Professional Documents
Culture Documents
Siti Zubaidah
(Dosen Tetap Program Studi Akuntansi FE – UMM)
Abstract
The aim of this research is to study influence of monetary performance (current ratio, quick
ratio, financial leverage, operation leverage, ROA, ROE, Asset Growth and Earning per Share) to beta
of share. The data was taken away from companies which enlist in Jakarta Islamic Index (JII). There
are 30 companies which analyzed by regression to know the relation of both variable. F test and t Test
was conducted to prove the hypothesis.
The result of research indicate that monetary performance (current ratio, quick ratio, financial
leverage, operation leverage, ROA, ROE, Asset Growth and Earning per Share) concurrently do not
have an effect to beta of share. While, monetary performance (current ratio, quick ratio, financial
leverage, operation leverage, ROA, ROE) partially does not have effect to beta of share’at of share.
But Asset Growth and Earning per share have a significant effect. This results are support the result of
Tandelilin’s research (1997)
PENDAHULUAN
Tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Oleh
karena itu, sebelum melakukan investasi, investor perlu memastikan bahwa investasi tersebut mampu
memberikan tingkat pengembalian yang diharapkan yang tinggi dengan tingkat risiko yang kecil. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian yang diharapkan (return saham) dan tingkat
risiko saham, yaitu yang terbagi dalam faktor fundamental dan faktor ekonomi. Faktor fundamental
yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya adanya pemogokan, tuntutan pihak
lain, penelitian yang tidak berhasil, kinerja perusahaan (tingkat profitabilitas, tingkat likuiditas,
leverage, deviden, asset growth, ukuran perusahaan, dan lain-lain). Sedang faktor ekonomi yaitu
faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan, misalnya tingkat suku bunga, tingkat inflasi,
perubahan nilai kurs, perubahan GDP, dan lain-lain. (Iqbal, 2003)
Tingkat suku bunga mempengaruhi risiko (beta) saham, hal ini disebabkan karena seorang
investor dalam memilih alternatif investasi akan cenderung memilih investasi yang menguntungkan,
jika tingkat suku bunga lebih tinggi daripada return saham maka akan lebih menguntungkan memilih
investasi yang bebas risiko seperti deposito, obligasi daripada investasi yang penuh risiko seperti
saham dan sebaliknya. Ketika tingkat suku bunga tinggi maka return saham akan cenderung terjadi
perubahan atau rendah. Return saham naik turun sesuai dengan permintaan investor. Semakin tinggi
permintaan terhadap saham semakin tinggi pula return saham. Perubahan return saham terhadap
return saham pasar ini disebut beta saham (Halim, 2003).
Tingkat inflasi menunjukkan adanya kenaikan tingkat harga umum, dimana nilai uang sebagai
refleksi tingkat harga umum tidak stabil. Dengan adanya inflasi, kemampuan daya beli masyarakat
rendah, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga agar masyarakat menabung, dengan tujuan
menstabilkan kondisi ekonomi. Hal ini menyebabkan investor cenderung investasi pada investasi yang
bebas risiko daripada saham. Risiko (beta ) saham menjadi tinggi.
Perubahan nilai kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal
penyelesaian pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Tingkat keuntungan
yang diharapkan dari adanya investasi akan menurun dengan cepat jika nilai kurs berubah tajam,
sehingga bagi para pelaku ekonomi semakin rendah tingkat perubahan nilai kurs adalah semakin baik.
Hal ini akan mempengaruhi keputusan seorang investor dalam berinvestasi. Permintaan terhadap
saham menjadi turun dan risiko saham meningkat. Oleh karena itu, dalam melakukan investasi,
seorang investor tentu akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang mempunyai kinerja yang
baik. Kinerja yang baik menunjukkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan kekayaaan bagi
pemegang sahamnya. Artinya, perusahaan berhasil memberikan tingkat pengembalian sebagaimana
yang diharapkan oleh investor, yang berupa capital gain atau deviden.
