dengan cara dietlan seperti
mengkonsumsi alcohol atau minuman keras karena alkohol dapat merusak miokardium.

• Agent nutrisi : agent nutrisi yang dapat menyebabkan penyakit PJK terutama adalah
lemak dan kalsium karena lemak dan kalsium dapat menyebabkan timbunan lemak.
Kemudian karbohidrat dan protein juga ikut berperan karena karbohidrat dan protein
dapat diubah menjadi lemak yang akan meningkatkan terjadinya penimbunan lemak pada
dinding arteri koroner.

• Agent fisika : agent fisik yang dapat menyebabkan PJK adalah Temperatur yang sangat
dingin dikaitkan dengan kebiasaan minum alkohol dan kopi yang merupakan faktor
resiko PJK. Polusi udara yang disebabkan oleh logam-logam industri secara tidak
langsung juga dapat menyebabkan timbulnya PJK.

3.Lingkungan

• Lingkungan fisik : Factor ketinggian dari permukaan laut (altitude) berpengaruh pada
mereka yang mengidap penyakit jantung.Cuaca yang dingin juga mempengaruhi
seseorang untuk mengkonsumsi alcohol yang dapat meningkatkan PJK.
• Lingkungan social-ekonomi : lebih banyak mengenai social-ekonomi menengah keatas di
bandingkan dengan social ekonomi lemah, lebih banyak di temukan di daerah perkotaa
dibandingkan dengan daerah pedesaan, dan juga lebih banyak pada masyarakat Negara
berkembang di bandingkan Negara sedang berkembang.

Faktor Resiko

• Usia

Semakin bertambahnya usia maka seseorang akan menjadi semakin rentan untuk terkena
PJK, karena umumnya orang yang menderita PJK lebih banyak pada orang yang lebih tua di
bandingkan dengan orang yang lebih muda. Sekitar 80% orang yang meninggal akibat
serangan jantung berusia diatas 65 tahun.

• Jenis kelamin

Pada usia yang lebih muda perbedaan jenis kelamin sangat mempengaruhi. Laki-laki lebih
banyak menderita PJK dibandingkan dengan wanita dalam usia yang muda. Hormon wanita
yang diproduksi secara alami, yakni esterogen mungkin merupakan salah satu alasan bagi
perbedaan terkait jenis kelamin ini. Hanya saja setelah wanita melewati usia monopouse,
keberuntungan ini hilang. Tetapi setelah berusia 60 tahun, resiko yang dihadapi antara laki-
laki dan wanita menjadi sama.

• Riwayat keluarga

Penyakit PJK dapat menurun dalam keluarga, dan bila seseorang yang memiliki riwayat PJK
jika tidak mengatur pola makan dengan baik dapat menambah resiko yang sangat besar dalam
menimbulkan Penyakit Jantung Koroner, sehingga dalam usia yang relatif mudapun dapat
mendeita PJK.

• Diet

Diet atau pola makan memegang peranan penting dalam pencegahan dan pengobatan dalam
penyakit kardiovaskular. Pada penderita kardiovaskular jmempunyai tubuh yang gemuk
(obese) dan kadar lemak darah yang tinggi. Kenaikan kadar lemak dalam darah dikoreksi
dengan pengurangan jumlah total lemak yang dimakan dan dimodifikasi jenis lemak tersebut.

• Obesitas

Penelitian melaporkan kaitan erat obesitas sentral atau obesitas abdomal (perut) dengan
PJK. Jaringan lemak abdomal merupakan prediktor terjadinya PJK dan kematian. Suatu studi
melaporkan bahwa sekitar 30% kematian akibat PJK terjadi pada mereka yang menderita
obesitas dan umumnya proses aterosklerosis dimulai pada penderita obesitas pada usia 50
tahun.

• Dislipidemia

Peningkatan LDL dan penurunan HDL merupakan faktor resiko yang penting pada PJK.
Penelitian epidemiologi juga melaporkan bahwa tingkat rendahnya HDL akan
menggambarkan banyaknya cabang pembuluh darah koroner yang tersumbat dan terjadinya
penyempitan ulang setelah operasi jantung lebih sering terjadi

• Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko yang berperan penting terhadap PJK dan proses
aterosklerosis akan dialami sekitar 30% penderita hipertensi

• Kurangnya aktifitas fisik

Melakukan aktifitas fisik sangat bermanfaat dalam memelihara kesehatan jantung. Selain itu,
seseorang yang biasa melakukan olahraga secara teratur, diameter pembuluh darah jantung
tetap terjaga, sehingga kesempatan terjadinya pengendapan kolesterol pembuluh darah dapat
dihindari.

• Diabetes
Diabetes memperburuk prognosis PJK. Angka kematian karena PJK meningkat 40-70% pada
penderita diabetes. Penderita diabetes wanita memiliki resiko terkena PJK 3-7 kali
dibandingkan dengan wanita yang tidak menderita diabetes.

• Merokok

Zat-zat racun dalam rokok menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Racun nikotin
menyebabkan darah menjadi kental sesingga mendorong percepatan pembekuan darah.
Selain itu, rokok dapat menngkatakan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kadar
kolesterol baik (HDL).

Pencegahan dan Penanggulangan

1.Pencegahan primer

o Mengajak masyarakat untuk tidak merokok karena peluang perokok 2 kali lebih
besar untuk terkena serangan jantung daripada yang bukan perokok. Karena Merokok
menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang, sehingga meningkatkan pengerasan
pembuluh darah arteri, dan meningkatkan faktor pembekuan darah yang memicu
penyakit jantung dan stroke.
o Memberikan informasi bahwa orang – orang gemuk biasanya cenderung menyukai
makanan – makanan yang berlemak, sehingga menambah peluang terjadinya
Artheroma.Beratnya bobot tubuh pada orang gemuk pun akan menambah regangan pada
jantung, sehingga membuat jantung lebih rawan terhadap keterbatasan pasokan darah.
Menurunkan konsumsi makanan berlemak akan mengurangi resiko terserang penyakit
jantung koroner
o Mengajak masyarakat agar rajin beroleh raga karena dengan berolahraga secara
teratur akan meningkatkan efisiensi jantung, sehingga memperkecil kebutuhan Oksigen
untuk bekerja. Peningkatan kebugaran melalui olah raga, secara bertahap akan
mengurangi regangan pada jantung, pengendalian kadar kolesterol sehingga
memperkecil kemungkinan gangguan suplai darah yang dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner,
o Mulailah dengan mengkonsumsi lebih banyak sayuran, buah-buahan, padi-padian,
makanan berserat lainnya dan ikan. Kurangi daging, makanan kecil (cemilan), dan
makanan yang berkalori tinggi dan banyak mengandung lemak jenuh lainnya. Makanan
yang banyak mengandung kolesterol tertimbun dalam dinding pembuluh darah dan
menyebabkan aterosklerosis yang menjadi pemicu penyakit jantung dan stroke.
o Kurangi minum alkohol. Makin banyak konsumsi alkohol maka kemungkinan stroke
terutama jenis hemoragik makin tinggi. Alkohol dapat menaikan tekanan darah,
memperlemah jantung, mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri.
o Kendalikan tekanan darah tinggi dan kadar gula darah. Hipertensi merupakan faktor
utama terkena stroke dan juga penyakit jantung koroner. Diabetes juga meningkatkan
risiko stroke 1,5-4 kali lipat, terutama apabila gula darahnya tidak terkendali.
o Hindari penggunaan obat-obat terlarang seperti heroin, kokain, amfetamin, karena
obat-obatan narkoba tersebut dapat meningkatkan risiko stroke 7 kali lipat dibanding
dengan yang bukan pengguna narkoba.
2.Pencegahan sekunder

a. Early Diagnosis (Diagnosis Dini)


Skrining/ deteksi dini penderita PJK dengan:
(i) Pemeriksaan treadmill atau exercise stress
Exercise testing merupakan salah satu jenis tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang menderia PJK dan dapat digunakan untuk
menstratifikasi berat ringannya PJK. Tes ini sebenarnya menilai perubahan
gambaran EKG pada waktu jantung diberi beban, yaitu exercise. Exercise dapat
berupa naik tangga, bersepeda atau yang saat ini dipakai adalah treadmill dengan
Bruce Protocol.
(ii) Pemeriksaan EKG.
EKG adalah grafik yang mencatat aktivitas elektrok jantung. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara menempelkan elektroda-elektroda di dada sebelah kiri, di
kedua pergelangna tangan, dan kedua pergelangna kaki.
b. Prompt Treatment
• Pemberian obat-obatan yang tepat dan rasional
Obat-obatan untuk PJK terdiri atas Golongan Nitrat, Beta-Blocker, Antagonis Kalsium,
Obat Antiagresi (penghambat pengumpulan darah) dan Trombolitik (obat pelarut
gumpalan darah).

• Manajemen diet

Karena PJK disebabkan oleh beberapa faktor resiko yang berhubungna dengan diet
seperti penderita DM, yang harus diet karbohidrat; hiperensi, diet klorida atau makanan
yang mengandung garam dapur/asin;obesitas, diet makanan yang berkolesterol tinggi.

• Pemasangan cateter jantung

Suatu cara menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikkan ke dalam arteri koroner
melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan pada arteri koroner.

• Operasi By pass

Operasi Bypass adalah penyambungan pembuluh darah baru dari pangkal aorta ke distal
penyempitan sehingga darah tetap mengalir melalui bypass. Tujuan operasi bypass adalah
untuk meningkatkan suplai darah ke miokard sehingga dapat meredakan keluhan nyeri
dada, menurunkan kejadian serangan jantung dan memperpanjang hidup pasien.

• Balon dan pemasangan stent

Balon arteri koroner adalah suatu tehnik menggunakan balon halus yang dirancang
khusus untuk membuka daerah sempit di dalam lumen arteri koroner. Apabila pada
kateterisasi jantung ditemukan ada penyempitan yang cukup signifikan misalnya 80%
penyempitan, maka biasanya dokter jantung menawarkan agar dilakukan balonisasi dan
pemasangan stent. Istilah kedoteran yang lengkap dari balon arteri koroner adalah
Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty atau disingkat dengan PTCA.

• Enhanced External Counter-Pulsation (EECP)

EECP, yang artinya kontra pulsasi yang diperkuat dari luar, merupakan teknik
pengobatan noninvasive (tanpa memasukkan sesuatu kedalam tubuh). Dapat
meningkatkan suplai darah ke dalam arteri koroner juga membuka kolateral-kolateral
erteri koroner yang sangat dibutuhkan oleh penderita PJK.

3.Pencegahan Tersier

Tahap tertiary prevention dilaksanakan pada penderita PJK untuk mencegah semakin
buruknya kondisi atau menetapnya disabilitas dilakukan usaha preventif tertier dengan
rehabilitasi.

II

STROKE

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-
tiba terganggu, stroke juga diartikan serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh
karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak, sehingga menyebabkan sel-sel
otak kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel
tersebut dalam waktu relatif singkat.

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Stroke
termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian
jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke
otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

Stroke dklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu Stroke iskemik dan Stroke hemorragik.

a Stroke iskemik
Stroke iskemik merupakan stroke yang disebabkan oleh sumbatan setempat pada
suatu pembuluh darah tertentu di otak yang sebelumnya sudah mengalami proses
aterosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah akibat penumpukan lemak) yang
dipercepat oleh berbagai factor risiko, sehingga terjadi penebalan kedalam lumen
pembuluh tersebut yang akhirnya dapat menyumbat sebagian atau seluruh lumen
(trombosis). Sumbatan juga dapat disebabkan oleh thrombus atau bekuan darah yang
berasal dari lokasi lain misalnya plak didinding pembuluh darah leher yang besar atau
dari jantung (emboli). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami
Stroke jenis ini.

Pada Stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan
dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.

Stroke Iskemik terbagi lagi menjadi 2 yaitu:

- Stroke thrombosis : Terjadi pada arteri otak, Gumpalan darah baru terbentuk dalam
pembuluh darah di otak dan setelah sekian waktu gumpalan tersebut akan membesar
hingga akhirnya menyumbat aliran darah.

- Stroke Embolik : Terjadi pada arteri di luar otak, Seringkali terjadi di jantung dan
kemudian terbawa aliran darah hingga ke pembuluh otak. Meskipun berukuran kecil,
gumpalan tersebut dapat menyumbat pembuluh darah di otak.

b Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya cabang pembuluh
darah tertentu di otak akibat dari kerapuhan dindingnya yang sudah berlangsung lama
(proses aterosklerosis/penuaan pembuluh darah) yang dipercepat oleh berbagai faktor.
Hampir 70 persen kasus Stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Perkembangan Stroke
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk
food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus
stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang
di Amerika yang terkena serangan stroke.

Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan
kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah
di seluruh penjuru Indonesia.

Peningkatan prevalensi stroke tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya harapan hidup
masyarakat. Peningkatan harapan hidup akan membawa dampak semakin besarnya populasi
dalam risiko stroke. Laporan Departemen Kesehatan RI memperlihatkan bahwa umur harapan
hidup penduduk Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi DI
Yogyakarta menunjukkan bahwa usia harapan hidup terus meningkat, yaitu dari 67,58 tahun
pada tahun 1992 meningkat menjadi 68,35 tahun pada tahun 1997, dan terus meningkat menjadi
72,17 tahun pada tahun 2002 (Periode 2000-2005), kemudian untuk tahun 2005 yang bersumber
dari BPS yaitu dari Parameter Hasil Proyeksi Penduduk 2000-2025 umur harapan hidup
meningkat menjadi 74,0 tahun. Peningkatan harapan hidup akan diiringi pula peningkatan
penyakit-penyakit neurodegeneratif dan kardioserebrovaskuler (demensia/ pikun dan stroke),

Riwayat Alamiah Penyakit

Perjalanan penyakit stroke sendiri dibagi dalam 4 tahapan:

 Tahap pertama, disebut tahap hyper akut atau emergency yang berlangsung
sampai dengan 3 hari. Pada tahap ini, penderita stroke memerlukan perawatan
intensif yang biasanya dilakukan di ruang Intermediate Care/NICU (Neurology
Intensif Care Unit).

 Tahap kedua yang disebut tahap akut, berlangsung sampai dengan 2 minggu. Pada
tahap ini, pasien dirawat di stroke unit.

 Tahap ketiga, disebut tahap sub akut dari 2 minggu sampai 1 bulan. Pasien bisa
dirawat di bangsal/ ruang perawatan Neurology.
 Tahap keempat, disebut tahap kronik, dirawat lebih dari 1 bulan yang dilakukan di
RS Pemulihan Stroke

Konsep Orang, Tempat, dan Waktu

a. Orang

Masyarakat luas harus memahami secara mendalam bahwa serangan stroke memang
bisa terjadi pada orang-orang dengan ciri tertentu yang tidak bisa atau sukar diubah
atau diperbaiki oleh setiap individu sendiri, misalnya biasanya terjadi pada penduduk
usia relatif tua. Makin tinggi usia makin tinggi resikonya. Namun, ternyata penyakit
ini dapat pula menyerang usia muda. Para ahli klinis sering kali membagi kelompok
muda dalam dua kategori, yaitu di bawah usia 15 tahun, dan berusia antara 15 hingga
44 tahun. Orang yang masih muda nampaknya lebih berpeluang menderita stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik.

