You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis subprime mortage yang melanda Amerika Serikat telah membawa


dampak yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Negara-negara besar di
dunia menghadapi risiko perekonomian yang tinggi, yang pada akhirnya membuat
roda perekonomian dunia lesu. Demand terhadap impor produk-produk negara
berkembang turun sehingga menurunkan potensi ekspor negara sedang
berkembang yang kemudian akan direspon dengan perlambatan GDP. Penurunan
permintaan produk-produk NSB ini berdampak pada perampingan pekerja pada
perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor demi mengefisiensikan
pengeluaran perusahaannya.

Di Indonesia sendiri, banyak pekerja yang terancam PHK akibat resesi


dari negara maju. Ini disebabkan oleh besarnya pangsa pasar ekspor utama
Indonesia pada negara maju. Meningkatnya PHK di Indonesia, berdampak pada
bertambahnya angka pengangguran di Indonesia, yang sebelum krisis pun sudah
memiliki angka pengangguran yang tinggi. Kondisi ini, membuat para ekonom
kembali melirik sektor UKM sebagai sektor yang mampu bertahan dalam krisis
global ini.

Kajian atas perkembangan usaha kecil dan menengah 2007/2008, sektor


UKM selalu berkembang terlebih setiap kali krisis berlangsung di Indonesia.
Untuk itu, harapan perajin dan pengusaha UKM semakin cerah pada 2009 apabila
pemda juga lembaga keuangan dan perbankan semakin fokus membidik
pengembangan sektor ini. Namun kendala utama yang dihadapi dari UKM adalah
terbatasnya modal yang mereka miliki untuk mengembangkan usahanya.

Untuk menghadapi masalah permodalan UKM ini, Lembaga keuangan


Mikro (LKM) khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diharapkan dapat
menjadi penopang bagi permodalan UKM. Peranan BPR sangat penting untuk
pembiayaan bagi kelompok usaha masyarakat kecil. BPR merupakan komponen
kunci dalam memajukan usaha kecil dan menengah (UKM) seperti sekarang.
Fakta ini tidak dapat dipungkiri. Birokrasi rumit yang biasanya menjadi hambatan
utama UKM memperoleh akses pendanaan, banyak didapatkan solusinya melalui
layanan BPR. Proses layanan kredit yang sederhana dan mudah, membuat BPR
makin dipercaya oleh pelaku UKM. Peran penting yang dilakoni BPR terhadap
UKM ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk menjadikan usaha kecil, dan
menengah (UKM) sebagai ujung tombak pertumbuhan perekonomian nasional.

1
Dijadikannya BPR sebagai lembaga keuangan penopang permodalan
UKM, maka untuk mengetahui sejauh mana peranan BPR dalam pengembangan
UKM tersebut, penulis mengambil judul :
s
”ANALISIS PERANAN MICROFINANCE (BPR) SEBUAH SOLUSI
STRATEGIS MEMPERKUAT CAPACITY BUILDING UKM DALAM
MENGHADAPI ANCAMAN KRISIS GLOBAL”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peranan microfinance (BPR) dalam memperkuat capacity


building UKM menghadapi krisis global ?

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui peranan microfinance (BPR) dalam memperkuat capacity


building UKM menghadapi ancaman krisis.

1.4 Manfaat

1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai analisis peranan lembaga
microfinance BPR terhadap pengemabangan sector Usaha kecil dan
menengah, selain itu untuk mengimplementasikan ilmu ekonomi dalam
menganalisis kegiatan-kegiatan usaha kecil dan menengah yang ada di
massyarakat.

2. Bagi lembaga keuangan.


Sebagai masukan bagi lembaga keuangan mikro, khusunya BPR dalam
rangka peningkatan dan pengembangan UKM sehingga mencapai tingkat
keberhasilan yang optimal.

3. Bagi pelaku Usaha Kecil dan menengah.


Sebagai media informasi dalam mengembangkan usahanya.

4. Bagi mahasiswa dan Masyarakat Umum lainnya.


Sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan bagi semua pihak
yang hendak mengadakan penulisan lebih lanjut terhadap hal-hal yang
belum terungkap dalam penulisan ini.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian, Landasan Hukum, Lingkup kegiatan, dan Posisi strategis


Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

2.1.1 Pengertian

BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam
bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status BPR diberikan
kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD),
Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau
lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2.1.2 Landasan Hukum

Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana


telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan
bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan
untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam
pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat menjalankan usahanya secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.

2. 1. 3 Lingkup Kegiatan BPR

Kegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh BPR sangat terbatas


dibandingkan dengan Bank Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta
menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito dan/ atau tabungan pada bank lain. BPR tidak
diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain yang diperkenankan. Selain
itu, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia), melakukan
penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian. Adapun wilayah kantor
operasionalnya dibatasi dalam 1 (satu) propinsi.

