You are on page 1of 24

APLIKASI PALEONTOLOGI

1
Sampel dalam penelitian geologi
berdasarkan lokasi pengambilannya

Sampel Permukaan Sampel Bawah Permukaan


(Surface sample atau outcropsample) (subsurface sample)

Core SWC (Side Wall Core) Cutting

Spot Sampel Sampel dengan urutan stratigrafi


yang telah diketahui
2
Pemetaan Geologi

Studi Litelatur Pekerjaan Lapangan

Pengamatan Lapangan : deskripsi singkapan Pengambilan Sampel


(lokasi, litologi, struktur) & pengukuran

Deskripsi litologi lebih teliti Pemilihan Sampel

Tujuan Analisis
Analisis yang akan dilakukan misal : penentuan umur, atau
misal : paleontologi Interpretasi lingkungan/fasies

Preparasi
Makrofosil Mikrofosil

Determinasi

Analisis Data & Interpretasi


2.1
Pengamatan Lapangan
Sebelum meninggalkan lapangan, geologist perlu yakin bahwa catatan lapangan
sudah dilengkapi dengan deskripsi unit batuan dan struktur dari seluruh daerah yang
didatangi: karena tanpa itu kita tidak akan dapat membuat laporan dengan akurat.

Deskripsi litologi dibuat berdasarkan satu dan beberapa singkapan. Deskripsi litologi
dapat direkam secara sistematik, dengan garis besar sebagai berikut :

1.Nama unit batuan dan/atau singkatannya


2.Daerah atau area pengamatan
3.Ketebalan dan seluruh struktur atau bentuk unit di daerah singkapan
4.Tipe batuan utama dan sisipan/selang seling dalam unit batuan
5.Karakteristik umum sekitar singkapan (ekspresi topografi , warna dan tipe tanah
penutup, vegetasi , kondisi alamiah singkapan).
6.Karakteristik struktur unit batuan
a. Kisaran dan rata-rata ketebalan lapisan atau struktur lapisan lainnya,
b. Bentuk lapisan atau struktur lain – tabular, lenticular, lineate dst.
c. Kenampakan primer dalam lapisan atau struktur lain - grading,
lamination, cross bedding, chanelling, distorted flow banding, inclusions, dst
d. Karakteristik struktur sekunder, khususnya belahan & efek pelapukan
2.2
Pengamatan Lapangan
7. Fosil (khususnya jika terlihat sebagai ciri litologi dari unit) :
a. Distribusi fosil
b. Karakteristik khusus dari batuan yang mengandung fosil
c. Posisi & kondisi fosil (growth position, fragmental, rounded, pitted atau fluted by sollution,
external or internal molds, dll)

8. Deskrisi batuan , dimulai dari batuan yang dominan


a. Warna, segar dan lapuk (atau basah atau kering?)
b. Keadaan (batuan terlapukkan atau segar seluruhnya?)
c. Ukuran butir (kisaran ukuran & ukuran yang dominan atau median
d. Tingkat pemilahan atau ketidakseragaman butiran
e. Bentuk butiran
f. Orientasi atau kemas butiran, khususnya yang berkaitan dengan struktur batuan
g. Sifat/jenis dan jumlah semen, matriks atau massadasar, jika ada
h. Sifat/jenis dan jumlah pori (porositas), dan perkiraan permeabilitas
i. Keadaan butiran (mineral, batuan, fosil, gelas) & perkiraan presentase volumnya

9. Sifat kontak
a. Tajam atau gradasional, dengan deskrisi dan dimensi gradasi
b. Seluruh kenampakan yang berkaitan dengan kemungkinan hubungan ketidakselarasan
c. Suatu atau beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan kontak di lapangan

Sesar, kontak ketidakselarasan-ketidakselarasan dan intrusi adalah contoh stuktur yang


diperlukan dalam deskripsi yang dicatat di lapangan.
3
Pemetaan Geologi

Studi Litelatur Pekerjaan Lapangan

Pengamatan Lapangan : deskripsi singkapan Pengambilan Sampel


(lokasi, litologi, struktur) & pengukuran

Deskripsi litologilebih teliti Pemilihan Sampel

Tujuan Analisis
Analisis yang akan dilakukan misal : penentuan umur, atau
misal : paleontologi Interpretasi lingkungan/fasies

Preparasi
Makrofosil Mikrofosil

Determinasi

Analisis Data & Interpretasi


3.1
Pengambilan Sampel
(Collecting Rock Sample)
Walaupun deskripsi sudak dilakukan di lapangan, sampel batuan harus
diambil/dikoleksi untuk beberapa keperluan, yaitu :

Identifikasi secara lebih teliti di kamp atau laboratorium, dengan bantuan alat
(mikroskop), melengkapi deskripsi jika ada yang masih belum lengkap, atau untuk
bahan diskusi.
Komposisi mineral atau fosil yang penting sebaiknya dideterminasi di laboratorium.

