You are on page 1of 12

Cara-Cara Pencegahan Penyakit TBC

Posted on 08.04 No Comments


Label: Info Kesehatan
TBC Adalah suatu penyakit menular yang bersifat menahun dan adanya infeksi pada paru yang
disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis
dengan gejala sbb:
Penurunan Berat badan
Penurunan Kekuatan tubuh
Demam
Berkeringat malam hari
Batuk berdahak lebih dari 4 minggu

Tips berikut berguna untuk mencegah Penularan penyakit TBC:


1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur
6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein

Penggunaan Vaksin BCG untuk Pencegahan Tuberculosis

(Indah Setiarini, S.Farm / 078115054)

Tuberculosis atau lebih sering disebut dengan TBC adalah infeksi kronis bakteri yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar orang yang terinfeksi oleh bakteri
tuberculosis menderita TBC tanpa mengalami gejala, hal ini yang disebut dengan latent
tuberculosis. Jika daya tahan tubuh mengalami penurunan karena usia, malnutrisi, infeksi seperti
HIV, atau karena faktor lain, bakteri akan aktif dan menyebabkan active tuberculosis.
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8
juta orang di seluruh dunia mengalami active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya
meninggal dunia.

TBC seperti telah disebutkan sebelumnya disebabkan oleh bakteri yang disebut Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru. Akan tetapi, bakteri tuberculosis juga
dapat menyerang bagian lain tubuh seperti ginjal, spine, dan otak.

TBC menyebar melalui udara dari satu orang ke orang lainnya. Bakteri tuberculosis terdapat
pada udara ketika orang dengan active tuberculosis mengalami batuk atau bersin. Orang-orang
yang ada di sekitarnya mungkin menghirup udara yang mengandung bakteri ini dan selanjutnya
menjadi terinfeksi.

Pada orang yang terinfeksi oleh bakteri tuberculosis, secara alamiah tubuh memiliki mekanisme
pertahanan untuk melawan perkembangan bakteri. Akibatnya bakteri menjadi inaktif, tetapi
masih tetap tinggal di dalam tubuh. Inilah yang disebut dengan latent tuberculosis. Pasien yang
mengalami latent tuberculosis memiliki ciri-ciri:

1. Tidak mengalami gejala TBC.

2. Tidak merasa sakit.

3. Tidak dapat menyebarkan bakteri tuberculosis.

4. Biasanya pada PPD test (tuberculosis skin test reaction) memberikan hasil positif.

5. Pada beberapa kasus, dapat mengalami perkembangan menjadi active tuberculosis jika tidak
menerima terapi.

Apabila pasien yang tidak menerima pengobatan, mengalami penurunan daya tahan tubuh maka
latent tuberculosis akan berkembang menjadi active tuberculosis. Active tuberculosis adalah
kondisi di mana sistem imun tubuh tidak mampu untuk melawan bakteri tuberculosis yang
terdapat dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi terutama pada bagian paru-paru. Gejala
untuk active tuberculosis meliputi :

1. Batuk berkepanjangan selama 3 minggu atau lebih.


2. Nyeri pada bagian dada.

3. Batuk berdahak atau berdarah.

4. Penurunan berat badan.

5. Demam, menggigil, dan berkeringat pada malam hari.

6. Kelelahan dan kehilangan selera makan.

Diagnosis untuk TBC dapat dilakukan dengan Tuberculin test dan Uji mikrobiologi.

Ditulis dalam Gejala dan Pencegahan Virus Berbahaya Pada Manusia

« Pencegahan menularnya H5N1 melalui makanan (ayam goreng)


Terapi dan Pengobatan Pada Penderita TBC

Propolis Lebah untuk Terapi Alternatif TBC


Surabaya – Penelitian mahasiswa Fakultas Kesehatan Gigi, Universitas Jember (Unej), Ali
Taqwim berhasil menemukan manfaat propolis lebah sebagai terapi alternatif untuk
menyembuhkan penyakit tuberkolosis(TBC).

Mahasiswa asal Purwodadi, Jateng, itu mengemukakan, selama ini obat TBC lebih banyak
bersifat menghilangkan TBC, sementara propolis lebah  selain dapat mencegah TBC, sekaligus
memperkuat daya tahan penderitanya.

“Jika daya tahan tubuh dapat terbangun,  mampu menolak kembalinya virus TBC. Penderita
TBC di Indonesia cukup tinggi, sehingga penularannya wajib dicegah,” katanya.

Menurut dia, ide penelitian ini berawal dari keharusan setiap calon dokter gigi untuk selalu
waspada dengan berbagai penyakit yang penularannya melalui air ludah (saliva), salah satunya
TBC.