3
2. 1. 4 Posisi Strategis BPR

Disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta
masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan
perbankan baik dari aspek pembiayaan maupun penyimpanan dana. Adapun
lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani kebutuhan masyarakat
tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:

• BPR merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan UU Perbankan.

• BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat
oleh Bank Indonesia.

• Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di


BPR.

• BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta


memfokuskan pelayanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
tersebut.

• BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang


memungkinkan BPR dapat menjangkau dan melayani UMK dan
masyarakat pedesaan.

Posisi BPR yang strategis tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan


agar keberadaan BPR memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan
mendorong perekonomian daerah.

2.2 Kriteria UKM

2.2.1 Kriteria UKM menurut Bank.


Pengelompokan usaha kecil dan menengah (UKM) didasarkan pada jumlah
plafond kredit UKM yang disetujui bank. Kelompok usaha kelompok kecil
antara Rp. 50 juta sampai Rp. 500 ujuta, sedangka kelompok menengah antara Rp.
500 juta sampai dengan RP. 5 milyar. Sehingga jumlah kredit sampai Rp. 5
milyar inilah yang masuk kelompok atau kategori UKM. Sedangkan jumlah kredit
di atas Rp. 5 milyar termasuk kelompok Usaha Besar.

4
2.2.2 Kriteria UKM menurut UU No. 20 Tahun 2008
Tidak mudah memang memberikan batasan pengusaha kecil dan menengah
yang dapat diterima oleh semua pihak. Tapi untunglah saat ini sudah ada Undang
Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil dan Menengah.
Didalam UU No. 20/2008 tersebut pengertian UKM tergambar dari kriteria UKM,
yang dibedakan berdasarkan, pertama: kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan
bangunan), kedua: hasil penjualan tahunan. Secara ringkas kriteria usaha kecil dan
menengah adalah sebagai berikut:

Tabel 1
Kriteria Usaha Kecil, dan Menengah

Kriteria UKM Kecil Menengah


Kekayaan Bersih (tidak Lebih dari Rp. 50 jutaLebih dari Rp. 500 juta
termasuk tanah & sampai dengan palingsampai dengan paling
bangunan) banyak Rp. 500 juta banyak Rp. 10 Milyar

Hasil Penjualan Lebih dari Rp.300 jutaLebih dari Rp.2,5 Milyar


Tahunan (Omset/tahun) sampai dengan palingsampai dengan paling
banyak Rp. 2, 5 Milyar banyak Rp. 50 Milyar
Sumber : UU No. 20 Tahun 2008

Menurut data Departemen Koperasi tahun 2005, jumlah Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) di Indonesia saat ini sebanyak 42,4 juta unit usaha, menyerap
79 juta tenaga kerja, dan menyumbang hampir 57% PDB nasional (BPS 2003).
Dari jumlah tersebut 99,9 % merupakan usaha kecil. Jadi hanya 0,1 % yang
merupakan usaha menengah. Ini menunjukkan betapa banyaknya pengusaha
mikro dan kecil yang harus diberdayakan. Apabila setiap unit usaha kecil mampu
difasilitasi dan diberdayakan untuk menciptakan 1 (satu) orang kesempatan kerja
atau kesempatan usaha tambahan baru, maka akan tercipta 40 juta kesempatan
kerja baru. Ini artinya, jika kita mampu memberdayakan UKM tersebut, berarti
upaya pemberantasan kemiskinan akan berhasil secara signifikan.

5
BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Jenis Penulisan

Karya tulis ini memfokuskan pembahasan pada analisis peranan BPR (Bank
Pengkreditan Rakyat) sebagai solusi strategis memperkuat capacity building
UKM dalam menghadapi krisis. Sesuai dengan rumusan masalah, penulisan karya
tulis ini menggunakan metode Analisis regresi dan analisis SWOT.

Dalam metode Analisis Regresi dilakukan pengujian hubungan langsung


antara jumlah UKM dan total kredit yang salurkan BPR dan BU, hal ini untuk
mengetahui sejauh mana peranan BPR dalam meningkatkan UKM itu sendiri.
Sedangkan penilaian analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan kekuatan (strengths), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dari BPR sebagai
capacity building UKM dalam menghadapi krisis.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam karya tulis ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain. Data sekunder yang
digunakan diperoleh dari berbagai sumber antara lain Website BI, Website
depkop, UU RI NO 20 Tahun 2008, Keputusan Menteri Keuangan No
40/KMK.06/2003, UU No.10/1998, Kementrian Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI selain itu juga bersumber dari studi kepustakaan.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Kepustakaan, metode kepustakaan dilakukan dengan jalan membaca


literatur yang berkaitan serta menunjang penulisan ini, baik berupa pustaka
cetak maupun pustaka elektronik.

2. Intuitif Subjektif, menurut Simogaki dalam Ghofar (1999) intuitif subjektif


merupakan perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang dibahas.

