Professional Documents
Culture Documents
KEPERAWATAN
SMK KESEHATAN
MEGA REZKY MAKASSAR
2007 / 2008
-1-
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah serta mulia diucapkan hanyalah memuji syukur
kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Taufik-Nya jualah sehingga kami sempat
merampungkan satu tulisan sederhana yang berisi tentang “Kebutuhan Manusia Khususnya
Kebutuhan Harga Diri”.
Kami menyadari bahwa materi yang disajikan dalam tulisan ini merupakan
perpaduan dari berbagai referensi yang kami dapatkan, baik dari guru maupun dari media
cetak maupun media elektronik lainnya.
Kami berharap agar materi yang disajikan dapat bermanfaat bagi siswa-siswa lain
untuk dijadikan sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan.
Oleh karenanya, kami sampaikan kepada pembaca bahwa dalam tulisan ini masih
banyak terdapat kekurangan. Dengan demikian, kami sangat mengharapkan kritik, saran,
serta tanggapan yang sifatnya membangun.
Tak ada gading yang tak retak, tiada laut yang tidak berombak.
Terima Kasih.
Penulis
-2-
Daftar Isi
-3-
BAB 1
KEBUTUHAN HARGA DIRI
Menurut Maslow
Kunci dari segala aktifitas manusia adalah keinginannya untuk memuaskan
kebutuhan yang selalu muncul dan muncul.
Maslow menyusun lima jenis kebutuhan tersebut secara berjenjang karena, seperti
yang dia amati, beberapa kebutuhan baru menampakkan diri ketika kebutuhan pada
level bawahnya terpenuhi, dan sebaliknya.
Kebutuhan manusia terdiri atas lima lapis berjenjang vertikal yaitu (dari bawah)
1. Kebutuhan Fisiologis (physiological needs)
2. Kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs)
3. Kebutuhan akan cinta dan hubungan antar manusia (love and belonging needs)
4. Kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan (esteem needs)
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).
-4-
memahami orang lain, dan dalam perjalanan nya ia telah ditinggalkan oleh orang-orang
lain, termasuk keluarga besarnya. Berulang kali ia mengalami gejala depresi cukup berat,
dengan keinginan melukai diri sendiri. Beberapa konselor, baik psikolog maupun bukan
psikolog, telah dimintai bantuan. Sayangnya, ia hanya mendengarkan hal-hal positif yang
meningkatkan harga dirinya, dan sebaliknya selalu menolak masukan yang menunjukkan
kekurangannya. Tidak jarang ia memamerkan bagaimana komentar orang lain yang
mengakui keunikan atau idealisme yang ia junjung tinggi. Hal itu dilakukannya ketika ia
merasa harga dirinya terancam saat menerima masukan yang mengoreksi kebiasaan atau
pola pikirnya. Tampak bahwa ia sangat bangga dan mengagumi dirinya sendiri. Ia
menganggap semua kesalahan orang lain, bila ada hal yang tidak memuaskan
narsismenya.
Pengertian Narsisme
Narsisme merupakan salah satu bentuk gangguan kepribadian (personality
disorder), merujuk pada pola-pola perilaku yang merusak hubungan dengan orang-orang
lain di sekelilingnya.
Narsisme muncul dengan gejala utama rasa kagum yang berlebih-lebihan pada
diri sendiri, merasa selalu berhasil dan unggul, selalu mencari perhatian dan pujian, dan
tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
John C. Nemiah, MD, profesor psikiatri dari Harvard Medical School dalam
bukunya Foundations of Psychopathology menjelaskan istilah narsisme: berasal dari kata
Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno.
Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang
tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena
tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya; ia bunuh diri dengan sebilah
belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai
sekarang dikenal dengan nama Narcissus.
Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan besar berhubungan dengan
orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri. Kekaguman pada diri sendiri yang
berlebihan membuat kita selalu lapar untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri
sendiri, selalu mencari perhatian dan pujian, serta tidak peka terhadap perasaan dan
kebutuhan orang lain.
-5-
Bagaimana Terjadinya?
Kita semua memiliki tingkat harga diri bervariasi. Dalam rangka menemukan diri
dalam keadaan berharga, seseorang mungkin harus merasakan bahwa dirinya dicintai
orang lain, dirinya kuat dan berkemampuan, serta bahwa dirinya baik dan mencintai.
Keyakinan bahwa diri tidak dicintai, tergantung, atau dalam keadaan buruk,
menghasilkan rasa kehilangan harga diri, dan dapat berakibat depresi.
Menurut Nemiah, umumnya perasaan harga diri yang rendah dan depresi karena
jatuhnya angan-angan ideal hanya berlangsung dalam waktu singkat. Dengan mudah kita
dapat kembali merasakan ekspresi kasih sayang dan kenyamanan yang diberikan orang
lain. Kita dapat ”belajar dari kegagalan” dan merencanakan bertindak lebih baik pada
masa yang akan datang.
Kita dapat merefleksikan bahwa orang lain juga bisa melakukan kesalahan, dan
tak seorang pun sempurna. Kesalahan adalah manusiawi. Kita mampu mengkritisi diri
sendiri, tetapi pada saat yang sama juga bersikap toleran terhadap diri sendiri.