Hasil penelitian berjudul “Potensi Propolis Lebah sebagai Alternatif Terapi Penyakit
Tuberkolosis” itu kemudian diikutkan kompetisi dan lolos pada Lomba Karya Tulis Mahasiswa
(LKTM) tingkat nasional.

Keberhasilan mahasiswa Unej menembus seleksi LKTM tingkat nasional itu, membawa Ali
Taqwim bertemu Presiden dan Wakil Presiden RI dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI 2008.
Ali Taqwim selama ini aktif meneliti propolis lebah sebagai obat. Sebab menurut dia, propolis
lebah yang merupakan bahan perekat sarang lebah itu memiliki potensi sebagai obat, namun
sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal.

Padahal, jika diolah lagi akan dapat menjadi obat alami alternatif untuk berbagai macam
penyakit. Serta mendatangkan keuntungan tambahan bagi peternak lebah, selain dari hasil
utamanya yakni madu lebah.

Pada tahun 2006, hasil penelitian propolis untuk mencegah osteoporosis berhasil menyabet juara
satu LKTM di Unej tahun 2006. Sementara di ajang LKTM regional C (Jawa Timur dan
Indonesia Timur) pada tahun yang sama Ali Taqwim menyabet juara ketiga.

Tahun berikutnya ia kembali menjadi juara I LKTM tingkat Unej dengan tema tulisan mengenai
propolis lebah sebagai bahan alternatif pencegahan kelahiran prematur pada ibu hamil.(Sby1)

Linked Posts : Penyakit TBC | Apa Itu Propolis ? | Propolis Bagi Kesehatan | Melia
Propolis

 
Tags: alternatif terapi, kesehatan, manfaat propolis, memperkuat daya tahan tubuh, mencegah
TBC, obat alami alternatif, obat TBC alami, pencegahan kelahiran prematur, potensi propolis
lebah, propolis lebah, propolis menghilangkan TBC, terapi alternatif TBC
Posted in: Study & Literatur

Propolis Lebah untuk Terapi Alternatif TBC


Surabaya – Penelitian mahasiswa Fakultas Kesehatan Gigi, Universitas Jember (Unej), Ali
Taqwim berhasil menemukan manfaat propolis lebah sebagai terapi alternatif untuk
menyembuhkan penyakit tuberkolosis(TBC).

Mahasiswa asal Purwodadi, Jateng, itu mengemukakan, selama ini obat TBC lebih banyak
bersifat menghilangkan TBC, sementara propolis lebah  selain dapat mencegah TBC, sekaligus
memperkuat daya tahan penderitanya.

“Jika daya tahan tubuh dapat terbangun,  mampu menolak kembalinya virus TBC. Penderita
TBC di Indonesia cukup tinggi, sehingga penularannya wajib dicegah,” katanya.

Menurut dia, ide penelitian ini berawal dari keharusan setiap calon dokter gigi untuk selalu
waspada dengan berbagai penyakit yang penularannya melalui air ludah (saliva), salah satunya
TBC.

Hasil penelitian berjudul “Potensi Propolis Lebah sebagai Alternatif Terapi Penyakit
Tuberkolosis” itu kemudian diikutkan kompetisi dan lolos pada Lomba Karya Tulis Mahasiswa
(LKTM) tingkat nasional.
Keberhasilan mahasiswa Unej menembus seleksi LKTM tingkat nasional itu, membawa Ali
Taqwim bertemu Presiden dan Wakil Presiden RI dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI 2008.

Ali Taqwim selama ini aktif meneliti propolis lebah sebagai obat. Sebab menurut dia, propolis
lebah yang merupakan bahan perekat sarang lebah itu memiliki potensi sebagai obat, namun
sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal.

Padahal, jika diolah lagi akan dapat menjadi obat alami alternatif untuk berbagai macam
penyakit. Serta mendatangkan keuntungan tambahan bagi peternak lebah, selain dari hasil
utamanya yakni madu lebah.

Pada tahun 2006, hasil penelitian propolis untuk mencegah osteoporosis berhasil menyabet juara
satu LKTM di Unej tahun 2006. Sementara di ajang LKTM regional C (Jawa Timur dan
Indonesia Timur) pada tahun yang sama Ali Taqwim menyabet juara ketiga.