3. Diskusi, merupakan perolehan data yang dilakukan dengan cara


membicarakan masalah tertentu yang ingin diketahui oleh seseorang atau
kelompok orang kemudian membahas masalah tersebut.

6
3.4. Metode Analisis Data

3.4.1 Metode Analisis Regresi

Metode yang digunakan berupa metode regresi sederhana Ordinary Least


Square Estimation(OLSE).

3.4.2 Metode Analisis SWOT

Dengan menggunakan metode Analisis SWOT, faktor-faktor eksternal dan


internal yang di peroleh kemudian diidentifikasi secara sistematis untuk melihat
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats) yang ditimbulkan sehingga mempermudah dalam pembahasan.
Karena titik fokus penulisan ini adalah penulisan berbasis literatur.

Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa Analisis SWOT merupakan


suatu metode bagaimana suatu institusi ini melihat kekuatan dan kelemahan faktor
internal yang mempunyai akibat pengaruh dari dalam (internal capability) dan
bagaimana organisasi di maksud melihat ancaman dari lingkungan luar yang perlu
diketahui untuk menyusun strategi yang efektif yaitu:

1. Kekuatan (Strength), adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan


relatif dan keinginan pasar yang di layani, kekuatan muncul dalam bentuk
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya keuangan.

2. Kelemahan (Weaknesses), Adalah keterbatasan atau kekurangan yang


secara berarti mengurangi kinerja institusi. Sumber dari kekurangan ini
berupa sumber daya keuangan (operasional), kemampuan manajemen,
keterampilan pengelolah keuangan.

3. Peluang (Opportunities), Adalah suatu yang paling menguntungkan dalam


suatu lingkungan. Identifikasi peluang dapat di lihat dari segmen program
kebijakan pemerintah, keuangan, pembangunan, teknologi dan
peningkatan hubungan kerjasama.

7
4. Ancaman (Threats), Adalah situasi yang tidak menguntungkan bagi
organisasi.

Sebagaimana yang dituangkan di atas, terdapat empat kriteria lewat Analisis


SWOT yang dapat dilihat pada diagram SWOT di bawah ini:

TABEL 2
KRITERIA ANALISIS SWAOT

Kuadran III Kuadran I

Mendukung Strategi Mendukung Strategi Agresif

Turn around

Kuadran IV Kuadran II

Mendukung Strategi Defensif Mendukung Strategi Diversifikasi

Gambar 1
Diagram Analisis SWOT

8
Berbagai Peluang

III I

Kelemahan Internal Kekuatan Internal


IV II

Berbagai Ancaman

a. Kuadran I, merupakan kondisi yang paling menguntungkan organisasi,


karena berhadapan dengan peluang yang ada di lingkungan dan
mempunyai kekuatan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Pada kondisi
ini strategi yang di pilih adalah strategi pertumbuhan.

b. Kuadran II, organisasi dengan sejumlah kekuatan menghadapi lingkungan


yang tidak menyenangkan/mendukung. Pada saat ini, strategi banyak
menggunakan kekuatan untuk membangun peluang jangka panjang
(diversifikasi).

c. Kuadran III, organisasi menemukan sejumlah peluang yang menarik tetapi


di batasi oleh kelemahan internal. Sasaran strategi adalah mengeleminisasi
kelemahan internal dan mencari solusi secara efektif.

d. Kuadran IV, merupakan kondisi yang paling jelek dan tidak


menyenangkan. Ancaman dari lingkungan besar sedangkan kondisi
internal perusahaan lemah.

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah Matrik


SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan internal yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set
kemungkinan alternatif strategis

3.5. Kerangka Pikir

9
Lembaga keuangan adalah lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat
(pihak surplus) dan kembali disalurkan kepada masyarakat (pihak defisit) dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga keuangan terbagi atas
dua, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank. Salah
satu yang termasuk ke dalam Lembaga Keuangan Bank adalah Bank Perkreditan
Rakyat (BPR). Sasaran utama dari BPR adalah memenuhi kebutuhan petani,
peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan dalam
bentuk pemberian kredit. Sebab sasaran ini, belum dapat terjangkau oleh bank
umum. Salah satu jenis usaha yang menjadi pembiayaan utama BPR adalah sektor
UKM. Di Indonesia, UKM merupakan sektor penopang perekonomian dalam
kondisi krisis. Oleh sebab itu, diharapkan melalui peranan BPR, capacity building
dari UKM dapat berkembang dan siap untuk menghadapi ancaman krisis.

Gambar 2.

