You are on page 1of 9

Manfaat Meditasi

Dalam kehidupan modern saat ini, banyak sekali terjadi kesalahan pemakaian obat terlarang
dengan tujuan untuk menenangkan pikiran yang pada akhirnya sering menyebabkan ketagihan
sehingga mendatangkan berbagai malapetaka. Selain harus mengeluarkan uang yang tidak
sedikit hanya untuk memperoleh ketenangan pikiran yang sebentar tersebut, juga menyebabkan
seseorang itu terperosok dalam jurang kebodohan batin yang akan menyeretnya kepada
penderitaan yang berkepanjangan.

Sangat disayangkan apabila generasi muda saat ini mengabaikan dan menganggap remeh
ajaran kuno meditasi yang telah dikenal dalam sejarah manusia sejak lebih dari 5000 tahun yang
lalu, dimana ketenangan pikiran yang terbentuk dari latihan meditasi ini akan selamanya tumbuh
bersama dalam latihan spiritual kita tanpa perlu mengeluarkan biaya sama sekali.

Dalam kehidupan saat ini, dapat dirasakan manfaat yang besar dalam meditasi misalnya untuk
pelajar akan lebih mudah berkonsentrasi pada mata pelajaran sekolah, untuk yang bekerja
tentunya akan menjadi lebih produktif, ibu rumah tangga akan menjadi lebih sabar, untuk para
politikus yang sering melakukan meditasi akan menghasilkan keputusan pemerintahan yang
arief dan bijaksana, dan bagi para rohaniawan akan menjadi lebih bijaksana, tenang dan
senantiasa menyatu dalam jati diri sejati , alam semesta dan Yang Maha Kuasa.

Demikian juga kepada para pecandu narkotika dan orang-orang yang mengalami tekanan jiwa
yang sulit disembuhkan, telah terbukti banyak terapi penyembuhan melalui meditasi tersebut
dapat dilakukan dengan lebih efektif. Di negara-negara tertentu, kegiatan meditasi telah
dijadikan kegiatan rutin setiap hari terhadap para narapidana yang berdiam di dalam lembaga
kemasyarakatan (penjara). Hasil yang diperoleh ternyata sangat menggembirakan khususnya
dalam membina para terpidana untuk mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat dengan
kebaikan budi pekerti dan moralitas yang tinggi. Bagaimanapun kita tidaklah perlu menunggu
sampai menderita tekanan jiwa atau masuk penjara untuk belajar meditasi, tentunya lebih baik
sedia payung sebelum hujan daripada bayah kuyup di tengah kehujanan.

Perlu dipahami juga, terdapat sementara orang yang salah mengerti mengenai tujuan meditasi
yang dipandang sebagai memperoleh ilmu waskita atau kekuatan bathin [iddhi] semata-mata,
seperti penglihatan tidak terbatas [clairvoyant/dibba-cakku] dan pendengaran tidak terbatas
[clairaudience/dibba-sota]. Memang kebolehan seperti itu dapat muncul apabila seseorang telah
mencapai tataran alam tertentu dalam samadhi, namun perlu kita sadari bahwa kebolehan
seperti ini masih berada pada tataran alam yang sangat rendah. Tanpa bimbingan seorang Guru
Sejati, sering akhirnya seseorang itu tersesat pada kebolehan semacam itu sehingga
menyombongkan kebolehannya yang dapat mengakibatkan orang tersebut akhirnya terperosok
dalam jurang kebodohan batin. Dengan makin berkembangnya ilmu teknologi saat ini, maka
seharusnya kitapun perlu menyadari bahwa kebolehan semacam itu sama sekali tidak perlu
dibanggakan lagi, apalagi dengan adanya dunia internet maka dalam sekejab saja semua orang
juga bisa melakukan penglihatan, pembicaraan, dan pendengaran yang tidak terbatas.

Negara Barat yang sudah jenuh dengan berbagai kehidupan yang mengacu kepada kapitalisme
dan liberalisme dimana pada akhirnya menimbulkan berbagai efek kemerosotan batin, telah
mulai menoleh berbagai kebudayaan Timur, khususnya ilmu menenangkan batin seperti
meditasi. Tidaklah mengherankan apabila dari berbagai situs jaringan yang dapat dijumpai
dalam internet, terdapat banyak sekali perkumpulan meditasi di berbagai negara yang
menawarkan suatu pusat kegiatan meditasi, ataupun pertemuan rutin dalam acara retreat di
tempat-tempat tertentu selama beberapa hari, hanya untuk melepaskan diri dari kejenuhan atas
berbagai kegiatan keduniawian.