Sementara itu, dalam konteks portofolio risiko dibedakan menjadi dua (Halim (2003,23) yaitu
risiko sistematik (systematic risk)dan risiko tidak sistematik (unsystematic risk). Risiko sistematik
(systematic risk) merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi,
karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara
keseluruhan. Misalnya adanya perubahan tingkat bunga, kurs valas, inflasi, kebijakan pemerintah, dan
sebagainya. Sehingga sifatnya umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang
bersangkutan. Risiko tidak sistematik (unsystematic risk) merupakan risiko yang dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri
tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain.
Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda
terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya faktor struktur modal, struktur asset, tingkat likuiditas,
tingkat profitabilitas, dan lain-lain. Oleh karena itu seorang investor perlu melakukan analisis tentang
risiko saham. Untuk mengukur risiko digunakan koefisien beta saham. Mengetahui beta suatu sekuritas
merupakan hal yang penting untuk menganalisis sekuritas atau portofolio. Beta suatu sekuritas
menunjukkan kepekaan tingkat keuntungan suatu sekuritas terhadap perubahan-perubahan pasar
(Halim, 2003: 25).
Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi beta atau risiko sistematik telah
dilakukan oleh Beaver, Kettler, Scholes (1970), Bowman (1979), Chung (1989), Hanloon dan Steele
(2000) menunjukkan bahwa di luar negeri adanya pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor
fundamental dan faktor ekonomi terhadap beta saham. M. Iqbal Aruzzi dan Bandi (2003), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa variabel fundamental (tingkat profitabilitas dan beta akuntansi) baik
secara parsial maupun secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap beta saham
JII (Jakarta Islamic Index) sedang variabel tingkat suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap
beta saham JII (Jakarta Islamic Index).
Hasil penelitian diatas berbeda dengan hasil penelitian Tandelilin (1997) yang menyatakan bahwa
tingkat suku bunga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap beta saham dan variabel-variabel
ekonomi (tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan perubahan GDP) secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematik ( beta saham).
Menurut Iswardono (1996) naiknya suku bunga, inflasi berjangka akibat kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan pemerintah menyebabkan para pemodal mencari alternatif lain yang lebih
menguntungkan, sehingga memberikan batas yang semakin sempit bagi peningkatan penanaman
modal dalam saham-saham perusahaan yang dijual.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi dan perubahan nilai kurs secara simultan terhadap beta
saham?
2. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi dan perubahan nilai kurs secara parsial terhadap beta saham?
Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terfokus maka dikemukakan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini dibatasi pada saham perusahaan syariah yang termasuk dalam JII (Jakarta Islamic
Index).
2. Periode data yang diambil adalah 3 tahun dari 2001, 2002, 2003.
3. Tidak mempertimbangkan variabel kelompok industri
TINJAUAN PUSTAKA
1. Review Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi beta atau risiko sistematik adalah
M. Iqbal Aruzzi dan Bandi (2003), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel fundamental
(tingkat profitabilitas dan beta akuntansi) baik secara parsial maupun secara bersama-sama tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap beta saham JII (Jakarta Islamic Index) sedang variabel tingkat
suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap beta saham JII (Jakarta Islamic Index).
Hasil penelitian diatas berbeda dengan hasil penelitian Tandelilin (1997) yang menyatakan bahwa
tingkat suku bunga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap beta saham dan variabel-variabel
ekonomi (tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan perubahan GDP) secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap risiko sistematik ( beta saham).
Selain Tendellin (1997) beberapa penelitian terdahulu juga telah dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi risiko sistematik atau beta. Beberapa penelitian tentang Beta saham
untuk pasar modal di luar negeri telah dilakukan Chung (1989), penelitian ini meneliti pengaruh
financial leverage, operating leverage, dan risiko bisnis secara bersama-sama terhadap beta saham
biasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah financial dan operating leverage merupakan faktor utama
yang mempengaruhi beta saham, begitu pula dengan risiko bisnis merupakan faktor penting yang
mempengaruhi beta saham. Sehingga dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh secara bersama-sama antara operating dan financial leverage terhadap risiko sistematis
saham biasa.
