You are on page 1of 7

1.

4 Satuan-Satuan Bahasa

Sebagaimana kita lihat, bahasa hanya dapat dicapai dengan melalui tutur. Itulah
sebabnya maka dengan menganalisis ujaran-ujaran tertentu kita boleh berharap
untuk mengindentifikasikan satuan yang membentuk bahsa. Melalui sifat psiko-
fisik tutur, dua buah jalan bias kita tempuh: kita dapat menganalisis sepotong
wacana dari sudut pandang fisik, yaitu sebagai sederet bunyi, dan dari sudut
psikologi, yaitu sebagai pembawa makna,. Karena sebagian besar ujaran itu terdiri
lebih dari satu unsur makna, maka kita juga akan memerlukan kriteria ketiga: kita
harus mempelajari hubungan-hubungan yang ada antara satuan-satuan.

1.4.1 Satuan Bunyi

Suatu analisis fonetik yang murni terhadap tutur akan memisahkan berbagai
segmen bunyi (akustik) yang selanjutnya dapat dipecah-pecah lagi menjadi bunyi-
bunyi tunggal. Bunyi tunggal ini merupakan satuan fisik terkecil daripada tutur
dan, seperti sudah kita ketahui, bunyi-bunyi itu merupakan bunyi-bunyi potensial
yang tersimpan dalam memori kita sebagai kesan-kesan akustik dan motorik yang
dapat diaktualisasikan bilamana diperlukan.

Salah satu konsekuensi yang sangat berarti teori fonem ini adalah
diperkenalkannya pandangan sematik ke dalam studi tentang bunyi-bunyi bahasa.
Bunyi-bunyi bahasa sebenarnya tidak mempunyai makna sendiri yang bebas,
kecuali pada kasus yang jarang terjadi, yaitu kata-kata yang terdiiri dari satu bunyi
saja, seperti kata prancis ea (diucapkan /o/ ‘air’ atau / dalam bahas Latin, suatu
bentuk pperintah dari kata ire ‘pergi’, tetapi ini tidak berarti bahwa bunyi-bunyi
itu tidak ada urusannya dengan makna seluruh perbedaan antara fonem-fonem dan
alofon-alofon ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan makna.

Hockett menyatakan bahwa bunyi-bunyi dan perbedaan antara bunyi-bunyi


mempunyai satu atau hanya satu fungsi dalam bahasa, yaitu memberikan tutur-
tutur itu terpisah”. Dalam hubungan dengan fungsi negative ini bunyi-bunyi itu
juga empunyai satu peran yang kurang penting tetapi cukup positif: dalam kata-
kata yang bersifat onomatope bunyi-bunyi secara langsung dihubungkan dengan
makna dan memberikan representasi ikonik dari makna itu.

1.4.2 satuan makna

Aristoteles mendefisinikan kata sebagai satuan tutur terkecil yang bermakna.


Definisi ini lama sekali diterima para lilnguis, dan hanya baru-baru ini sajalah
metode analisis modern, mengimbangi prosedur ( dan kadang-kadang
terminology) fisika nuklir, menentuka satuan semantic dibawah tataran kata.
Berdasarkan pandangan hockett, kita dapat membedakan tidak kurang dari 12
morfoem :

Perintah

Pe-

Santun

-I;

meN- ;

anak;

pengulangan;

kurban;

buat;

per-an;

a-;

susila.
Keberagaman morfem lebih kelihatan jelas dari kenyataannya dari pengelihatan
yang lebih mendalam kita dapatkan dua kelas morfem.

Kelas pertama mencakup baik kata-kata yang bebas (seperti perintah,anak), yang
tidak bebas (seperti asa dalam putus asa) maupun konstituen atau bagian langsung
dari kata (duce dalam induce);perfiks(me-)dan sufiks(-an).

Kelas kedua mencakup intonasi dan unsur-unsur infleksional dari berbagai jenis,
yang berkaitan tidak dengan kata-kata yang berdidri sendiri, melainkan dengan
hubungan-hubungan gramatikal dan struktur kalilat secara keseluruhan. Ini
menyebabkan kata lalu lalu menjadi suatu posisi kunci dalam tataran struktur
bahasa.

Usaha yang paling berhsil mendefefisinikan kata sejauh ini adalah apa yang
dilakukan oleh leonard bloomfield yang lebih bannyak menggunakan kriteria
bentuk kata daripada makna. Titik tolak argumentasinya ialah hubungan kata
terhadap kalimat. Ia membedakan dua jenis bentuk bahasa yaitu:

1.Buntuk yang yang tidak pernah terpakai sebagai kalimat adalah bentukterikat.