Pada orang tertentu, yang dibesarkan oleh orangtua yang menanamkan standar
dan idealisme tidak realistis (sehingga menghasilkan perasaan tidak mampu dan
ketergantungan), setelah dewasa ia akan mengembangkan ciri-ciri sifat seperti ketika
masa kanak-kanak. Idealisme, tujuan, dan kebutuhan yang ada padanya seringkali
melebihi kapasitas diri.
Kegagalan mengakibatkan perasaan tidak cakap, tidak berdaya, menderita harga
diri rendah, dan depresi. Akibatnya ia secara eksesif (berlebihan) mengkritisi kelalaian-
kelalaiannya.
Cinta, perhatian, dan kebanggaan dari orang lain merupakan hal yang sangat
penting bagi harga dirinya, dan kebutuhannya akan hal tersebut tidak kunjung
terpuaskan (terus kelaparan).
Menurut Nemiah, keadaan tersebut merupakan wujud ketergantungan oral (oral
dependency). Dikatakan demikian karena elemen ketergantungan tersebut dan
hambatannya dalam relasi dengan orang lain merupakan hasil dari periode masa kanak-
kanak awal (bayi), yaitu ketika dorongan oral (refleks mengisap) berkembang dan anak
sangat tergantung pada orangtuanya. Berkembangnya narsisme dapat berlangsung terus
hingga seseorang dewasa.
-6-
Posisi Kebutuhan Harga Diri Dalam
Hirarki Kebutuhan Manusia
-7-
Bentuk kedua ini lebih kuat karena sekali didapat kita tidak melepaskannya,
berbeda dengan kebutuhan kita akan penghargaan orang lain.
Bentuk negative dari kebutuhan akan harga diri ini adalah rendah diri dan kompleks
inferioritas. Maslow membenarkan Adler ketika mengatakan bahwa masalah inlah yang
menjadi dasar masalah-masalah psikologis. Di Negara-negara modern, sebagian besar
orang hanya mementingkan kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Sering orang tidak terlalu
memperdulikan kebutuhan mereka akan cinta dan kerinduan
Contoh Kasus
Kalau anda seorang pengangguran tak berduit dan tidak ada orang yang bersedia
menanggung kebutuhan kamu padahal perut sangat lapar, pikiran kamu akan dipenuhi
keinginan untuk memperoleh makanan (kebutuhan fisiologis) dan cenderung untuk
melepaskan sementara kebutuhan lain, misalnya kebutuhan akan rasa aman (anda
nyolong bakpao di pasar dengan risiko digebuki massa), atau kebutuhan akan rasa harga
diri (berapa sih harga diri yang anda korbankan dengan menjadi maling bakpao?). orang
Jawa melukiskan keadaan ini dengan istilah “Wong ngelih pikirane ngalih”.
-8-
BAB 2
PERBEDAAN HARGA DIRI
DITINJAU DARI ORIENTASI RELIGIUSITAS EKSTRINSIK - INTRINSIK
Sebenarnya harga diri seseorang tidak dengan begitu saja terbentuk. Dari
pengalaman , mereka mengembangkan sikap, keyakinan, cara berfikir dan berperilaku
tertentu yang mereka rumuskan dalam bentuk kebiasaan yang sangat positif; kebiasaan
untuk selalu berorientasi pada apa yang dapat dilakukan dan apa yang telah dilakukan,
dan kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk peningkatan kualitas mereka (Brech,
2001:6)
-9-
Persepsi masyarakat terhadap seseorang akan mempengaruhi keberhargaan
seseorang dan menentukan pada bagaimana ia mampu menghargai dirinya. Terpuasnya
kebutuhan akan harga diri pada individu akan membangkitkan perasaan dan sikap
percaya diri, self-worth, rasa berguna dan penting di tengah-tengah masyarakat.
Maslow melihat harga diri sebagai sesuatu yang merupakan kebutuhan setiap
orang dan terasa mulai dari tingkat yang rendah hingga tinggi. Kebutuhan untuk dihargai
ini di dalam kean bermasyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perilaku seseorang dan mendorong untuk melakukan bermacam-macam hal demi
mendapatkan penghargaan dari orang lain.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang dalam beradaptasi
dengan lingkungan, diantaranya adalah penanaman nilai-nilai moral keagamaan yang
dapat menjadikannya individu yang lebih matang dalam menghadapi kean. Semua
tingkah laku seseorang seperti berpolitik, berekonomi, berkeluarga, berolah raga,
berperang, belajar mengajar dan bermasyarakat di warnai oleh pemahaman beragama
yang diterapkan dalam keannya (Fadholi & Nurkudri, 1995:10)
Orang pada masa kini banyak yang berkelakuan religius hanya karena motif-
motif tertentu. Agama bukanlah gejala asli melainkan gejala fungsional belaka, artinya
agama diabdikan kepada tujuan-tujuan lain yang bukan religius, agama "diperalat" oleh
manusia demi kepentingan manusia sendiri (Dister, 1989: 74). Padahal seharusnya perilaku
beragama muncul sebagai manifestasi dari keimanan dan ketaqwaan seseorang. Manusia
menurut Muthahhari tidak dapat menjalani kean yang baik atau sesuatu yang bermanfaat
bagi kemanusiaan dan peradaban manusia tanpa memiliki keyakinan-keyakinan, ideal-
ideal dan keimanan. Orang disebut beriman jika mengikuti petunjuk dan kehendak Tuhan.