Serangan stroke di negara maju terjadi pada penduduk diatas usia 65 tahun.
Umumnya kaum pria lebih banyak terserang stroke. Ada juga kecenderungan
penduduk yang berasal dari keluarga yang pernah terkena serangan stroke
mempunyai resiko terkena serangan stroke serta para penderita diabetes juga
mempunyai resiko lebih tinggi terkena serangan stroke.

b. Tempat

Insiden stroke timbul bervariasi, tergantung tempat atau negara, waktu, serta
penderitanya. Insiden stroke di negara berkembang masih meningkat sedangkan di
negara maju cenderung menurun. Penurunan ini mungkin disebabkan karena
manajemen hipertensi, penyakit jantung dan penyakit metabolik di negara maju telah
makin baik.

c. Waktu

Serangan stroke adalah suatu keadaan darurat, keadaan yang mendahuluinya sering
kali tidak memberikan gambaran yang khas demikian juga waktu kejadiannya tidak
dapat diramalkan. Karena itu, perlu diketahui pada keadaan-keadaan mana yang
segera diikuti dengan awitan stroke dan kapan awitan stroke paling sering terjadi.

Umumnya penderita stroke trombotik merasakan adanya defisit neurologis akut pada
saat penderita terbangun dari tidur malam, yaitu pada waktu antara jam dua belas
malam sampai jam enam pagi seperti penelitian Hossman di jerman ( 1971 ) dan
Marshall di inggris ( 1977 ). Dilain pihak pengamatan ini berbeda dengan 4 hasil
penelitian yang dilakukan oleh Aghnoli dkk. Jovicic, Kaps dkk. Serta Tsmennzist
dkk. Yang rata-rata mengamati waktu stroke trombotik pada waktu jam enam pagi
sampai jam dua belas siang. Terdapat penelitian yang menemukan bahwa stroke
trombotik sering muncul pada saat terbangun dari tidur dan pada saat sedang tidur.

Faktor Resiko

Factor resiko yang tidak bias diubah :

1. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
otak, Insiden stroke akan meningkat secara eksponensial menjadi dua hinggá tiga kali
lipat setiap dekade diatas usia 50 tahun dan ada data yang menyebutkan 1 dari 3
orang yang berusia diatas 60 tahun akan tenderita salah satu jenis stroke.

2. Jenis kelamin

Ternyata pria lebih berisiko kena serangan stroke, demikian hasil penelitian.
Tetapi lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Serangan stroke pada
pria umumnya terjadi pada usia lebih muda dibanding wanita, sehingga
tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Wanita, meski jarang kena stroke,
namun serangan itu datang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih
besar. Selain itu, gejala pada wanita sangat berbeda dengan gejala umum, sehingga
terabaikan.
3. Genetik

Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan
resiko stroke. Peningkatan resiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa
mekanisme, yaitu:

- penurunan genetis factor resiko stroke.

- penurunan kepekaan terhadap faktor resiko stroke.

- pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan.

- interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

Faktor resiko yang bisa diubah :

- Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.

- kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan
pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

- Hipertensi

Kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Pada penderita
hipertensi, resiko relatif untuk menderita stroke adalah sebesar 1,5 hingga 2 kali.
Hipertensi memegang peranan penting dalam patogenesis terjadinya baik
perdarahan otak, infark otak, serta mikroangiopati intrakranial namun kurang
berpengaruh pada mikroangiopati ekstrakranial. Dampak hipertensi terhadap
penyakit pembuluh darah kecil otak akan menyebabkan iskemik otak (91%) atau
hematoma otak (72%).

- Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah
ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan
jantung dan pembuluh darah.

- Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan


viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya
kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada
pembuluh darah serebral.

- Dislipidemia

Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density Lipoprotein
(LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL) dianggap sebagai
faktor risiko aterosklerosis.

Pencegahan dan Penanggulangan

• Pencegahan Primordial
Dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit
tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup & faktor resiko lainnya. Upaya
ini sangat komplek, tidak hanya merupakan upaya dari kesehatan tapi multimitra.

• Pencegahan tingkat pertama

1. Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit


veskler lain.
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:

• Menghindari : rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam


berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
• Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
• Mengendalikan; hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung (misalnya fibrilasi
atriun, infark miakard akut, penyakit jantung rematik), penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya.
• Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur
• Pencegahan tingkat kedua

Diagnosis dini, dengan cara :

• Pencegahan tingkat ketiga


Orang yang pernah terkena stroke memiliki resiko tinggi untuk mengalaminya kembali,
terutama pada tahun pertama setelah stroke.

Meliputi rehabilitasi, misalnya :


♠ Kendalikan tekanan darah
Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 dapat mengurangi resiko stroke
hingga 75-85%. Sepertiga hingga seperempat dari jumlah orang dewasa di Amerika,
menderita tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi dapat ditangani secara efektif
dengan banyak terapi pengobatan dan asupan makanan tertentu.

♠ Kendalikan diabetes
Diabetes meningkatkan resiko stroke hingga 300%. Orang dengan tingkat gula
darah tinggi, seringkali mengalami stroke yang lebih parah dan meninggalkan cacat yang
menetap. Pengendalian diabetes adalah faktor penting untuk mengurangi resiko stroke.

♠ Miliki jantung sehat


Penyakit janutng, secara signifikan meningkatkan resiko stroke. Bahkan, stroke
kadangkala dicebut sebagai serangan otak karena adanaya persamaan biologis anatara
seranagn jatung dan stroke.

♠ Kendalikan kadar kolesterol


Para ahli berpendapat, bahwa kadar kolesterol tinggi berperan dalam
mengembangkan aterosklerosis carotid, yaitu bahan lemak yang tertimbun di dalam
pembuluh carotid, yaitu pembuluh yang memasok darah ke otak. Penyempitan pembuluh-
pembuluh inilah yang dapat meningkatkan resiko sroke. Menurut analisa dari 16
penelitian di Birmingham and womens hospital di Boston, bila kadar kolesterol
diturunkan hingga 25 % maka dapat mengurangi resiko stroke sampai 29%.

♠ Berhenti merokok
Perokok memiliki resiko sroke 60 % lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan cenderung untuk
membenuk gumpalan darah , ini adalah dua faktor yang berkaitan erat dengan sroke.

♠ Olahraga

Penelitian Dr. Kenneth H.cooper yang diungkapkannya dalam Antioxidant


Revolution (1994) menunjukan manfaat olahraga dengan program intensitas rendah
terhadap penyakit jantung koroner dan mencegah stroke. Berolahraga secara teratur,
bukan saja membuat jantung tetap kuat, tetapi juga meningkatkan jumlah enzim alami
(superoksid dismutase, glutation peroksidase dan katalase ) yang ,menjadi antioksidan
endogen untuk mencegah eterosklerosis. Selain itu, olahraga dapat mengontrol berat
badan dan mengendalikan stress yang bermanfaat untuk mencegah stroke.

♠ Jalan kaki

Jalan kaki empat kali hingga enam kali seminggu, selama kira-kira 30 menit per
sesi latihan, merupakan unsure program latihan yang baik untuk mencegah stroke.

III

DIABETES MELITUS
Diabetes adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pengaturan gula darah, sehingga
gagal mempertahankan kadar normal gula di dalam darah (Walqvist, 1997).Sedangkan Mellitus
berarti manis atau madu.Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
metabolisme yang abnormal pada tubuh yang mengakibatkan kadar gula dalam darah menjadi
lebih tinggi dari keadaan normal (Hiperglikemia).Kelebihan gula yang kronis di dalam darah
( Hiperglikemia) ini menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan di dalam darah
itu melimpah ke sistem urin untuk dibuang melalui urin. Urin penderita diabetes yang
mengandung gula dalam kadar tinggi tersebut menarik bagi semut, karena itulah gejala ini
disebut gejala kencing manis.

Jenis-jenis DM
a. Diabetes Mellitus tipe 1

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya destruksi sel β pankreas yang secara absolut

menyebabkan defisiensi insulin. Diabetes Mellitus tipe ini disebut juga Diabetes Mellitus tergantung

insulin (IDDM), yaitu penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang

pada akhirnya menuju pada proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.

Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian

pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel β, yang

akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.Manifestasi klinis

dari diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel β menjadi rusak. Pada Diabetes Mellitus

dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel β telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan

semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetic

dari IDDM adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas (HLA) spesifik.Tipe dari gen

histikompabilitas yang berkaitan dengan IDDM (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada

protein-protein yang berperanan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein-protein ini

mengatur respons sel T sebagai bagian normal dari respons imun. Jika terjadi kelainan, fungsi

limfosit T yang terganggu akan berperanan penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau
Langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel β. Kejadian pemicu yang

menentukan proses otoimun pada individu yang peka secara genetik dapat berupa infeksi virus

Coxsackie B4 dan gondongan. Epidemic IDDM awitan baru telah diamati pada saat-saat tertentu

dalam setahun pada anggota-anggoata dari kelompok sosial yang sama. Obat-obat tertentu yang

diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses autoimun pada pasien-

pasien IDDM. Antibodi anti sel-sel pulau langerhans juga biasanya terdapat pada awal

perkembangan penyakit. Penyaringan imunologil dari pemeriksaan sekresi insulin pada orang-orang

dengan risiko tinggi terhadap IDDM akan memberi jalan untuk pengobatan imunosupresif dini yang

dapat menunda awitan manifestasi klinis defisiensi insulin.

b. Diabetes Mellitus tipe 2

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan

adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung insulin

(NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya

kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat

resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada

reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan

transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat kelainan

dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

reseptor yang responsive insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal

antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada

akhirnya sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena obesitas

berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan
diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari

obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas

insulin dan pemilihan toleransi glukosa.

c. Diabetes mellitus gestasional

Yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama masa kehamilan. DM dan

kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan

peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM:

riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus,

misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu

GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.

Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di

masa mendatang.

d. Diabetes mellitus tipe lain

Yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi

sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis),

dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah

transplantasi organ).

Konsep H-A-E

• Konsep Agent
*Agent Biologis (Virus dan Bakteri)
Virus penyebab Diabetes Mellitus adalah Rubela, Mumps, dan Human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel β, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.
Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan penyakit ini.
* Agent Kimia (Bahan Toksik atau Beracun)
Bahan beracun yang mampu merusak sel β secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang
berasal dari singkong.
* Agent Nutrisi
Termasuk dalam kategori ini adalah karbohidrat, protein, dan lemak, yang mampu mempertinggi
kadar gula darah. Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang
diketahui menyebabkan Diabetes Mellitus.Semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat
nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit Diabetes Mellitus.

• Konsep Environment
* Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah mempunyai resiko terkena penyakit infeksi sedangkan
tingkat sosial yang tinggi mempunyai resiko terkena Diabetes Mellitus, karena pada tingkat
sosial ekonomi yang tinggi mempunyai kecenderungan untuk terjadinya perubahan pola
konsumsi makanan dengan kadar kolesterol tinggi.
* Musim
Virus telah diduga sebagai etiologi dari IDDM, hal ini berdasarkan penemuan adanya
peningkatan insidens IDDM pada musim-musim tertentu, yaitu musim gugur dan semi, pada
masa ini antibodi terhadap virus tertentu meningkat.

Riwayat Almiah Penyakit


1. Periode prediabetes
- Pada masa ini belum terdapat abnormalitas dari metabolism.
- Tapi sudah membawa faktor genetik ( carriers).
2. Periode diabetes kimiawi
- Pasien masih bersifat asimptomatik ( belum timbul gejala-gejala)
- Tapi sudah ada abnormalitas metabolisme pada pemeriksaan laboratoris

3. Periode klinis
Fase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit
DM. Gejala-gejala diabetes mellitus antara lain:
- Trias Poli : Polidipsi (banyak minum), polifagia (banyak makan), dan poliuri (banyak
buang air kecil)
- Disertai keluhan sering kesemutan terutama jari-jari tangan, badan lemas,
gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh.
- Kadang berat badan turun secara drastis.

Komplikasi DM dapat bersifat akut atau kronis.


1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun
dengan tajam dalam waktu relatif singkat. Kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika
penderita menjalani diet yang terlalu ketat. Perubahan yang besar dan mendadak dapat berakibat
fatal.Dalam komplikasi akut dikenal beberapa istilah sebagai berikut:
1. Hipoglikemia yaitu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah di bawah nilai
normal. Gejala hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, gemetar,
mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, gelisah, dan penderita bisa menjadi
koma.
2. Ketoasidosis diabetik-koma diabetik yang diartikan sebagai keadaan tubuh yang sangat
kekurangan insulin dan bersifat mendadak akibat infeksi, lupa suntik insulin, pola makan
yang terlalu bebas, atau stres.
3. Koma hiperosmoler non ketotik yang diakibatkan adanya dehidrasi berat, hipotensi,
dan shock. Karena itu, koma hiperosmoler non ketotik diartikan sebagai keadaan tubuh
tanpa penimbunan lemak yang menyebabkan penderita menunjukkan pernapasan yang
cepat dan dalam (kusmaul).
2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa
menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan. Komplikasi kronis sering
dibedakan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kelainan, seperti kelainan di bagian mata
(katarak, glaucoma, dan diabetic retinophaty); jantung (atherosclerosis dan microangiopathy);
urogenital, saraf (lesi pada satu syaraf, autonomic neurophaty); ginjal (glomerulosklerosis); dan
kulit (luka yang sukar sembuh) hingga amputasi.
Pencegahan
1.Pencegahan Primer
Pencegahan ini dilakukan kepada kelompok yang belum mengalami kasus namun
beresiko untuk menderita diabetes mellitus. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya
pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan
primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditnamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan
jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi
kesehatan.
2.Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder diabetes mellitus diantaranya adalah skrining.Skrining dilakukan
dengan tes urin, kadar gula darah puasa dan GIT.Selain itu pencegahan sekunder juga bisa
dilakukan dengan pengobatan.Pengobatan pada diabetes berbeda antara DM tipe 1 dengan DM
tipe 2.
3.Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-
325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai
penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien
dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.
IV

KANKER PAYUDARA
Ketika sejumlah sel di dalam payudara tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali,
inilah yang disebut kanker payudara. Sel-sel tersebut dapat menyerang jaringan sekitar dan
menyebar ke seluruh tubuh. Kumpulan besar dari jaringan yang tidak terkontrol ini disebut tumor
atau benjolan. Akan tetapi, tidak semua tumor merupakan kanker karena sifatnya yang tidak
menyebar atau mengancam nyawa. Tumor ini disebut tumor jinak. Tumor yang dapat menyebar
ke seluruh tubuh atau menyerang jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas. Teorinya,
setiap jenis jaringan pada payudara dapat membentuk kanker, biasanya timbul pada saluran atau
kelenjar susu.

Perkembangan

Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu
20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang
didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika Serikat,
keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita
didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang
wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah
sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999). American Cancer
Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di
antaranya meninggal antara 1990-2000.

Diperkirakan pada tahun 2006 di Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara
pada wanita dan 1.720 kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita dan 460
kasus kematian pada pria (Anonimc, 2006). Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan ke
dua setelah kanker leher rahim (Tjindarbumi, 1995). Kejadian kanker payudara di Indonesia
sebesar 11% dari seluruh kejadian kanker.

Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di
Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak
banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain
jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium
lanjut (Moningkey, 2000). Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut
golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi
7,8.

Faktor Resiko

Faktor risiko yang dapat dikendalikan:

1. Bobot/berat badan. Kegemukan yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker


payudara, terutama bagi perempuan setelah tidak haid (menopause). Jaringan lemak
tubuh adalah sumber utama estrogen setelah ovarium berhenti menghasilkan hormon.
Memiliki jaringan lemak lebih banyak berarti memiliki estrogen yang lebih tinggi, yang
dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
2. Diet. Diet diduga merupakan faktor risiko untuk berbagai jenis kanker, termasuk kanker
payudara, tetapi belum ada studi mengenai jenis makanan yang meningkatkan risiko
tersebut. Adalah ide baik untuk membatasi sumber daging merah (termasuk lemak dalam
keju, susu, dan es krim) karena mungkin saja berisi hormon, faktor pertumbuhan lainnya,
antibiotik dan pestisida yang membayakan kesehatan. Beberapa peneliti percaya bahwa
makan terlalu banyak kolesterol dan lemak lainnya adalah faktor risiko untuk kanker, dan
studi menunjukkan bahwa makan banyak daging merah atau daging yang diproses
dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi terhadap kanker payudara. Diet rendah lemak
misal buah-buahan dan sayuran umumnya dianjurkan.
3. Latihan/Olahraga. Bukti yang berkembang bahwa latihan dapat mengurangi resiko
kanker payudara. American Cancer Society merekomendasikan melakukan olahraga
selama 45-60 menit 5 hari atau lebih dalam seminggu.
4. Konsumsi alkohol. Studi menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat seiring
dengan banyaknya jumlah konsumsi alkohol. Alkohol dapat membatasi kemampuan hati
untuk mengendalikan tingkat hormon estrogen darah yang pada gilirannya dapat
meningkatkan risiko.
5. Merokok. Merokok dikaitkan dengan sedikit peningkatan resiko kanker payudara.
6. Wanita bekerja pada malam hari. Pusat penelitian kanker Fired Hutchison Cancer di
Seatle, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa wanita yang bekerja pada malam hari
mempunyai peluang 60% terkena kanker payudara. Cahaya lampu yang kusam pada
malam hari dapat menekan produksi melatonin nocturnal pada otak sehingga hormone
estrogen yang diproduksi oleh ovarium meningkat. Padahal diketahui melatonin dapat
menekan pertumbuhan sel kanker payudara.
7. Penggunaan estrogen. Karena hormon estrogen perempuan merangsang pertumbuhan
sel payudara, terpapar dengan estrogen dalam waktu yang lama, tanpa terputus dapat
meningkatkan risiko kanker payudara.
Beberapa faktor resiko tersebut yang dapat kita kontrol, seperti:
• Menggunakan gabungan terapi hormon pengganti (estrogen dan progesterone; HRT)
untuk beberapa tahun atau lebih, atau menggunakan estrogen sendiri selama lebih dari 10
tahun
• Kegemukan
• Kebiasaan minum alcohol
Nampaknya penggunaaan kontrasepsi oral/pil sedikit meningkatkan risiko untuk kanker
payudara, tetapi hanya terbatas untuk jangka waktu tertentu. Wanita yang berhenti menggunakan
kontrasepsi oral lebih dari 10 tahun yang lalu tidak mempunyai peningkatan risiko kanker
payudara.
8. Stres dan kegelisahan. Tidak ada bukti jelas bahwa stres dan kegelisahan dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Namun, apapun yang bisa kita lakukan untuk
mengurangi stres dan untuk meningkatkan kenyamanan, bersenang-senang dan bahagia
dapat memiliki efek yang besar pada kualitas hidup. Jadi sebutlah kegiatan seperti:
meditasi dan doa/ibadah dapat berharga buat kualitas hidup kita. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa praktek ini dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan:


1. Gender/Jenis Kelamin. Wanita adalah faktor risiko kanker payudara. Meskipun laki-laki
bisa mendapatkan kanker payudara, sel payudara perempuan terus berubah dan
berkembang, terutama akibat kegiatan hormon estrogen dan progesterone. Kegiatan ini
menempatkan mereka pada risiko lebih besar untuk kanker payudara dibandingkan pria.
2. Usia. Dari usia 30 sampai 39, risikonya adalah 1 dalam 233, atau 0,43%. Yang menjadi 1
dari 27 atau hampir 4% pada saat seseorang berada di usia 60 tahun.
3. Riwayat kanker payudara dalam keluarga. Jika seseorang memiliki garis keturunan
pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan) yang memiliki kanker payudara atau
ada beberapa keluarga yang terkena kanker payudara atau ovarium (terutama sebelum
mereka berumur 50), berarti seseorang tersebut memiliki resiko lebih tinggi mendapatkan
kanker payudara.
4. Riwayat pribadi kanker payudara. Jika seseorang telah didiagnosa dengan kanker
payudara, maka risiko berkembang lagi, baik di payudara yang sama atau payudara
lainnya, lebih tinggi daripada jika tidak pernah memiliki penyakit ini sebelumnya.
5. Ras. Perempuan kulit putih sedikit lebih tinggi untuk mendapat kanker payudara selain
perempuan afro amerika. Orang asia, Hispanic dan non amerika memiliki resiko lebih
rendah kanker payudara.
6. Terapi radiasi pada dada. Setelah terapi radiasi pada daerah dada saat masih anak-anak
atau dewasa muda untuk pengobatan kanker lain secara signifikan meningkatkan resiko
kanker payudara. Peningkatan risiko kelihatannya meningkat jika radiasi diberikan saat
payudara masih berkembang (selama masih remaja).
7. Perubahan seluler payudara. Perubahan sel payudara yang tidak biasanya ditemukan
saat biopsi payudara dapat menjadi faktor risiko untuk kanker payudara. Perubahan ini
meliputi pertumbuhan yg terlalu cepat dari sel (disebut hyperplasia) atau penampakan
yang abnormal (atipikal).
8. Terpapar estrogen. merangsang pertumbuhan sel payudara, terpapar estrogen lebih
lama, tanpa jeda, dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
Beberapa faktor risiko yang tidak di bawah kontrol, seperti:
• Mulainya haid (menarke) pada usia muda (sebelum usia 12) dan siklus haid yang teratur,
meningkatkan resiko sebesar empat kali dibandingkan dengan wanita yang menarche
pada umur 13 tahun atau lebih. Umumnya terjadi penurunan resiko sebesar 20 % setiap
tahun bila menarche tertunda.
• Saat menopause/haid brehenti (akhir siklus bulanan) pada akhir usia (setelah 55)
• Terpapar estrogen lingkungan (seperti hormon dalam daging atau pestisida seperti DDT,
yang memproduksi substansi mirip estrogen.
9. ‘Kehamilan’ dan menyusui. Kehamilan dan menyusui mengurangi jumlah keseluruhan
siklus haid perempuan dalam hidup dan mengurangi resiko kanker payudara. Perempuan
yang tidak pernah hamil atau kehamilan yang pertama setelah usia 30 memiliki
peningkatan risiko kanker payudara. Bagi wanita yang memiliki anak, menyusui mungkin
sedikit menurunkan risiko kanker payudara, terutama jika mereka terus menyusui selama
1 1 / 2 sampai 2 tahun. Bagi banyak perempuan menyusui sepanjang ini adalah tidak
praktis dan merepotkan.
Terpapar DES. Perempuan yang mengonsumsi obat-obatan yang disebut diethylstilbesterol
(DES), digunakan untuk mencegah keguguran dari tahun 1940-an sampai tahun 1960-an,
memiliki peningkatan sedikit resiko kanker payudara. Perempuan yang ibunya mengonsumsi
DES selama kehamilan mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi juga terkena kanker payudara.

Gejala-gejala

Pada tahap awal kanker payudara, biasanya kita tidak merasakan sakit atau tidak ada
tanda-tandanya sama sekali. Namun, ketika tumor semakin membesar, gejala-gejala di bawah ini
mungkin muncul:
a. Benjolan yang tidak hilang atau permanen, biasanya tidak sakit dan terasa keras bila
disentuh atau penebalan pada kulit payudara atau di sekitar ketiak.
b. Perubahan ukuran atau bentuk payudara.
c. Kerutan pada kulit payudara.
d. Keluarnya cairan dari payudara, umumnya berupa darah.
e. Pembengkakan atau adanya tarikan pada puting susu

Pencegahan dan Penanggulangan

• Pencegahan primer
Pada tahap ini dilakukan penyuluhan tentang kanker payudara terutama mengenai factor-
faktor resiko dan bagaimana melaksanakan pola hidup sehat dengan menghindari komsumsi
lemak berlebihan dengan mengkonsumsi buah dan sayur serta giat berolah raga. (Buku eptm)
Berikut 13 tips yang dapat membantu pencegahan kanker payudara:
 Kesadaran akan payudara itu sendiri Lebih dari 90% tumor payudara dideteksi oleh
wanita itu sendiri. Perhatikan setiap perubahan pada payudara menjadi bagian penting
perawatan k esehatan wanita. Saat ini, wanita disarankan untuk breast aware? Ini berarti
wanita harus tahu seperti apa payudara mereka di depan cermin, dan rasakan saat mandi
atau terlentang pada periode berbeda setiap bulan sehingga jika ada perubahan yang tidak
normal dapat diketahui segera.
 Berikan ASI pada bayi. Beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan antara
pemberian ASI dan menurunnya resiko berkembangnya kanker payudara meskipun
belum ada kesepakatan yang jelas akan hal ini. Para peneliti mengklaim bahwa lebih
muda dan lebih lama seorang ibu memberikan ASI pada bayinya adalah semakin baik.
Hal ini didasari pada teori bahwa kanker payudara berkaitan dengan hormon estrogen.
Pemberian ASI secara berkala akan mengurangi tingkat hormon tersebut.
 Jika menemukan gumpalan, segera ke dokter Penelitian menunjukkan banyak wanita
menunda untuk ke dokter jika mereka menemukan gumpalan pada payudaranya, mereka
takut memiliki kanker. Ini adalah hal terburuk yang mereka lakukan. Jika menemukan
gumpalan, segera konsultasi ke dokter karena ini akan membantu menenangkan pikiran.
Jika gumpalan tersebut adalah kanker, segera lakukan pengobatan yang tepat untuk
menyelamatkan jiwa.
 Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga Masih perlu banyak
penelitian untuk memahami secara menyeluruh semua penyebab kanker payudara. Tetapi
satu hal yang perlu untuk diyakini adalah faktor gen. Faktor ini setidaknya sebanyak 10%
dari semua kasus kanker payudara. Hal ini dianggap satu dalam 500 orang membawa gen
yang dapat membuat mereka diduga memiliki penyakit tersebut.
 Perhatikan konsumsi alkohol Dalam sejumlah penelitian, alkohol memiliki kaitan dengan
kanker. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa alkohol meningkatkan estrogen.
 Perhatikan berat badan Obesitas nampaknya dapat meningkatkan resiko kanker payudara.
Para peneliti menemukan wanita dengan berat 44 sampai 55 pound setelah umur 18
sebanyak 40% memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker dibanding mereka yang
berubah-ubah hanya 4 atau 5 pound semasa remajanya.
 Olahraga secara teratur Beberapa penelitian menyarankan bahwa olahraga dapat
menurunkan resiko kanker payudara. Hal ini karena penelitian menunjukkan bahwa
semakin kurang berolahraga, semakin tinggi tingkat esrogen dalam tubuh.
 Kurangi makanan berlemak Ada banyak perdebatan tentang hubungan kanker payudara
dengan diet. Tetapi ada bukti bahwa gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat
meningkatkan resiko penyakit. Pertahankan asupan makanan rendah lemak, tidak
melebihi 30 gram lemak per hari. Hal ini akan membantu mempertahankan diet seimbang
yang juga membantu menjaga berat badan. Kita menyimpan estrogen di lemak tubuh, jadi
lebih sedikit lemak yang kita bawa, lebih baik.
 Setelah usia 50 tahun, lakukan screening payudara secara teratur Meskipun masih
diperlukan banyak penelitian untuk menentukan penyebab kanker payudara, satu dari
faktor utama penyebab adalah faktor usia. 80% kanker payudara terjadi pada wanita
berumur diatas 50 tahun.
 Belajar relaks Banyak tercatat bahwa stres dapat menyebabkan semua jenis masalah
kesehatan. Meskipun masih banyak perdebatan atas temuan ini, menurunkan tingkat stres
akan menguntungkan untuk kesehatan secara menyeluruh, termasuk resiko kanker
payudara.
 Masukkan brokoli ke dalam menu harian Anda. Kira-kira dalam sehari Anda hanya
membutuhkan secangkir brokoli. Tahukah Anda, brokoli mengandung senyawa
sulfuraphane yang secara ilmiah terbukti mengurangi risiko kanker.
 Jangan lupakan buah dan sayur dalam menu harian. Pilihlah sayuran berwarna hijau dan
oranye. Makanlah tomat yang kaya dengan likopen. Konon likopen juga agen yang
berfungsi memerangi kanker.
 Minumlah teh hijau yang kaya antioksidan. Disamping minum the hijau, kudaplah dark
chocolate sesekali, karena secara ilmiah terbukti cokelat sebagai agen yang memerangi
kanker. Namun ingat jangan cokelat manis, karena Anda tidak akan mendapat
manfaatnya.

• Pencegahan sekunder
Deteksi dini merupakan bentuk pencegahan sekunder dengan melakukan pemeriksaan
payudara sendiri dan mamografi digunakan terutama pada wanita yang mempunyai resiko tinggi.
(buku eptm). Skrining melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita
kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada wanita yang sehat
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara. Karena itu, skrining dengan
mammografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
 Wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun dianjurkan melakukan cancer risk
assessement survey.
 Pada wanita dengan faktor risiko mendapat rujukan untuk dilakukan mammografi setiap
tahun.
 Wanita normal mendapat rujukan mammografi setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50
tahun.
Foster dan Constanta menemukan bahwa kematian oleh kanker payudara lebih sedikit
pada wanita yang melakukan pemeriksaan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
dibandingkan yang tidak. Walaupun sensitivitas SADARI untuk mendeteksi kanker payudara
hanya 26%, bila dikombinasikan dengan mammografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini
menjadi 75%.
* Skrining tes: Skrining tes seperti mammografi tahunan-hasilnya disebut mammogram-
diberikan secara rutin untuk orang-orang yang sehat dan tidak diduga mengalami kanker
payudara. Tujuannya adalah untuk menemukan kanker payudara sedini mungkin sebelum gejala
kanker berkembang dan biasanya lebih mudah untuk ditangani. Skrining mamografi untuk
mendeteksi tumor pada payudara perlu dilakukan karena tumor membutuhkan waktu bertahun-
tahun untuk membesar sehingga dapat dirasakan oleh kita, namun dapat terdeteksi oleh
mamogram. mamografi tahunan atau dua kali setahun dan USG khusus payudara disarankan
untuk mendeteksi adanya kelainan pada wanita berusia lanjut dan wanita berisiko tinggi kanker
payudara, sebelum terjadi kanker. Jika benjolan bisa teraba atau kelainan terdeteksi saat
mamografi, biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan contoh jaringan guna dilakukan tes di
bawah mikroskop dan meneliti kemungkinan adanya tumor. Jika terdiagnosis kanker, maka perlu
dilakukan serangkaian tes seperti status reseptor hormon pada jaringan yang terkena.