10
Kerangka Pikir

LEMBAGA
KEUANGAN

LEMBAGA LEMBAGA
KEUANGAN KEUANGAN
BANK NON BANK

BPR (BANK
PENGKKREDIT
AN RAKYAT)

FAKTOR
FAKTOR EKSTERNAL
INTERNAL

WEAKNESSE OPPORTUNITIES THREATS


STRENGTH S

CAPACITY
BUILDING
(UKM)
0

MENGHADAPI
KRISIS

BAB IV

11
PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan BPR di Indonesia

Perkembangan BPR dari tahun ke tahun telah menunjukkan peningkatan yang


signifikan, baik dari sisi kelembagaan maupun kinerja. Momentum utama
perkembangan jumlah BPR terjadi dengan dikeluarkannya PAKTO 1988 yang
memberikan peluang pendirian BPR yang menetapkan modal disetor minimum
Rp50 juta. Jumlah BPR sebelum PAKTO (akhir September 1988) sebanyak 423
BPR, dan meningkat hingga mencapai 1.512 per akhir tahun 1992, 2.262 per akhir
tahun 1998, dan 2.355 per akhir tahun 2001. Namun sejak akhir tahun 2002
jumlah BPR mengalami penurunan menjadi 2.141, dan menjadi 1.935 per akhir
bulan Juli 2006 Penurunan ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk
melakukan penyehatan industri BPR. Melalui kebijakan tersebut, BPR-BPR yang
mempunyai permasalahan struktural dan tidak dapat diselamatkan lagi, dicabut
izin usahanya, sedangkan yang sehat namun memiliki keterbatasan permodalan
didorong untuk melakukan merger guna meningkatkan efisiensi dan
permodalannya. Sejak tahun 2001 sampai dengan Juli 2006 telah dilakukan
pencabutan izin usaha terhadap 249 BPR. Pencabutan izin usaha terbanyak
dilakukan pada tahun 2001 dan 2002 masing-masing sebanyak 62 dan 151 BPR.
Selain itu sejak tahun 2001 sampai dengan 2006 sebanyak 306 BPR telah
melakukan merger sehingga menjadi 26 BPR. Dari jumlah BPR yang melakukan
merger tersebut lebih dari 95% merupakan BPR milik Pemerintah Daerah. (Bank
Indonesia, 2006)

Berdasarkan Tabel 2, terjadi penurunan pada jumlah BPR dari tahun ke


tahun, namun terjadi peningkatan pada jumlah kantornya hal tersebut
menunjukkan bahwa penurunan jumlah BPR tidak mengurangi jangkauan
pelayanan BPR kepada masyarakat, meskipun terjadi penurunan jumlah kantor
pada tahun 2007, tetapi kembali meningkat hingga tahun 2009. Meskipun terjadi
penurunan dari tahun ke tahun pada jumlah BPR yang ada di Indonesia, tetapi
jumlah DPK BPR mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 3.

12
Perkembangan Jumlah dan Kantor BPR dari Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah
BPR Kantor
2005 2,009 3,106
2006 1,935 3,157
2007 1,817 2,458
2008 1,771 2,574
2009 1,768 2,605

(Sumber : Bank Indonesia, Data diolah )

Berdasarkan tabel 3, terlihat kondisi keuangan BPR saat ini cenderung


mengalami peningkatan dibandingkan keuangan tahun 2008, yang terlihat dari
indikator-indikator keuangan BPR menunjukkan total asset BPR mencapai Rp
32,681 miliar meningkat dibandingkan tahun lalu yaitu Rp 32,449 miliar, jumlah
DPK yang berhasil dihimpun mencapai Rp 21,790 miliar meningkat sebesar 2,4%
dengan jumlah rekening sebanyak 7,379 ribu rekening terdiri dari tabungan
sebesar Rp 7,031 miliar (6,978 ribu rekening) turun 1,15% dan deposito sebesar
Rp 14,759 miliar (400 ribu rekening) meningkat 4.19%. Dan jumlah kredit yang
disalurkan sebesar Rp 25,336 miliar (2,739 ribu rekening) turun 0,31%.
Penurunan jumlah kredit yang disalurkan ini masih merupakan dampak dari krisis
global yang terjadi.

Tabel 4
Kegiatan Usaha BPR Konvensional skala Nasional
Periode : Oktober 2008 - Maret 2009

13
2008 2009
Indikator
Oktober November Desember Januari Februari Maret

Jumlah BPR 1,769 1,770 1,771 1,767 1,768 1,768

Sumber Dana
25,693,756,732 25,743,352,124 26,035,895,347 26,165,747,651 26,534,109,633 26,192,910,557
(Rp. Ribu)

- Tabungan 6,803,498,389 6,922,810,090 7,113,264,929 7,106,318,007 7,110,709,182 7,031,253,415

- Deposito 13,992,952,795 14,038,167,619 14,165,912,347 14,422,486,793 14,806,071,586 14,759,209,710

- Antarbank Pasiva 4,357,824,317 4,235,545,151 4,221,573,943 4,112,121,842 4,104,576,503 3,888,931,351

- Pinj. Diterima 539,481,231 546,829,264 535,144,128 524,821,009 512,752,362 513,516,081