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel :


1)Spesimen diambil langsung dari singkapan (tidak memungut dari sekitarnya)
2)Sampel perlu diambil bagian yang tidak lapuk dan bagian yang lapuk.
3)Ukuran sampel bervariasi tergantung ukuran dan tingkat kehomogenannya.
Pada batuan homogen dengan ukuran butir < 1/16 inch, sampel yang diambil sekitar
3x4x1 inch; sedangkan batuan dengan ukuran butir 1/8 inch diperlukan sampel yang
berukuran dua kali lebih besar.
Sampel yang lebih besar perlu dikoleksi jika ukuran butir lebih besar lagi atau jika
dijumpai struktur berskala kecil seperti lapisan-lapisan tipis, urat dst.
Pengumpulan Fosil 3.2
(Collecting Fossils)
Fosil dikoleksi untuk 3 alasan dasar :
1)Untuk menentukan umur geologi dan sekuen batuan
2)Untuk korelasi unit-unit batuan dengan batuan yang tidak mengandung fosil, dan
3)Untuk membantu dalam interpretasi lingkungan pengendapan sedimen
Alasan lainnya, misal untuk mengindikasikan kondisi lingkungan di masa lampau

Karena alasan itulah, fosil pada batuan sedimen dan piroklastik dikoleksi.

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi fosil atau sampel
batuan yang mengandung fosil :

1)Sebelum memulai penelitian lapangan, sebaiknya ditentukan macam fosil yang


biasa digunakan
2)Fosil sangat langka di beberapa daerah sehingga sulit untuk menemukannya.
Langkah awal sebaiknya difokuskan pada permukaan singkapan yang bergalur/ tidak
rata, lapuk; karena fosil akan lebih sulit terlihat pada permukaan pecah yang segar
dalam membedakannya dengan matriks. Umumnya, fosil yang lapuk berwarna abu-
abu terang, pucat, coklat atau putih, sebagian tampak abu-abu gelap atau hitam dari
material karbonanan
3)Fosil hendaknya diberi nomor, kode lokasi sesuai peta dan catatan mengenai
lokasi serta keberadaan utamanya.
3.3
Pengumpulan Fosil
(Collecting Fossils)
4) Jenis batuan

Dalam sekuen batuan sedimen klastik non gampingan lapisan mengandung fosil-
fosil seperti moluska, echinodermata dan foraminifera besar . Fosil mungkin
terdapat pada konkrersi gampingan. Permukaan singkapan yang lapuk bergalur
tidak beraturan dan fosil yang terawetkan baik terdapat dalam relif..

Dalam sekuen batugamping, batupasir dan batulanau gampingan, fosil seperti alga,
molluska, coral, echinodermata, brachiopoda & foraminifera membentuk akumulasi
relief yang masif (bioherm) or lapisan tipis, kaya akan fosil. Fosil dari invertebtara
yang mengapung atau berenang seperti ammonit & foraminifera, serta hewan
bersel tipis seperti trilobit akan membentuk lapisan lanau & fissile atau
batugamping berlapis tebal , sebaliknya graptolit umum dijumpai pada laminasi
lanau atau batugamping yang dapat di pisahkan dengan mudah sepanjang bidang
perlapisan.

Sisa vertebtara terestrial seringkali dijumpai pada deposit lakustrin non marin,
fluviatil, or delta non marin dalam batuan sedimen dan volkanik. Batuan ini
umumnya berwarna variasi sedikit merah, marun atau abu-abu.
3.4
Pengumpulan Fosil
(Collecting Fossils)
5) Fosil dari sedimen Tersier & Kuarter dapat dibedakan dari spesimen moderen
karena lebih berat dan pada kenyataannya fosil ini tidak berbau ketika dibakar.

6) Untuk makrofosil, jika fosil telah lepas, sebaiknya dibungkus tebal menggunakan
kertas halus, tetapi jika dijumpai dalam singkapan sebaiknya diambil secara hati-
hati dari matriksnya.