• Pencegahan tersier
Dilakukan penanganan yang tepat pada penderita untuk dapat mengurangi kecacatan.
Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah
komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi
walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh
bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu,
pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari pengobatan
aiternatif.

V
KANKER SERVIKS
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di
sekitarnya. Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain umur pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah
kehamilan dan partus, jumlah perkawinan, infeksi virus, hygiene pribadi, merokok, penggunaan
alat kontrasepsi, dan sebagainya.

Perkembangan
Prevalensi kanker serviks di Indonesia yang terdata di rumah sakit menduduki peringkat
pertama. Pada tahun 2004 tercatat 3.897 penderita kanker serviks dan terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2008 tercatat 5.746 penderita. Data ini didapat dari penderita yang
dirawat di rumah sakit, jadi jumlah orang yang menderita Ca serviks lebih banyak daripada
penderita Ca serviks yang didata.

Riwayat Alamiah Penyakit

Pertumbuhan sel akan kankers serviks :

• Mikroskopis

o Displasia  Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis.

Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat

dibedakan dengan karsinoma insitu.

o Stadium karsinoma insitu  Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel

terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa.

Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa

kolumnar dan sel cadangan endoserviks.

o Stadium karsinoma mikroinvasif  Pada karksinoma mikroinvasif, disamping

perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus

membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari
membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan

pada skrining kanker.

o Stadium karsinoma invasive  Pada karsinoma invasif perubahan derajat

pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan

invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga

jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium

dan korpus uteri.

o Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks  Pertumbuhan

eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi

setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini

mudah nekrosis dan perdarahan. Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi

berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan

anterior ke korpus uteri dan parametrium. Pertumbuhan nodul, biasanya

dijumpai pada endoserviks yang lambat laun lesi berubah bentuk menjadi

ulkus.

• Markroskopis

o Stadium preklinis  Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa


o Stadium permulaan  Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
o Stadium setengah lanjut  Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
o Stadium lanjut  Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

Konsep H-A-E

1.Host
Factor penjamuyang biasanya menjkadi factor untuk timbulnya suatu penyakit
sebagai berikut
- Umur , kanker leher rahim terjadi paling sering pada wanita-wanita
berumur lebih dari 40 tahun.
- Genetik (hubungan keluarga).
- Fungsi fisiologis atau faal tubuh  tumbuhnya sel-sel tidak normal
pada leher rahim sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
- Keadaan imunitas dan respons imunitas  Sistim imun yang
melemah (sistim pertahanan alamiah tubuh): Wanita-wanita dengan
infeksi HIV (virus yang menyebabkan AIDS) atau yang meminum obat-
obat penekan sistim imun mempunyai suatu risiko yang lebih tinggi
dari rata-rata mengembangkan kanker leher rahim. Untuk wanita-
wanita ini, dokter-dokter menyarankan screening secara teratur
(regular screening) untuk kanker leher rahim.
- Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri  Merokok:
Wanita-wanita dengan suatu infeksi HPV yang merokok mempunyai
suatu risiko kanker leher rahim yang lebih tinggi daripada wanita-
wanita dengan infeksi HPV yang tidak merokok, dan Hygiene dan
sirkumsisi : Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers
serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini
karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga
banyak kumpulan-kumpulan sperma.

2.Agent

Yang disebabkan oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang dikarenakan
oleh mikro organisme (virus HPV),yang dipicu oleh berberapa unsure yaitu unsur nutrisi
karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar gizi yang ditentukan, unsur kimiawi
yang disebabkan karena bahan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri (karbon
monoksid, obat-obatan, arsen, pestisida, dll) serta unsur psikis atau genetik yang terkait
dengan heriditer atau keturun. Demikian juga dengan unsur kebiasaan hidup (rokok,
alcohol, dll), perubahan hormonal dan unsur fisioloigis seperti kehamilan, persalinan, dll.
3.Environtment

Factor lingkungan yang mempengaruhi kejadian kanker serviks diantaranya :

- Lingkungan Biologis (flora & fauna),mikroorganisme penyebab


penyakit Reservoar, penyakit infeksi (binatang, tumbuhan). Vektor
pembawa penyakit umbuhan & binatang sebagai sumber bahan
makanan, obat dan lainnya
- Lingkungan Sosial Ekonomi, yang termasuk dalam faktor lingkungan
soial ekonomi adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mengacu
pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada penghasilan yang akan
berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi
masalah yang cukup besar adalah terjadinya urbanisasi yang
berdampak pada masalah keadaan kepadatan penduduk rumah
tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup
masyarakat.

Faktor Resiko

• Human papillomaviruses (HPVs)  Infeksi HPV adalah faktor risiko utama


untuk kanker leher rahim.Infeksi-infeksi HPV adalah sangat umum. Viris-virus
ini dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual. Kebanyakan
dewasa-dewasa pernah terinfeksi dengan HPV pada suatu ketika dalam
kehidupannya. Beberapa tipe-tipe HPV dapat menyebabkan perubahan-
perubahan pada sel-sel leher rahim. Perubahan-perubahan ini dapat
menjurus pada kutil-kutil genital (alat kemaluan), kanker, dan persoalan-
persoalan lain. Dokter-dokter dapat memeriksa untuk HPV bahkan jika tidak
ada kutil-kutil atau gejala-gejala lainnya.
o Tes Pap dapat mendeteksi perubahan-perubahan sel pada leher rahim
yang disebabkan oleh HPV. Perawatan dari perubahan-perubahan sel
ini dapat mencegah kanker leher rahim. Ada beberapa metode-metode
perawatan, termasuk pembekuan (freezing) atau pembakaran
(burning) jaringan yang terinfeksi. Beberapa obat-obatan juga
bermanfaat.
• Sistim imun yang melemah  Wanita-wanita dengan infeksi HIV (virus yang
menyebabkan AIDS) atau yang meminum obat-obat penekan sistim imun
mempunyai suatu risiko yang lebih tinggi dari rata-rata mengembangkan
kanker leher rahim. Untuk wanita-wanita ini, dokter-dokter menyarankan
screening secara teratur (regular screening) untuk kanker leher rahim.
• Umur  Kanker leher rahim terjadi paling sering pada wanita-wanita berumur
lebih dari 40 tahun.
• Sejarah seksual  Wanita-wanita yang telah mempunyai banyak mitra-mitra
seksual mempunyai suatu risiko yang lebih tinggi dari rata-rata
mengembangkan kanker leher rahim. Juga, seorang wanita yang telah
mempunyai hubungan seksual dengan seorang pria yang telah mempunyai
banyak mitra-mitra seksual mungkin berisiko lebih tinggi mengembangkan
kanker leher rahim. Pada kedua kasus-kasus, risiko mengembangkan kanker
leher rahim lebih tinggi karena wanita-wanita ini mempunyai risiko infeksi
HPV yang lebih tinggi dari rata-rata.
• Merokok  Wanita-wanita dengan suatu infeksi HPV yang merokok
mempunyai suatu risiko kanker leher rahim yang lebih tinggi daripada
wanita-wanita dengan infeksi HPV yang tidak merokok.
• Mempunyai banyak anak  Studi-studi menyarankan bahwa melahirkan
banyak anak-anak dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim diantara
wanita-wanita dengan infeksi HPV.
• Umur pertama kali melakukan hubungan seksual  Penelitian menunjukkan bahwa
semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker
serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
• Jumlah kehamilan dan partus  Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang
sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat
karsinoma serviks.
• Sosial Ekonomi  Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi
rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan
kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
• Hygiene dan sirkumsisi  Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks
pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum
hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan sperma.
• AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)  Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap
serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang
berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks.

Pencegahan dan Penanggulangan

• PENCEGAHAN Ca SERVIKS

Pemberian vaksin HPV. Langkah ini dapat membantu memberikan perlindungan


terhadap beberapa tipe HPV yang dapat menyebabkan masalah dan komplikasi seperti kanker
serviks dan genital warts. Vaksin ini sebaiknya diberikan pada perempuan muda sedini mungkin,
karena tingkat imunisasi tubuh serta pertumbuhan dan reproduksi sel di area serviks masih
sangat baik. Vaksinasi merupakan metode deteksi dini sebagai upaya mencegah kanker serviks.
Melalui vaksinasi semakin besar kesempatan disembuhkannya penyakit ini dan semakin besar
kemungkinan untuk menekan angka kasus kanker serviks yang mengancam kaum perempuan.
Untuk itu, segera hubungi dokter anda untu membantu pencegahan kanker serviks.

Pemeriksaan dini juga merupakan tahap perventif, tes pap dapat mendeteksi perubahan-
perubahan sel pada leher rahim yang disebabkan oleh HPV. Perawatan dari perubahan-
perubahan sel ini dapat mencegah kanker leher rahim. Ada beberapa metode-metode perawatan,
termasuk pembekuan (freezing) atau pembakaran (burning) jaringan yang terinfeksi.

• PENGOBATAN Ca SERVIKS

Pengobatan utama karsinoma serviks adalah operasi, radioterapi dan kemoterapi atau
gabungan ketiganya tergantung pada luas dan stadium penyakit. Pada karsinoma serviks stadium
lanjut kemoterapi dan radioterapi merupakan pengobatan yang utama. Pilihan pengobatan
tergantung pada tergantung pada kondisi penderita serta tenaga dan fasilitas yang tersedia.
o Operasi  Histerektomi total pada stadium 1A1 dan 1A2 bila fungsi organ tidak
diperlukan lagi sekaligus pengangkatan puncak vagina. Histerektomi radikal
limfadenektomi pelvik bilateral dilakukan pada stadium 1B dan IIA.
o Kemoterapi  Kemoterapi merupakan pengobatan yang bersifat
adjuvant atau paliatif. Sel yang aktif membelah dengan fraksi
pertumbuhan besar akan lebih sensitif terhadap obat-obatan
sitostatika daripada tumor dengan fraksi pertumbuhan yang kecil.
Obat-obatan sitostatika bekerja pada salah satu atau beberapa fase
dari siklus sel sehingga memerlukan pengobatan yang berulang.
Thigpen dkk (1981), Bonomi dkk (1985) melaporkan mengenai
penggunaan kemoterapi tunggal pada karsinoma serviks yang rekuren
dimana didapatkan adanya respon perbaikan sebesar kira-kira 30%
(dikutip dari Moris M). Sedangkan Belinson dkk (1989), Carlson dkk
(1984), Jobson dkk (1984) melaporkan bahwa kemoterapi kombinasi
akan menambah perbaikan respon kemoterapi dibandingkan
pemakaian kemoterapi tunggal dalam hal ini Cisplatin saja.
Penggunaan Cisplatin yang dikombinasi dengan obat kemoterapi
lainnya akan memberikan perbaikan respon sebesar 30-50%. Vogh dkk
(1980) melaporkan adanya respon perbaikan sebesar 77% dengan
kombinasi pemakaian Mitomycin-C, Vincristin, Bleomycin dan Cisplatin.
o Radioterapi  Radioterapi pada karsinoma serviks dibedakan atas
tujuan kuratif dan paliatif. Tujuan pengobatan kuratif ialah mematikan
sel-sel ganas pada serviks uteri dan yang menjalar pada jaringan
parametrium serta kelenjar getah bening pelvis dengan tetap
mempertahankan keutuhan jaringan sehat disekitarnya.
VI
EPIDEMIOLOGI MEROKOK

Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan
bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat, oleh karena dalam rokok terdapat kurang lebih
dari 4.000 (empat ribu) zat kimia antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat
karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker, penyakit jantung,
impotensi, penyakit darah, emfisema, bronchitis kronik, dan gangguan kehamilan.

Beberapa Kandungan Rokok


Nikotin Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni syaraf tubuh,
meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan
ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang
dewasa setiap hari sudah bisa menimbulkan ketagihan.
Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi
20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas
timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan bila seorang
perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus roko per hari, berapa banyak zat berbahaya ini
masuk kedalam tubuh.
Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan
hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen
yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat dari pada
oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya disisi hemoglobin. Jadilah hemoglobin
bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen.
Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen.
Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok
dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap
padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada
permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40mg per
batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.

Perkembangan Kejadian Merokok


Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan
sebesar 44,1% dan jumlah perokok mencapai 70% penduduk Indonesia. Yang lebih
menyedihkan lagi, 60% di antara perokok adalah kelompok berpenghasilan rendah (Susenas
1995 dan 2001). Tingginya konsumsi merokok dipercaya bakal menimbulkan implikasi negatif
yang sangat luas, tidak saja terhadap kualitas kesehatan, tetapi juga menyangkut kehidupan sosial
dan ekonomi.
Selain itu, survey WHO menemukan lima juta orang meninggal setiap tahun karena
penyakit degeneratif akibat rokok, seperti kangker paru dan jantung koroner, di indonesia
sendiri, survei demografi Universitas Indonesia mencatat 427.948 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit yang dipicu konsumsi rokok. Problem kesehatan ini nantinya akan juga akan
terjadi pada anak Indonesia korban perokok pasif.
Indonesia berada pada posisi kelima dunia dengan konsumsi 208 miliar batang per tahun.
indonesia hanya kalah dari negara-negara kaya seperti tiongkok yang melahap 1.634 triliun
batang, amerika dengan 451 miliar batang, jepang dengan 328 miliar batang, dan rusia 258 miliar
batang. Dengan tingkat konsumsi tersebut, tak heran bila 69% pria di indonesia adalah perokok
aktif, angkat itu tertinggi di asia, seperti tiongkok yang 53,4%, india 29,4% dan thailand 39,3%.
tingginya konsumsi rokok suatu negara berbanding lurus dengan tingkat kematian warganya.

Alasan Berperilaku Merokok


Menurut Menkes, meningkatnya jumlah perokok di kalangan anak-anak dan kaum muda
Indonesia karena dipengaruhi iklan rokok, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar.Selain
itu, masyarakat yang tadinya hanya coba-coba merokok akan sulit dihentikan Karena nikotin
menyebabkan perasaan menyenangkan yang membuat perokok ingin merokok lebih banyak. Ia
bertindak seperti semacam depresi dengan menghalangi aliran informasi antara sel-sel saraf.
Perokok cenderung merokok lebih banyak karena sistem saraf mereka beradaptasi terhadap
nikotin.
Persentase penduduk yang merokok setiap hari yang nilainya cukup tinggi adalah pada
kelompok usia (25-64 tahun) dengan rentang antara 29% sampai 32%, di samping itu hampir
separuh penduduk laki-laki yang merokok setiap hari (45,8%). Menurut tingkat pendididkan,
persentase tertinggi penduduk yang merokok setiap hari adalah pada penduduk tamat SLTA.

