You are on page 1of 11

Penurunan Kualitas Kehidupan Sebagai

Salah Satu Contoh Evolusi Budaya

Makalah Evolusi

Oleh

Juwita Natasia 412008014

Universitas Kristen Satya Wacana


Salatiga
2010
BAB I. PENDAHULUAN
Manusia, merupakan salah satu spesies mahluk hidup yang mempunyai strategi
dan mekanisme adaptasi yang baik terhadap lingkungannya. Hal tersebut menyebabkan
manusia menjadi salah satu mahluk hidup yang berhasil berevolusi dan dapat bertahan
hingga saat ini. Hal itu dapat dibuktikan dengan terus berkembangnya jumlah manusia di
bumi. Kesuksesan dalam berevolusi bagi mahluk hidup termasuk manusia dianggap akan
membawa suatu kehidupan yang lebih baik dan berkualitas. Namun ternyata kesuksesan
evolusi manusia tidak berjalan kepada perbaikan tersebut, namun sebaliknya berdampak
pada penurunan kualitas hidup manusia itu sendiri dan terjadi pada semua kelompok
masyarakat, baik yang hidup dalam kelas ekonomi yang tergolong menengah kebawah
maupun sebaliknya. Terutama pada negara berkembang seperti Indonesia.
Hidup yang berkualitas adalah hidup yang berkembang dan berjalan kearah yang
lebih baik, tidak hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan. Secara umum, indikasi hidup
yang berkualitas dapat dilihat dari pendekatan objektif dan subjektif. Pendekatan objektif
dikembangkan atas dasar nilai-nilai normatif, sedangkan pendekatan subjektif
dikembangkan berdasarkan pemahaman penduduk mengenai standar hidup mereka.
Karena pendekatan secara subjektif akan berbeda-beda, maka yang digunakan sebagai
tolak ukur dalam makalah ini adalah pendekatan secara objektif menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) (Suyatno, 2009). Menurut BKKBN
(2004) kualitas hidup masyarakat Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan lima
golongan yang diterjemahkan kedalam 23 indikator. Hal ini mengacu kepada berbagai
tingkat kebutuhannya, baik yang menyangkut kepada kebutuhan dasar, sosial, psikologis,
maupun kebutuan pengembangannya. Lima pengelompokkan keluarga berkualitas
tersebut sebagai berikut,
1. Keluarga pra-sejahtera
Keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti
kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan
2. Keluarga sejahtera 1
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar tapi belum dapat memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang digunakan sebagai berikut,
a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut.
b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
c. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
d. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
e. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/ petugas
kesehatan. Demikian halnya bila PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas
kesehatan dan diberi obat/cara KB modern.
3. Keluarga Sejahtera II
Keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula
memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan
pengembangannya. Indikator yang dipergunakan terdiri dari lima indikator pada
Keluarga Sejahtera I ditambah dengan sembilan indikator sebagai berikut,
f. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut
masing-masing.
g. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan atau
telur sebagai lauk pauk.
h. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun
terakhir. 9. Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap penghuni rumah.
i. Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan sehat
sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
j. Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas
mempunyai penghasilan tetap.
k. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.
l. Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan) bersekolah.
m.Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat ini mereka
memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil).
4. Keluarga Sejahtera III
keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial
psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi
belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya.
Mereka harus memenuhi persyaratan indikator 1 s.d 14 dan memenuhi syarat indikator
15 s.d 21 sebagai berikut,
n.Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
o.Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
p.Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar-anggota keluarga.
q.Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
r.Mengadakan rekreasi bersama di luar rumahpaling kurang sekali dalam enam bulan.
s.Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan radio atau
menonton televisi.
t.Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana transportasi.
5. Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga yang selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan
kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan pengembangannya,
serta sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula
mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut
memenuhi syarat-syarat 1 s.d 21 dan ditambah dua syarat yaitu,
t.Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan
sosial masyarakat dalam bentuk materi.
u.Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan,
yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.
Berdasarakan klasifiksasi diatas, keluarga pra-sejahtera & keluarga sejahtera 1
dapat digolongkan kedalam kalangan menengah kebawah, sedangkan keluarga sejahtera
2, keluarga sejahtera 3, dan keluarga sejatera 3 plus dapat digolongkan kedalam kalangan
menenengah keatas. Pada kelompok masyarakat Indonesia dengan kelas ekonomi
menengah kebawah, penurunan kualitas hidup dihadapi pada persoalan kemiskinan yang
bersifat ekonomi dan pengetahuan. Kelas ini mengalami suatu kehidupan yang masih
serba kekurangan dan secara langsung akan berdampak pada turunnya kurangnya
pendidikan bagi kalangan muda di kelas ini. Sebaliknya, pada masyarakat Indonesia
dengan kelompok ekonomi kelas menengah keatas terjadi suatu penurunan kualitas hidup
yang lebih buruk pada kalangan mudanya, kemiskinan yang dilihat dari persoalan
pendidikan. Penurunan kualitas hidup pada kalangan muda kelas ekonomi menengah
keatas inilah yang lebih lanjut akan dibahas dalam makalah ini.
Penurunan kualitas hidup terutama pada kalangan masyarakat Indonesia kelas
menengah keatas ini dianggap penting untuk dibahas dan ditelusuri lebih lanjut, karena
tanpa disadari apabila fenomena penurunan kualitas ini dibiarkan terus-menerus, maka
kehidupan manusia terutama pada kalangan menengah keatas akan berjalan secara pasti
menuju ke kehidupan yang tidak berkualitas. Dimulai dengan turunnya kualitas SDM
dalam kemampuan humanistik dan profesional, yang secara langsung akan berdampak
pada menurunnya kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan
penurunan kesejahteraan pada kalangan ini sendiri.
BAB II.
Evolusi Budaya Kalangan Menengah Keatas di Indonesia