Tahun berikutnya ia kembali menjadi juara I LKTM tingkat Unej dengan tema tulisan mengenai
propolis lebah sebagai bahan alternatif pencegahan kelahiran prematur pada ibu hamil.(Sby1)

Linked Posts : Penyakit TBC | Apa Itu Propolis ? | Propolis Bagi Kesehatan | Melia
Propolis

 
Tags: alternatif terapi, kesehatan, manfaat propolis, memperkuat daya tahan tubuh, mencegah
TBC, obat alami alternatif, obat TBC alami, pencegahan kelahiran prematur, potensi propolis
lebah, propolis lebah, propolis menghilangkan TBC, terapi alternatif TBC
Posted in: Study & Literatur

Propolis Lebah untuk Terapi Alternatif TBC


Surabaya – Penelitian mahasiswa Fakultas Kesehatan Gigi, Universitas Jember (Unej), Ali
Taqwim berhasil menemukan manfaat propolis lebah sebagai terapi alternatif untuk
menyembuhkan penyakit tuberkolosis(TBC).

Mahasiswa asal Purwodadi, Jateng, itu mengemukakan, selama ini obat TBC lebih banyak
bersifat menghilangkan TBC, sementara propolis lebah  selain dapat mencegah TBC, sekaligus
memperkuat daya tahan penderitanya.

“Jika daya tahan tubuh dapat terbangun,  mampu menolak kembalinya virus TBC. Penderita
TBC di Indonesia cukup tinggi, sehingga penularannya wajib dicegah,” katanya.

Menurut dia, ide penelitian ini berawal dari keharusan setiap calon dokter gigi untuk selalu
waspada dengan berbagai penyakit yang penularannya melalui air ludah (saliva), salah satunya
TBC.
Hasil penelitian berjudul “Potensi Propolis Lebah sebagai Alternatif Terapi Penyakit
Tuberkolosis” itu kemudian diikutkan kompetisi dan lolos pada Lomba Karya Tulis Mahasiswa
(LKTM) tingkat nasional.

Keberhasilan mahasiswa Unej menembus seleksi LKTM tingkat nasional itu, membawa Ali
Taqwim bertemu Presiden dan Wakil Presiden RI dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI 2008.

Ali Taqwim selama ini aktif meneliti propolis lebah sebagai obat. Sebab menurut dia, propolis
lebah yang merupakan bahan perekat sarang lebah itu memiliki potensi sebagai obat, namun
sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal.

Padahal, jika diolah lagi akan dapat menjadi obat alami alternatif untuk berbagai macam
penyakit. Serta mendatangkan keuntungan tambahan bagi peternak lebah, selain dari hasil
utamanya yakni madu lebah.

Pada tahun 2006, hasil penelitian propolis untuk mencegah osteoporosis berhasil menyabet juara
satu LKTM di Unej tahun 2006. Sementara di ajang LKTM regional C (Jawa Timur dan
Indonesia Timur) pada tahun yang sama Ali Taqwim menyabet juara ketiga.

Tahun berikutnya ia kembali menjadi juara I LKTM tingkat Unej dengan tema tulisan mengenai
propolis lebah sebagai bahan alternatif pencegahan kelahiran prematur pada ibu hamil.(Sby1)

Linked Posts : Penyakit TBC | Apa Itu Propolis ? | Propolis Bagi Kesehatan | Melia
Propolis

 
Tags: alternatif terapi, kesehatan, manfaat propolis, memperkuat daya tahan tubuh, mencegah
TBC, obat alami alternatif, obat TBC alami, pencegahan kelahiran prematur, potensi propolis
lebah, propolis lebah, propolis menghilangkan TBC, terapi alternatif TBC
Posted in: Study & Literatur

Propolis Lebah untuk Terapi Alternatif TBC


Surabaya – Penelitian mahasiswa Fakultas Kesehatan Gigi, Universitas Jember (Unej), Ali
Taqwim berhasil menemukan manfaat propolis lebah sebagai terapi alternatif untuk
menyembuhkan penyakit tuberkolosis(TBC).

Mahasiswa asal Purwodadi, Jateng, itu mengemukakan, selama ini obat TBC lebih banyak
bersifat menghilangkan TBC, sementara propolis lebah  selain dapat mencegah TBC, sekaligus
memperkuat daya tahan penderitanya.

“Jika daya tahan tubuh dapat terbangun,  mampu menolak kembalinya virus TBC. Penderita
TBC di Indonesia cukup tinggi, sehingga penularannya wajib dicegah,” katanya.
Menurut dia, ide penelitian ini berawal dari keharusan setiap calon dokter gigi untuk selalu
waspada dengan berbagai penyakit yang penularannya melalui air ludah (saliva), salah satunya
TBC.

Hasil penelitian berjudul “Potensi Propolis Lebah sebagai Alternatif Terapi Penyakit
Tuberkolosis” itu kemudian diikutkan kompetisi dan lolos pada Lomba Karya Tulis Mahasiswa
(LKTM) tingkat nasional.