Sejak 1945 Psikolog sosial mulai membicarakan tentang dua cara yang berbeda
dalam menjadi seorang yang beragama. Pembedaan corak keberagamaan seseorang telah
dibedakan oleh Allport antara yang berorientasi "intrinsik" dan "ekstrinsik". Yang disebut
pertama, agama dipikirkan secara seksama dan diperlakukan dengan sungguh-sungguh
sebagai tujuan akhir. Sedangkan yang disebut belakangan, agama digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan-tujuan yang berpusat pada diri sendiri (Wulff, 1997:231).
- 10 -
Cara beragama dengan orientasi intrinsik menjunjung tinggi kemurnian hati, visi,
pengertian dan komitmen yang memberikan makna pada ritual-ritual keagamaan yang
dilakukan (Wulff, 1991:232). Dengan demikian agama memiliki kekuatannya sendiri dan
dalam ukuran tertentu memberi arah dalam .
Individu intrinsik memiliki harga diri karena mampu mengikuti nilai norma dan
moral yang diyakini olehnya. Mereka dengan penuh percaya diri, mampu menerima kritik
dengan baik dan mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk mengatasi masalah
dalam kean, karna nya dengan berpegang pada komitmen dan memiliki prinsip dalam
menjalankan agamanya. Seperti dikemukakan Tasmara (1999:192) bahwa prinsip
merupakan fitrah paling mendasar bagi harga diri manusia.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967:38) bahwa salah satu
aspek dari harga diri yang dapat menimbulkan perasaan sukses pada diri seseorang yaitu
kebajikan (ketaatan terhadap norma dan moral). Dimana Ahyadi (1989:48) mengatakan
bahwa kesadaran akan nilai-nilai dan norma-norma agama berarti dengan menghayati,
menginternalisasikan dan mengintegrasikan nilai dan norma tersebut ke dalam diri
pribadinya sehingga menjadi bagian dari hati nurani dan kepribadiannya (orientasi
religius intrinsik).
Kebalikan dari orientasi intrinsik adalah orientasi ekstrinsik. Seseorang yang dalam
beragamanya berorientasi ekstrinsik tergerak bila ada faktor luar (yang bersifat duniawi)
mempengaruhi dirinya. Tasmara (1999:193) menyebut mereka yang bersikap seperti ini
sebagai orang yang munafik, dimana nilai-nilai kejujuran dianggap sebagai kelemahan,
sok moralis. Hawa nafsu menjadi dorongan dan kerangka acuan untuk memenuhi ego
dirinya.
- 11 -
Sikap keberagamaan pada orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan
atas nilai-nilai yang dipilihnya, pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman
tentang ajaran agama yang dianutnya, yang merupakan sikap dan bukan sekedar ikut-
ikutan (Jalaluddin,2000:93-95).
Pada individu ekstrinsik pelaksanakan ritual dalam agama seperti salat, puasa, haji
dan sebagainya semua itu digunakan hanya sebagai alat yang menunjang motif-motifnya
yang lain. Individu ekstrinsik tidak dapat mendatangkan masyarakat yang penuh kasih
sayang, sebaliknya justru kebencian, iri hati dan fitnah yang akan terus mewarnai keannya
(Jalaluddin, 1995:26). Padahal harga diri sejati menurut Branden (1999:56) menuntut
keselarasan, yang berarti bahwa diri seseorang yang sebenarnya tercermin dalam tindakan
sehari-hari dan tidak ada perbedaan antara apa yang ditampakkan dengan apa yang ada
dalam sanubari.
Individu yang memiliki harga diri penuh dengan kesadaran yang berkaitan erat
pada caranya dalam mempertahankan prinsip dan bertanggung jawab untuk
melaksanakan prinsipnya tersebut dan tidak diungkapkan dengan melalui pemujaan diri
dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang jauh lebih
unggul dari orang lain.
- 12 -
BAB 3
PRIA DALAM KARIER DAN WANITA DALAM RELASI
Kita tahu bahwa secara biologis pria dan wanita itu berbeda, tetapi ternyata masih
banyak perbedaan-perbedaan yang lain yang cukup mendasar yang Tuhan anugerahkan
baik kepada pria maupun kepada wanita. Misalnya saja dalam hal harga diri, sebenarnya
apa perbedaan yang konkret itu?
Seorang psikolog Kristen di Amerika Serikat bernama Dr. Larry Crabb, beliau
mempunyai suatu teori yang berkata bahwa manusia mempunyai 2 kebutuhan pokok.