Hasil penelitian Hanlon dan Steele (2000), menunjukkan bahwa ada suatu hubungan positif antara
beta dengan return. Dari hasil penelitian-penelitian di luar negeri dapat diambil kesimpulan bahwa
variabel-variabel fundamental atau keuangan mempunyai pengaruh terhadap beta saham. Dan
variabel ekonomi secara simultan tidak berpengaruh terhadap beta saham.
Sufiyati dan Naim (1998) meneliti tentang masalah yang sama, dimana hasilnya menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel yang secara konsisten berpengaruh secara positif
terhadap beta saham. Variabel Industri tidak berpengaruh, variabel leverage operasi dan leverage
finansial memberikan hasil yang tidak konsisten antara satu skenario metode pengukuran dengan
metode yang lain, sedangkan untuk variabel leverage finansial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap beta.
Miswanto dan Husnan (1999), juga meneliti dimana hasil penelitian ini mempunyai kesimpulan
yaitu bahwa ciclycality dan firm size mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap beta. Uji parsial
menunjukkan bahwa variabel ciclycality dan firm size mempunyai pengaruh yang signifikan tetapi
operating leverage tidak berpengaruh, uji simultan juga menunjukkan bahwa variabel ciclycality dan
firm size memiliki pengaruh signifikan.
Indriastuti (2001) mencoba menguji pengaruh beberapa faktor fundamental terhadap saham biasa
untuk masa sebelum krisis dan selama krisis ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
likuiditas, financial leverage dan pertumbuhan aktiva berpengaruh terhadap beta saham, dan secara
bersama-sama, variabel-variabel tersebut berpengaruh secara signifikan.
Beberapa penelitian yang dilakukan diatas memberikan kesimpulan yang hampir sama yaitu
variabel-variabel fundamental berpengaruh terhadap pengukuran beta saham. Akan tetapi hasil yang
didapatkan dari penelitian-penelitian tersebut seringkali terdapat perbedaan untuk variabel-variabel
fundamental secara individual, walaupun secara keseluruhan variabel-variabel fundamental tersebut
mempunyai pengaruh terhadap pengukuran beta saham, untuk variabel-variabel ekonomi yang
mempunyai pengaruh terhadap beta saham belum banyak diteliti sehingga perlu dilakukan penelitian-
penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil –hasil penelitian yang telah dilakukan.
2. Tinjauan Teori
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI
Dalam melakukan investasi ada dua faktor yang paling dipertimbangkan, yaitu pengembalian/hasil
yang diharapkan dan risiko investasi. Pengembalian (return) merupakan laba atas suatu sekuritas atau
investasi modal (Downes dan Goodman, 1991:479) dalam Warsono (2001:75). Risiko adalah
kemungkinan yang dapat diukur dari diperoleh tidaknya suatu nilai (Downes dan Goodman, 1991:479)
dalam Warsono (2001:75).
Saham biasa merupakan sekuritas teraktif yang diperdagangkan di pasar modal Indonesia.
Sekuritas ini merupakan bentuk modal sendiri yang mempunyai lima karakteristik, yaitu (Warsono,
2001:276):
1. Tagihan terhadap pendapatan
2. Tagihan terhadap aset
3. Hak suara
4. Hak didahulukan
5. Tanggung jawab terbatas.
BETA PASAR
Beta pasar diperoleh dari hasil perhitungan koefisien regresi antara tingkat pengembalian suatu saham
dengan tingkat pengembalian pasar.
Tingkat pengembalian saham dihitung:
Dari hasil perhitungan kedua tingkat pengembalian tersebut, kemudian di regresikan sehingga
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
HIPOTESIS
Penelitian ini mencoba memperjelas hasil dari penelitian-penelitian terdahulu tentang
pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan perubahan nilai kurs terhadap Beta Saham.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
HA1 : Inflasi dan Perubahan nilai kurs secara simultan berpengaruh signifikan terhadap beta saham
Syariah.
HA2 : Tingkat Inflasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap beta saham Syariah.