Memilih Metode Meditasi

Berbagai metode meditasi yang dikenal oleh berbagai agama ataupun ajaran spiritual yang
berkembang dewasa ini, pada dasarnya mengandung nilai yang sama untuk membantu
mengembangkan pikiran tenang yang terkonsentrasi dengan memahami Kebenaran yang
melandasinya. Dengan pikiran yang terkonsentrasi ini kita akan mampu mengawasi segala
nafsu keinginan, senang dan benci, susah dan sedih, menyadari bahwa semua itu tidak kekal
adanya, penuh penderitaan dan tanpa inti adanya.

Apabila kita ingin berlatih meditasi, maka kita harus mampu juga untuk memilih salah satu
metode meditasi yang cocok dengan kepribadian kita. Metode yang cocok ini dapat diukur dari
munculnya kebijaksanaan dan ketenangan batin kita setelah belajar metode meditasi tersebut.
Sebaiknya berbagai metode meditasi yang sekarang banyak dijabarkan dalam bentuk buku
bacaan tersebut dapat dilakukan dengan bimbingan seorang guru yang memang telah diketahui
berpengalaman dalam meditasi. Berikut akan diuraikan sekilas berbagai metode meditasi yang
diketahui pada umumnya.

Buddhisme Mahayana mengembangkan empat metode meditasi sebagaimana tersebut dalam


ajaran Yogacara, Lankavatara Sutra, yaitu :

1. Balopacarika Dhyana, yaitu meditasi yang dilakukan oleh Sravaka dan Pratyekabuddha
dengan merenungkan tentang Ketidakkekalan dari sifat ke-aku-an.
2. Artapravicaya Dhyana, yaitu meditasi yang dilaksanakan oleh para Bodhisattva yang
telah mengerti hakekat Keberadaan dari alam semesta.
3. Tathatalambana Dhyana, yaitu meditasi yang terdiri dari pengkajian atas Keberadaan
dari Kebenaran serta merenungkannya.
4. Tathagata Dhyana, yaitu meditasi yang dilakukan oleh para Tathagata yang telah
mengalami Pengetahuan yang Tertinggi dan selalu bersedia untuk mengabdi kepada
semua makhluk.

Buddhisme Theravada mengenal empat tahapan meditasi yaitu, pertama, pengumpulan


pengalaman dari meditasi Triratna (Buddha, Dharma dan Sangha) , kedua, meditasi tubuh;
ketiga, meditasi kehilangan tubuh dan keempat, meditasi cinta kasih universal [metta] . Terdapat
dua latihan utama meditasi dalam Buddhisme Theravada [satiphatana] yang dikenal, yaitu :

1. Samatha atau Meditasi Sikap Tenang, yaitu konsentrasi pada suatu obyek dengan tidak
membiarkan pikiran berkelana kepada hal-hal lain. Misalnya konsentrasi pada keluar
masuknya nafas [anapanasati]; berjalan dengan konsentrasi gerak langkah
[cankamana]; konsentrasi untuk membangkitkan kasih sayang [metta] ; konsentrasi
dengan pengucapan mantra sesuai dengan keluar masuknya nafas misalnya BUD
(tarikan nafas) DHO (hembusan nafas).
2. Vipassana, atau Meditasi Pandangan Terang, yaitu dengan membuka pikiran kepada
segala sesuatu berdasarkan sifat dasar dari Ketidakkekalan [anicca]; penderitaan
[dukkha] dan tanpa inti / tanpa aku [anatta] untuk menyelidiki fenomena jasmani dan
mental.

