Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas mata ajaran Keperawatan Medikal Bedah III
oleh :
bandung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit adalah organ yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesehatan seseorang.
Kecantikan seseorang secara fisik dapat dilihat dari kesehatan kulitnya. Kulit yang sehat
B. Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini yakni
melalui studi literature, browsing internet, dan diskusi kelompok.
D. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan.
Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurunya, yaitu 15 persen dari berat
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan
subkutan atau subkutis.
a) Epidermis
b) Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan subkutan.
Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papillaris), sedangkan
dibagian bawah terjalin lebih lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars retucularis
mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang tyerbanyak adalah liposit yang
menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe,
kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari
jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan
energi.
Jika kulit diberi rangsangan listrik maka elemen-elemen kontraktil akan memendek atau
kulit akanberinteraksi. Rangsangan ini berasal dari pusat kesadaran (otak) dan disalurkan melalui
serabut sarafpengerak menuju serabut-serabut kulit. Seperti diketahui kulit berkontraksi menurut
rangsangan yang datang, bila tidak ada rangsangan unit pengerak dalam keadaan istirahat
1. HERPES SIMPLEKS
a. Pengertian
Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus herpes
hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit
yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes simpleks disebut juga fever blister,
cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis. (Kapita Selekta
Kedokteran ed.III, 2000:151)
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
(Adhi DJuanda, Ilmu penyakit kulit dan kelamin,2000:355)
Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat kronis
dan residif , disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus hominis. (FK
Unair, 1993 dalam Loetfia Dwi Rahariyani tahun 2008 : 45)
Kesimpulan: herpes simpleks adalah penyakit pada kulit dan mukosa yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok dan ertitematosa, ditularkan melalui udara dan sebagian kecil
melalui kontak kulit langsung.
b. Etiologi
Virus herpes simpleks tipe I (HSV I). Penyakit kulit/selaput lendir yang
ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain
herpes labialis, herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia
kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti
ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya
dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata dengan rongga mulut, hidung
dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya
lewat koitus orogenital (oral sex).
Virus herpes simpleks tipe II (HSV II, “virus of love”). Penyakit ditularkan
melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat
terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah
bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat
pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital.
c. Patofisiologi
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau
setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab
dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya
terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung
dengan membrane sel. pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat
berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak
virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar
melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak
dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah in feksi awal timbul fase laten.
Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah
yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam
ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau
gejala pada manusia.
d. Tingkatan infeksi
1. Infeksi primer
2. Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan
dapat tejadi pada fase ini, akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun
dalam jumlah sedikit.
e. Manifestasi Klinis
3. Infeksi herpes simpleks diseminata. Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak
usia 6 bulan sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes gingivostomatitis berat. Jenis
ini dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia masif, yang berakibat
gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian
banyak terjadi pada stadium viremia yang berat.
4. Herpes genitalis (progenitalis). Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas
3-5 hari. Penularan dapat melalui hubungan seksual secara genito-genital,
orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau
menggerombol, bilateral, pada dasar kulit yang eritematus, kemudian
berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau ulkus yang dangkal disertai rasa
nyeri. 31% penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam, malaise, mialgia,
dan sakit kepala; dan 50% mengalami limfadenopati inguinal.
Karena HSV tidak dapat disembuhkan maka persentasi orang yang terinfeksi
meningkat seiring dengan usia. Sekitar 1 dari 4 perempuan dan 1 dari 5 laki-laki
terinfeksi oleh virus herpes genitalis. Kerentanan terhadap infeksi herpes bervariasi.
HSV lebih sering dijumpai pada perempuan daripada laki-laki, mungkin karena luas
permukaan mukosa saluran genetalia perempuan yang lebih besar dan terjadinya
kerusakan mikro di mukosa selam hubungan kelamin. Dibandingkan dengan populasi
umum, orang yang terinfeksi oleh HIV lebih rentan terhadap infeksi HSV dan lebih
menular ke orang lain setelah terjangkit virus ini. Orang yang seropositif HSV-1 sedikit
banyak tampaknya terproteksi dari infeksi HSV-2. Karena infeksi HSV tidak mengancan
nyawa dan sering ringan atau asimtomatik, maka banyak orang yang tidak menyadari
besarnya penyakit ini.