Pencegahan dan Penanggulangan

Pemerintah saat ini sedang membahas Rancangan PP tentang Pengamanan Produk


Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan yang saat ini pembahasan baru rancangan awal
dan pembahasan selanjutnya akan dikoordinasikan oleh Kemenko Kesra.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, secara jelas
menyatakan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif ( yang meliputi
tembakau & produk yang mengandung tembakau ) harus memenuhi standar dan/atau persyaratan
yang ditetapkan. Selain itu, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan rokok ke
wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Dalam UU itu juga mengatur
tentang Kawasan Tanpa Rokok guna melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok.
Selain itu, diadakan pertemuan yaitu Temu karya yang diikuti sekitar 600 orang dari
berbagai unsur yaitu Depdiknas, Depkes, PGRI, mahasiswa Universitas Negeri dan Swasta dan
BEM se Jabodetabek, Siswa SMA dan SMK beserta para guru, organisasi keagamaan, organisasi
internasional, LSM pemerhati masalah tembakau dan media massa. Tujuan pertemuan adalah
untuk meningkatkan keterlibatan tokoh masyarakat, media massa, para petugas kesehatan, para
pendidik dan generasi muda untuk bersama-sama melindungi masyarakat dari bahaya rokok.
Selain itu pada tahun 2009 , pemerintah mempersiapkan Rancangan Undang Undang
(RUU) tentang Pengesahan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) Tujuan FCTC
adalah melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi
sosial, lingkungan dan ekonomi karena konsumsi tembakau dan paparan asap tembakau. FCTC
adalah konvensi atau treaty yaitu bentuk hukum internasional dalam mengendalikan masalah
tembakau/rokok yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi negara-negara yang
meratifikasinya.

Aturan yang sudah ada

• 1. PP No. 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, adalah peraturan
perundang-undangan untuk membantu pelaksanaan upaya pengandalian tembakau. Pasal
di dalamnya mengatur iklan rokok, peringatan kesehatan, pembatasan kadar tar dan
nikotin, penyampaina kepada masyarakat tentang isi produk tembakau, sanksi dan
hukuman, pengaturan otoritas, peran serta masyarakat dan kawasan bebas asap rokok.
• 2. PP No. 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, merupakan revisi
dari PP No. 81 Tahun 1999, dan berkaitan dengan iklan rokok serta memperpanjang batas
waktu bagi industri rokok untuk mengikuti peraturan baru ini menjadi 5 -7 tahun setelah
dinyatakan berlaku, tergantung jenis industrinya.
• 3. PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, merupakan
peraturan pemerintah pengganti PP No.81 Tahun 1999 dan PP No. 38 Tahun 2000,
mencakup aspek yang berkaitan dengan ukuran dan jenis peringatan kesehatan,
pembatasan waktu bagi iklan rokok di media elektronik, pengujian kadar tar dan nikotin.
VII

KECELAKAAN LALU LINTAS

Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga


sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian. Kecelakaan
lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.

Kecelakaan lalu lintas dibagi atas “A motor-vehicle traffic accident” dan “Non motor-
vehicle traffic accident”, “A motor-vehicle traffic accident” adalah setiap kecelakaan kendaraan
bermotor di jalan raya. “Non motor-vehicle traffic accident”, adalah setiap kecelakaan yang
terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi atau untuk mengadakan
perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor.

Perkembangan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas

Sekitar 3,5 juta jiwa manusia di dunia terenggut tiap tahunnya akibat kecelakaan dan
kekerasan. Sebanyak 2 juta diantaranya adalah kecelakaan di jalan raya.Sementara itu
Koordinator PBB untuk Indonesia Bo Asplund, menyebutkan di seluruh dunia sekitar 140.000
orang mengalami kecelakaan di jalan setiap harinya. Lebih dari 3.000 orang meninggal akibat
kecelakaan di jalan dan sekitar 15.000 orang mengalami kecacatan seumur hidup. Bila masalah
kecelakaan di jalan tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh, maka dikawatirkan pada tahun
2020 nanti, jumlah korban yang meninggal atau mengalami kecacatan setiap harinya mencapai
lebih dari 60% di seluruh dunia. Sehingga kecelakaan di jalan menjadi penyebab utama kesakitan
dan kecacatan.

Di Indonesia jumlah kecelakaan ini meningkat dari tahun ke tahun.Setiap tahunnya rata-rata
30.000 nyawa melayang di jalan raya. Dengan angka setinggi itu, Indonesia duduk di peringkat
ke-3 negara di ASEAN yang jumlah kecelakaan lalu lintasnya paling tinggi. Ini angka yang luar
biasa sehingga kecelakaan bisa digolongkan sebagai pembunuh nomor 3 di Indonesia.

Angka kecelakaan lalu lintas secara nasional dalam bulan September 2009 masih cukup
tinggi. Direktorat Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian RI mencatat sejak 13 sampai 22
September jumlah kecelakaan mencapai 893 kasus. Korban meninggal mencapai 312 jiwa.
Sedangkan luka berat 405 orang dan luka ringan 839 orang. Jumlah korban yang tewas masih
cukup tinggi dibandingkan data kecelakaan pada Operasi Ketupat Jaya pada 2008. Saat itu
jumlah kecelakaan mencapai 1.368 kasus. Korban meninggal 633 jiwa dan luka berat 797 orang
serta luka ringan 1.379 orang.

Sementara Data Dinas Kesehatan Jawa Timur, sepanjang tahun 2006, di Surabaya tercatat
208 jumlah kejadian kecelakaan dengan korban 116 orang tewas, 59 luka berat, dan 50 lainnya
luka ringan (profil kesehatan 2006).

Faktor Resiko
a. Faktor manusia
Faktor manusia meliputi pejalan kaki, penumpang sampai pengemudi. Faktor manusia ini
menyangkut masalah disiplin berlalu lintas

• Faktor pengemudi
Faktor tersebut dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menentukan KLL. Faktor
pengemudi ditemukan memberikan kontribusi 75-80% terhadap KLL. Faktor manusia
yang berada di belakang kemudi ini memegang peranan penting. Karakteristik pengemudi
berkaitan erat dengan:

oKeterampilan mengemudi
oGangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih)
oSurat Izin Mengemudi (SIM): tidak semua pengemudi punya SIM. Jika ada ‘tilang’,
maka tidak jarang alasan tilang berhubungan dengan ketidaklengkapan administrasi,
termasuk izin mengemudi.
• Faktor penumpang
Misalnya jumlah muatan (baik penumpangnya maupun barangnya) yang berlebih. Secara
psikologis ada juga kemungkinan penumpang mengganggu pengemudi.

• Faktor pemakai jalan


Pemakai jalan di Indonesia baukan saja terdiri dari kendaraan. Di sana ada pejalan kaki
atau pengendara sepeda. Selain itu, jalan raya dapat menjadi tempat numpang pedagang
kaki lima, peminta-minta, dan semacamnya. Hal ini membuat semakin semrawutnya
keadaan di jalanan. Jalan umum juga dipakai sebagai sarana parkir. Tidak jarang terjadi,
mobil terparkir mendapat tabrakan.

b. Faktor kendaraan
Jalan raya dipenuhi dengan berbagai jenis kendaraan, berupa:

• Kendaraan tidak bermotor: sepeda, becak, gerobak, bendi/delman.


• Kendaraan bermotor: sepeda motor, roda tiga/bemo, oplet, sedan, bus, truk gandengan.
c. Faktor jalanan
Dilihat dari keadaan fisik jalanan, rambu-rambu jalanan.

• Kebaikan jalan
Antara lain dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas.

• Sarana jalanan
oPanjang jalan yang tersedia dengan jumlah kendaraan yang ada di jalan tersebut. Di kota-
kota besar tampak kemacetan terjadi di mana-mana, memancing terjadinya kecelakaan.
Dan sebaliknya, jalan raya yang mulus memancing pengemudi untuk ‘balap’, juga
memancing kecelakaan.
oKeadaan fisik jalanan: pengerjaan jalanan atau jalan yang kondisi fisiknya kurang
memadai, misalnya lubang-lubang dapat menjadi pemicu terjadi kecelakaan.
Keadaan jalan yang berkaitan dengan kemungkinan KLL berupa:

 Struktur: datar/ mendaki/ menurun, lurus/ berkelok-kelok.


 Kondisi: baik/ berlubang-lubang.
 Luas: lorong, jalan tol.
 Status: jalan desa, jalan provinsi/negara.
d. Faktor lingkungan (cuaca, geografi)
Dapat diduga dengan adanya kabut, hujan, jalan licin akan membawa risiko kecelakaan lalu
lintas.

e. Faktor lainnya
Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti (antara lain oleh Boediharto dan
kawan-kawan) adalah:

• Perilaku mengemudi: ngebut, tidak disiplin/melanggar rambu.


• Kecakapan mengemudi: pengemudi baru/belum berpengalaman melalui jalanan/rute.
• Mengantuk pada waktu mengemudi.
• Mabuk pada waktu mengemudi.
• Umur pengemudi 20 tahun atau kurang.
• Umur pengemudi 55 tahun atau lebih
Pencegahan dan Penanggulangan

Dari definisinya saja, bisa kita bayangkan bahwa pendekatan ini adalah langkah kegiatan
untuk mencegah kecelakaan lalu lintas. Kegiatan-kegiatan tersebut lebih banyak melibatkan
peran aktif Dinas Perhubungan dan pihak Kepolisian serta tentu saja masyarakat. Kegiatan apa
saja yang bisa dilakukan, antara lain ; Memasang rambu lalu lintas –rambu peringatan, larangan,
perintah dan petunjuk- pada semua tempat yang membutuhkan dengan warna yang jelas dan
terang serta mudah dimengerti. Mengatur, mengawasi dan menertibkan alur lalu lintas dan
angkutan. Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap kelayakan angkutan lalu lintas
dengan memperhatikan kelengkapan dan umur kendaraan. Sementara pihak kepolisian
mengingkatkan disiplin pemakain jalan dengan cara memperketat pengawasan bagi pelanggar.

Tak kalah pentingnya, membuat pengaturan jalan yang lebih manusiawi dan aman, Langkah
ini bisa ditempuh sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomer KM 14
Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan. Dalam hal ini peranan Dinas
perhubungan sangat vital untuk menekan angka kecelakaan jalan raya

Pembenahan dan pemeliharaan jalan yang rawan kecelakaan. Salah satu sebab utama
terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah kondisi jalan raya yang buruk, mulai dari jalan
berlubang, bergelombang dan jalan yang menyempit. Untuk itu diperlukan upaya yang serius
dari pihak terkait –Pemkab dan Pemprov– untuk membenahi jalan yang rusak dan kurang layak.
Selain itu, pemeliharaan jalan harus terus dilakukan agar jalan lebih aman dan nyaman buat para
pengguna jalan raya.

• Pendekatan Promotif

Kegiatan ini untuk memajukan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Salah satunya
dengan cara kampanye safety riding dan responsible riding bagi para pengguna jalan raya.
Kampanye seperti ini sekarang lagi marak di beberepa kota seperti di Surabaya. Tujuan dari
kampanye ini adalah meningkatkan kesadaran pengguna jalan raya untuk lebih memahami dan
mematuhi peraturan lalu lintas. Pelaksana kampanye ini tentu saja dipelopori oleh pihak
kepolisian dengan dukungan dari kalangan swasta dan masyarakat, yang turut membantu sebagai
penyandang dana. Kampanye ini terbukti cukup efektif untuk mengurangi angka kecelakaan
sebagaimana sudah dibuktikan dibeberapa jalan di Surabaya.

Pelaksanaan kampanye dilakukan secara lebih berkesinambungan dengan mengangkat tema-


tema yang variatif, atraktif dan komunikatif agar menggugah perhatian para pengguna jalan raya.
Sebagai ilustrasi kampanye sejenis di Surabaya, sepanjang jalan dipasang informasi berupa
spanduk dan tulisan yang menggugah kesadaran pengguna jalan, ada kuis undian buat pengguna
jalan yang diundi tiap minggunya, pemberian souvenir yang menarik, dll. Tentu saja, kampanye
semacam ini ditindaklanjuti dengan penegakan aturan lalu lintas bagi para pengguna jalan raya
yang melanggar dan tidak dilakukan secara sporadis saja.

Selain kedua hal tersebut, dapat dilakukan cuga pencegahan sebagai berikut:

 Pembinaan pengemudi.

Penyuluhan kepada pengemudi angkutan umum, pemilihan awak kendaraan umum teladan
yang dilaksanakan tiap tahun tetap dilanjutkan. Namun prioritas pembinaan sekarang mulai
diarahkan kepada pengemudi kendaraan pribadi dan sepeda motor, dibarengi dengan seleksi
pemberian SIM yang ketat.

 Pendidikan dan pengawasan kepada sekolah mengemudi.

Banyaknya sekolah mengemudi ternyata belum mencerminkan tingkat kesadaran pengemudi


untuk mematuhi aturan lalulintas. Permasalahannya adalah sekolah mengemudi tersebut hanya
mengajarkan cara menyetir kendaraan dan tidak memberikan pendidikan tentang dampak dan
kerugian yang ditimbulkan karena pengemudi yang tidak disiplin. Bahkan seringkali sekolah
mengemudi memberikan kemudahan untuk membuat SIM, yang pada akhirnya ini seringkali
dimanfaatkan oleh calon pengemudi untuk mendapat kemudahan tersebut tanpa
mempertimbangkan kemampuan mengemudinya. Demi terciptanya lalulintas yang lancar dan
bertanggung jawab, ekses-ekses negatif ini sebaiknya segera ditertibkan.

 Peningkatan prasarana dan fasilitas lalu lintas jalan


Data dari Dinas Bina Marga menunjukan bahwa tidak ada penambahan panjang jalan dalam
tiga tahun terakhir. Hal ini sangat memprihatinkan karena jumlah pendududk dan kendaraan
meningkat sangat pesat. Dengan segala keterbatasan dana yang ada, Pemerintah Daerah harus
tetap mencari akal untuk menyelesaikan masalah ini, misalnya dengan cara bekerja sama dengan
pengusaha pusat perbelanjaan untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. Karena pada
akhirnya upaya peningkatan kelancaran dan keselamatan lalu lintas tersebeut dapat
meningkatkan kemajuan usaha mereka.
Hal lain yang perlu dilakukan dengan pendekatan partisipasi masyarakat. Pihak yang pertama
mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah para masyarakat sekitar tersebut, karena itu
pendekatan kepada mereka juga perlu dilakukan. Salah satunya dengan penyuluhan kepada
masyarakat sekitar jalan raya dan mereka yang senantiasa berkecimpung di sekitar jalan raya
(tukang ojek, tukang becak, sopir angkot, dll) tentang bagaimana menangani korban kecelakaan
lalu lintas.

Menurut undang-undang lalu lintas no.22 tahun 2009 bagian kesatu pasal 226, kecelakaan lalu
lintas dapat dicegah dengan:

a. Partsipasi dari para pemangku kepentingan


b. Pemberdayaan masyarakat
c. Penegakan hukum
d. Kemitraan global

• Pendekatan Kuratif

Pemberian pertolongan dan pengobatan baik langsung maupun tidak langsung pada korban
kecelakaan lalu lintas. Salah satunya dengan ketersediaan pelayanan kesehatan yang layak dan
mampu memberi pelayanan dengan cepat terhadap para korban kecelakaan lalu lintas.
Keberadaan layanan IRD 24 jam yang dilengkapi dengan tenaga dokter jaga dan perawat,
diperkuat dengan layanan penunjang seperti instalasi ambulance, laboratorium dan radiologi
yang stand by 24 jam. Kebutuhan layanan penunjang yang lengkap sangat menunjang/membantu
penangangan korban kecelakaan dengan cepat.
Selain itu, keberadaan kamar operasi yang mendukung layanan lebih lanjut dari IRD juga
sangat diperlukan. Dan tak kalah pentingnya adalah jalur rujukan antar instansi pelayanan
kesehatan yang ada berjalan dengan baik. Masing-masing instansi pelayanan kesehatan
memahami kemampuan layanan mereka, sehingga korban dapat dirujuk ke tempat layanan
kesehatan yang lebih mampu dengan fasilitas sarana dan tenaga lebih lengkap.