2.1. Indonesia Sebagai Negara Berkembang

Negara berkembang merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk


tinggi, tingkat pengangguran tinggi, tingkat produktivitas rendah, kualitas hidup
rendah, ketergatungan pada sektor pertanian, pasar dan informasi tidak sempurna,
tingkat ketergantungan pada angkatan kerja, dan ketergantungan pada perekonomian
eksternal (Anonim, 2007). Hal-hal tersebut sesuai dengan kondisi negara Indonesia
saat ini. Di Indonesia, seperti pada negara yang berkembang lainnya, biasanya akan
terjadi suatu persaingan ekonomi yang lebih ketat. Hal itulah yang menyebabkan
terdapatnya kelas-kelas ekonomi yang terlihat dengan jelas. Dalam masyarakat
Indonesia, disebut dengan masyarakat ekonomi menengah keatas, dan masyarakat
ekonomi menengah kebawah. Masyarakat yang berhasil dalam strategi ekonominya
dan akhirnya mendapatkan kesejahteraan hidupnya termasuk dalam masyarakat
Indonesia dengan golongan menengah keatas. Hal ini diluar dari konteks strategi
yang dijalankan kalangan ini dalam memenangkan kompetisi ekonominya secara
legal ataupun ilegal. Sebaliknya, masyarakat yang tidak berhasil dalam berkompetisi
ekonominya atau hidup dalam kesederhanaan bahkan kemiskinan termasuk dalam
golongan masyarakat menengah kebawah.

2.2. Kualitas Kehidupan Masyarakat Menengah Keatas Indonesia


Masyarakat menengah keatas, selama ini dianggap sebagai kalangan masyarakat
yang telah sukses selama hidupnya, dan hidup dalam serba ketercukupan bahkan
serba berlebihan atau mewah. Tidak disadari bahwa kalangan masyarakat inipun juga
mengalami suatu penurunan kualitas yang berorientasi pada pengetahuan atau
pendidikan dan mental, terutama pada kalangan mudanya. Hal ini bisa berakibat
lebih buruk karena akan menghasilkan keturunan-keturunan yang tidak
berpengetahuan dan bermental buruk. Yang secara tidak langsung akan menurunkan
sifat ini kepada keturunan selanjutnya dan akhirnya akan menghilangkan kualitas
dari pendahulu-pendahulunya secara pasti dan berkesinambungan.
Orang-orang tua yang sukses pada masa ini, lebih berpikir untuk mencari dan
menimbun materi sebanyak-banyaknya demi bekal dan pemenuhan kebutuhan anak-
anaknya. Hal inilah yang selama ini menjadi suatu kesalahan yang tidak disadari oleh
para orang tua tersebut. Kurangnya waktu untuk membimbing anak-anaknya dan
secara langsung menyebabkan menurunnya kualitas generasi muda mereka dari segi
pengetahuan dan mental. Generasi muda tersebut jadi tidak mengetahui seperti
apakah pekerjaan yang orangtuanya lakukan, seperti apa perjuangan orangtuanya
hingga sukses dan yang lainnya. Yang mereka ketahui hanyalah mereka harus
mendapatkan fasilitas yang mereka inginkan, intoleran dengan orang lain termasuk
orang tuanya, tidak serius dalam edukasinya, dan masih banyak hal yang lain yang
secara tidak disadari nantinya akan berakibat fatal pada masa depan mereka sendiri.
Akibat dari penurunan kualitas generasi muda secara turun-temurun
tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas hidup lain yang berorientasi pada
ekonomi. Dengan kata lain generasi yang diberi penurunan kualitas ini akan tidak
dapat bertahan dan beradaptasi dengan lingkungannya sehingga diduga kelas
kehidupannya akan menurun menjadi masyarakat dengan kelas ekonomi menengah
ke bawah.