g. Komplikasi
h. Tes Diagnostik
Pada sebagian besar kasus, herpes genetalis dapat didiagnosis secara klinis saat
infeksi akut atau rekuren. Sebelum ditemukannya uji amplifikasi DNA, biakan virus
terhadap vesikel atau pustule merupakan baku emas untuk diagnosis. Biakan
yang diambil dari lesi yang sudah berkrusta dan infeksi rekuren kurang sensitive,
Pada percobaan Tzanck dengan perwarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
i. Penatalaksanaan medis
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus analog
nukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada
gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus yang
dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat
antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk mengurangi dan
mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala
hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih
setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi
kekambuhan sebesar 75%.
Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi
supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan
keharusan melakukan seksio sesarea pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk
mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.
Pengkajian
a) Biodata.
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita. Pekerjaan;
beresiko tinggi pada penjaja seks komersial.
f) Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau
yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu
meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan
peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
g) Kebiasaan sehari-hari.
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan
BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang
mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau
klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-
ganti pasangan.
Diagnosa keperawatan
rencana keperawatan:
Kaji kembali factor yang menurunkan toleransi nyeri.
Kurangi atau hilangkan factor yang meningkatkan pengalaman nyeri.
Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responsnya terhadap
nyeri ; akui adanya nyeri , dengarkan dan perhatikan klien saat
mengungkapkan nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau tindakannya.
Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
rasa nyeri.
Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi, relaksasi,
imajinasi , dan ajarkan tehnik / metode yang dipilih.
Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
Pantau TTV
Kaji kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa nyeri.
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes
simpleks
3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak
langsung , kontak droplet)
Rencana keperawatan:
Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan, dan
akibat yang ditimbulkan.
Anjurkan klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual selama sakit
dan jika perlu menggunakan kondom.
Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengan satu
orang ( satu sama lain setia ) dan pasangan yang tidak terinfeksi ( hubungan
seks yang sehat ).
a. Pengertian
Herpes Zoster adalah penyakit yang diserang oleh infeksi Virus Varicella-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang
terjadi setelah infeksi primer.(Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
2000 : 107)
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang
tua, ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang diinervasi oleh serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensoris dari nervus cranialis. (Marwali Harahap, Ilmu
Penyakit Kulit, 2000: 92)
Herpes zoster (dampa, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus
varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah infeksi primer. (Kapita Selekta Kedokteran ed.III,2000 :
128)
Kesimpulan: herpes zoster adalah penyakit kulit dan mukosa yang disebabkan
oleh infeksi virus varisela zoster ,ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta
b. Etiologi
c. Patofisiologi
Penyebab herpes zoster adalah virus varisela zoster. Virus ini masuk ke dalam
tubuh melalui lesi pada kulit , mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Vius ini
berkembang biak serta menyebar ke berbagai organ , terutama ke kulit dan lapisan
mukosa, selanjutnya masuk ke ujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi
dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali ke tubuh disebut infeksi primer,
yang kemudian menimbulkan vesikel.
Setelah infeksi primer tersebut selesai, virus tidak hilang tuntas dari tubuh
melainkan menetap pada bagian ganglion serta bersembunyi di sana beberapa tahun.
Pertahanan dan kekebalan tubuh yang menurun dapat menjadi factor utama penyebab
virus ini aktif kembali.
Saraf yang sering terkena adalah daerah torakalis , kemudian daerah-daerah
cranial, lumbal,servikal, dan sacral. Masa inkubasinya 2-3 hari setelah kontak dengan
varisela. Bila tidak diketahui adanya kontak, kasus tersebut merupakan kasus laten.
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya herpes zoster adalah:
d. Manifestasi Klinis
Keluhan utama penyakit ini adalah rasa sakit, nyeri, dan pegal (neuritis) serta
adanya vesikel yang berkelompok sepanjang satu dermatom. Perjalanan dan gejala
penyakit ini mulai dari ringan, sampai dengan berat. Adapun stadium dari penyakit
herpes zoster:
2. Stadium erupsi
Mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika. Setelah 1-2 hari, akan timbul
gerombolan vesikel / bintil-bintil berair yang tersusun berkelompok diatas kulit
yang eritematosa , sedangkan kondisi kulit di antara gerombolan lain tidak sama.