Kebutuhan pokok yang pertama adalah rasa aman karena manusia tak dapat hidup dalam
perasaan tidak aman atau terancam, itu adalah kebutuhan pokoknya yang penting. Yang
kedua adalah rasa bermakna, rasa berharga, rasa bahwa kehidupan kita di dunia ini
bukanlah kehidupan yang sia-sia. Berangkat dari teori tersebut kita bisa mengembangkan
suatu penyelidikan atau studi tentang sebetulnya apa itu harga diri dan apakah pria dan
wanita memiliki konsep yang sama tentang harga diri itu. Dan ternyata memang ada
perbedaan.
Kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan rasa bermakna itu tentu bukan
kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan seseorang. Karena ada juga teori yang
mengatakan kebutuhan dasar seseorang itu makan, tempat tinggal dan sebagainya.
Menurut Naslow kebutuhan yang paling mendasar adalah kebutuhan fisik yaitu
makan dan minum dan sebagainya. Nah Crabb memang tidak menjabarkan teorinya
dengan mendetail namun dalam kategori rasa aman itu sebetulnya juga termaktub
kebutuhan akan makan dan minum kita terpenuhi. Sebab kalau kita tidak tahu besok
makan apa kita tidak merasa aman, kita akan merasa sedikit banyak terancam.
Jadi mengenai harga diri pria dan wanita ternyata mempunyai pandangan yang
berbeda tentang apa itu yang membuat hidup mereka bermakna. Nah sudah pasti
merupakan upaya penggeneralisasian, penyamarataan. Sudah tentu akan ada
perkecualian dalam masing-masing kategori ini. Namun pada umumnya pria cenderung
mendasari harga dirinya itu atas karyanya, atas hal yang telah dicapainya, atas
kesuksesannya.
- 13 -
Dengan kata lain pria cenderung melihat harga dirinya itu berdasarkan
kemampuannya, apa itu yang telah dia hasilkan dalam hidup ini. Jadi kalau kita balik,
kalau pria tidak bisa melihat hasil karyanya, tidak ada yang dapat dia banggakan dari
kerjanya dia juga tidak akan bisa memiliki rasa bermakna atau rasa berharga yang baik.
Justru kecenderungannya adalah dia akan memandang rendah dirinya, sebab benar-
benar pria itu mengukur tinggi rendahnya, besar atau kecil dirinya itu dari sudut karyanya
atau hasilnya.
Bagaimana kalau zaman sekarang ini karya-karya atau kesuksesan dari kaum pria
itu sering di bawah dari kesuksesan kaum wanita?
Adakalanya itu yang terjadi, jadi mungkin suami yang merasa inferior merasa tidak
berharga karena suami tersebut menghasilkan income atau pendapatan di bawah istrinya.
Nah meskipun misalkan si suami itu mempunyai pekerjaan yang baik namun kalau uang
yang di bawanya ke rumah itu di bawah dari apa yang dibawa oleh istrinya kemungkinan
dia akan merasa inferior, dia merasa tidak seberharga bagaimana semestinya. Dan
mungkin sekali ini bisa berpotensi menjadi gangguan atau duri dalam hubungan mereka.
Sebab si pria dapat menjadi orang yang cukup peka dengan hal-hal yang berkaitan
dengan uang, sebab itu adalah harga dirinya.
Kalau pria mendasarkan harga dirinya pada kariernya, bagaimana dengan
wanita?
Kalau wanita kecenderungannya adalah mendasari harga dirinya itu pada relasi, yaitu
pada hubungannya dengan orang yang dekat dengan dia. Dengan kata lain wanita itu
melihat makna hidupnya dan melihat bahwa hidupnya itu berharga kalau dia memang
memiliki suatu hubungan yang baik dengan orang yang dikasihinya dan dekat
dengannya. Kita bisa memberikan suatu perbandingan yang lebih jelas, seorang pria tidak
akan terlalu membanggakan istrinya sebanyak dia membanggakan pekerjaannya, itu
sebetulnya adalah suatu kenyataan. Sebaliknya ada kecenderungan wanita
membanggakan suaminya daripada pekerjaannya, nah ini mungkin bisa berubah pada
zaman sekarang di mana banyak sekali kaum wanita yang telah menempuh karier yang
tinggi atau yang baik. Namun tetap yang membuat si individu itu bahagia dan merasa
dirinya bermakna sebetulnya tidak sama.
- 14 -
Meskipun pria dan wanita mempunyai jenjang karier yang tinggi dan baik, saya dapat
berkata bahwa si pria merasa bahagia dalam hidupnya itu karena dia telah mencapai
jenjang yang tinggi di dalam kehidupannya. Meskipun hubungan dengan istrinya tidak
baik, tapi bagi dia tidak masalah sebab yang penting adalah dia telah meraih kesuksesan
itu. Sebaliknya kalau wanita mempunyai hubungan dengan keluarga yang tidak harmonis,
hubungan dengan suaminya berantakan, meskipun kedudukannya baik dia tidak akan
terlalu bahagia. Dia tidak akan bisa melepaskan dirinya dari hubungannya dengan si
suami sedangkan pria lebih mampu melepaskan dirinya dari hubungannya dengan
istrinya.
