Professional Documents
Culture Documents
frankfurt
Teori Kritis Madzhab Frankfurt 1
Oleh : Chabib Musthofa 2
I.Pendahuluan
Mazhab Frankfurt merupakan kumpulan beberapa pemikir Jerman yang mengangap bahwa
pemikiran Marx telah didistorsi oleh Engels dan para pemikir Lenin-Marxis yang diakibatkan oleh
kegagalan revolusi kaum pekerja di Eropa Barat setelah Perang Dunia I dan oleh bangkitnya Nazisme
di negara yang secara ekonomi, teknologi, dan budaya maju yaitu Jerman. Oleh Karena itu, mereka
merasa harus memilih bagian mana dari pemikiran-pemikiran Marx yang dapat menolong untuk
memperjelas kondisi-kondisi yang Marx sendiri tidak pernah lihat. Pada awalnya pemikiran Marx di
jadikan tolak ukur pemikiran sosial aliran tersebut. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa aliran
Frankfurt merupakan perwujudan usaha untuk kembali mengkaji pemikiran pemikiran Hegelian Kiri
(Hegelian Leftism), yaitu pemikiran hegel sekitar tahun 1840-an. Sama halnya dengan generasi awal
pencetus teori kritis, seperti Hegel dan Immanuel Kant, tokoh-tokoh Frankfurt tertarik degan kajian
mengenai kajian filsafat dan ilmu-ilmu non alamiah seperti sociologi , ekonomi, musikologi,
psikologi, Ilmu politik dan lain-lain.
Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik masyarakat. Maksud teori ini
adalah membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Khas pula apabila teori ini
berinspirasi pada pemikiran dasar Karl Marx, meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa inspirasi
Teori Kritis banyak didialogkan dengan aliran-aliran besar filsafat.
II.Pembahasan
II.1.Setting Historis Madzhab Frankfurt
Aliran Frankfurt atau dikenal dengan Madzhab Frankfurt merupakan sekelompok pemikir sosial yang
muncul dari lingkungan Institute Of Sosial Reserch Universitas Frankfurt, yang dipelopori oleh Felix
Weil pada tahun 1923. Latar belakang didirikannya lembaga pendidikan itu adalah karena terjadinya
kemenangan Revolusi Bolhesvick, kegagalan-kegagalan Revolusi di Eropa Tengah khususnya di
Jerman. Peristiwa itu membangkitkan semangat Intelektual Kiri Jerman untuk melakukan kajian
kembali secara serius teori- teori marxis khususnya yang berkaitan dengan akal budi dan praktik
dalam kondisi-kondisi sosial yang baru. Misalnya, melakukan kajian mengenai cara bagaimana agar
teori marxis dapat terus relevan dan cocok untuk setiap perkembangan sosial.2 ).
Walaupun pada awalnya menjadikan pemikiran Marx sebagai titik tolak pemikiran sosialnya. Akan
tetapi, seperti yang penulis tulis diatas bahwa madzhab Frankfurt tetap mengambil semangat dan
alur pemikiran filosofis idealisme Jerman, yang dimulai dari pemikiran kritisisme ideal Immanuel
Kant sampai pada puncak pemikiran kritisisme historis dialektisnya Hegel. Dengan sangat cerdas,
sebagian besar pemikir madzhab Frankfurt berdialog dengan Marx, Hegel dan Kant.
Oleh karena itu mereka mengadopsi dari madzhab-madzhab pemikiran lain untuk mengisi apa yang
dianggap kurang dari Marx. Max Weber, Sigmund Freud memberikan pengaruh yang besar terhadap
1
Disampaikan dalam Diklat Penalaran Dasar Unit Kegiatan Pengembangan Intelektual (UKPI) IAIN Sunan Ampel di
Auditorium Fakultas Syariah pada Sabtu, 15 Nopember 2008.
2
Dosen Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
2
aliran ini. Penekanan mereka terhadap komponen "Teori Kritis" banyak meminjam dari upaya mereka
untuk mengatasi batas-batas dari positivisme materialisme yang kasar, dan fenomenologi dengan
kembali kepada filsafat kritis Kant dan penerus-penerusnya dalam idealisme Jerman, khususnya
filsafat Hegel, dengan penekanannya pada negasi dan kontradiksi sebagai bagian yang inheren dari
realitas.