Lokalisasi lesi sesuai dengan dermatom yang dipersarafi oleh satu atau lebih saraf
yeng terkena. Semua saraf dapat terkena , yang tersering adalah saraf torakal,
lumbal/ cranial. Stadium ini biasanya berlangsung selama 2 minggu dengan gejala
utama berupa rasa nyeri. Rasa nyeri yang dirasa bersifat konstan atau intermiten ,
diikuti dengan rasa terbakar pada bagian visceral.
3. Stadium krustasi:
Vesikula menjadi purulen , mengalami krustasi , dan lepas dalam waktu 1-2
minggu. Sering terjadi neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua, yang
dapat berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun. Selain itu, ada pula
gejala parestesia yang bersifat sementara.
e. Insiden
Insiden penyakit herpes zoster ini tersebar merata di seluruh dunia dan tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka kesakitan
meningkat seiring peningkatan usia. Diperkirakan kurang lebih terdapat 1,3 – 5
penderita per 1000 orang / tahun. Lebih dari 2/3 penderita berusia >50 tahun dan
kurang dari 10% di bawah 20 tahun.
f. Komplikasi
1. Infeksi sekunder
2. Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah berkas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi dalam kehdupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada
orang yang terkena herpes zoster di atas usia 40 tahun.
g. Tes Diagnostik
Sitologi (64% tzanck smear positif); adanya sel raksasa yang multilokuler dan sel-
sel okantolitik.
Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan
diagnosis herpes virus
Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
Pemeriksaan histopatologik
Pemerikasaan mikroskop electron
Kultur virus
Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
Deteksi antibody terhadap infeksi virus
h. Penatalaksanaan medis
Terapi sistemik
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat keparahannya. Terapi
sistemik umumnya bersifat simtomatik , untuk nyerinya diberikan analgesic. Jika disertai
infeksi sekunder , diberikan antibiotic asiklovir . Herpes zoster sangat cocok dengan
obat asiklovir yang diminum. Dengan cepat , obat akan menghentikan munculnya
lepuhan kecil , memperkecil ukurannya, mengurangi rasa gatal , dan membunuh virus
yang ada pada cairan lepuhan. Sebaliknya diberikan dalam 24-27 jam setelah
terbentuknya lepuhan. Makin cepat diberikan, makin cepat khasiatnya. Obat itu harus
diberikan dalam pengawasan dokter. Obat oles bisa menolong kalau rasa nyeri yang
timbul ringan atau jika keluar cairan.
Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah
Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin /
polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.
1. Pengkajian
a) Biodata. Cantumkan semua identitas klien : umur ( penyakit ini sering terjadi
pada anak usia atau kelompok dewasa ), jenis kelamin ( tidak ada perbedaan
angka kejadian antara laki-laki dan perempuan).
b) Keluhan utama. Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang
berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain adalah nyeri
pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok.
c) Riwayat penyakit sekarang. Biasanya, klien mengeluh sudah beberapa hari
demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada dermatom yang terserang, klien juga
mengeluh nyeri kepala dan terasa lelah. Pada daerah yang terserang , mula-
mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika, setelah 1-2 hari timbul
gerombolan vesikula.
d) Riwayat penyakit keluarga. Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang
menderita herpes zoster, atau klien pernah kontak dengan penderita varisela
atau herpes zoster.
e) Riwayat psikososial. Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama
tentang gambaran / citra diri dan harga diri. Sering kali kita jumpai gangguan
konsep diri pada klien. hal ini karena herpes zoster merupakan penyakit yang
merusak kulit dan mukosa , terutama pada kasus herpes zoster berat. Di
samping itu, perlu dikaji tingkat kecemasan klien dan informasi/pengetahuan
yang dimiliki tentang penyakit ini.
f) Kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya rasa nyeri, klien akan mengalami
gangguan tidur/istirahat dan juga aktivitas. Perlu dikaji juga tentang
kebersihan diri klien dan cara perawatan diri, apakah alat-alat mandi/pakaian
bercampur dengan orang lain. Seharusnya , alat mandi / handuk dan pakaian
tidak bercampur dengan orang lain.
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi keperawatan
Rencana tindakan:
1. Kaji kembali tentang lesi, bentuk, ukuran , jenis, dan distribusi lesi
2. Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
3. Pertahankan integritas jaringan kulit dengan jalan mempertahankan
kebersihan dan kekeringan kulit.