2.bentuk-bentuk yang bisa menjadi kalimaat disebut bentuk bebas, karena dalam
jawaban, seruan,kata tersebut dapat berdiri sendiri, dan karenanya dapat bertindak
sebagi ujaran yang lengkap.

Yang membedakan kata dengan bentuk bebas yang lain adalah bahwa kata itu
tidak dapat dipecah tanpa menyisakan bentuk-bentuk yang lebih kecil. Pada
contoh diatas kata asusila terdidri dari bentuk bebas susila, dan perfiks a- yang
bukan bentuk bebas, karena a- tidak bisa berdiri sendiri dab inilah yang dimaksud
bahwa kata adalah sebuah bentuk bebas yang terkecil.

Dapat dikatakan bahwa leksikologi berkaitan dengan kata dan morfem-morfem


yang membentuk kata dengam kataa lain, berkaitan dengan satuan-satuan
bermakna (significant unit). Ini berarti unsure-unsur itu harus diteliti baik bentuk
maupun maknanya. Karena ini makna leksikologi mempunyia dua bagian, yaitu
(1) morfologi, studi dalam bentuk kata-kata, dan (2) semantik, studi tentang
makna bentuk-bentuk makna itu. Jadi, begitulah tempat semantik, dalam sistem
lingustik, jika kita mengikuti istilah secara lurus.

Leksikologi tidak boleh dikacaukan dengan leksikografi, yaitu penulisan atau


kompilasi kamus, yang sebenarnya lebih banyak merupakan tekni khusus dalam
cabang linguistik. Cabang ilmu yang lain yang mendapatkan tempat dalam
kerangka studi leksikologi adalah etimologi yang sudah lama menjadi cabang
lingustik yang sudah mapan. Etimologi dalam pengertian tradisional adalah studi
asal usul kata. Konsep sempit semacam ini masih banyak kasus yang hanya
menyajikan bentuk dasar sebuah kata dan bentuk moderenya.

Ada konsep baru yang lebih luas, setidaknya dalam dua hal yaitu (1) yang dicari
tidak hanya asal usul kata melainkan melacak secara mendetail keseluran sejarah
kata itu; dan yang lebih penting (2) metode ini tidak menangani kata secara
terpisah (atau berdiri sendiri), melainkan kata sebagai bagian dari kelompok yang
lebih besar.

1.4.3 Satuan Relasi

Ada beberapa bahasa, seperti bahasa Eskimo, dimana sebuah kalimat yang
menyatakan sejumlah gagasan yang berbeda-beda terdiri dari satu kata kompleks
saja. Dalam bahasa Inggris, kata-kata pada umumnya tidak dipakai secara
terisolasi, melainkan bergabung dalam satuan-satuan, yang menyatakan suatu
hubungan tertentu misalnya, Jhon writes, ‘Jhon menulis. ‘menunjukan hubungan
subjek dan predikat; red rose ’ mawar merah’, menunjukan hubungan antara sifat
dan yang disifatkan. Kombinasi-kobinasi tersebut disebut frasa. Sebuah frasa
dapat didefenisikan sebagai sebuah bentuk bebas yang terdiri dari dua atau lebih
bentuk bebas lebih kecil. Maka perbedaan antara kata dan frasa adalah sebuah
kata yang sudah tidak bisa dipecah lagi tanpa meninggalkan bentuk bebas yang
lebih kecil,

Sebuah frase, seperti hanya bentuk bebas yang lain, mampu betindak sebagai
sebuah kalimat. Hal ini bergantunh sebagai sifat frase itu sendiri, apakah kalimat
yang dibentuknya itu lengkap ataukah eliptis dan harus dilengkapi dengan
konteks. Dipihak lain, dua frasa atau lebih dapat bergabung untuk membentuk
sebuah kalimat. Studi tentang frasa dan kombinasi frasa membentuk bagian ketiga
ilmu linguistik, yaitu sintaksis. Karena frasa dan kombinasi itu mempunyai bentuk
dan makna, maka sintaksis itu, seperti halnya leksikologi, mempunyai dua
subbagian yaitu morfologi dan semantik sebagian morfologi mencakup hal-hal
seperti infleksi, urutan kata (word-order), pertautan (concord; agreement), dan
hal-hal lain yang menyatakan hubungan antar kata dalam kalimat. Subbagain
semantik dari sintaksis meneliti makna dan fungsi unsure-unsur sintaksis.