HA3 : Perubahan Nilai Kurs secara parsial berpengaruh signifikan terhadap beta saham
Syariah.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (Explanatory research) dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang diajukan yang menyoroti pengaruh antara variabel independen dengan variabel
dependen. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian Tandellen (1997) yang meneliti
varibel-variabel ekonomi (tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan perubahan GDP) dan variabel
akuntansi (Rasio aktivitas, ukuran perusahaan, likuiditas dan profitabilitas) terhadap beta saham (risiko
sistematik) dan penelitian Iqbal Aruzzi (2003) meneliti variabel tingkat suku bunga, rasio profitabilitas
dan beta akuntansi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Iqbal adalah menambah periode
penelitian 1 (satu) tahun, 2001 sampai dengan 2003 dan variabel yang diteliti untuk penelitian ini
adalah hanya variabel ekonomi sedang variabel fundamental tidak. Penelitian ini ingin menguji
kembali hasil penelitian Tendellin dan Iqbal khususnya untuk variabel ekonomi, dimana kedua pnelitian
tersebut mempunyai hasil yang berbeda.
Objek yang diteliti adalah saham perusahaan yang termasuk dalam Jakarta Islamic Index
(JII) karena perusahaan-perusahaan ini berbasiskan syariah Islam, dimana pada perusahaan ini
terdapat pertumbuhan yang menakjubkan yang terjadi saat ini juga berimbas pada sektor pasar
modal. Menurut Fauzi dalam Akhsin (2000) berdasarkan kasus di pasar modal investasi syariah selalu
memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan investasi konvensional. Ini karena investasi
syariah, khususnya yang berdasarkan prinsip bagi hasil mengandung ketidakpastian return yang tinggi.
Periode yang diteliti adalah 2001 sampai 2003.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan publik yang terdaftar di BEJ dan
termasuk ke dalam kelompok perusahaan berbasis syariah yang tergabung dalam Jakarta Islamic
Index di BEJ. Pengambilan sampel menggunakan tehnik purposive sampling. Pada tehnik ini sampel
yang diambil adalah sampel yang memiliki kriteria-kriteria tertentu. Perusahaan yang dijadikan sampel
merupakan perusahaan yang memenuhi kriteria berikut:
1. Saham emiten yang halal berdasarkan syariah Islam, kehalalan suatu saham disahkan oleh
dewan Pengawas Syariah dari Danareksa Investment Management.
2. Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII).
3. Menerbitkan Laporan Keuangan selama periode 2001 sampai dengan 2003.
Rm
Ri = αi + βi RM + ei
Notasi:
Ri = Return saham
αi = Konstanta
βi = Beta Saham
RM = Return Pasar
ei = residual selama periode t, diasumsikan = 0
Notasi:
RM = Return saham
RMt = IHSG pada tahun t
RMt-1 = IHSG pada tahun t-1
βi = α i + ai X1 + Σ bk X2 + e
Notasi:
βi = Beta saham
αi = Konstanta
X1 = Tingkat Inflasi
X2 = Perubahan nilai kurs
e = Kesalahan pengganggu
a1, a2, bk merupakan koefisien regresi
Tabel 1:
Saham Jii (Jakarta Islamic Index)
NO KODE NAMA PERUSAHAAN
1. AALI Astra Argo Lestari
2. ANTM Aneka Tambang Persero
3. ASGR Astra Graphia
4. AUTO Astra Otopart
5. BLTA Berlian Laju Tanker
6. BRPT Barito Pacific Timber
7. BUMI
8. CTRA Ciputra Development
9. DNKS Dankos Laboratories
10. DYNA Dynaplast
11. EPMT Enseval Putra Mega Trading
12. GJTL Gajah Tunggal
13. INAF Indofarma
14. ANCO
15. INDF Indofood Sukses Makmur
16. INTP Indocement Tunggal
17. ISAT Indosat
18. KAEF Kimia Farma
19. KLBF Kalbe Farma
20. LMAS Limas Stockhomindo
21. MEDC Medco Energi Coprporation
22. PTBA Tambang Batu Bara Bukit Asam
23. SMGR Semen Gresik
24. SMRA Summarecon Agung
25. TINS Timah
26. TLKM Telekomunikasi
27. TSPC TempoScan Pacific
28. UNTR United Tractor
29. UNVR Unilever Indonesia
Sumber: BEJ
ANALISA DATA
Tabel 2:
Tingkat Inflasi
Tabel 3:
Perubahan Nilai Kurs
Sumber: BEJ
Tabel 4:
Beta Saham Tahun 2001,2002, 2003
Beta saham menunjukkan ukuran risiko saham. Dalam penelitian ini menggunakan risiko pasar
untuk perusahaan yang tergabung dalam JII (Jakarta Islamic Index). Tampak 29 perusahaan
kondisinya sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Risiko yang berfluktuasi menandakan bahwa
saham dalam kondisi aktif diperdagangkan. Perusahaan mana yang lebih baik untuk berinvestasi
sangat tergantung pada preferensi investor, perusahaan dengan risiko yang tinggi akan menghasilkan
tingkat return /pengembalian yang tinggi, sebaliknya perusahaan yang memiliki risiko yang kecil maka
return/pengembaliannya juga kecil.