2.3. Penurunan Kualitas Hidup Masyarakat Menengah Keatas Sebagai Salah Satu
Bentuk Evolusi Budaya.

Evolusi budaya merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, karena selain sebagai mahluk hidup, manusia pun merupakan
mahluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Sebagai mahluk sosial,
manusia mempunyai tata cara hidup, kebiasaan, norma, dan aspek-aspek kulutural
lainnya yang senantiasa berubah dan menjadi kompleks dari waktu ke waktu
(Khanafiah, 2008). Selain itu , menurut Ferry F. Karwur (2010) pada masa modern
ini, proses evolusi yang terjadi pada manusia merupakan proses evolusi yang
berorientasi pada evolusi kultural bukan pada orientasi fisik. Evolusi budaya
merupakan perubahan kultural yang terjadi dari waktu ke waktu sebagai hasil dari
proses adaptasi manusia terhadap suatu rangsang yang bersifat nonkultural (Hirst,
2010). Berdasarkan definisi tersebut, penurunan kualitas kehidupan generasi muda
pada masyarakat menengah keatas Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu
contoh dari evolusi budaya yang terjadi di Indonesia.
Dalam perkembangannya, para generasi muda ini terbiasa hidup serba
terfasilitasi, dan mendapatkan apapun tanpa kerja keras yang berarti. Penurunan
kualitas yang dimaksud dapat dilihat dari perkembangan sikap dan sifat para generasi
muda kalangan ini yang tidak baik. Dalam hal akademik, niat dari para generasi
muda ini, tidak bersemangat dalam menjalaninya. Menurut mereka kegiatan
akademik yang mereka jalani sekarang hanya sebagai formalitas untuk mereka
menjadi penerus usaha dari orangtua. Selain dalam hal akademik, dalam proses
pendewasaannya generasi muda ini berkembang dengan sifat yang intoleran terhadap
orang lain terutama yang tidak dalam kalangan mereka. Sifat materalistis, konsumtif
juga dimiliki karena terbiasa hidup mewah dan serba terfasilitasi. Dalam dunia
kerjapun, generasi muda dari kalangan ini cenderung untuk tidak bekerja dengan
serius dan manja karena tidak terbiasa untuk bekerja terlebih dahulu untuk
mendapatkan sesuatu.
Dalam proses evolusinya, generasi yang telah mengalami penurunan kualitas
hidup saat ini belum menyadari akan adanya penurunan kualitas yang perlahan pada
diri mereka. Kecenderungan untuk berhubungan dengan orang-orang yang sama
dengan mereka, membentuk mereka menjadi generasi muda yang bermental
eksklusif dan materialistis. Strategi yang dilakukan dan didukung oleh mental
generasi muda tersebut, secara langsung akan berdampak pada pemikiran strategi
untuk eksistensi yang keliru. Strategi yang dilakukan tidak dengan meningkatkan
kualitas SDM mereka, yang secara tidak langsung akan menaikkan kualitas hidupnya
yang lain. Tetapi adalah dengan memanfaatkan tingginya kualitas hidup dari dari
kelompok lain untuk menunjang eksistensi kehidupan mereka selanjutnya, atau
dalam istilah biologi adalah dengan mekanisme simbiosis parasitisme. Untuk
mempertahankan eksistensi hidupnya, para generasi muda ini biasanya akan
membatasi pergaulan dengan teman-teman dan mencari pasangan yang mempunyai
tingkat kualitas ekonomi yang lebih tinggi, sehingga dianggap secara jangka panjang
akan membantu eksistensi dari kehidupan selanjutanya.
BAB III. KESIMPULAN

Evolusi merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan mahluk
hidup terutama manusia. Evolusi budaya, merupakan salah satu proses evolusi yang
sampai saat ini masih terus dijalani oleh manusia. Salah satu proses yang dapat dilihat
dan disadari saat ini adalah penurunan kualitas hidup masyarakat terutama pada generasi
muda masyarakat dengan kelas ekonomi menengah keatas. Penurunan kualitas hidup ini
dilihat dari segi pengetahuan dan mental.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Ciri-ciri negara berkembang. http://organisasi.org/sifat-karakteristik-ciri-


ciri-negara-berkembang-di-dunia-ilmu-ekonomi-pembangunan. Diakses 7 Agustus
2010.
BKKBN, 2004. Pendataan Keluarga. http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.php?
MyID=344. Diakses 11 Agustus 2010
Hirst, K. Kris. 2010. Cultural evolution.
http://archaeology.about.com/od/cterms/g/culturalevol.htm. Diakses 7 Agustus
2010
Karwur, F.Fredy. 2010. Seminar
"Evolusi: Manusia Jawa Purba: A New Adventure". Salatiga, Jawa Tengah
Khanafiah, Deni. 2008. Evolusi Budaya (?). Dept. Computational Sociology Bandung Fe
Institute
Suyato, 2009. Pangan dan Gizi Sebagai Indikator Kemiskinan.
http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2009/11/13-indikator-kemiskinan.pdf. Diakses
11 Agustus 2010

You might also like