Buddhisme Tantrayana mengembangkan 3 (tiga) tahapan meditasi sebagai latihan Penyadaran


Diri, terdiri dari:

1. Meditasi Mandala, yaitu konsentrasi meditasi dengan orientasi diri menuju kebersamaan
dengan alam semesta.
2. Meditasi Mantra, yaitu konsentrasi diri dalam meditasi dengan mendengarkan
suara-suara gaib.
3. Meditasi Visualisasi, yaitu meditasi yang dilakukan sesudah menyelesaikan tahapan
meditasi Mandala dan Mantra dimana dalam konsentrasi meditasi ini akan merasakan
kekuatan halus yang nyata seperti kehadiran para Bodhisattva.
Buddhisme Zen mengenal Meditasi Zazen , yaitu suatu cara meditasi dengan duduk dalam
waktu yang lama dengan posisi yang disebut lotus [Sesshin]. Meditasi tersebut dilakukan
dengan menghadap ke tembok dalam ruangan khusus yang disebut Zendo.
Dalam ajaran kuno seperti yang terdapat dalam berbagai aliran Yoga dari India dikenal adanya
metode pembangkitan Kundalini (suatu gulungan tiga setengah lingkaran yang dalam keadaan
'tidur' berada di bawah tulang ekor) dengan pembukaan cakra mulai dari cakra dasar
[muladhara] sampai cakra mahkota [sahasrara]. Dalam tubuh manusia terdapat tujuh cakra
utama yang melewati jalur utama [sushumna], yaitu cakra yang terletak di ujung tulang ekor atau
disebut cakra dasar [muladhara], cakra organ kelamin [svadisthana], cakra pusar [manipura],
cakra jantung [anahata], cakra tenggorokan [vishuddhi], cakra mata kebijaksanaan [ajna] dan
cakra mahkota [sahasrara]. Selain tujuh cakra utama tersebut masih terdapat banyak sekali
cakra-cakra biasa dan cakra mini yang seluruhnya berjumlah 365 buah. Proses pembukaan
cakra itu sendiri sebenarnya bertujuan untuk membersihkan timbunan karma yang mana
biasanya akan lebih efektif apabila dalam latihan disertai dengan pikiran, ucapan dan perbuatan
yang baik. Namun perlu diingat juga bahwa teknik pembangkitan Kundalini tersebut apabila tidak
dibimbing secara benar oleh seorang Guru Sejati akan menyebabkan efek samping negatif yang
dapat mempengaruhi tingkat kesadaran jiwa orang bersangkutan. Perkembangan lebih lanjut
dari teknik pembersihan cakra ini pada akhirnya dapat dilakukan oleh seorang Guru Sejati yang
mana mampu membantu muridnya untuk melewati proses pembersihan cakra dengan
membuka langsung cakra mata kebijaksanaan [ajna] sehingga sang murid tidak membuang
waktu terlalu lama hanya untuk menjalani proses pembukaan cakra di bawah alis mata yang
biasanya dapat menimbulkan efek samping negatif yang lebih besar khususnya pada saat
pembukaan cakra alat kelamin dan cakra jantung.
Adakah Metode Meditasi Yang Terbaik?
Dalam Surangama Sutra [Leng-Yeng-Cing], Sang Buddha menanyakan kepada para
Bodhisattva Mahasattva dan para Arahat Utama yang tidak perlu belajar lebih lanjut lagi,
mengenai pelatihan pikiran untuk mencapai pencerahan dari setiap metode yang dikembangkan
dimana merupakan metode terbaik untuk mencapai kesempurnaan sehingga memasuki
keadaan samadhi.
Dari 25 metode yang diuraikan secara terperinci oleh masing-masing Bodhisattva dan Arahat
yang hadir dalam persamuan tersebut, termasuk Bodhisattva Avalokitesvara menguraikan
mengenai meditasi pada organ pendengaran, dengan berkata dihadapan Sang Buddha, "Aku
masih ingat di dalam kalpa yang lamanya bagaikan butir pasir sungai Gangga di masa lalu, ada
seorang Buddha bernama Avalokitesvara muncul di dunia. Di bawah bimbinganNya, Aku
mengembangkan pikiran Bodhi. Buddha tersebut mengajari Aku untuk memasuki samadhi
melalui organ pendengaran." Selanjutnya, Bodhisattva Avalokistevara juga menguraikan secara
terperinci proses meditasi pengamatan suara [Quan-Yin] yang telah dilatihnya sehingga
mencapai Penerangan Sempurna dan diberikan nama Avalokitesvara [Quan-Yin].