Penanaman Dana
(Rp. Ribu)
30,699,619,979 30,902,730,777 31,281,583,149 31,392,713,225 31,847,546,886 31,381,756,827

- Kredit yg
25,635,646,517 25,746,130,637 25,415,259,877 25,403,567,426 25,887,537,910 25,336,066,167
diberikan

- Antarbank Aktiva 5,018,414,245 5,111,600,140 5,821,323,272 5,919,145,799 5,868,008,976 5,945,690,660

- SBI 45,559,217 45,000,000 45,000,000 70,000,000 92,000,000 100,000,000

Jumlah Nasabah
(Rekening)
9,989,176 10,857,635 37,507,029 10,549,073 10,076,727 10,119,116

- Tabungan 6,898,608 7,752,675 34,435,171 7,469,274 6,948,732 6,978,555

- Deposito 386,390 387,444 390,094 395,135 401,098 400,979

- Debitur 2,704,178 2,717,516 2,681,764 2,684,664 2,726,897 2,739,582

Total Asset (Rp.


31,963,476,730 32,085,516,142 32,449,431,096 32,239,012,000 32,703,356,594 32,681,128,574
Ribu)

(Sumber : Bank Indonesia)

Fungsi intermediasi BPR juga relatif sudah mendekati optimal, terlihat pada
tabel 4, LDR secara nasional mencapai 80,91% pada tahun 2009. Terjadi
penurunan jika dibandingkan LDR 2008 yaitu sebesar 82,91%. Meskipun terjadi
penurunan pada LDR nya, tetapi NPL dari BPR mengalami penurunan sebesar
2%, artinya resiko kredit macet dari BPR menjadi semakin berkurang.

Tabel 5
Kinerja BPR Nasional
(Dalam Persen)

Tahun CAR LDR NPL


2007 24,08 77,65 7,95
2008 23,33 82,58 9,88
2009 25,10 80,91 7,50
(Sumber : BI, data diolah)

14
3.2 Perkembangan UKM di Indonesia

Perkembangan sektor UKM selama ini sungguh menggembirakan.


Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UKM semakin nampak khususnya
sejak krisis tahun 1997. Di tengah-tengah proses restrukturisasi sektor korporat
dan BUMN yang berlangsung lamban, sektor UKM telah menunjukkan
perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang
pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, kemajuan yang dicapai dalam
restrukturisasi di sektor keuangan, khususnya industri perbankan, telah pula
mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan dengan tingkat pertumbuhan dan
porsi yang lebih besar untuk UKM. Perkembangan inilah yang menjadi
pendorong bagi peningkatan pertumbuhan dan peran sektor UKM dalam
perekonomian nasional.

Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah
sector (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan,
Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi;
serta (5) Jasa-jasa dengan perkembangan masing-masing sector tercatat sebesar
52,48 persen, 28,12 persen, 6,49 persen, 5,54 persen dan 4,60 persen.

Gambar 3.
Proporsi Sektor Ekonomi UKM Berdasarkan
Jumlah Unit Usaha Tahun 2007

15
Dari tahun ke tahun, jumlah UKM di Indonesia terus meningkat. Dari
tabel 3, tampak bahwa sejak tahun 1999 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah
unit UKM, meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan jumlah unit Usaha Kecil
sebesar 2% dan untuk Usaha Menengah terjadi penurunan sebesar 6,23% pada
tahun 2001. Rata-rata pertumbuhan tahunan untuk Usaha Kecil lebih rendah
dibandingkan rata-rata pertumbuhan Usaha Menengah yaitu sebesar 3%,
sedangkan Usaha Menengah tumbuh sebesar 11,8%. Meningkatnya jumlah unit
UKM dari tahun ke tahun dapat dijadikan sebagai peluang yang dapat mengurangi
tingkat pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ditambah lagi, UKM selalu dapat bertahan ditengah kondisi krisis. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 1) Bahan baku yang digunakan oleh UKM
berasal dari dalam negeri, 2) Pangsa pasar UKM besar di pasar domestik.

Tabel 6.

JUMLAH UNIT USAHA KECIL DAN MENENGAH

TAHU GROWTH
KECIL MENENGAH UKM
N (%)
37,859,50
1999 9 52,214 37,911,723
38,669,35
2000 5 54,632 38,723,987 2,14
38,853,74
2001 1 51,227 38,904,968 0,47
2002 40,705,67 58,992 40,764,668 4,78

16
6
42,326,51
2003 9 61,986 42,388,505 3,98
43,641,09
2004 4 66,318 43,707,412 3,11
47,006,88
2005 9 95,855 47,102,744 7,77
48,822,92
2006 5 106,711 48,929,636 3,88
47,702,31
2007 0 120,253 49,840,489 1,86
(Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI, Data Diolah)