Keberhasilan mahasiswa Unej menembus seleksi LKTM tingkat nasional itu, membawa Ali
Taqwim bertemu Presiden dan Wakil Presiden RI dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI 2008.

Ali Taqwim selama ini aktif meneliti propolis lebah sebagai obat. Sebab menurut dia, propolis
lebah yang merupakan bahan perekat sarang lebah itu memiliki potensi sebagai obat, namun
sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal.

Padahal, jika diolah lagi akan dapat menjadi obat alami alternatif untuk berbagai macam
penyakit. Serta mendatangkan keuntungan tambahan bagi peternak lebah, selain dari hasil
utamanya yakni madu lebah.

Pada tahun 2006, hasil penelitian propolis untuk mencegah osteoporosis berhasil menyabet juara
satu LKTM di Unej tahun 2006. Sementara di ajang LKTM regional C (Jawa Timur dan
Indonesia Timur) pada tahun yang sama Ali Taqwim menyabet juara ketiga.

Tahun berikutnya ia kembali menjadi juara I LKTM tingkat Unej dengan tema tulisan mengenai
propolis lebah sebagai bahan alternatif pencegahan kelahiran prematur pada ibu hamil.(Sby1)

Linked Posts : Penyakit TBC | Apa Itu Propolis ? | Propolis Bagi Kesehatan | Melia
Propolis

 
Tags: alternatif terapi, kesehatan, manfaat propolis, memperkuat daya tahan tubuh, mencegah
TBC, obat alami alternatif, obat TBC alami, pencegahan kelahiran prematur, potensi propolis
lebah, propolis lebah, propolis menghilangkan TBC, terapi alternatif TBC
Posted in: Study & Literatur

PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian
INH 5–10 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB
aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.


Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan


manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh WHO.
Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan National
Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan
pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai
penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat. Program ini
dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama pada fase
awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak
pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB
dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak
dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin
setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada
resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
  INH : 5 mg/kgbb/hari

  Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


  INH : 10 mg/kgbb/hari

  Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

  Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Terapi dan Pengobatan Pada Penderita TBC


Sasaran untuk terapi TBC adalah pada bakteri Mycobaterium tuberculosis dan pada sistem imun
tubuh. Tujuan terapi untuk TBC adalah sedapat mungkin bersifat preventif atau pencegahan
timbulnya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan bila telah terjadi infeksi maka

menghilangkan gejala TBC, mencegah keparahan,


dan sembuh. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk terapi TBC adalah :

1. Penggunaan vaksin BCG (bacille Calmette -Guerin).

2. Pengobatan pada pasien latent tuberculosis.

3. Pengobatan pada pasien active tuberculosis dengan menggunakan antibiotik (isoniazid,


rifampin, dsb) selama kurang lebih 6 bulan.
Selanjutnya yang akan dibahas lebih lanjut adalah tentang penggunaan vaksin BCG untuk
pencegahan TBC.

Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus,
atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang
menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin1 yang mengandung kultur strain
Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah
digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya
menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia. Vaksin BCG secara
signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin
tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur
vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya
negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan
tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin.
Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan
dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi
sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG
tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita active
tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah
terinfeksi TBC.

Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi. Sebelum
digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan
secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat bersuhu 2
– 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi
intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan
sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis
yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Untuk infants atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak
0,05ml (0,05mg).

2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,1 ml
(0,1mg).

Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun. Sehingga re-
vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.

Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti
atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3
minggu). Vaksin BCG juga tidak diberikan untuk :
1. Pasien dengan gangguan imunitas (immunosuppressed) seperti pasien HIV, pasien yang
mengkonsumsi obat-obat kortikosteroid (immunosuppressan), atau baru saja menerima
transplantasi organ.

2. Wanita hamil dan menyusui, walaupun belum ada data yang menunjukkan efek bahaya dari
pemberian vaksin BCG terhadap wanita hamil dan menyusui.

Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin BCG antara lain:

 Nyeri pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada saat injeksi.
 Kelebihan dosis dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin positif.
 Sakit kepala, demam, dan timbul reaksi alergi

Beberapa contoh vaksin BCG yang tersedia di Indonesia adalah : Vaksin BCG kering (Bio
Farma) dan BCG Vaccine SSI (Statent Serum Institut – Denmark).
1
Attenuated vaksin : vaksin yang disiapkan dari mikroorganisme atau virus hidup yang dibiakkan
di bawah kondisi yang tidak sesuai agar kehilangan virulensinya tetapi tetap mempunyai
kemampuan untuk menginduksi kekebalan.

Ditulis dalam Pengobatan, Terapi, dan Vaksinasi Terhadap Virus

You might also like