• Pendekatan Rehabilitatif

Adalah kegiatan pemberian pelayanan untuk mengurangi kecacatan akibat kecelakaan lalu
lintas. Selama ini pendekatan ini belum banyak tersentuh. Di RS ada layanan rehabilitasi medis
guna pemulihan dan minimalisasi kecacatan pasien

Dari semua langkah-langkah diatas, memerlukan dukungan kerjasama yang sinergis


antara masyarakat, pihak aparat maupun dri institusi kesehatan. Dan pada intinya kembali kepada
kesadaran setiap individu pengguna jalan raya untuk lebih waspada dan berhati-hati selama
perjalanan. Percuma saja langkah-langkah diatas dioptimalkan tapi kelakuan pengguna jalan raya
sembrono dan ugal-ugalan. Kita mesti ingat, bila kita ingin merubah suatu keadaan –salah
satunya meminimalkan kasus kecelakaan– adalah diawali dari masing-masing individu sebagai
subyek pelaku.

Sebagai bentuk ikhtiar tidak ada salahnya kita lebih berhati-hati, mematuhi aturan lalu lintas
dan selalu ingat keluarga di rumah menanti agar kita kembali dengan selamat. Semoga dengan
langkah-langkah sebagaimana disampaikan diatas, kita dapat meminimalkan resiko terjadinya
kecelakaan lalu lintas.

VIII
KESEHATAN DARURAT
Bencana merupakan istilah yang sering kita dengar dan tidak asing lagi di telinga

masyarakat kita. Bencana adalah suatu kejadian yang mengganggu pola kegiatan hidup sehari-

hari. Gangguan tersebut umumnya datang secara mendadak, tidak pernah terpikirkan sebelumnya

dan akibatnya sangat mengerikan. Kata bencana juga memberikan pengertian adanya korban

jiwa, kematian atau cidera serta gangguan terhadap kesehatan manusia.Selain manusia yang

menjadi korban, juga kemungkinan terjadinya kehilangan harta benda, kerusakan bangunan serta

fasilitas layanan masyarakat seperti putusnya aliran listrik dan rusaknya jaringan komunikasi.

Kata bencana juga sangat berkaitan erat dengan perlunya penyediaan penampungan, makanan,

pakaian, obat-obatan bagi masyarakat yang terlanda bencana.

Di dunia ini, bencana terbagi menjadi 3 kategori , yaitu bencana alam ,bencana non-alam,

dan bencana sosial.Bencana alam dalam hal ini adalah segala bentuk kejadian alam yang

mengganggu kessehatan masyarakat.Bencana alam sendiri dibedakan menjadi 2, yang pertama

adalah bencana alam yang terjadi secara alamiah dan biasanya bencana seperti ini tidak bisa

dihindari.Contohnya adalah gempa bumi, angin topan, gunung meletus, dan lain sebagainya.Dan

yang kedua adalah bencana alam yang terjadi akibat ada campur tangan ulah manusia

didalamnya.Contohnya adalah banjir, tanah longsor, dan lain sebagianya.

Sementara, bencana non-alam merupakan kejadian-kejadian yang bukan berasal dari

alam dan biasanya diakibatkan oleh perbuatan manusia yang dapat menimbulakn korban dan

masalah kesehatan masyarakat.Contoh dari bencana seperti ini diantaranya adalah perang sipil,

konflik bersenjata, kecelakaan kimiawi seperti kebocoran nulklir, berbagai bentuk ledakan, dan

lain-lain yang bisa terjadi dari tangan manusia.

Perkembangan Bencana
Berikut adalah catatan beberapa kejadian bencana baik bencana alam , bencana non-

alam dan bencana sosial yang melanda dunia:

- Gempa Kobe,Jepang, 17 Januari 1995 berkekuatan 7,25 SR.4000 ribu orang tewas

- Hurricane Hugo, 1989

- Perang dunia I

- Perang dunia II

- Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki,1945

- Kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina

- Perang sipil di Somalia

- Badai Katarina yang melnda Amerika

- Gempa dan Tsunami 2004

- Gempa Haiti, 2010.Diperkirakan lebih dari 200.000 orang tewas

- Gempa Chile,2010.Sekitar 78 orang tewas dan menimbulkan peringatan tsunami

Sementara itu perkembangan bencana di Indonesia diurai pada bagian berikut ini.Pada

tahun 2008 telah terjadi 420 kali kejadian bencana yang terdiri dari 11 jenis bencana. Bencana

yang paling sering terjadi adalah banjir, yaitu tercatat ada 192 kali kejadian atau 45,7% dari total

kejadian. Selanjutnya berturut-turut bencana angin siklon tropis 81 kali kejadian (19,2%) dan

tanah longsor 79 kali kejadian (18,8%). Untuk lebih jelasnya frekuensi kejadian bencana

menurut jenis bencana di Indonesia selama tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1

Frekensi Bencana Menurut Jenis Bencana di Indonesia Tahun 2008

NO JENIS BENCANA FREKUENSI PERSENTASE


1 Ledakan Bom 1 0,2 %
2 Konflik Sosial 3 0,7 %
3 letusan gunung berapi 4 1,0 %
4 Kegagalan teknologi 8 1,9 %
5 Gelombang Pasang 10 2,3 %
6 Gempa Bumi 11 2,6 %
7 Banjir disertai Longsor 11 2,6 %
8 Banjir Bandang 21 5,0 %
9 Tanah Longsor 79 18,8 %
10 Angin Siklon Tropis 81 19,2 %
11 Banjir 192 45,7 %
JUMLAH 420 100 %
Sumber : Depkes RI

Bila kejadian bencana dilihat per bulan selama tahun 2008 menurut jenis bencana maka

akan tampak bahwa di Indonesia setiap bulan selalu ada kejadian bencana banjir dan tanah

longsor. Selain itu setiap bulannya juga tampak bahwa bencana banjir merupakan yang paling

sering terjadi.

2.2.Gambaran Korban dan Pengungsi

Salah satu dampak akibat terjadinya bencana adalah jatuhnya korban manusia baik

meninggal, hilang dan luka-luka serta mengakibatkan pula adanya sejumlah penduduk yang

mengungsi ke daerah yang relatif lebih aman. Jumlah korban keseluruhan akibat bencana untuk

sepanjang tahun 2008 adalah 71.692 orang, sedangkan jumlah pengungsi sebesar 348.562 orang.

Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2

Jumlah Korban dan Pengungsi Akibat Bencana di Indonesia


Tahun 2008

NO KORBAN DAN PENGUNGSI JUMLAH


1 Meninggal 272
2 Luka Berat/Rawat Inap 391
3 Luka Ringan/Rawat Jalan 71.010
4 Hilang 19
5 Pengungsi 348.562
Sumber : Depkes RI

2.2.1.Korban Meninggal dan Hilang

Pada tabel 3 dijelaskan korban meninggal untuk tahun 2008 paling banyak diakibatkan

oleh bencana tanah longsor yaitu 103 orang atau 37,9% dari total korban meninggal.Sedangkan

yang diakibatkan oleh kejadian bencana banjir 58 orang atau 21,3% dari total korban meninggal

dan banjir bandang 42 orang atau 15,4% dari total korban meninggal. Selain itu diketahui pula

bahwa tidak ada satupun korban meninggal yang disebabkan oleh letusan gunung api.

Tabel 3

Jumlah Korban Meninggal Menurut Jenis Bencana

di Indonesia Tahun 2008

NO JENIS BENCANA KORBAN MENINGGAL PERSENTASE


1 Letusan Gunung Berapi 0 0%
2 Konflik Sosial 1 0,4 %
3 Ledakan Bom 2 0,7 %
4 Gelombang Pasang 5 1,8 %
5 Kegagalan Teknologi 14 5,2 %
6 Gempa Bumi 14 5,2 %
7 Angin Siklon Tropis 16 5,9 %
8 Banjir Disertai Longsor 17 6,3 %
9 Banjir Bandang 42 15,4 %
10 Banjir 58 21,3 %
11 Tanah Longsor 103 37,9 %
Sumber : Depkes RI

Gambaran korban hilang akibat bencana selama tahun 2008 hanya terjadi pada bencana

banjir, banjir bandang, tanah longsor, banjir disertai tanah longsor dan angin siklon tropis.

Jumlah korban hilang terbanyak pada tahun 2008 terdapat pada kejadian bencana banjir bandang

yaitu 8 orang atau 42,1% dari total korban hilang. Untuk jelasnya gambaran korban hilang

menurut jenis bencana dalam tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4

Jumlah Korban Hilang Menurut Jenis Bencana

di Indonesia Tahun 2008

No Jenis bencana Jumlah korban hilang Persentase


1 Letusan gunug berapi 0 0 %
2 Konflik social 0 0%
3 Ledakan bom 0 0 %
4 Gelombang pasang 0 0 %
5 Kegagalan teknologi 0 0 %
6 Gempa bumi 0 0 %
7 Angina siklon tropis 1 5,3 %
8 Banjir disertai longsor 1 5,3 %
9 Tanah longsor 3 15,8 %
10 Banjir 6 31,6 %
11 Banjir bandang 8 42,1 %

Sumber : Depkes RI

2.2.2. Korban Luka


Jumlah korban luka berat/rawat inap tahun 2008 paling banyak diakibatkan oleh bencana

banjir yaitu 128 orang atau 32,7% dari total korban luka berat/rawat inap. Sedangkan jumlah

korban yang diakibatkan oleh kejadian bencana banjir bandang sebanyak 89 orang atau 22,8%

dari total korban luka berat/rawat inap dan gempa bumi 51 orang atau 13% dari total korban luka

berat/rawat inap.Hanya kejadian bencana letusan gunung api yang tidak mengakibatkan korban

luka berat/rawat inap. Untuk jelasnya gambaran korban luka berat/rawat inap menurut jenis

bencana dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5

Jumlah Korban Luka Berat/Rawat Inap Menurut Jenis Bencana

di Indonesia Tahun 2008

No Jenis Bencana Jumlah Korban Luka Berat/Rawat Inap Persentase


1 Letusan gunung berapi 0 0%
2 Gelombang pasang 1 0,3 %
3 Ledakan Bom 1 0,3 %
4 Banjir disertai Longsor 11 2,8 %
5 Konflik Sosial 12 3,1 %
6 Tanah Longsor 24 6,1 %
7 Angin Siklon Tropis 30 7,7 %
8 Kegagalan Teknologi 44 11,3 %
9 Gempa Bumi 51 13,0 %
10 Banjir Bandang 89 22,8 %
11 Banjir 128 32,7 %

Sumber : Depkes RI

2.2.3. Pengungsi

Dari 348.562 orang pengungsi pada tahun 2008, ternyata sebagian besar yaitu 303.277

orang atau 87% yang mengungsi akibat bencana banjir. Selanjutnya ada 23.075 orang atau 6,6%
yang mengungsi akibat bencana banjir bandang dan hanya 10.747 orang atau 3,1% saja yang

diakibatkan bencana gempa bumi.Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7

Jumlah Pengungsi Menurut Jenis Bencana

di Indonesia Tahun 2008

No Jenis bencana Jumlah pengungsi Persentase


1 Letusan Gunung Api 0 0%
2 Ledakan Bom 0 0%
3 Kegagalan Teknologi 0 0%
4 Gelombang Pasang 274 0,1 %
5 Angin Siklon Tropis 570 0,2 %
6 Banjir disertai Tanah Longsor 2685 0,8 %
7 Konflik Sosial 3000 0,9 %
8 Tanah Longsor 4934 1,4 %
9 Gempa Bumi 10747 3,1 %
10 Banjir Bandang 23075 6,6 %
11 Banjir 303277 87 %
Sumber : Depkes RI

Riwayat Alamiah (Bencana)


1.Pre-event

Masa ini kurang lebih sama dengan masa pre-patogenesis dari sebuah penyakit dimana

keadaan masih normal tetapi terdapat keadaan potensial yang dapat mengganggu seperti prediksi

terjadinya cuaca buruk, ketegangan politik, dan lain-lain. Walaupun belum ada kejadian tidak

berarti tidak ada upaya epidemiologi yang tidak dapat dilakukan. Pada keadaan ini diperlukan

suatu upaya prediksi untuk mampu mengantisipasi kemungkinan timbulnya suatu kejadian.

Ketepatan identifikasi akan memberikan modal besar untuk mampu membuat upaya pencegahan

dini yang berencana.


2.Event

Masalah sewaktu kejadian tentu berkaitan erat dengan jenis kejadian atau masalah yang

sedang timbul. Wabah demam tifoid pada suatu kampong tertentu lebih kecil masalahnya dari

suatu gempa yang melanda suatu areal luas.

3.Post-event

Post-event adalah masa yang terjadi setelah timbulnya suatu bencana.Pada masa ini akan

terdapat manusia-manusia yang terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok korban

tewas, kelompok korban hilang, kelompok korban luka, dan kelompok pengungsi.

Panjang masa dari masing – masing event berbeda sesuai bentuk – bentuk masalah

kesehatan darurat yang terjadi. Secara umum masa pre-event dan event relative singkat,

sedangkan masa post-event cenderung panjang mengingat dampak yang timbul memerlukan

masa recovery (pemulihan) yang lama.

Faktor Resiko
Berikut adalah hal-hal yang menjadi factor resiko terjadinya masalah kesehatan darurat,
diantaranya :
- Bencana alam
- Konflik
- Kecelakaan
- Ketegangan social

Konsep Orang, Tempat, dan Waktu


1.Orang
Faktor orang dalam masalah kesehatan darurat lebih tidak mengenal aspek-aspek ras,

suku bangsa, anatomi tubuh, jenis kelamin, maupun karakteristik orang lainnya.Artinya, semua

manusia yang ada di dunia ini berpotensi mengalami masalah darurat tergantung jenis

kedaruratan atau jenis bencana yang dihadapi.

2.Tempat

Kejadian kedaruratan yang menimbulkan masalah kesehatan juga dipengaruhi oleh

factor tempat.Biasanya hal ini lebih berkaitan dengan jenis kedaruratan bencana alam.Sebagai

contoh, suatu wilayah yang berada di atas lempengan bumi yang terus beraktifitas akan lebih

sering mengalami kejadian bencana gempa bumi atau suatu wilayah yang memiliki gunung

berapi aktif akan lebih berpotensi mengalami kejadian letusan gunung berapi daripada tempat

lainnya yang tidak terdapat gunung berapi.

3.Waktu

Salah satu contoh faktor waktu dalam kejadian kedaruratan ialah waktu terjadinya musim

hujan yang berpotensi menimbulkan bencana banjir atau longsor atau musim kemarau yang bisa

mengakibatkan kekeringan yang berpotensi menimbulkan bencana kelaparan.

Pencegahan dan Penanggulangan

Upaya pencegahan dan penagnggualangan masalah kesehatan darurat dilakukan sesuai

dengan riwayat perjalanan suatu bencana sehingga akan terbentuk tiga macam upaya pencegahan

yang kegiatan-kegiatannya terrangkum dalam sebuah manajemen bencana.