Jika fosil dijumpai dalam matriks keras, fosil sebaiknya dikoleksi dengan matriksnya,
karena agak sukar memisahkannya dan melindunginya selama ditransport.

7) Spesimen ditempatkan pada kantong sampel dan diberi tanda.

8) Di kamp, spesimen batuan dibersihkan dan dipotong/dikecilkan jika palu kecil,


kantong, perekat dan sikat tersedia. Pengerjaannya perlu hati-hati karena
spesimen ini jarang, tidak umum terawetkan baik, atau diperlukan untuk
penentuan umur.
3.5
Pengumpulan Fosil
(Collecting Fossils)
Mikrofosil
Fosil yang berukuran kecil, disebut mikrofosil seringkali umumnya memberikan nilai
yang tinggi, karena :
1.Umumnya dapat dibedakan dari batuan yang tidak mengandung fosil.
2.Fosill berjumlah banyak dan tersebar luas sehingga ideal digunakan untuk studi
biostratigrafi
3.Dapat dipisahkan dari inti pemboran dan cutting.

Mikrofosil berukuran besar (larger microfossils) dapat dilihat dengan mata tanpa alat
bantu dan dapat diidentifikasi dengan perkiraan menggunakan kaca pembesar.
Contoh : foraminifera besar (fusulinids, nummulites, dan orbitoids), ostracoda, dan
conodonta besar. Fosil ini biasa dijumpai pada batugamping, lanau (shales) dan
rijang (baik berlapis dan nodular), tetapi fosil ini juga dijumpai pada batupasir. Jika
batuan klastik getas, foraminifera besar akan terkonsentrasi dalam lapisan
gampingan yang tersemenkan keras atau konkresi.
3.6
Pengumpulan Fosil
(Collecting Fossils)
Mikrofosil yang lebih kecil berukuran antara dapat diamati dengan kaca
pembesar hingga dengan menggunakan mikroskop. Mikrofosil yang umum
dijumpai adalah spora, polen, foraminifera kecil, radiolaria, conodonta dan
diatom.

Untuk fosil yang tidak dapat diamati dengan kaca pembesar, biasanya kita
mengumpulkan sampel batuan, yaitu : lanau, batulempung, serpih, batukapur
(chalks), and batuan silikaan atau tufan yang getas. Sampel ini dicuci dan disaring
di laboratorium, dan mokroskop binokuler digunakan untuk mengambil fosil dari
material klastik lainnya. Bongkah sampel batugamping tidak getas dan lanau
gampingan dapat dikoleksi untuk conodonta, diatom & radiolaria.
Adapun fosil non gampingan dipisahkan dari batuan dalam larutan asam. Spora
& polen mikroskopis dapat dipisahkan dengan metoda ini; fosil ini umum
dijumpai pada lanau (karbonan) segar, abu-abu gelap dan batugamping.
Foraminifera akan terlarutkan lebih cepat are leached quite rapidly pada batuan
poros; therefore apick, mattock, or some other entrenching tool must be used to
cut down to fresh (typically gray) rock. Lanau dengan kerak gypsiferous biasanya
tidak mengandung mikrofosil gampingan.
3.7

Fosil dalam batuan sedimen


berdasarkan terjadinya

Biogeonoses Thanacoenoses
atau
Biocoenoses pengendapan oleh
permukaan air
organisma yang tertransport setelah organisma mati
kemudian mati di suatu tempat
oleh pengaruh arus

Kandungan fosil adalah fosil yang terdapat dalam batuan yang seumur
(kontemporer)dengan pengendapan lapisan batuan.
3.8
Fosil yang dipakai dalam studi Paleontologi haruslah bukan Displaced Fossil,
atau fosil yang sudah berpindah tempat.