Sebuah pengaruh penting juga datang dari penerbitan Manuskrip Ekonomi-Filsafat dan Ideologi
Jerman karya Marx tahun 1930-an yang memperlihatkan kesinambungan dengan Hegelianisme yang
mendasari pemikiran-pemikiran Marx: Marcuse adalah salah satu orang yang pertama
mengartikulasikan secara signifikan teoretis dari teks-teks ini.
Perkembangan Teori Kritis semakin nyata, ketika aliran Frankfurt dipimpin oleh Max Horkheimer dan
mempunyai anggota Friederick Pollock (ahli Ekonomi), Adorno (musikus, sastrawan dan psikolog), H.
Marcuse (murid Heidegger yang fenomenolog), Erich Fromm (psikoanalis), Karl August Wittfogel
(sinolog), Walter Benjamin (kritikus sastra) dan lainnya. Pada saat itu ,Horkheimer pelan-pelan
memasukkan pemikiran psikoanalisa Sigmund Freud ke dalam pemikiran sosial Teori Kritis
(meskipun dengan hal ini, pemikiran kritis menuai kritik tajam sebagai pengkhianatan terhadap
marxis orthodox.
manusia dan kegiatannya. Dalam pandangan Habermas paradigma positivisme itu mengabaikan
peran manusia sebagai aktor yang memiliki karakteristik khas dan unik tidak seperti robot. Teori
yang berusaha dibangun oleh Madzhab Frankfurt ingin melepaskan kehidupan dari model cara
berpikir positivisme (rasionalitas instrumental) dimana terjadi penjajahan dunia kehidupan
(labenswelt) oleh sistem.
Berangkat dari paradigma di atas maka Madzhab Frankfurt lebih menekankan kajiannya pada
persoalan kultural. Mereka berkeyakinan bahwa ramalan Marx tentang akan hancurnya sistem
kapitalisme tidak akan terbukti. Karena kapitalisme telah mengkonsolidasikan dan mengembangkan
mekanisme efektif seperti pemenuhan hak-hak pekerja secara lebih proporsional, sehingga revolusi
sosial yang akan menghancurkan kapitalisme tidak akan terjadi. Bentuk penindasannya pun tidak
dengan cara fisik melainkan sangat halus sehingga kaum pekerja menganggapnya sebagai sesuatu
yang normal. Atas dasar pertimbangan itu maka para eksponen madzhab Frankfurt mengalihkan
perhatiannya dari analisis ekonomi kapitalistik ke kritik atas penggunaan rasio intrumental pada
masyarakat modern.
Menurut Madzhab Frankfurt, rasio instrumental telah menghasilkan budaya industri (culture
industry) yang telah menghalangi perkembangan individu secara otonom. Penindasan yang
dilakukan oleh budaya industri lebih dominan dari sekedar dominasi ekonomi. Adorno dan
Hokheimer mengatakan dalam Dialectical Imagination, bahwa budaya industri telah membuat
manusia tereifikasi. Manusia menjadi seperti robot yang dideterminasi oleh iklan yang ditampilkan
oleh media massa. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih lagi karena semuanya
telah ditentukan, distandarkan oleh budaya industri. Kostumer tidak lagi menjadi raja, tidak lagi
menjadi subjek, tapi menjadi budak dan objek.
Sementara itu dalam analisis Herbert Marcuse, rasionalitas instrumental dan kungkungan industri
budaya yang demikian massif telah menjadikan manusia menjadi manusia satu dimensi (one
dimensional man). Hampir semua eksponen Mazhab Frankfurt pesimis terhadap budaya massa.
Nada pesimis Marcuse lebih tampak dalam analisanya terhadap budaya massa yang ditampilkan oleh
media massa:
The means of... communication..., the irresistible output of the entertainment and
information industry carry with them prescribed attitudes and habits, certain
intellectual and emotional reactions which bind the consumers... to the producers
and, through the latter to the whole [sosial system]. The products indoctrinate and
manipulate; they promote a false consciousness which is immune against its
falsehood... Thus emerges a pattern of one-dimensional thought and behaviour.