Sesudah penguraian dari Bodhisattva Avalokitesvara, Sang Tathagata berkata kepada
Pengeran Dharma, Bodhisattva Manjusri, "Engkau harus merenungkan ke 25 Bodhisattva dan
Arahat yang tidak perlu belajar lebih lanjut ini, dimana Mereka masing-masing telah
menceritakan metode bijaksana yang digunakan pada saat permulaan latihan Mereka untuk
mencapai ke-Bodhi-an. Di dalam kenyataan, latihan Mereka tidak berbeda dan tidak lebih bagus
atau lebih jelek satu sama lainnya. Katakanlah yang mana yang cocok untuk Ananda sehingga
dia bisa memperoleh pencerahan dan yang manakah yang termudah mencapai hasil sesuai
kemampuannya, juga untuk kebaikan makhluk hidup yang sesudah nirvanaKu, ingin
mempraktekkan jalan Bodhisattva di dalam pencarian Bodhi Sempurna."
Kemudian Bodhisattva Manjusri bangkit dari tempat duduknya dimana sesudah bersujud di
hadapan Sang Buddha, lalu menguraikan secara jelas 25 metode meditasi yang telah dijalankan
oleh para Bodhisattva dan Arahat dengan berbagai alasan yang merupakan kelemahan metode
tersebut dimana akan sulit dicapai oleh manusia biasa, sampai terakhir metode pengamatan
suara [Quan-Yin] dari Bodhisattva Avalokitesvara, maka Bodhisattva Manjusri berkata, "Aku
sekarang menyampaikan kepada Sang Tathagatha, bahwa semua Buddha di dunia ini muncul
untuk mengajarkan metode yang paling cocok yaitu dengan menggunakan suara yang
mencakup segala-galanya. Keadaan samadhi bisa dicapai melalui organ pendengaran.
Demikianlah Bodhisattva Avalokitesvara memenangkan pembebasan dan keselamatan dari
penderitaan selama kalpa yang tak terhitung bagaikan pasir Gangga. Dia memasuki tanah
Buddha yang sama banyaknya. Memperoleh kekuatan penguasaan diri dari pembebasannya
dan memberikan ketidak-gentaran kepada semua makhluk hidup."
Terlepas dari ada tidaknya suatu metode meditasi yang terbaik dan tercepat buat diri kita sendiri,
bagaimanapun harus kita sadari bahwa berbagai metode atau tahapan meditasi yang ada
tersebut akan dapat dilakukan secara lebih efektif apabila dibimbing oleh seorang Guru Sejati
atau Meditator yang telah berpengalaman.
Belajar meditasi tidaklah sama dengan belajar silat ataupun keahlian bela diri lainnya. Kalau
belajar silat kita bisa berguru pada beberapa guru silat yang pada akhirnya kita dapat menjadi
pendekar dengan menggabungkan berbagai jurus silat yang diperoleh dari beberapa guru silat
tersebut. Namun dalam belajar meditasi, kita haruslah patuh terhadap satu metode yang
diajarkan oleh satu guru saja yang kita yakini sebagai Guru Sejati, sehingga tidaklah perlu
mencampur-adukkan berbagai metode meditasi yang diketahui, karena hal demikian tidaklah
akan menjamin pencerahan batin kita, malahan dapat menimbulkan keruwetan pikiran dan
gangguan kejiwaan lainnya.
Bagaimana menemukan seorang Guru Sejati adalah sangat tergantung karma kita sendiri, dan
kesiapan kita untuk memulai perjalanan spiritual yang kita yakini. Ada pepatah mengatakan,
bahwa begitu murid siap, maka guru akan datang. Salah seorang Mahaguru pemimpin spiritual
abad ini, Supreme Master Ching Hai, mengatakan, "Cahaya dan suara merupakan tolak ukur
seorang Guru Sejati, siapapun yang tidak dapat memberi Anda pengalaman cahaya dan suara
seketika, bukanlah seorang Guru Sejati."
Persiapan Meditasi
Melakukan suatu meditasi sebenarnya tidaklah terlalu rumit, tapi adakalanya kita justru
memperumit tujuan meditasi tersebut dengan berbagai tekad seperti, "Baik, saya akan duduk
bermeditasi malam ini mulai jam 10 malam sampai jam 6 pagi, dan saya akan duduk tanpa
bergeming seperti Buddha, hingga mencapai pencerahan!" , tetapi baru duduk belum sampai 5
menit perasaan gelisah sudah mengganggu, seakan-akan tempat duduk meditasi terbakar oleh