Apa yang melatarbelakangi seorang pria itu untuk berkarier? Memang pria itu
dikondisikan untuk meletakkan harga dirinya pada karier, pada kesuksesannya. Dari
mana asalnya, ya dari perlakuan keluarga dan perlakuan masyarakat. Contohnya kalau
anak perempuan menangis itu ditoleransi, tapi kalau anak laki menangis kita tidak terlalu
menoleransi. Kita secara tidak sadar mengharapkan anak laki kita itu sukar menangis
sebetulnya, kalau anak wanita kita menangis kita memakluminya sebagai bagian dari
dirinya yang mengekspresikan kesedihan itu. Tapi kita secara tak sadar tidak
mengharapkan hal yang sama pada anak laki kita, sebab kita justru mengharapkan anak
laki kita itu berperasaan kuat, mampu mengendalikan perasaannya dan tidak mudah
menunjukkan kesedihannya. Sebab tanpa kita sadari pula kita sudah mempunyai suatu
definisi bahwa menunjukkan kesedihan sama dengan menunjukkan kelemahan. Jadi
waktu anak pria menangis menurut kita dia itu sedang menunjukkan kelemahannya dan
anak pria tidak seyogyanya lemah, jadi benar-benar pria itu sangat dikaitkan dengan
kekuatan. Sehingga dari kecil anak pria dikondisi untuk kuat, untuk bisa, untuk mampu
begitu.
Apakah perbedaan itu memang perbedaan yang sifatnya natural, artinya sejak
lahir atau karena pembentukan lingkungannya?
Memang berkaitan dengan natur fisik pria dan wanita yang memang berbeda. Jadi pria
secara fisik memang mempunyai kekuatan, secara fisik tampak kokoh sedangkan wanita
secara fisik tidak tampak kokoh, lemah lembut, gemulai. Memang ide atau konsep ini tidak
bisa dibalik secara universal. Kalau misalnya kita melihat wanita berotot dan kokoh,
berkekuatan seperti baja mungkin dalam diri kita ada perasaan kurang begitu nyaman
melihat figur wanita yang seperti itu. Tapi kalau melihat figur pria yang seperti itu justru
- 15 -
kita merasa pas, jadi memang ada pengaruh biologisnya yaitu memang pria mempunyai
fisik yang kuat sedangkan wanita cenderung lebih lemah gemulai. Maka akhirnya lebih
mengundang perlakuan yang seperti itu pula dari lingkungan, masyarakat atau keluarga
mengharapkan pria justru menjadi orang yang kuat. Dan misalkan kalau kita melihat dari
sejarahnya pada masa masyarakat yang kita sebut masyarakat berburu yang pergi
berburu pria, yang di rumah yang bercocok tanam misalnya atau menjaga anak-anak
adalah wanita. Jadi memang pria diharapkan menjadi orang-orang yang kuat.
Karena perkembangan zaman mungkin sering kali terjadi harus wanita, mungkin karena
latar belakang pendidikannya dan sebagainya, dia berkarier dan tadi juga sudah
disinggung sedikit sukses di dalam kariernya. Apakah kesuksesan di dalam karier itu tidak
terlalu banyak memberikan kebahagiaan bagi si wanita ini?
Sudah tentu akan memberikan kepuasan, sebab bagaimanapun kesuksesan dalam karier
itu adalah sesuatu yang dapat dibanggakan. Namun yang perlu kita tegaskan adalah
kalau pria mendapatkan kesuksesan namun kehidupan keluarganya tidak bahagia dia
masih bisa secara relatif menemukan kepuasan hidupnya itu. Tapi sebaliknya dengan
wanita kalau hubungannya dengan orang yang dicintainya misalnya suaminya itu tidak
harmonis itu akan sangat mengganggu dia meskipun dia adalah seorang wanita yang
sukses dalam kariernya.
Jadi perbedaan itu pasti menimbulkan ketakutan-ketakutan tertentu baik dalam diri si
pria maupun dalam diri si wanita. Bagi seorang pria ketakutan utamanya adalah
kehilangan kepercayaan diri bahwa dia mampu melakukan sesuatu. Dengan kata lain pria
itu pada dasarnya takut sekali untuk merasa tidak mampu, tidak bisa menguasai keadaan
lagi. Misalkan waktu dia tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, itu
adalah suatu hal yang menakutkan, menakutkan kenapa, sebab dia tidak lagi mampu
menyediakan sesuai dengan yang dituntut. Pria dikondisi untuk selalu mampu memenuhi
tuntutan yang diembankan padanya, sebab ketidakmampuannya memenuhi tuntutan
disamakan dengan kelemahan dan pria takut sekali lemah. Sebaliknya wanita
ketakutannya lain lagi, jadi wanita ketakutannya adalah dia kehilangan kontak,
terputusnya hubungan dengan orang yang dikasihinya atau orang yang dekat dengannya.
Jadi itu menjadi hal yang sangat menakutkan, ini bisa kita kembangkan dalam konteks
berumah tangga dengan anak-anak.
- 16 -
Apakah itu dipengaruhi juga karena kaum pria lebih banyak menggunakan
pikirannya dari pada emosinya, sedang wanita itu lebih banyak menggunakan emosinya?