(Marcuse, cited in Bennett 1982: 43).
Dalam bukunya yang paling berpengaruh One-Dimensional Man, Marcuse berkeyakinan bahwa
dengan adanya kebudayaan massa, aspek progresif dari seni klasik telah dihapus hanya sekedar
menjadi industri. Seni hanya menjadi nilai operasional dan keinginanya akan kebahagiaan diganti
dengan kebutuhan yang salah atau palsu (false need) dalam masyarakat konsumtif ini. Itulah
sebabnya Marcuse, sebagaimana halnya pemikir madzhab Frankfurt (Frankfurt School) lainya seperti
Theodore Adorno memandang rendah kebudayaan populer (popular culture) karena sifatnya yang
konservatif dan afirmatif. Kebudayaan populer, menurutnya selalu mendamaikan kita dengan
kondisi represif dalam masyarakat kapitalis ini.
Mengenai budaya populer Adorno memberikan karakteristiknya. Menurutnya karakteristik
fundamental dari budaya populer, khususnya dalam musik populer, termasuk di dalamnya musik
5
rock adalah standarisasi (standarization). Karakteriktik yang membedakannya dengan bentuk high
culture yang dianggap adiluhung
Mengapa para eksponen Mazhab Frankfurt tampak pesimis dengan budaya massa? Karena budaya
massa yang komersial dan universal merupakan sarana utama untuk memonopoli modal. Budaya
massa ini mencakup di dalamnya segala hal yang diproduksi dan disebarluaskan secara massal.
Tokoh lain dari Madzhab Frankfurt yaitu Jurgen Habermas. Habermas memberikan jalan keluar
untuk mengatasi patologi modernitas itu, yaitu dengan beralih dari rasionalitas instrumental menuju
rasionalitas komunikatif yang mengandaikan adanya situasi pembicaraan yang ideal. Habermas
beralih ke paradigma komunikasi dengan mengintegrasikan linguistic-analysis dalam Teori Kritis.
Komunikasi adalah titik tolak fundamental Habermas untuk mengatasi kemandekan Teori Kritis para
pendahulunya. Kegagalan para pendahulunya adalah karena teori kritis yang dilandasi rasio kritis
akhirnya berubah menjadi mitos atau ideologi baru. Emansipasi yang diperjuangkan mereka hanya
menjadi mitos yang tak kunjung selesai.
Hebermas berusaha mengatasi kebuntuan itu dengan beralih ke paradigma komunikasi. Sebenarnya
menurut Habermas, dalam pemikiran Hegel sendiri yang menjadi induk dari teori sosial kritis,
praksis bukan hanya dimaknai sebagai kerja tetapi komunikasi. Karena praksis dilandasi kesadaran
rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam dengan kerja melainkan juga
dalam interaksi intersubjektif dengan bahasa sehari-hari.
Selanjutnya bagaimana mencapai konsensus dalam komunikasi? Menurut Habermas dalam
komunikasi setiap komunikator ingin membuat lawan bicaranya memahami maksudnya dengan
berusaha mencapai apa yang disebutnya klaim-klaim kesahihan (validity claims). Karena itu dalam
The Theory of Communicative Action, Habermas menyebut empat macam klaim. Pertama, klaim
kebenaran (claim of truth) yaitu ketika kita sepakat kepada dunia alamiah dan objektif. Kedua, klaim
ketepatan (claim of rigtness), kala kita sepakat pada pelaksanaan norma-norma dalam kehidupan
sosial. Ketiga, klaim kejujuran (claim of sincerity) yaitu kalau kita sepakat tentang kesesuaian antara
bathiniah dengan ekspresi seseorang. Keempat, klaim komprehensibilitas (claim of
comprehensibility) jika kita sepakat dan mampu menjelaskan ketiga klaim sebelumnya. Komunikasi
yang efektif melibatkan keempat klaim tersebut karena merupakan standar kompetensi komunikatif.