bara api. Hal tersebut sebenarnya bukanlah suatu tekad yang benar, karena proses meditasi
tersebut tidaklah dapat diselesaikan secara sekaligus, melainkan harus dimulai secara bertahap.
Pada saat memulai meditasi kita janganlah terpaku pada suatu target yang harus dicapai
dengan memaksakan diri, segala keinginan duniawi haruslah dilepas dan tidak ada yang perlu
dicapai. Apakah mau duduk 15 menit, 1 jam atau 5 jam, tidaklah perlu dijadikan masalah. Yang
jelas bagaimana mempersiapkan diri untuk duduk itulah yang terpenting.
Sebelum duduk untuk meditasi, usahakanlah segala pekerjaan yang memang perlu diselesaikan
telah dilakukan dengan baik. Kalaupun tidak bisa diselesaikan, katakanlah pada diri kita sendiri
bahwa pekerjaan tersebut akan diselesaikan sesudah meditasi. Perlu diawasi juga keinginan
untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut kemudian muncul kembali pada saat kita duduk
meditasi, pada saat tersebut kita dapat menegur pikiran kita dengan mengatakan, "Lupakanlah,
nanti akan saya selesaikan sesudah meditasi ini selesai." Hal tersebut dapat kita ulangi sampai
keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak muncul kembali. Bagaimanapun ada
baiknya sebelum kita duduk, biasakanlah segala pekerjaan kecil yang memang dapat dilakukan
pada saat itu kita selesaikan dahulu, misalnya mematikan lampu, memastikan pintu sudah
terkunci, kran air sudah dimatikan, dan lain sebagainya, sehingga hal-hal seperti itu tidak
mengganggu pikiran kita pada saat mulai bermeditasi. Mengabaikan masa lalu dan tidak
memperdulikan masa yang akan datang dengan melihat secara nyata masa sekarang (masa
duduk meditasi) adalah hal yang paling penting ditanamkan dalam pikiran kita selama
melakukan persiapan meditasi ataupun pada saat sudah memasuki konsentrasi meditasi.
Selalulah bertindak seperti perahu yang berangkat bersama penumpangnya dan barang-barang
yang dibawa perahu tersebut tanpa meninggalkan jejak masa lalu dan juga tidak peduli akan
masa yang akan datang. Perahu tersebut akan melaju bersama arus air (perahu jaman dulu
selalu mengandalkan air yang mengalir tanpa memiliki motor mesin perahu yang dapat
menantang arus seperti yang sekarang kita jumpai).
Usahakan tempat meditasi bisa terkunci dari dalam dan tidak mendapatkan banyak gangguan
atau suara berisik. Suara berisik yang terdengar lambat laun akan lenyap berganti dengan
kesunyian apabila kita tidak mengolah sumber suara tersebut lebih lanjut. Setiap suara yang
terdengar dapat kita abaikan, namun perlu juga kita menyadari adakalanya pada saat memasuki
samadhi (konsentrasi meditasi yang mendalam), dapat muncul berbagai ragam suara surgawi
yang biasanya berbunyi seperti suara musik, suara lonceng, suara ombak, suara angin dan
lain-lain, dimana justru perlu kita konsentrasikan karena suara-suara seperti itu akan
mengangkat konsentrasi pikiran kita ke alam yang lebih tinggi. Dalam metode meditasi tertentu,
terdapat juga konsentrasi pada suara yang dilakukan dengan suatu teknik khusus dimana hanya
dapat diajarkan oleh seorang Guru Sejati kepada seorang murid.
Sering terjadi juga pada waktu meditasi, kita merasakan gatal, kesemutan, ngilu, pegal, ngantuk
dan berbagai perasaan fisik dan batin yang terasa menganggu sekali . Untuk mengatasi hal
tersebut, maka perlulah kita mendapatkan tempat duduk meditasi yang disesuaikan dengan
postur tubuh kita yang paling baik. Janganlah terlalu terpaku pada suatu pola duduk, tetapi
pilihlah pola duduk yang paling sesuai untuk diri kita sendiri. Tidak perlu harus mencontoh pola
tertentu. Memang pola duduk teratai (saling menyilangkan kaki sehingga kedua telapak kaki
menghadap ke atas) adalah yang paling baik, karena akan membuat punggung kita lurus agar