WHO secara umum menyebutkan setidaknya ada 6 langkah yang terdapat dalam

manajemen bencana, yaitu penilaian kerentanan, prevensi dan mitigasi, ketersiapan dalam situasi

darurat, perencanaan;kebijakan;dan pembangunan kapasitas, respon darurat, serta

rehabilitasi;rekonstruksi;dan pemulihan.

Pada masa sebelum terjadinya bencana (pre-event) aktivitas pencegahan yang bisa

dilakukan diantaranya adalah

- Penilaian kerentanan dan kapasitas yang meliputi pemetaan bahaya,analisis

kerentanan, monitoring kerentanan berkelanjutan, dan lain-lain.

- Prevensi dan mitigasi meliputi regulasi keamanan lingkungan, perlidungan

infrastruktur dan fasilitas, dan lain-lain.

- Persiapan dan perencanaan meliputi proses perencanaan kedaruratan nasional,

rencana strategis dan rencana operasional, dan lain-lain.

- Indikator peringatan

Pada saat atau sesaat sebelum terjadinya bencana (event) aktivitas yang bisa dilakukan

diantaranya adalah

- Penilaian-penilaian yang mencakup tujuan penilanain situasi daruat, proses penilaian,

tehnik penilaian lapangan, dan pengorganisasian penilaian situasi darurat

- Evakuasi yang meliputi peringatan bencana dan instruksi darurat, evakuasi

terorganisir, evakuasi secara spontan, dan lain-lain

- Transportasi dan logistik meliputi operasi udara, prioritas kendaraan, system logistic

lapangan, operasi darat, dan lain-lain.

- Peraturan, standar, dan panduan dalam respon darurat


Dan terakhir pada tahap stelah terjadinya bencana (post-event) kegiatan yang dilakukan

diantaranya

- Penilaian pemulihan meliputi rekonstruksi pemukiman, rekonstruksi suplai air dan

system sanitasi, penilaian kerusakan sekunder, dan lain-lain.

- Perencanaan pemulihan

- Pengembangan berkelanjutan dan aktivitas kesehatan lingkungan paska bencana

Sementara itu berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

145/Menkes/Sk/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan,

pelaksanaan kegiatan dalam penanggualangan masalah kesehatan darurat juga dilakukan dalam

tiga tahap, yaitu tahap pra bencana, tahap bencana, serta tahap paska bencana.Hanya saja

kegiatan-kegiatan yang dilakukan dibedakan berdasarkan tingkat pemerintahan mulai dari

tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kabupaten, dan terakhir adalah tingkat kecamatan.
IX
EPIDEMIOLOGI LANSIA

Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat
yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup.
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik
dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari
peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old
age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak
penduduk usia lanjut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan usia lanjut menjadi 4 yaitu :
• Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun

• Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun

• Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun


• Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu
rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi pengaruh dari luar, antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik
dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu. Dengan kondisi fisik dan psikis
yang menurun menyebabkan mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif.

Perkembangan
Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari
seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3
juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa
pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan
menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia
meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia
berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 :
55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 :
60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)

Riwayat Alamiah Lansia

Secara alamiah, berbagai proses ketuaan yang tidak bisa dihindari berlangsung, berupa:
1. Perubahan fisik – biologis/jasmani:
a. Kekuatan fisik secara menyeluruh dirasakan berkurang, merasa cepat capek dan
stamina menurun.
b. Sikap badan yang semulategap menjadi membungkuk, otot-otot mengecil,
hipotrofis, terutama dibagian dada dan lengan.
c. Kulit mengerut dan menjadi keriput. Garis-garis pada wajah dikening dan sudut
mata.
d. Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang.
e. Gigi mulai rontok.
f. Perubahan pada mata: pandangan dekat berkurang, adaptasi gelap melambat,
lingkaran putih pada kornea (arcus senilis), dan lensa menjadi keruh (katarak).
g. Pendengaran, daya cium dan perasa mulut menurun.
h. Pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga rongga dada menjadi
kaku dan sulit bernapas.
2. Perubahan mental – emosional / jiwa :
a. Daya ingat menurun, terutama peristiwa yang baru saja terjadi.
b. Sering pelupa/pikun ; sering sangat mengganggu dalam pergaulan dengan lupa
nama orang.
c. Emosi mudah berubah, sering marah-marah, rasa harga diri mudah tersinggung.
3. Perubahan kehidupan seksual.

Gangguan-gangguan Saat Lansia

1.Gangguan muskoloskeletal, penuaan yang terjadi pada lansia membuat seseorang


mengalami perubahan postur tubuh. Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang belakang dapat
memadat sehingga membuat tulang punggung menjadi telihat pendaek atau melengkung.
Perubahan ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah
ini merupakan hal yang sering dihadapi oleh para lansia.
2.Gangguan pembuluh darah, diantaranya adalah hipertensi dan PJK (Penyakit Jantung
Koroner).
3.Gangguan syaraf, penuaan yang dialami lansia juga mengubah sistim saraf. Masa sel
saraf berkurang yang menyebabkan atropy pada otak spinal cord. Jumlah sel berkurang, dan
masing-masing sel memiliki lebih sedikit cabang. Perubahan ini dapat memperlambat kecepatan
transmisi pesan menuju otak. Setelah saraf membawa pesan, dibutuhkan waktu singkat untuk
beristirahat sehingga tidak dimungkinkan lagi mentransmisikan pesan yang lain. Selain itu juga
terdapat penumpukan produksi buangan dari sel saraf yang mengalami atropy pada lapisan otak
yang menyebabkan lapisan plak atau noda.
Orang lanjut usia juga memiliki berbagai resiko pada sistem saraf, misalnya berbagai
jenis infeksi yang diderita oleh seorang lansia juga dapat mempengaruhi proses berfikir ataupun
perilaku. Penyebab lain yang menyebabkan kesulitan sesaat dalam proses berfikir dan perilaku
adalah gangguan regulasi glukosa dan metabolisme lansia yang mengidap diabetes. Fluktuasi
tingkat glukosa dapat menebabkan gangguan berfikir. Selain itu, disuse juga dapat menyebabkan
penurunan fungsi saraf. Adanya perubahan signifikan dalam ingatan, berfikir atau perilaku dapat
mempengaruhi gaya hidup seorang lansia. Ketika terjadi degenerasi saraf, alat-alat indra dapat
terpengaruh dan refleks juga berkurang atau hilang.
4.Gangguan penglihatan
5.Gangguan metabolik

Faktor Resiko
• Jenis Kelamin  Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda
antara lansia laki dan wanita. Misalnya lansia laki ‘sibuk’ dengan hipertropi prostat, maka
wanita mungkin menghadapi osteoporosis.
• Umur  Pada pria, penyakit gouty arthritis sering terjadi setelah berusia 40 tahun,
sedangkan pada wanita hampir selamanya terjadi setelah menopause dan jarang didapati
pada wanita yang berusia di bawah 45 tahun.
• Status perkawinan  status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
• Living arrangement  misalnya: keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri,
anak atau keluarga lainnya.
• Social-Ekonomi: pekerjaan, pendidikan
• Kebiasaan hidup: merokok, mengkonsumsi minuman keras, dan exercise (olahraga).
• Mobilitas  Seseorang yang selalu aktif sepanjang umurnya, cenderung lebih dapat
mempertahankan massa otot, kekuatan otot, dan koordinasi dibanding dengan mereka
yang pola hidupnya santai. Sama halnya dengan sistem otot, proses penurunan massa
tulang ini sebagian disebabkan oleh usia dan disuse. Dengan menambah aktivitas tubuh,
dapat memperlambat proses kehilangan massa tulang, bahkan mengembalikannya secara
temporer.
• Makan dan minum  kelebihan Na dalam makanan dan kelebihan intake cairan dapat
memicu terjadinya gagal jantung.
• Kegiatan social: kegiatan kekeluargaan, kegiatan komunitas, frequency of outing.
• Obesitas  Proporsi obesitas pada kejadian osteoartritis sebesar 56%, sedangkan
proporsi obesitas pada kelompok bukan osteoartritis sebesar 30%. Subjek dengan
obesitas mempunyai risko 2.97 kali untuk menderita osteoartritis dibanding dengan
subjek yang tidak mengalami obesitas.
• Penyakit lain  hipertensi dan diabetes mellitus merupakan dua di antara sekian banyak
factor risiko PJK.
• Lingkungan  cahaya ultraviolet dan gas karbondioksida yang dapat menimbulkan
katarak.

Pencegahan dan Penanggulangan

1. Dewasa menengah ( usia 40-59 tahun)


a. Pencegahan Primer
& Pendidikan kesehatan: melanjutkan konseling pada dewasa muda yang meliputi:
 Perubahan pada masa pertengahan.
 Konseling pria dan wanita “sindrom kehampaan”
 Pedoman antisipasi untuk masa pensiun, menjadi kakek atau nenek.
& Perawatan gigi dan mulut setiap 6-12 bulan
& Imunisasi;
 Influenza- setiap tahun jika berisiko tinggi (yaitu;penyakit kronis utama {PPOK,
CAD)
 Pnemokokus – dosis tunggal
b. Pencegahan Sekunder
& Pemeriksaan fisik lengkap setiap 5-6 tahun berikut pemeriksaan laboratorium lengkap
(pemeriksaan serum atau urine, sinar-X, EKG).
& Pemeriksaan kanker setiap tahun
& Wanita : BSE setiap bulan
Pria : TSE setiap bulan

& Untuk semua wanita mamogram setiap 1-2 tahun (usia 40-49 tahun), kemudian
setiap tahun pada usia 50 tahun keatas. Pemeriksaan guaiak feses setiap tahun
pada usia 50 tahun keatas

2. Dewasa lanjut (usia 60-74 tahun)


a. Pencegahan primer
& Pendidikan kesehatan: melanjutkan konseling sebelumnya yang meliputi:
 Keamanan di rumah
 Masa pensiun
 Kehilangan pasangan, kerabat, teman
& Imunisasi:
 Tetanus setiap 10 tahun
 Influenza /setiap tahun jika berisiko tinggi
 Pneumokokus (hanya 1 kali)
b. Pencegahan Sekunder
& Pemeriksaan fisik lengkap setiap 2-3 tahun berikut pengkajian laboratorium
& Pemeriksaan kanker setiap tahun
& Pengukuran tekanan darah setiap tahun
& Wanita: BSE setiap bulan
Pria :TSE setiap bulan
3. Lansia (75 tahun keatas)
a. Pencegahan primer
& Pendidikan kesehatan: melanjutkan konseling
& Perawatan gigi/mulut setiap 6-12 bulan
& Imunisasi:
 Tetanus 10 tahun
 Influenza setiap tahun
 Pneumokokus/ jika belum pernah
b. Pencegahan sekunder
& Pemeriksaan fisik lengkap setiap tahun
& Pemerksaan laboratorium
& Pemeriksaan kanker
& Pemeriksaan tekanan darah
& Pemeriksaan guaiak feses
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Sosial telah mengangkat program home care
sebagai program Nasional melalui keputusan Menteri Sosial Nomor 67/HUK/2006. Home care
merupakan sebuah alternatif pelayanan diluar panti dan bentuk kepedulian atau perawatan yang
diberikan dirumah kepada para lanjut usia (lansia). Keberadaan home care sangat diperlukan di
Indonesia yang bertujuan untuk memelihara kondisi kesehtan fisik mental dan sosial lanjut usia,
mengkondisikan partisipasi aktif keluarga, masyarakat dan upaya peningkatan kesehjahteraan
para lansia.
Selain itu, dalam menangani masalah lansia dari sisi pemerintah, antara lain harus disiapkan
sarana umum agar Lansia dapat mengakses pelayanan umum yang diberikan, bagi masyarakat
pengusaha perlu ditingkatkan partisipasinya dalam bentuk dukungan seperti penyediaan tempat
hunian Lansia yang representatif (tidak gratisan) dan profesional, sedangkan dari anggota
masyarakat adalah kesiapan secara phisik dan mental agar menjadi mampu dan terampil dalam
merawat serta menyiapkan phisik dan mental seluruh keluarga dan anak-anaknya untuk menjadi
pendamping setia bagi nenek dan kakek atau bahkan orang tuanya sendiri.

X
EPIDEMIOLOGI GIZI

Masalah Gizi
1.Gizi Lebih
Obesitas atau kegemukan adalah ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk
dibanding dengan pengeluaran energi oleh tubuh. Obesitas dapat menimbulkan berbagai
penyakit serius, antara lain DM, hipertensi dan jantung. Risiko kematian yang disebabkan oleh
diabetes yakni stroke, coronary artery disease, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi,
ginjal, dan gallbladder disorders.
2.Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein)
adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Prevalensi
1.Gizi buruk

Persentase kasus gizi buruk di 772 kecamatan di Indonesia saat ini masih lebih dari 30
persen dengan tingkat prevalensi tertinggi di kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat.Tingkat konsumsi kalori penduduk di 1.859
kecamatan yang dianalisa juga masih kurang dari 1.700 Kkal/kapita/hari, lebih rendah
dibandingkan standar internasional kebutuhan kalori minimum orang dewasa sehat yakni sebesar
2.100 Kkal/kapita/hari.

2.Gizi lebih

WHO menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Data yang dikumpulkan
dari seluruh dunia memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi overweight dan
obesitas pada 10-15 tahun terakhir, saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta penduduk
dunia menderita obesitas. Angka ini akan semakin meningkat dengan cepat. Jika keadaan ini
terus berlanjut maka pada tahun 2230 diperkirakan 100% penduduk dunia akan menjadi obes
(Sayoga dalam Rahmawaty, 2004).Prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan
mencapai tingkat yang membahayakan. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2004 prevalensi
obesitas pada anak telah mencapai 11%. Di Indonesia hingga tahun 2005 prevalensi gizi baik
68,48%, gizi kurang 28%, gizi buruk 88%, dan gizi lebih 3,4% (Data SUSENAS, 2005).

Riwayat Alamiah Masalah Gizi


Riwayat alamiah terjadinya masalah gizi, dimulai dari tahap prepatogenesis yaitu proses
interaksi antara penjamu (host=manusia), dengan penyebab (agent=zat-zat gizi) serta lingkungan
(environment). Pada tahap ini terjadi keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh
manusia, zat gizi dan lingkungan dimana manusia dan zat-zat gizi makanan berada (konsep :John
Gordon).

Tahap pertama yang terjadi adalah “simpanan berkurang” yaitu zat-zat gizi dalam tubuh
terutama simpanan dalam bentuk lemak termasuk unsur-unsur biokatalisnya akan menggantikan
kebutuhan energi dari KH yang kurang, bila terus terjadi maka “Simpanan Habis” yaitu titik
kritis, tubuh akan menyesuaikan dua kemungkinan yaitu menunggu asupan gizi yang memadai
atau menggunakan protein tubuh untuk keperluan energi. Bila menggunakan protein tubuh maka
“perubahan faal dan metabolik” akan terjadi. Pada tahap awal akan terlihat seseorang “ Tidak
Sakit dan Tidak Sehat” sebagai batas klinis terjadinya penyakit defisiensi gizi, bukan saja
terjadi pada zat gizi penghasil energi tetapi juga vitamin mineral dan air termasuk serat.