Pria dengan rasionya yang kuat, tidak juga dikatakan bahwa perempuan kurang rasional
atau wanita itu kurang intelektual bukan ya. Kita tidak membicarakan masalah IQ pria
dan wanita, ada yang sama-sama pandai ada yang sama-sama kurang pandainya. Tapi
memang secara operasional pria cenderung menggunakan rasionya dan wanita lebih
melibatkan emosinya dibandingkan pria, jadi ada pengaruh besar. Karena kehilangan
orang yang dikasihi itu adalah hal yang sangat menyangkut emosi seseorang waktu dia
dekat dengan seseorang, dia mengasihi orang itu, itu semuanya menyentuh perasaannya.
Jadi sewaktu perasaannya itu tidak mendapatkan kepenuhan dia ditinggalkan oleh orang
yang dikasihinya itu otomatis sangat memukul dia.
Bagaimana kalau kaum pria pada usia produktif yang memang sukses, tapi suatu
ketika usianya itu sudah lanjut kemudian dia tidak bisa bekerja apakah ketakutan juga
ada? Memang pria pada umumnya mengalami kesulitan memisahkan dirinya dari karier,
pekerjaannya. Makanya sekarang ini seperti yang saya juga ketahui di Amerika Serikat
dulu kala pria itu atau yang wanita juga sama usia pensiunnya adalah 65 tahun. Namun
sekarang makin banyak perusahaan yang mengizinkan para pekerjanya bekerja atau
meneruskan pekerjaan mereka setelah melewati usia pensiun tersebut di atas 65, selama
masih mampu, selama masih produktif silakan terus. Karena apa, karena akhirnya diteliti
bahwa usia pensiun dan memaksakan orang pensiun pada usia tertentu adakalanya justru
tidak produktif, tidak sehat bagi orang tersebut. Malah membuat orang itu depresi,
kehilangan pegangan hidup dan kehilangan makna dalam hidup ini, jadi betul sekali ada
kecenderungan kalau seseorang belum siap untuk pensiun meskipun usianya sudah 65
namun diwajibkan pensiun, itu memang bisa menimbulkan depresi dalam dirinya.
Kehilangan pekerjaan bagi dia kehilangan diri, jadi bukan saja o....saya pensiun, saya tak
ada lagi pekerjaan tapi saya kehilangan diri, saya tidak tahu apa yang saya harus kerjakan
dengan diri saya ini. Sebab pekerjaan atau karier telah begitu lekat dengan dirinya
sehingga menjadi satu.
- 17 -
Mungkin memang suatu pukulan yang cukup keras bagi pria kalau istrinya itu
berkata bahwa hasil karyanya atau hasil karya dari suaminya itu kurang memuaskan Pak
Paul sehingga dia merasa susah sekali dan merasa gagal menjadi seorang suami. Dan
sebaliknya mungkin istri itu juga merasa gagal kalau dia tidak bisa membenahi rumah
tangganya atau menyediakan makan buat suami atau anak-anaknya. Atau dia merasa
tidak dicintai oleh suaminya, tidak diterima oleh anak-anaknya itu hal yang sangat berat
bagi dia.
Jadi bagaimana jika seorang suami dan seorang istri atau pria dan wanita ini
membangun dirinya supaya dia bisa menemukan harga diri yang sepadan yang sesuai
dengan kebutuhannya, upaya-upaya apa yang seharusnya dia lakukan?
Kiranya para pria mampu memulai mencabangkan diri yaitu jangan menumpukan
segenap dirinya pada karier atau pada satu hal saja yakni kariernya itu. Penting sekali
bagi seorang pria untuk bisa membagi diri sehingga dia menemukan kepuasan melalui
hal-hal yang lain. Misalnya kita-kita ini yang memang adalah seorang hamba, melayani
segala bentuk ibadah atau berbuat baik sehingga kita akan menemukan juga kepuasan
dan makna hidup melalui amalan kita. Waktu kita menolong orang yang dalam kesusahan
atau beribadah dan sebagainya, hal-hal itu menjadi masukan yang berharga bagi kita, jadi
orang yang sehat orang yang bisa membagi dirinya dalam beberapa ruangan. Orang yang
hanya mempunyai satu ruangan dalam hidupnya, jika pada waktu ruangan itu dikunci dia
akan kehilangan arah.
Kalau yang wanita, walau bagi wanita sebetulnya mirip dengan pria, dia juga
seyogyanya membagi dirinya karena kalau tidak hati-hati wanita juga akan cenderung
terikat oleh individu-individu tertentu yang dianggapnya dekat dengan dia. Nah
biasanya selain suami atau adakalanya wanita itu sering kali lebih dekat dengan anak
daripada dengan suami sebetulnya. Kalau tidak hati-hati wanita juga akan menumpukan
siapa dirinya itu pada anak, kalau anak baik dia senang, anak sukses dia senang, anak
dekat dengan dia; dia senang, anak mencintai dia; dia senang, anak mulai berubah sedikit
dia goyang, anak mulai tidak menghubungi dia, tidak menelpon dia, tidak bercerita
dengan dia; dia panik, nah ada baiknya wanita juga membagi ruangan-ruangan hidupnya
itu, jangan hanya satu saja yaitu pada si anak.