tidak mudah terserang rasa mengantuk. Namun tidak semua orang dapat melakukan pola duduk
demikian, sehingga tidaklah perlu dipaksakan. Kalau memang duduk di kursi atau bantal
meditasi yang tinggi lebih menyenangkan, lebih baik kita memilih itu, asal jangan membiarkan
punggung kita bersandar pada sandaran kursi tersebut. Biasakanlah mencuci muka dengan air
dingin dan lakukan sedikit senam seperti jongkok dan pelemasan otot sebelum memulai
meditasi. Hal tersebut akan sangat membantu untuk menghilangkan rasa ngantuk dan
kesemutan yang memang sering menganggu pada saat meditasi. Usahakan berkonsentrasi
pada bagian tubuh dari alis mata ke atas, sehingga dengan demikian gangguan ngilu, pegal,
kesemutan, gatal dan sebagainya yang sering muncul di berbagai tempat di tubuh kita, lambat
laun tidak akan menganggu pada akhirnya. Pada saat tersebut kitapun sudah lupa bahwa kita
memiliki tubuh, dan memang kita tidak perlu risau akan tubuh ini yang tidak kekal.
Gangguan kerohanian seperti perasaan takut, gelisah, ataupun munculnya gambaran makhuk
tertentu ataupun fenomena lainnya seperti cahaya dan sebagainya dapat juga singgah pada
waktu meditasi. Adakalanya perasaan atau gambaran tersebut hanyalah bentuk pikiran kita
sendiri. Untuk membedakannya maka kita perlu amati apakah perasaaan ataupun gambaran
tersebut muncul lebih dari satu kali dan dalam bentuk yang sama. Kalau memang demikian
berarti merupakan fenomena dari alam tertentu dan perlu kita atasi. Seandainya muncul
perasaan takut dan gelisah, cobalah berkonsentrasi pada mantra, doa ataupun sutra tertentu.
Demikian juga apabila muncul gambaran makhluk tertentu, maka cobalah undang makhluk
tersebut untuk duduk di depan Anda. Dalam hal ini kita haruslah memiliki keyakinan akan para
Buddha dan Bodhisattva ataupun Guru Sejati kita, dan dengan nama Beliau, persilahkan
makhluk tersebut untuk tidak menganggu meditasi Anda. Mendapatkan bimbingan meditasi dari
seorang guru spiritual yang kita yakini akan sangat membantu dalam hal ini. Guru demikian
haruslah mampu melindungi setiap permasalahan yang muncul khususnya dalam perjalanan
spiritual muridnya. Walaupun kita yakin kepada para Buddha dan Bodhisattva, tetapi Mereka
tidaklah mungkin berkomunikasi secara langsung dalam bentuk fisik manusia seperti kita.
Sehingga penting adanya untuk mendapatkan bimbingan meditasi dari seorang guru ahli
meditasi (meditator) apakah dari seorang bhikshu/bhikkhu, bhikshuni/bhikkhuni ataupun guru
spiritual yang masih hidup dimana kita yakini sebagai seorang Guru Sejati. Demikian juga
meditasi secara berkelompok biasanya akan sangat membantu karena kekuatan konsentrasi
meditator yang telah senior akan mampu menciptakan atmosfir positif dalam ruangan meditasi
tersebut sehingga dapat mengangkat konsentrasi peserta meditasi yunior lainnya yang masih
sebagai pemula.
Makanan adakalanya juga mempengaruhi kita selama melakukan meditasi. Janganlah makan
terlalu kenyang, dan sebisa mungkin diusahakan adanya jarak waktu 1 sampai 2 jam antara
makan dan meditasi. Makanan yang sehat seperti menghindari berbagai daging atau hanya
memakan makanan non-hewani (vegetarian) dirasakan oleh sebagian praktisi meditasi sebagai
suatu hal yang sangat membantu khususnya dalam konsentrasi pikiran selama meditasi.
Kebanyakan daging yang diperoleh dari hasil pembunuhan makhluk hidup masih mengandung
hawa tertentu yang dapat mempengaruhi upaya konsentrasi dalam meditasi kita. Minuman
seperti kopi juga ada baiknya dihindari, karena dalam meditasi itu kita bukan bertujuan untuk
bergadang.
Kebiasaan untuk duduk bermeditasi haruslah kita tanamkan dalam diri kita setiap hari dan
dijadikan suatu acara rutin. Kebiasaan duduk tersebut akhirnya akan menjadikan kita lebih