Mengikuti alur pikir diatas maka untuk mencapai konsensus segala persoalan harus didialogkan
dalam ruang yang bebas dari dominasi. Dialog dalam hal ini mengandaikan adanya kedudukan yang
setara. Karena itu Habermas menekankan pentingnya etika dalam komunikasi seperti yang disebut
di atas. Etika tersebut yaitu kondisi komunikasi yang menjamin sifat umum norma-norma yang
dapat diterima dan menjamin otonomi individu melalui kemampuan emansipatoris sehingga
menghasilkan pembentukan kehendak bersama lewat perbincangan.
Terkait dengan dialog tersebut, Habermas memandang, salah satu mediumnya yaitu media massa.
Media massa sebagai tempat untuk mengungkapkan pendapat dalam public sphere. Karenanya
Habermas mengandaikan media massa mestinya menjadi ruang yang bebas dari dominasi sehingga
segala macam pemikiran dapat didialogkan tanpa ada paksaan. Namun, sepertinya idealisasi
Habermas terhadap media massa sangat utopis dalam masyarakat kapitalisme lanjut sekarang.
Apalagi media massa umumnya cenderung berada dalam genggaman para pemilik modal yang lebih
menekankan pada keuntungan dari budaya yang ditampilkannya.
6
III.Penutup
Sebagai sebuah aliran pemikiran kontemporer, madzhab Frankfurt telah memberikan sumbangsih
yang tak kalah pentingnya dengan pemikiran–pemikiran kontemporer lainnya. Dimulai dari konteks
historis berkembangnya aliran tesebut, yang berkembang di eropa barat akibat situasi perang dunia
ke II memaksa orang-orang yang tergabung di dalam madzhab tersebut untuk merevisi ulang alur
pemikiran marx untuk menjelaskan situasi yang mereka alami. Perjalanan tersebut mengakibatkan
mereka untuk mensintesiskan pemikiran Marx dengan teori psikoanalisinya Sigmund Freud.
Akan tetapi walaupun demikian mereka tetap berpedoman kepada alur pemikiran filosofis idealisme
Jerman, yang dimulai dari pemikiran kritisi ideal Immanuel Kant sampai pada puncak pemikiran
kritis historis dialektisnya Hegel. Imbas dari kolaborasi tersebut melahirkan teori kritis yang
mengedepankan pencerahan yang menyadarkan orang terhadap proses penindasan dan ekploitasi
manusia dalam tatanan sosial
Daftar Pustaka
Adams,Ian, Idiologi Politik Mutakhir, Qalam, Yogjakarta: 2004
Sargent,Tower.Lyman, Idiologi-Idiologi Politik Kontemporer, Erlangga, Jakarta: 1987.
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, PT Gramedia Pustaka Utama, Yogjakarta: 2001.
Hardiman, Budi, Filsafat Modern Dari Machiavelli Sampai Noetzsche, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2004
Hardiman, Budi, Menuju Masyarakat Komunikatif, Kanisius, Yogyakarta, 1993
Magnis Suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx; dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
McLelland, David, Karl Marx Selected Writings, Oxford University Press, Oxfrod, 1977.
Yusuf Lubis, Akhyar, Dekonstruksi Epistemologi Modern; Dari Postmodernisme, Teori Kritis,
Poskolonialisme hingga Cultural Studies, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta, 2006.
Adorno, T.W dan Max Hokheimer, Dialectic of Enlightment, Allen, Lane, London, 1973.
Mc Quail, Dennis, Teori Komunikasi Massa (terj), Penerbit Airlangga, Jakarta, 1986
Littlejohn, Stephen W, Theories of Human Communication, 7th Edition. Wadsworth Publising
Company, Belmont, 2001.
Koran:
Nugroho, Garin, Awas, Krisis Masyarakat Komunikatif, Kompas, Jakarta, 25 Maret 2006.
Internet:
Chandler, Daniel, Marxist Media Theory, http://www.aber.ac.uk, 1994
http://www.marxists.org/admin/volunteers/biographies/ablunden.htm