- 18 -
Persiapan apa bagi si istri itu untuk bisa mendampingi di saat suami itu tidak
berkarier lagi?
Yang paling penting adalah kepekaan, pertama-tama dalam perkataan, jangan sampai
terlontar kata-kata yang membandingkan si suami dengan orang lain, yang lebih mampu
darinya atau jangan mengeluarkan kata-kata yang memojokkan ketidakmampuan si
suami. Engkau memang tidak mampu begini engkau memang sok bisanya hanya pamer
pada halnya tidak ada apa-apanya, nah kata-kata seperti itu sangat mematikan bagi
seorang pria, jadi dari sudut jangan, ya jangan mengeluarkan kata-kata yang akan
membuat si suami merasa rendah sekali. Dari sudut yang positif apa yang bisa dilakukan
oleh si istri kepada si suami, saya kira nomor 1 suami itu sebetulnya dalam keadaan
terpukul karena kehilangan identitas diri pekerjaannya, dia sebetulnya membutuhkan
penerimaan yang bulat, yang penuh yaitu aku menerima engkau apa adanya, bahwa aku
tetap percaya pada engkau, bahwa engkau itu memiliki kemampuan, namun sekarang
kesempatan memang sedang tidak ada di sisi engkau, tapi aku percaya pada
kemampuanmu. Nah jadi perkataan-perkataan seperti itu akan membuat si suami lebih
bergairah bahwa si istri tidak kehilangan kepercayaan, bahwa persoalan yang sedang
dihadapi ini bukanlah karena kemampuan si suami yang kurang tapi karena masalah
kesempatan yang sedang tidak ada di pihak kita ini. Sebelum si suami ini mengalami
pukulan yang berat, seharusnya dia sudah harus mencabangkan dirinya dalam hidup yaitu
dengan terlibat dalam peribadatan dan sebagainya. Kalau sudah jatuh dia baru disuruh
ikut pelayanan itu pun susah sebab gengsinya tinggi, dia akan merasa saya akan
ditertawai oleh orang lain, saya akan dinilai o....sudah bangkrut baru sekarang datang
ketempat pelayanan ibadah. Jadi bagi dia itu tekanan mental lagi, jadi memang kalau
sudah jatuh baru disuruh ke rumah ibadah dan terlibat dalam peribadatan sering kali
sukar, jadi seyogyanya sebelum itu terjadi.
Jadi ini suatu keunikan yang Allah ciptakan untuk kita sebagai pria dan wanita yang
dipersatukan dalam suatu pernikahan di mana kita bisa saling melengkapi satu dengan
yang lain.
- 19 -
BAB 5
HARGA SEORANG WANITA
Wanita dalam sejarah peradaban manusia kecuali dalam syariat para nabi Allah
adalah makhluk yang hina. Bacalah kitab suci manapun selain Al Quran, anda akan
berkesimpulan betapa wanita menjadi korban pemujaan berhala, dicabik-cabik
kesuciaannya, tidak berdaya membela harga diri dan kehormatan keluarganya, dituduh
menjadi sumber malapetaka. Hanya segelintir wanita sepanjang zaman pra Islam yang
mampu menjaga diri dari kebiadaban ini. Mereka beruntung dijaga oleh ayahnya, saudara
laki-laki, dan suaminya. Dibina, dipersiapkan untuk menghadapi tuntutan zaman. Semua
kisah yang kita dengar, kita baca, dan saksikan seakan sepakat, bahwa wanita tidak
diperlukan selain tubuhnya saja. Semakin menarik bagian tubuhnya, makin tinggi
nilainya. Sebuah gambaran yang mengiris hati, memuakkan, sekaligus membuat wanita
khususnya merinding ketakutan. Betapa kejamnya hidup ini bagi makhluk yang bernama
wanita.
Tugas pria dan wanita, sebagaimana lazimnya manusia, wanita mengalami siklus
kehidupan dari tidak ada, kemudian ada, menjalani masa kanak-kanak, remaja, dewasa,
masa tua, kemudian mati. Secara umum, wanita sama dengan pria. Sama-sama Khalifah
Allah di muka bumi. Yang membedakan adalah pembagian tugas.
Laki-laki tercipta untuk kerja keras memenuhi kebutuhan jasad. Singkatnya mencari
pangan, sandang dan papan bagi keluarganya. Pengadaan 3 kebutuhan pokok itu tugas
utama laki-laki yang tidak bisa ditawar kecuali ada udzur yang ditolerir oleh syariat.
- 20 -
Laki-laki yang mengabaikan tugas ini adalah manusia yang tidak bertanggung
jawab. “ Setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya.” (H.R. Bukhary dari Ibnu
Umar). Jadi bekerja keras di luar rumah mencari nafkah bukan sebuah keistimewaan yang
patut di banggakan dan menimbulkan rasa iri, tapi bukti kejantanan dan tanggung jawab.
Kalau bukan karena kewajiban, tidak mudah bagi seorang laki-laki yang mencintai anak
dan istrinya untuk seharian di luar rumah meninggalkan belahan jiwanya.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., Fatimah ra., Asma ra.( H.R.