terkonsentrasi dalam meditasi dan menjalani kehidupan sehari-hari. Sering kita mengeluh tidak
memiliki waktu untuk meditasi, dan memang hal itu dapat dimaklumi apalagi bagi orang-orang
yang masih terikat dengan kehidupan duniawi dalam jaman sekarang yang serba instant ini.
Namun kalau kita mau menyadari, sebenarnya banyak sekali waktu kita yang terbuang secara
percuma. Coba kita amati berapa banyak waktu kita yang terbuang hanya untuk mengobrol atau
membicarakan rumor yang tidak perlu, menonton televisi, membaca koran, terlibat kehidupan
malam yang tidak baik, tidur menjelang subuh dan bangun siang, dan sebagainya. Seandainya
waktu-waktu seperti itu dapat kita kurangi, maka tentunya dalam sehari kita dapat menyisahkan
waktu paling tidak 3 sampai 4 jam. Sehingga kalau kita dapat duduk meditasi 1/2 jam saja dalam
sehari, maka hal itu seharusnya sudah sangat menggembirakan. Kebiasaan duduk 1/2 jam ini
kemudian secara bertahap dapat ditambah ataupun dibagi misalnya 1/2 jam pada waktu bangun
di pagi hari dan 1/2 jam menjelang akan tidur pada malam harinya, demikian seterusnya
ditingkatkan tanpa harus dipaksakan ataupun ditargetkan, melainkan secara alami dan bertahap.
Ingatlah bahwa sebongkah batu yang diletakkan cukup lama di atas rerumputan akan dapat
mematikan rumput tersebut untuk tumbuh, namun apabila batu tersebut digeser ataupun
diangkat, maka rumput tersebut akan tumbuh kembali. Demikian juga dengan sumber nafsu
keinginan akan tumbuh lagi setiap kali kita lalai memperhatikan konsentrasi pikiran kita.
Konsentrasi pikiran demikian tidak saja terbatas pada saat kita duduk meditasi, melainkan juga
dalam kehidupan sehari-hari kita.
Meditasi bukanlah hanya duduk diam dengan mengambil posisi tubuh tertentu ataupun
menyerupai posisi Buddha tertentu saja karena Pencerahan tidaklah tergantung pada posisi
tubuh tertentu dalam meditasi.
Menggosok Genteng Jadi Cermin
Mazu Daoyi (709-788) adalah seorang sesepuh Zen yang membawa pengaruh paling besar
sesudah masa sesepuh ke-enam, Huineng (638-713). Mazu meninggalkan rumah pada usia 12
tahun untuk menjadi murid Nanyue Huairang (677-744).
Pada suatu hari, Nanyue melihat Mazu sedang duduk bermeditasi. Nanyue bertanya kepada
Mazu, "Untuk apa engkau duduk bermeditasi?" Mazu menjawab, "Aku ingin menjadi Buddha".
Setelah mendengar kata-kata tersebut, Nanyue keluar mengambil sepotong genteng bata yang
kemudian digosoknya di lantai. Mazu merasa tidak mengerti sehingga bertanya, "Anda
menggosok genteng bata untuk apa?" Nanyue menjawab, "Aku ingin jadikan genteng bata ini
sebagai cermin." Mazu dengan terheran-heran berkata, "Genteng bata digosok bagaimana bisa
menjadi cermin?" Nanyue menjawab, "Kalau genteng bata digosok tidak bisa menjadi cermin,
bagaimana pula duduk bermeditasi dapat menjadi Buddha?"
Mazu kemudian bertanya bagaimana caranya agar dapat menjadi Buddha. Nanyue berkata,
"Pengertian ini sama halnya seperti orang menghalau gerobak yang ditarik oleh seekor lembu;
bila gerobaknya tidak berjalan, apa yang harus dipecut? Gerobaknya atau lembunya? Dalam
melakukan meditasi, engkau ingin belajar Zen yang duduk, atau engkau bermaksud meniru
Buddha yang duduk? Untuk yang pertama, Zen tidak ada di dalam duduk atau berdiri. Untuk
yang kedua, Buddha tidak memiliki posisi tubuh yang tetap. Dharma berjalan terus, dan tidak
pernah berhenti di suatu tempat. Engkau karenanya jangan melekat ataupun membenci
bentuk-bentuknya. Duduk untuk menjadi Buddha adalah membunuh Buddha. Apabila engkau
belajar duduk menjadi Buddha, itu sama halnya mengucilkan Buddha; kalau engkau terikat
kepada bentuk duduk, maka selamanya akan jauh dari Kebenaran."

You might also like