Jika seluruh pembahasan tadi kita rekapitulasikan, maka dapat dikatakan sebagai
berikut: ada empat satuan-dasar bahasa, yaitu fonem, morfem, kata, dan frasa.
Diantara empat ini morfem merupakan satuan yang sangat hetrogen (beraneka
ragam) untuk membentuk poko suatu bagian khusus linguistik. Tiga yang lain
masing-masing membentuk cabang ilmu bahasa yang berikut:

Fonem fonologi

kata leksikologi

frasa sintaksis

baik leksikologi maupun sintaksis mempunyai subbagian morfologi dan


subbagian semantik. Sudah kita maklumi bahwa leksikologi tidak hanya berkaitan
dengan kata, melainkan juga dengan komponen-komponen kata. Dan bahwa
sinntaksis mempelajari tidak hanya frasa, melainkan juga kombinasi-kombinasi
tempat frasa itu masuk.

Salah satu masalah yang muncul dalam skema ini adalah masalah perubahan
(bunyi) atau alternasi dalam stem kata-kata tertentu. Misalnya, apakah perubahan
(atau alternasi) itu masuk kedalam leksikkologi atau sintaksis? Jawabanya
tergantung kepada hakikat dari perubahan itu sendiri. Alternasi-alternasi lain
mempunyai fungsi sintaksis tertentu, seperti misalnya perubahan vocal pada sing-
sang-sung’menyanyi yang menandai perbedaan antara tiga kategori verba,
alternasi demikian jelas masuk sintaksis.

Kesulitan kedua yang serius muncul pada posisi kategori-kategori gramatikal


tertentu. Sebagian besar kategori ini memang masuk dalam sintaksis. Perbedaan
antara subjek, predikat, objek dan bagian-bagian lain adalah sintaksis sifatnya.
Kasus (case) dan jumlah dalam nomina adjektiva, dan pronominal.

Kelas kata, atau jenis kata, juga merupakan kesulitan tersendiri dalam sekema ini,
karena karakteristiknya maka setiap kata dalam sesuatu kelas tertentu dan sesuatu
bentukan bahkan bisa masuk kedalam lebih dari satu kelas kata, sebagaimana
sering terjadi dalam bahasa inggris, sehingga kita lalu memandangnya sebagai dua
kata yang berbeda (run “berlari” verba, dibedakan dengan a run ‘lari’; hal lari
‘nomina). Itulah sebabnya ada seorang linguis (v. Brondal 1943) yang
mengemukakan bahwa sebuah kata itu ditentukan oleh dua faktor, yaitu “inti”
maknanya dan kelas kata tempat kata itu masuk. Karena itu tanpaknya cukup logis
untuk memandang, kata kelas itu sebagai sebuah katagori leksikal. Namun ada
juga dua alas an yang memungkinkan kelas kata itu masuk sintaksis. Yaitu
(1)hubungan erat yang ada antara kelas kata dengan bagian kalimat (nomina-
subjek dan objek; verba-predikat;adjektiva penjelesan, dan sebagainya). (2)
kenyataan bahwa kelas kata itu dibeda-bedakan atas dasar pengertian atau prabot
sintaksis, seperti infeksi dan urutan kata, sekali lagi bobot semacam itulah yang
menyatakan tempat kelas pada sintaksis.

Perbedaan yang mendasar antara bahasa dan leksikon adalah bahwa tata bahasa
itu membicarakan”fakta-fakta umum, bahasa “(general facts of language),
sedangkan leksikon membicarakan fakta-fakata khusus “(special facts)”. Jadi
persoalannya adalah perbedaan antara umum dan khusus.
Dalam bacaan ini, tata bahasa akan mencakup keseluruhan sintaksis ditambah
bagian-bagian leksikologi yang berkaitan dengan “fakta-fakta umum” seperti
misalnya pembentukan kata-kata turunan. Tetapi tidak mencakup studi tentang
kata-kata lepas. Dengan demikian maka tata bahasa mempunyai kewenangan
untuk membicarakan makna prefiks dan sufiks serta berbagai macam masalah
makan yang muncul dalam sintaksis. Tetapi, semantik dalam arti yyang agak
sempit, yaitu studi tentang makna kata itu sendiri, akan terletak diluar jangkauan
tata bahasa.

You might also like