Bukhary dari Aisyah ra. Ali bin Abi Tholib ra. Asma ra. ). Dalam masalah ini yang
diperlukan adalah keadilan dan keberhati-hatian dalam mengambil hukum. Jika tidak
ada teks yang secara jelas menunjukkan tugas ini kewajiban suami ataupun istri,
seharusnya suami tidak menuntut istri melebihi kemampuannya, karena suami tidak
punya hak yang ditolerir syariat meminta pertanggungjawaban istrinya di hadapan Allah
dalam hal memasak, mencuci, dan mengurus rumah. Sebaliknya sang istri tidak boleh
berlepas tangan dan menganggap ini adalah kewajiban suami, karena suami jelas bertugas
mencari nafkah, terutama jika suami tidak memiliki uang yang cukup untuk menggaji
pembantu rumah tangga atau mengadakan fasilitas alat-alat rumah tangga yang
memudahkan istri. Tapi jika suami mampu menggaji pembantu untuk istrinya
sebagaimana Rasululah saw. maka tuntaslah masalah ini. Mengerjakan tugas rumah
tangga adalah pintu pahala bagi suami apalagi istri.
- 21 -
Adapun dalam kebutuhan biologis suami istri berkewajiban memenuhi kebutuhan
pasangannya. Islam melegalisir perceraian dari pihak suami maupun istri jika kebutuhan
ini tidak terpenuhi. Hanya saja karena Allah menciptakan laki-laki lebih “aktif” dari
wanita, maka beberapa teks hadis melaknat istri yang menolak ajakan suaminya. ( H.R.
Bukhory dari Abu Hurairah). Penolakan istri tidak hanya berakibat di akhirat.
Sang suami tentunya menyadari , bahwa wanita yang ada di sisinya bukan semata-
mata istri, tapi juga ibu dari anak-anaknya yang menuntut perhatian penuh demi
kesinambungan cita-cita dan perjuangan mereka berdua. Bagi seorang istri melayani
suami juga dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangga, menjaga kestabilan emosi dan
mentalitas suami agar suami menjadi manusia yang mulia di sisi Allah dan manusia.
Karena pentingnya tugas ini, maka suami hendaklah berusaha menciptakan kondisi
tercapainya maksud ini dengan memberi kemudahan kepada istri sesuai dengan
kemampuannya.
Istri bukan budak atau pembantu rumah tangga yang dikontrak untuk mencuci
pakaian, membersihkan dan mengatur rumah. Tugas ini bisa dikerjakan oleh siapa saja,
tidak harus istri. Istri adalah teman yang mendampingi perjuangan, tempat berbagi suka
dan duka. Ada dua tugas pokok istri yang tidak bisa ditangani kecuali oleh manusia yang
bernama istri, yaitu memenuhi kebutuhan biologis suami dan mendidik anak-anaknya.
Mendidik anak tidak identik dengan membuat anak gemuk, berbadan sehat, banyak
pakaian, mainan dan lain sebagainya. Tetapi mendidik anak adalah suatu proses
mengayomi, membina agar anak menjadi manusia yang sehat jasmani, akal dan mental.
Sehingga menjadi manusia yang aktif, produktif, bermanfaat bagi masyarakatnya.
- 22 -
Walaupun semua kebutuhan fisik anak terpenuhi, tapi bila rohaninya kosong,
mentalnya bobrok tidak tahu menjalankan tugas kepada Penciptanya, dan tidak mampu
mengemban tanggung jawabnya terhadap sesama, suka berbohong dan berkhianat,
mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan pribadinya, maka sang istri telah gagal
mendidik anak-anaknya. Karena suami yang berkewajiban mencari nafkah keluar rumah,
maka mereka lebih dekat kepada ibunya. Jika sang ibu tidak mendidik dengan baik,
apakah ada ibu lain yang bisa menggantikannya?
Idealnya suami istri bahu membahu agar mendapat rahmat dari Allah Sesuai
dengan fiman Allah dalam QS At Taubah 71 :
tβöθyγ÷Ζtƒuρ Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ šχρâ ß∆ù'tƒ 4 <Ù÷èt/ â!$uŠÏ9÷ρr& öΝßγàÒ÷èt/ àM≈oΨÏΒ÷σßϑø9$#uρ tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$#uρ
” Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Sungguh sangat disayangkan bila suami istri tidak bisa kerjasama, apalagi
menggembosi dan menggagalkan tugas pasangannya. Dalam kondisi seperti ini suami istri
harus mengkaji ulang tujuan dan orientasi pernikahan mereka.
- 23 -
DAFTAR PUSTAKA
Admin, 10 Mei 2007, Narsisme, Kagum Kok Pada Diri Sendiri, Gaya Hidup Sehat, Jakarta.
Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, 2007, Tegur Sapa Gembala Keluarga (TELAGA), staff-
telaga@telaga.org, Jakarta.
Owlizevitch, 23 Mei 2006, Succes Is The Earthly Judge Of Right Or Wrong, Bandung.
- 24 -
Succes Is Th e Eart hl y Judge Of Right Or Wrong
- 25 -