Zat gizi dipergunakan oleh sel tubuh untuk dipergunakan berbebagai aktifitas, bila zat
gizi kurang maka sel tubuh akan mengambil cadangan zat gizi (depot), bila zat gizi yang
dikonsumsi berlebihan maka akan disimpan dalam tubuh. Bila depot simpanan habis dan
konsumsi zat gizi kurang maka akan terjadi proses biokimia untuk mengubah unsur-unsur
pengaangun strutuk tubuh, ini artinya telah terjadi gangguan biokimia tubuh misalnya saja
kadar Hb dan serum yang turun. Bila terus berlanjut maka terjadi gangguan fungsi sel, jaringan
dan organ tubuh. Bila tidak segera diatasi dengan konsumsi gizi yang adekuat maka secara
anatomi sel-sel, jaringan dan organ tubuh akan terlihat mengalami kerusakan misalnya saja pada
penyakit defisiensi gizi kwashirkor dan marasmus. Gangguan anatomi dengan kerusakan
jaringan yang parah dapat berakhir dengan kematian.

Pada masa prepatogenesis bibit penyakit belum mamasuki penjamu, namun demikian
telah ada interaksi antara penjamu, bibit penjakit dan lingkungan, jika penjamu tidak dalam
keadaan baik, maka kondisi kesehatan menurun sehinga ada kemungkinan bibit penyakit masuk
kedalam tubuh.
Bila bibit penyakit telah masuk dalam tubuh, maka tahapan patogenesis dengan gejala
yang terlihat dan gejala yang tidak terlihat (horizon klinis). Dimulai dengan masa inkubasi
yaitu mulai masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh dan timbulnya gejala atau tanda sakit. Bila
sudah muncul gejala maka masa penyakit dini yaitu mulai munculnya gejala penyakit, dengan
sifat penyakit masih ringan. Selanjutnya bila tidak segera diatasi maka masa penyakit lanjut
akan muncul yaitu penderita tidak dapat melakukan aktivitas, dan memerlukan perawatan. Dan
yang terakhir adalah masa penyakit berakhir yaitu dapat sembuh sempurna atau sembuh
dengan cacat, dapat juga Carrier, Kronis dan meninggal dunia.

Faktor Resiko

1. Faktor demografi seperti pertambahan jumlah penduduk, lajupertumbuhan penduduk


yang tinggi, besarnya proporsi penduduk usia muda,penyebaran penduduk yang tidak merata,
perubahan susunan penduduk; faktorsosial ekonomi dimana terjadinya peningkatan
kesejahteraan masyarakat,meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara baik langsung
berpengaruhpada pendapatan keluarga.

2. Perkembangan IPTEK dimana terjadinya arus moderenisasi yang membawa banyak


perubahan pada pola hidup masyarakat termasuk pada pola makan. Salah satu dampak dari arus
moderenisasi terhadap Dla makan adalah meningkatnya konsumsi lemak. Tidak heran kalau kita
lihat bahwa penyakit jantung koroner cenderung meningkat akhir-akhir ini.

3. Faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingya makanan bergizi


bagi pertumbuhan anak.

4. Infeksi, disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa
menyerap zat-zat makanan secara baik.

5. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak;

6. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Pencegahan dan Penanggulangan


Tahapan-tahapan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah gizi diantaranya
adalah :

Pertama; promosi kesehatan (Health Promotion), penyusunan Standar Kebutuhan Gizi


yang di Anjurkan, atau pedoman penerapan gizi seimbang – yang dulu lebih dikenal dengan 4
sehat 5 sempurna— merupakan bagian dari promosi kesehatan.

Kedua; perlindungan khusus (Specific Protection) , pemberian zat gizi tertentu misalnya
saja Pemberian vitamin A pada anak balita dua kali dalam setahun untuk melindungi anak dari
kebutahan, merupakan salah satu upaya dalam tahapan perlindungan khusus ini. Tahap pertama
dan Kedua ini pencegahan yang berada pada periode prepatogenesis.

Pencegahan yang berada pada periode patogenesis yaitu tahapan atau tingkat ke ketiga;
diagnosa dini dan pengobatan yang tepat (Early Diagnosis and Prompt Treatment), sekrening
survei berat badan dibawah garis merah pada KMS balita untuk penentukan anak balita yang
benar-benar menderita gizi kurang dan anak balita yang benar-benar tidak menderita gizi kurang
adalah salah satu contoh dari tahapan ini.

Kempat; Mengurangi Kelemahan (Disability Limitation). Pemberian diet sebagai bagian


dari proses penyembuhan penyakit merupakan bagian dari tahapan ini. Dan tahapan yang
terakhir adalah tingkatan kelima; rehabilitasi, Pemberian makanan yang disesuaikan dengan
keadaan pasien merupakan bagian dari tahapan ini.

XI
EPIDEMIOLOGI PENYALAHGUNAAN OBAT

Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram
yang dinamakan narkotik dan obat-obatan adiktif yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan
produktif manusia pemakainya. Berbagai jenis narkoba yang mungkin disalahgunakan adalah
tembakau, alkohol, obat-obat terlarang, dan zat yang dapat memberikan keracunan, misalnya
yang dihisap dari asapnya. Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan ketergantungan zat
narkoba, jika dihentikan maka si pemakai akan sakaw.

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila
masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.

Jenis-jenis NAPZA
1.NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika).Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan :

Narkotika Golongan I Narkotika Golongan II Narkotika Golongan III


Narkotika yang hanya dapat Narkotika yang berkhasiat Narkotika yang berkhasiat
digunakan untuk tujuan ilmu pengobatan digunakan seba- pengobatan dan banyak
pengetahuan, dan tidak gai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau
ditujukan untuk terapi serta digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
mempunyai potensi sangat tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
tinggi menimbulkan keter- pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
gantungan. mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
Contoh: mengakibatkan ketergantungan
heroin/putauw, kokain, ganja ketergantungan Contoh : kodein
Contoh : morfin, petidin

2.PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang


Psikotropika).Yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.Psikotropika
dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:

PSIKOTROPIKA PSIKOTROPIKA PSIKOTROPIKA PSIKOTROPIKA


GOLONGAN I GOLONGAN II GOLONGAN III GOLONGAN IV
Psikotropika yang Psikotropika yang Psikotropika yang Psikotropika yang
hanya dapat berkhasiat berkhasiat berkhasiat
digunakan untuk pengobatan dan pengobatan dan pengobatan dan
kepentingan ilmu dapat digunakan banyak digunakan sangat luas
pengetahuan dan dalam terapi, dalam terapi dan/atau digunakan dalam
tidak digunakan dan/atau tujuan ilmu untuk tujuan ilmu terapi dan/atau untuk
dalam terapi serta pengetahuan serta pengetahuan serta tujuan ilmu
mempunyai potensi mempunyai potensi mempunyai potensi pengetahuan serta
amat kuat kuat sedang mempunyai potensi
mengakibatkan mengakibatkan mengakibatkan ringan
sindroma sindroma sindroma mengakibatkan
ketergantungan. ketergantungan . ketergantungan. sindrom
Contoh: Contoh: amfetamin, Contoh: ketergantungan
ekstasi, shabu, LSD metilfenidat atau pentobarbital, Contoh: diazepam,
ritalin flunitrazepam bromazepam,
fenobarbital,
klonazepam,
klordiazepoxide,
nitrazepam, seperti
pil BK, pil Koplo,
Rohip, Dum, MG.

3.ZAT ADIKTIF LAIN, yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika.Yang termasuk dalam kategori ini
adalah diantaranya adalah minuman beralkohol, tembakau, dan inhalansia (gas yang dihirup) dan
solven (zat pelarut).
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan, NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan :
 Golongan Depresan adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Jenis ini membuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam, dan bahkan membuatnya
tertidur dan
tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk opioida (morfin, heroin/putauw, kodein),
sedatif (penenang), hipnotik (obat tidur), tranquilizer (anti cemas), dan lain-lain.

 Golongan Stimulan
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar, dan bersemangat. Zat yang
termasuk golongan ini adalah Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain

 Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah
perasaan dan pikiran serta seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga
seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.
Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.

Pevalensi
Menurut data Pusdatin Kesos jumlah penyalahgunaan Napza mencapai 80.269 jiwa
(2008), sementara menurut data BNN tahun 2008 diperkiraan jumlah penyalahgunaan NAPZA di
Indonesia telah mencapai 3,6 juta orang. Hasil penelitian ini juga menyebutkan prevalensi
penyalahgunaan NAPZA dikalangan pelajar/remaja mencapai 5,3% sama dengan 32% dari total
populasi penyalahgunaan NAPZA, sementara menurut Departemen Kesehatan tahun 2008
penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik mencapai 49,2%.
(Direktorat PRS KP NAPZA).
Faktor Resiko

Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi
pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan
harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan
cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan
masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah
dengan cara melarikan diri.

b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang dating untuk melakukan
konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari
kelompok usianya.

c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena
kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;
sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu


Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak
yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh
teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan
membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi
pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi
Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
• Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan
narkoba.
• Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang
tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
• Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang
memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah
dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
• Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan,
dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan
santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri, tanpa diberi
kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
• Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai
kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
• Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang
kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman
atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu.
Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada
keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu
seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional,
menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh.

Riwayat Alamiah Penyalahgunaan NAPZA

• Kompromi,pada tahap ini, seseorang masih dalam keadaan sehat, namun sudah
mulai dibujuk untuk menggunakan Narkoba. Orang ini tidak dapat menentukan dengan
tegas ingin menentang narkoba atau bergaul dengan pemakai narkoba.
• Coba-coba,pada tahap ini, karena orang tersebut merasa enggan untuk menolak,
maka orang tersebut ikut mencoba narkoba.
• Toleransi,karena orang tersebut sudah mencoba menggunakan narkoba, tubuh
sudah menjadi toleran dan perlu peningkatan dosis peningkatan.Toleransi adalah contoh
bentuk ketergantungan fisiologis, yaitu seiring bertambahnya waktu penggunaan maka
pemakaian zat berikutnya diperlukan dosis yang lebih besar dari sebelumnya untuk
mencapai efek kenikmatan yang sama. Toleransi inilah yang akan membuat seorang
pemakai narkoba terus menambah jumlah narkoba dari waktu ke waktu.
• Tahap eskalasi, peningkatan dosis dan penambahan jenis narkoba yang dipakai
dengan dosis yang terus bertambah

• Tahap Habituasi, pemakaian narkoba sudah jadi kebiasaan yang mengikat.

• Tahap Adiksi, keterikatan pada narkoba sudah mendalam, tidak dapat terlepas.
Kalau berhenti pakai, timbul gejala putus obat.
• Tahap Intoksikasi,keracunan oleh narkoba. Disini terjadi kerusakan pada organ
tubuh dan otak, hilang kesadaran.

• Mati/meninggal

Pencegahan dan Penanggulangan

Dalam menanggulangi penyalahgunaan NAPZA, diperlukan upaya-upaya yang bersifat


holistik dan realistik serta melalui pendekatan Harm Minimisation yang secara garis besar terdiri
dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Supply Control

Adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menekan atau menurunkan seminimal
mungkin ketersediaan Narkoba di pasar gelap atau ditengah-tengah masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan dapat secara promotif, preventif, dan represif seperti :

• Pengawasan cultivasi/penanaman Narkoba illegal.


• Pengawasan masuknya bahan-bahan prekusor dari luar negeri.
• Pencegahan terhadap upaya penyelundupan.
• Razia atau operasi kepolisian untuk mencegah peredaran Narkoba dalam masyarakat.
• Penindakan terhadap laboratorium gelap.
• Penindakan terhadap pelaku penanaman, pengedar, bandar.
• Penindakan terhadap pengguna dan penyalahguna yang lain

2. Demand Reduction

Adalah setiap upaya yang dilakukan guna menekan atau menurunkan permintaan pasar
atau dengan kata lain untuk meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya
tangkal untuk menolak keberadaan Narkoba. Kegiatan yang dilakukan dapat secara promotif dan
preventif, seperti :

• Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), baik secara langsung, brosur, iklan, bill board
atau melalui media cetak dan media elektronik kepada masyarakat.
• Penyuluhan kepada masyarakat (keluarga, sekolah dan kelompok masyarakat lainnya).
• Promosi kesehatan secara umum.
• Seminar/diskusi.
• Dialog interaktif di radio/TV.
• Pembatasan dan pengawasan ijin diskotik, pub, karaoke dan tempat hiburan lain yang sering
dijadikan sebagai tempat penyalahgunaan Narkoba.

3. Harm Reduction

Adalah setiap upaya yang dilakukan terhadap pengguna atau korban dengan maksud
untuk menekan atau menurunkan dampak yang lebih buruk akibat penggunaan dan
ketergantungan terhadap Narkoba. Konsep Harm Reduction ini didasarkan pada kesadaran
pragmatis pada realita bahwa penyalahgunaan Narkoba tidak bisa dihapuskan dalam waktu
singkat sehingga harus ada upaya-upaya untuk meminimalkan bahaya dan kerugian yang
diakibatkan oleh penggunaan Narkoba tersebut. Kegiatan yang dilakukan dapat secara preventif,
kuratif (pengobatan,) dan rehabilitatif, seperti :

• Memberikan terapi dan pengobatan medis agar pengguna/ korban tersebut dapat lepas dari
keracunan, overdosis, dan terbebas dari penyakit fisik lainnya.
• Memberikan rehabilitasi agar pengguna tersebut dapat lepas dari ketergantungan dan dapat
hidup produktif kembali dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001

Bustan, M.N.2000.Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Cet.I.Jakarta : Rineka Cipta.


Bustan M.N. 2000 Epidemiologi Kesehatan Darurat. Makasar: Umitoha Ukhuah Grafika.

Nasir, Narila Mutia dan Febrianti. Modul Gizi Kesehatan Masyarakat.Jakarta:FKIK UIN Syarif
Hidayatullah.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.145/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman
Penaggulangan Bencana Bidang Kesehatan.
Notoatmodjo, Soekidjo.2007. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni, Edisi revisi Cet I. Jakarta :
Rineka Cipta.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI.2009.Profil Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008.Jakarta.

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI.2009.Tinjauan Masalah Kesehatan


Akibat Bencana Tahun 2008.Jakarta.

Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomik FKUI.1973. Patologi. Jakarta: UI-Press.

Sustrani,Lanny dkk.2006. Diabetes. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

http://www.artikelindonesia.com/stroke-di-indonesia.html

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/446-pemerintah-siapkan-ruu-
pengesahan-fctc.html
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/458-rokok-membunuh-lima-juta-orang-
setiap-tahun.html
http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/jumlah-lansia-di-indonesia-165-juta-orang/

http://www.dharana-lastarya.org/cetak.php?id=45/

http://www.diabetesmellituscenter.wordpress.com

http://www.digitalmbul.com/blogs/2007/07/18/faktor-utama-penyebab-kecelakaan-lalu-lintas/

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1141279793,12862,

http://www.menkokesra.go.id/content/view/2933/333/
http://www.pitapink.com/id/tentang-kanker-payudara.html

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/082002/pus-3.htm

http://www.usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan
%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf/

http://www.wartamedika.com

http://www.yanrehsos.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=612

http://www.yastroki.or.id/read.php?id=82

You might also like