Displaced Fossil
atau
Fosil yang sudah berpindah tempat

Fosil Rombakan Infiltrated Fossil


atau atau
Reworked Fossil Introducted Fossil

Fosil yang telah terendapkan di Fosil dalam suatu batuan (biasanya


suatu tempat, kemudian batugamping) mengalami pelarutan
tererosi dan terendapkan dan terpindah tempatkan
kembali di tempat lain dalam batuan yang lain
4
Pemetaan Geologi

Studi Litelatur Pekerjaan Lapangan

Pengamatan Lapangan : deskripsi singkapan Pengambilan Sampel


(lokasi, litologi, struktur) & pengukuran

Deskripsi litologilebih teliti Pemilihan Sampel

Tujuan Analisis
Analisis yang akan dilakukan misal : penentuan umur, atau
misal : paleontologi Interpretasi lingkungan/fasies

Preparasi
Makrofosil Mikrofosil

Determinasi

Analisis Data & Interpretasi


4.1
Pemilihan Sampel
(Sellecting Sample)
Jika keterdapatan fosil cukup melimpah pada batuan, dari beberapa sampel yang
telah diambil dari lapangan, dilakukan pemilihan sampel-sampel mana yang akan
dipreparasi dan dianalisa sesuai dengan tujuannya, misalnya :

•Untuk penentuan umur, hendaknya memperhatikan apakah sampel tersebut


mewakili bagian bawah, tengah dan atas dengan menggunakan azas stratigrafi
(berdasarkan data lapangan)
• Jika akan dipakai untuk menentukan perubahan lingkungan / kedalaman
hendaknya diperhatikan siklus sedimentasi (berdasarkan data lapangan seperti
litologi.
5
Pemetaan Geologi

Studi Litelatur Pekerjaan Lapangan

Pengamatan Lapangan : deskripsi singkapan Pengambilan Sampel


(lokasi, litologi, struktur) & pengukuran

Deskripsi litologilebih teliti Pemilihan Sampel

Tujuan Analisis
Analisis yang akan dilakukan misal : penentuan umur, atau
misal : paleontologi Interpretasi lingkungan/fasies

Preparasi
Makrofosil Mikrofosil

Determinasi

Analisis Data & Interpretasi


5.1

Penyajian Data
Metoda Analisa :
1. Analisa kualitatif : hanya mencatat suatu takson ada atau tidak
2. Analis semikuantitatif : mencatat hasil pengamatan dalam interval tertentu &
direpresentasikan dengan simbol tertentu
misal : 1-3 jarang = r, 4-10 sedikit (f), 11-25 banyak (c), >25 melimpah (a)
3. Analisa kuantitatif : semua semua keberadaan fosil diidentifikasi & masing-
masing takson dihitung jumlahnya.
Perhitungan bisa dilakukan secara absolut (dihitung jumlah riilnya atau
menggunakan teknik hitungan 300 (sampel dibagi-bagi sampai kira-kita
jumlahnya 300 & jumlah inilah yang dihitung. Selanjutnya jumlah tersebut
dikalikan lagi dengan jumlah pembagian tadi). Untuk sampel dengan fosil yang
melimpah, ada cara/teknik yang bisa digunakan dalam menghitung jumlah fosil
misal : membagi sampel dengan microspliter atau dengan menggunakan tray
yang ada grid-nya.

Penentuan macam analisa mana yang dipakai tergantung dari tujuan kita
menganalisa sampel tersebut. Bila hanya untuk menentukan umur maka analisa
bisa secara kualitataif, tetapi bila kita ingin juga menentukan lingkungan
pengendapan maka setidaknya analisa harus semi-kuantitatif. Untuk keperluan
tertentu, misalnya studi event stratigraphy & sikuen stratigrafi, maka cara terbaik
adalah analisis kuantitatif.
5.2
Contoh metoda penentuan umur batuan
berdasarkan kandungan makrofosil

Martin (1919) melakukan penelitian moluska di Pulau Jawa dan


membagi waktu geologi sebagai berikut :

• Kuarter : mengandung >70% spesies yang ada sekarang


• Pliosen : mengandung 50 – 70% spesies yang ada sekarang
• Miosen Akhir : mengandung 20 – 50% spesies yang ada sekarang
• Miosen Awal : mengandung 8 – 20% spesies yang ada sekarang
• Eosen : tidak ada spesies yang ada sekarang
5.3

Stratigrafi Tersier Indonesia


berdasarkan fosil moluska (Oostingh, 1938)
Perkembangan Pelecypoda dari Ordovisium hingga Resen 5.4

(Schrock & Twenhofel, 1952)


6

SKALA WAKTU GEOLOGI


6.1

SKALA WAKTU GEOLOGI


Arkeozoikum
Pra Kambrium Kuarter

Kapur
Trias
Carbon
Silur
Kambrium Tersier
Ordovisium Jura
Perm
Devon Kenozoikum

Mesozoikum
Paleozoikum
6.2

You might also like