Tabel 5:
Hubungan Antara Variabel Bebas (X)
Perusahaan Dalam Jakarta Islamic Indek Sampel
Tahun 2000 – 2003
Variabel Label Tolerance VIF
X1 Tingkat Inflasi 0.724 1.381
X2 Perubahan Nilai Kurs 0.724 1.381
Sumber: Diolah
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel bebas yang
mempunyai nilai toleransi lebih dari 1 dan nilai VIF yang lebih dari 10, maka berarti diantara
variabel bebas (X), yaitu variabel tingkat inflasi dan variabel perubahan nilai kurs tidak terjadi
multikolinearitas.
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variance variabel dalam model tidak sama
ataukah sama. Heteroskedastisitas menyebabkan estimator tidak efisien, baik dalam sampel kecil
maupun besar. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji Goldfelt Quantd. Yaitu dengan cara mengurutkan data menurut salah satu variabel
bebasnya. Kemudian membuang observasi yang bearada di tengah sebanyak kurang lebih antara
14 % – 25 % dari jumlah data sehingga menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok
kemudian diregresikan. Nilai Fhitung diperoleh dengan cara membagi nilai MS-residual-2 dengan MS-
residual-1. Jika dari hasil uji Goldfelt Quantd menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil daripada Ftabel,
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 6:
Perhitungan Uji Goldfelt
Perusahaan Dalam Jakarta Islamic Indek Sampel
Tahun 1999 – 2003
No. Jumlah Variabel MS-residual
1. 1 – 30 970.097
2. 58 – 87 73.844
F hitung = 0.076
F tabel = 4.196
Sumber : Diolah
Nilai Fhitung dalam uji kali ini sebesar 0.076 angka ini diperoleh dengan cara membagi nilai
MS-residual-2 dengan nilai MS-residual-1. sedangkan nilai Ftabel (0.05;1,28) adalah sebesar 4.196.
Karena nilai Fhitung lebih kecil daripada nilai Ftabel, berarti tidak terjadi heterokedastisitas. Hal ini
menunjukkan bahwa baik variavel tingkat inflasi dan variabel perubahan nilai kurs tidak terjadi
heterokedastisitas artinya terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain.
3. Uji Autokorelasi
Uji ini dilakukan untuk memastikan tidak terdapatnya korelasi antar anggota sampel. Jika
terjadi autokorelasi maka variance sampel tidak dapat menggambarkan variance populasinya.