Rencana tindakan :
1. Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan skala/peringkat
nyeri.
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus.
3. Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, penggunaan tekhnik
imajinasi, tekhnik relaksasi dan lainnya.
4. Tingkatan aktivitas distraksi.
5. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien.
6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi:
Rencana keperawatan:
Isolasikan klien
Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya
1. Pengertian
Dermatofitosis adalah adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
golongan jamur dermatofita.(Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 2000:90)
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita.(Marwali Harahap, ilmu penyakit kulit, 2000:75)
Dermatositosis adalah Infeksi fungus superficial pada kulit yang disebabkan oleh
spesies dermatofilia Micosporum, Epidermophyton, atau Trycophyton. ( Hartanto,
Herawati, Kamus Saku Mosby. 2009 : 544)
Kesimpulan : Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung
zat tanduk, disebabkan oleh spesies dermatofilia Micosporum, Epidermophyton, atau
Trycophyton.
2. Etiologi
Jamur golongan :
Tinea Kapitis
a. Definisi
Tinea Kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Tinea Kapitis adalah .kelainan pada kulit dan rambut kepala, alis, dan bulu
mata.
b. Etiologi
2. “Kerion”
Merupakan tinea kapitis yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat.
Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan serbukan sel
radang disekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
Biasanya disebabkan jamur zoofilik dan geofilik.
d. Diagnosis
e. Prognosis
Infeksi jamur yang ringan dapat sembuh spontan. Reaksi peradangan yang
hebat lebih mudah sembuh terutama yang disebabkan spesies zoofilik. Infeksi
ektotriks kadang-kadang dapat sembuh tanpa pengobatan. Infeksi endotriks dapat
berjalan kronis dan berlangsung sampai dewasa.
f. Penatalaksanaan
g. Pengobatan
Pengobatan pada anak biasanya diberikan per oral dengan griseofulvin 10-
25 mg/kg BB/hari selama 6 minggu. Dosis pada orang dewasa adalah 500 mg per
hari selama 6 minggu. Griseofulvin “fine particle” diminum bersama minuman yang
mengandung lemak, mislanya dengan susu. Penggunaan antijamur topika. Dapat
mengurangi penularan pada orang yang ada disekitarnya. Selain antijamur, pada
bentuk kerion, kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek, misalnya
Tinea korporis
I. Tinea Favosa
a. Definisi
b. Manifestasi Klinis
c. Diagnosis
d. Terapi
a. Definisi
b. Etiologi
c. Gambaran Klinis
d. Diagnosis banding
e. Diagnosis
f. Pengobatan
Tinea Kruris
a. Definisi
Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah liptan paha,
genitalia, dan sekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah.
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipatan paha, daerah perineum, dan
sekitar anus.
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
Kelainan ini dapap bersifat akut atau menahun, bahkan seumur hidup. Lesi
kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural, atau meluas ke sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lain.
Lesi umumnya bilateral namun tidak selalu simetris. Biasanya disertai rasa
gatal dan kadang-kadang rasa panas. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha
merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
d. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada tinea kruris kurang lebih sama dengan prinsip
pengobatan tinea korporis.
1. Obat topikal’
Merupakan pilihan utama. Seperti pada pengobatan tinea korporis, obat-obat
klasik, derivat imidazol, dan derivat alilamin dapat digunakan dengan cara
pengobatan dan pengobatan yang kurang lebih sama.
2. Obat sistemik
Pengobatan sistemik hanya diberikan atas indikasi tertentu misalnya lesi yang
luas atau recalcitrant karena pemakaian obat topikal saja sudah cukup efektif.
Obat yang dipakai antara lain griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol,
flukonazol, serta terbinafin.
a. Definisi
Tinea manus et pedis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan
kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital.
Tinea manus et pedis adalah infeksi deformitas pada kaki, terutama di sela jari
dan telapak kaki terutama yang memakai kaus dan sepatu yang tetutup.
Keadaan lembab dan panas merangsang pertumbuhan jamur. Tinea manum
adalah dermatofitosit. Semua bentuk di kaki dapat terjadi pada tangan.
c. Manifestasi Klinis
1. Bentuk intertriginosa
Manifestasi klinisnya berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela jari.