4.3 Peranan BPR Terhadap UKM


Berdasarkan UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No.10/1998, BPR merupakan lembaga microfinance yang bertujuan
untuk menyalurkan kredit kepada UKM. Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa
terjadi peningkatan dari tahun ke tahun pada jumlah penyaluran kredit BPR.
Namun, pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah penyaluran kredit secara
signifikan yaitu sebesar 68,45%. Hal ini disebabkan oleh krisis global yang
terjadi. Krisis ini membuat BPR lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya,
sebagai antisipasi meningkatnya tingkat NPL yang akan terjadi.
Tabel 7,
Perkembangan Kredit BPR

TOTAL KREDIT BPR TOTAL KREDIT


TAHUN
(dalam juta Rp) BANK UMUM
2000 4,562,817 1,665.23
2001 4,860,315 2,100.69
2002 6,682,856 2,771.77
2003 8,984,845 3,634.28
2004 12,149,079 4,569.75
2005 55,878,548 6,048.70
2006 70,539,407 7,096.69
2007 80,554,242 6,036.15
2008 25,415,260 7,679.00
(Sumber : Bank Indonesia, Kementrian Negara Koperasi dan UKM, data
diolah)

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit BPR terhadap


pengembangan UKM, penulis menggunakan metode regresi dengan program
eviews, Variabel-variabel yang digunakan adalah total kredit BPR dan Bank
Umum yang disalurkan kepada UKM.

17
4.3.1 Hasil Pengujian Regresi

Dependent Variable: UKM


Method: Least Squares
Date: 05/14/09 Time: 14:16
Sample: 2000 2008
Included observations: 9
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 16.09422 0.234277 68.69736 0.0000
BPR 0.019887 0.028646 0.694253 0.5135
BU 0.138234 0.060089 2.300486 0.0611
R-squared 0.870035 Mean dependent var 17.57513
Adjusted R-squared 0.826714 S.D. dependent var 0.104243
S.E. of regression 0.043394 Akaike info criterion -3.175790
Sum squared resid 0.011298 Schwarz criterion -3.110048
Log likelihood 17.29105 F-statistic 20.08318
Durbin-Watson stat 0.792879 Prob(F-statistic) 0.002195
(Hasil pengolahan dengan E-Views 3.0, diolah)

Berdasarkan perhitungan diatas, terlihat bahwa kredit yang disalurkan oleh


BPR dan bank umum ternyata memiliki hubungan yang positif terhadap
perkembangan UKM, maksudnya bertambahnya jumlah kredit yang disalurkan
oleh BPR dan BU dari tahun ke tahun, berdampak pada peningkatan jumlah unit
UKM dari tahun ke tahun. Kredit yang disalurkan BPR memang berpengaruh
positif terhadap perkembangan UKM, tetapi pengaruhnya tidak signifikan
dibandingkan dengan penyaluran kredit BU.

Dari hasil pengolahan data diatas diperoleh R-square sebesar 0, 870035


sehingga dapat dikatakan bahwa pemilihan variable independen secara simultan
memenuhi persamaan sebesar 87 persen sedangkan sisanya 13 persen merupakan
pengaruh lain, yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan UKM. Dalam
hal ini lembaga keuangan diluar BPR dan BU.

Dengan melihat kesamaan tanda koefisien dan probabilitas maka dapat


disimpulkan bahwa variable kredit BPR berpengaruh positif (koefisiennya
0,019887) dan tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan UKM
( 0,5135).

Sedangkan variable kredit BU berpengaruh positif (0,138234) dan signifikan


terhadap perkembangan dangkan variable kredit BU berpengaruh positif
(0,138234) dan signifikan terhadap perkembangan UKM pada taraf 10 persen
(0,00611).

18
Secara teori jumlah kredit berpengaruh positif terhadap perkembangan UKM.
Dari hasil pengolahan data, ditemukan bahwa variable kredit BU lebih signifikan
daripada variable kredit BPR dalam mempengaruhi perkembangan UKM. karena
fokus penelitian ini ditujukan pada lembaga keuangan mikro, dalam hal ini BPR .
kemudian untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tidak signifikannya pengaruh
kredit BPR terhadap perkembangan UKM, maka penulis menggunakan metode
analisis SWOT.

4.3.2 Analisis SWOT BPR

Berbagai Peluang

1. Sebarannya yang 1. Jumlah UKM yang


tidak merata terus bertambah
2. Tingkat suku bunga 2. Lingkage program
yang tinggi 3. LPS
3. Teknologi yang belum
berkembang
Kelemahan Kekuatan
1. Banyaknya saingan 1. Legalitas
2. Perubahan 2. Lebih mudah dijangkau
teknologi yg cepat oleh masyarakat
3. Proses administrasi
yang mudah

Berbagai Ancaman

Kuadran I (Peluang) :

• Jumlah UKM yang terus bertambah

19
Terus bertambahnya jumlah UKM dari tahun ke tahun menjadi peluang
bagi BPR. Semakin banyak jumlah UKM maka semakin banyak sektor
yang menjadi subyek pembiayaan BPR, dan meningkatkan penghasilan
BPR yang pada akhirnya meningkatkan modal yang dimilki oleh BPR.