Diagnosis terhadap adanya autokorelasi dilakukan dengan pengujian terhadap nilai Uji Durbin-
Watson (DW-test). Dari hasil analisis data diperoleh nilai DW-hitung sebesar 2.162, nilai ini berarti
1.55 ≤ 2.162 ≤ 2.46 maka tidak terjadi autokorelasi. Karena pengukuran adanya autokorelasi bisa
dilihat dari tabel berikut
Tabel 7:
Kriteria Pengukuran Autokorelasi
Durbin Watson Kesimpulan
Kurang dari 1.10 Ada Autokorelasi
1.10 sampai dengan 1.54 Tanpa kesimpulan
1.55 sampai dengan 2.46 Tidak Ada Autokorelasi
2.47 sampai dengan 2.90 Tanpa Kesimpulan
Lebih dari 2.91 Ada autokorelasi
Sumber: Diolah
4. Normalitas
Model regresi yang baik jika semua variabel berdistribusi normal. SPSS menyediakan
fasilitas untuk mendeteksi normaliatas dengan membuat scatler plot antara probabilitas kumulatif
observasi dengan probabilitas kumulatif harapan (prediksi). Jika scatler tersebar pada diagonal
segiempat kedua probabilitas, dikatakan semua data mendekati distribusi normal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa antara tahun 2001 sampai dengan
2003, kondisi tingkat inflasi di Indonesia terjadi perubahan yang tidak mencolok, sedang perubahan
kurs terutama antara rupiah dan nilai dollar juga ada perubahan yang tidak jauh, dapat dikatakan
bahwa perubahan nilai kurs juga cukup stabil. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi bangsa
Indonesia antara tahun 2001 sampai dengan 2003 cukup stabil, baik dari segi politik, ekonomi dan
sosialnya. Demikian juga dipengaruhi oleh kondisi dunia yang cukup aman sehingga mempengaruhi
tingkat inflasi dan perubahan kurs yang relatif cukup stabil. Hal ini berdampak pada risiko saham (Beta
saham) terutama untuk saham-saham perusahaan yang tergolong dalam JII (Jakarta Islamic Index)
juga mengalami perubahan yang tidak berarti.
Dari hasil uji hipotesis, dapat diketahui bahwa tingkat inflasi dan perubahan nilai kurs
secara bersamaan berpengaruh secara tidak signifikan terhadap beta saham syariah sedang, tingkat
inflasi dan perubahan nilai kurs secara parsial berpengaruh secara tidak signifikan terhadap beta
saham syariah. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Tandelilin (1997)
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Pudji dan Husnan, 1993. Pengaruh Fundamental terhadap Beta saham, Tesis, UGM.
Antonio, Syafii, 2001. Manajemen Bank Syariah, Jakarta.
Achsien, Iggi, H., 2001. Investasi Syariah di Pasar Modal Menggagas Konsep Manajemen Portofolio
Syariah, edisi Pertama, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Chung, Kee H., 1989. The Impact of the Demand Volatility and Leverages On The Systematic Risk and
Financial (Accounting) Variabel, The Journal of Finance and Accounting, 16 (3), Summer,
p. 343 – 360.
Fabozzi, 1999. Manajemen Investasi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Faisal, 2001. Manajemen Keuangan Internasional, Salemba Empat, Jakarta.
Halim, Abdul, 2003. Analisis Investasi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Husnan, Suad, 1996. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi kedua, Yogyakarta :
UPP AMP YKPN.
Haroen, Nasrun, 2000. Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan Hukum Islam, Edisi Pertama,
Penerbit Kalimah Jakarta.
Hanafi, Mamduh, 2003. Manajemmen keuangan Internasional , Edisi 2003-2004,BPFE, Jogyakarta
Iswardono, 1999. Suku bunga diturunkan Investasi Akan Meningkat?, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, vol 14, No.2, Hal. 34 – 42.
Indriastuti, Dorothea R.,2001. Analisis Pengaruh Faktor-faktor Fundamental Terhadap Beta Saham
(Studi kasus di Bursa Efek Jakarta : Perbandingan periode sebelum dan selama krisis),
Prespektif, Vol.6, No. 1, Juni, h, 11 – 25.
Iqbal, Aruzzi, 2003. Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Rasio Profitabilitas, dan Beta akuntansi Terhadap
Beta saham di Bursa Efek Jakarta, Seminar Nasional Akuntansi halaman 647.
Jogiyanto, 1998. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Cetakan Pertama, Yogyakarta : BPFE.
Tandellin, Eduardus, 1997. Determinants Of Systematik Risk, The Experience of Some Indonesia
Common Stock, Kelola, No.16/!V, Hal. 101 – 114.
Warsono, 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, UM Press, Malang