Tampak warna keputihan basah dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila
tersentuh. Infeksi sekunder dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat
,eluas sampai kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III,
IV, dan V. bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun tanpa keluhan
sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder
oleh bakteri, sehingga terjadi limfangitis, limfadenitis, selulitis, dan erysipelas
yang disertai gejala-gejala umum.
2. Bentuk vesikuler akut
Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bula yang terletak
agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi yang sering adalah
telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta vesikulanya
memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk keadaan ini.
3. Bentuk moccasin foot
Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi sampai punggung kaki, terlihat
kulit menebal dan beskuama. Eritem biasanya ringan terutama terlihat pada
tepi lesi.
- Kaus kaki yang dipakai dipilih kaus yang memungkinkan ventilasi dan diganti
setiap hari
- Kaki harus bersih
- Hindari memakai sepatu tertutup, sempit, sepatu olahraga dan sepatu plastic
sepanjang hari
- Kaki dan sela-sela jari dijaga agar selalu kering
- Sesudah mandi dapat diberikan bedak atau tanpa antijamur
1. Obat topikal
Bila lesi basah, maka sebaiknya direndam dalam larutan kalium permanganat
1/5.000 atau larutan asam asetat 0,25% selama 15-30 menit, 2-4 kali sehari.
Atap vesikel dan bula dipecahkan untuk mengurangi keluhan. Bila
peradangan hebat dikombinasikan dengan obat antibiotic sistemik.
Kalau peradangan sudah berkurang, diberikan obat topikal antijamur
berspektrum luas antara lain, haloprogin, klotrimazol, mikonazol, bifonazol,
atau ketokonazol.
Pada tinea pedis tipe papuloskuamosa dengan hyperkeratosis, obat anti jamur
topikal sukar menembus kulit.
2. Obat sistemik
Biasanya tidak digunakan. Namun, bila digunakan harus dikombinasi dengan
obat-obat antijamur topikal. Obat-obat sistemik tersebut antara lain
griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafin.
e. Pengobatan
a. Definisi
Tinea Unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita.
Tinea Unguium adalah kelainan lempeng kuku yang disebabkan oleh invasi/
infeksi jamur dermatofit.
b. Etiologi
c. Faktor predisposisi
e. Penatalaksanaan
4. Pemeriksaan penunjang
Bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit berambut halus ( glabrous skin), kulit
berrambut, dan kuku.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan bercabang , maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit
yang lama dan/ atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil
(mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau
di dalam rambut ( endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut .
5. Asuhan keperawatan
Pengkajian keperawatan
1. Biodata
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Kebiasaan sehari-hari
Diagnosa keperawatan
Intervensi Keperawatan
rencana keperawatan:
rencana keperawatan:
Kaji keadaan kulit
Kaji perubahan warna kulit
Pertahankan agar area luka tetap bersih dan kering
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Anjurkan klien untuk memakai pakaian ( baju, celana, dalam, kaus kaki)
yang mudah menyerap keringat.
rencana keperawatan
A. Simpulan
Herpes merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Terdiri dari herpes simpleks
yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II , dan herpes zoster yang disebabkan
oleh virus varisela zoster.
Tinea merupakan kulit yang disebabkan oleh jamur golongan Microsporum, Trichophyton,
Epidermophyton. Berdasarkan lokasinya tinea dibagi menjadi tine kapitis, korporis, kruris,
manus et pedis, dan unguium.
B. Saran
Baik herpes maupun tinea, sama-sama merupakan kelainan kulit yang banyak membawa
dampak tidak baik pada fisik dan psikologis pasien , oleh karena itu, sebagai perawat harus
bisa memberikan askep yang tepat sehingga dampak yang timbul bisa diatasi.
Djuanda, Adhi. 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cet. 2, ed. 3. Jakarta : FKUI.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu penyakit Kulit, Cet. 1. Jakarta : Hipokrates.
Hartanto, Hurawati.2009. Kamus Saku Mosby. Jakarta. EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III. Jil. 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit II. Ed. 6, Cet. 1 : Jil. II
Jakarta: EGC.
Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Bukur Ajar Keperawatan Medikal Bedah III, ed. 8, Cet 2, jil. III. Jakarta
: EGC.