• Lingkage program
Dengan adanya lingkage program yaitu program bantuan pendanaan kredit
dari BU ke BPR, membantu BPR dalam memenuhi kebutuhan kredit
masyarakat. BPR tetap bisa memenuhi permintaan kredit dari masyarakat,
meskipun sewaktu-waktu kekeurangan cadangan kredit.

• Adanya penjaminan dari LPS


Adanya jaminan dari LPS terhadap nasabah BPR, menciptakan peluang
bagi BPR untuk menarik kepercayaan masyarakat untuk menyimpan
dananya di BPR, menyebabkan BPR memiliki lebih banyak nasabah
sehingga dapat meningkatkan DPK BPR, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan jumlah cadangan kredit yang akan disalurkan.
Kuadran II ( Kekuatan ) :

• Legalitas
Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut
secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan
usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan
masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya
BPR dapat menjalankan usahanya secara konvensional atau berdasarkan
Prinsip Syariah.

• Lebih Mudah Dijangkau oleh Masyarakat


Salah satu kekuatan dari BPR adalah mudah dijangkau oleh masyarakat,
sebab lokasi BPR yang umumnya berada di tingkat kecamatan. Contohnya
BPR Suliki Gunung Mas yang berlokasi di Kecamatan Suliki ( Sumatera
Barat ), BPR Harau yang berlokasi di Kecamatan Harau (Sumatera Barat).

• Proses administrasi yang mudah

Untuk BPR, proses administrasi yang dimiliki, lebih sederhana


dibandingkan dengan bank umum, sebab kredit yang disalurkan BPR
adalah kredit skala kecil yang diperuntukkan untuk usaha rakyat kecil dan
menengah, oleh karena itu tidak terlalu mempersulit administrasi dalam
pengambilan kreditnya, beda halnya dengan bank umum yang banyak

20
mengucurkan kredit pinjaman skala besar misalnya untuk proyek-proyek
pembangunan, sehingga itu memerlukan administrasi yang rumit.

Kuadran III (Kelemahan) :

• Sebarannya yang tidak Merata


Berdasarkan data di bawah ini, terlihat bahwa sebaran dari BPR yang ada
di Indonesia tidak merata dan hanya terpusat pada kawasan Indonesia
bagian barat.

Tabel 8
SEBARAN BPR NASIONAL

21
Jumlah
No Provinsi PT PD KOP
BPR
1 Provinsi NAD 3 1 1 5
2 Provinsi Sumatera Utara 51 0 1 52
3 Provinsi Sumatera Barat 74 30 2 106
4 Provinsi Riau 20 5 0 25
5 Provinsi Jambi 7 1 0 8
6 Provinsi Sumatera Selatan 16 0 0 16
7 Provinsi Bengkulu 3 0 0 3
8 Provinsi Lampung 22 1 0 23
9 Provinsi Kep. Bangka Belitung 1 0 0 1
10 Provinsi Kep. Riau 19 3 0 22
11 Provinsi DKI Jaya 27 0 0 27
12 Provinsi Jawa Barat 244 160 2 406
13 Provinsi Jawa Tengah 207 64 3 274
14 Provinsi D.I Yogyakarta 49 5 0 54
15 Provinsi Jawa Timur 298 13 28 339
16 Provinsi Banten 67 6 0 73
17 Provinsi Bali 138 3 0 141
18 Provinsi Nusa Tenggara Barat 19 46 0 65
19 Provinsi Nusa Tenggara Timur 8 0 0 8
20 Provinsi Kalimantan Barat 15 1 0 16
21 Provinsi Kalimantan Tengah 2 0 0 2
22 Provinsi Kalimantan Selatan 4 20 0 24
23 Provinsi Kalimantan Timur 11 1 0 12
24 Provinsi Sulawesi Utara 17 0 0 17
25 Provinsi Sulawesi Tengah 7 0 0 7
26 Provinsi Sulawesi Selatan 19 2 1 22
27 Provinsi Sulawesi Tenggara 6 0 0 6
28 Provinsi Gorontalo 4 0 0 4

22
29 Provinsi Sulawesi Barat 1 0 0 1
30 Provinsi Maluku 2 0 0 2
31 Provinsi Maluku Utara 1 0 0 1
32 Provinsi Papua 6 0 0 6

33 Provinsi Irian Jaya Barat 0 0 0 0


Total 1368 362 38 1768

• Tingkat Suku Bunga yang Tinggi


Tingkat suku bunga kredit yang dimiliki BPR cenderung lebih tinggi
dibandingkan bank umum, sebab sumber pendanaan yang dimiliki BPR
juga berasal dari bank umum (linkage program), selain itu BPR hanya
menghimpun dana dalam bentuk tabungan dan deposito, sehingga BPR
harus menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi untuk mengantisipasi
kredit macet akibat gagal bayar oleh nasabah.

• Teknologi yang belum berkembang


Fasilitas-fasilitas intermediasi dari BPR belum berkembang sebagaimana
yang dimiliki oleh bank-bank umum lainnya. Misalnya, kartu kredit dan
ATM.

Kuadran IV (Ancaman) :

• Banyaknya saingan
Berdasarkan UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan UU No.10/1998, dalam UU tersebut secara tegas disebutkan
bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama
ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah
pedesaan. Namun, kenyataanya banyak pengusaha UKM saat ini yang
mengambil kerdit dari bank umum. Disamping karena tingkat bunga yang
lebih rendah, bank umum juga menawarkan fasilitas kredit yang lebih
inovatif, yang tentunya sangat membantu pengusaha UKM dalam
menjalankan usahanya.

• Perubahan Teknologi yang Cepat


Berkembangnya teknologi saat ini semakin membuat para pelaku ekonomi
untuk memanfaatkan perkembangan ekonomi tersebut, begitu juga dengan
BPR. Hal ini akan menjadi ancaman bagi BPR jika BPR tidak dapat

23
mengikuti perkembangan teknologi. Seperti kita ketahui bersama bahawa
lembaga ekonomi yang ada di Indonesia umumnya lemah dalam teknologi,
mereka cenderung menggunakan teknologi yang sudah ada tanpa
keinginan untuk mengembangkan teknologi tersebut.

Berdasarkan hasil analisis SWOT diatas, terlihat bahwa kelemahan dari


BPR yaitu sebarannya yang tidak merata dengan hanya berpusat pada Indonesia
bagian barat, suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank umum
dan teknologi yang belum berkembang, memiliki dampak yang lebih besar
dibandingkan kelebihan yang dimiliki oleh BPR. Lebih besarnya pengaruh
kelemahan BPR ini terhadap perilaku nasabah, membuat lebih kecilnya kontribusi
penyaluran kredit BPR terhadap perkembangan UKM dibandingkan penyaluran
kredit Bank Umum. Melihat kondisi ini, sangat berlawanan dengan peran uama
BPR yaitu sebagai lembaga keuangan mikro yang membiayai UKM sebagaimana
yang tercantum dalam UU No.7/1992 tentang Perbankan yang telah diubah
dengan UU No.10/1998.

BAB V

KESIMPULAN

24
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah


dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa
BPR sebagai satu jenis bank yang kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk
melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Namun,
setelah penulis menganalisis berdasarkan metode regresi terlihat bahwa
meskipun kredit BPR memberikan pengaruh yang positif terhadap
perkembangan UKM namun pengaruhnya tidak sesignifikan. dibandingkan
kredit yang disalurkan oleh Bank Umum. Selanjutnya dengan menggunakan
analisis SWOT, diketahui beberapa faktor yang menyebabkan tidak
signifikannya BPR terhadap peningkatan. Misalnya :

• Masalah sebaran yang tidak merata, menyebabkan penyaluran kredit tidak


dapat diakses secara merata oleh pengusaha UKM.
• Tingkat suku bunga yang masih tinggi, menyebabkan banyak pengusaha
UKM cenderung mengambil kredit kepada bank umum, atau lembaga
keuangan lainnya, yang memiliki tingkat suku bunga yang lebih rendah.
• Teknologi yang belum berkembang, yang terlihat dari masih kurangnya
pelayanan perbankan BPR dari segi intermediasi.
• Banyaknya saingan (lembaga keuagan lainnya), yang mampu menarik
kepercayaan masyarakat. Sehingga masyarkat lebih cenderung memilih
lembaga keuangan lainnya sebagai temapat mengambil kredit.
• Perkembangan teknologi yang cepat

5.2 Saran

Berdasrkan kesimpulan diatas, terdapat beberapa kelemahan-kelemahan


yang dimiliki oleh BPR, sehingga penulis ajukan beberapa saran, sebagai berikut :

• Peningkatan penyebaran dan jangkauan BPR agar lebih mudah diakses


oleh masyarakat.
• Bantuan permodalan kepada BPR oleh pemerintah serta subsidi suku
bunga kepada kredit UKM.
• Peningkatan fasilitas-fasiltas intermediasi kepada nasabah oleh BPR
• Memperbaiki citra BPR agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada nasabah. Melalui perbaikan manajmen mutu pelayanan kepada
setiap nasabah.

25
• Pemberian fasilitas pembinaan oleh pemerintah serta otoritas moneter
kepada BPR baik dalam segi pembinaan manajmenn maupun regulasi
yang daqpat mendorong kinerja BPR.

26

You might also like