You are on page 1of 17

ARTIKEL ILMIAH

KARAKTERISTIK USAHATANI PADA SISTEM WANATANI


BERBASIS KARET DI KABUPATEN SANGGAU

Rama Suhatini 1, Sugeng Yudiono 2 dan Eva Dolorosa 2 , Ilahang 3


Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis

Abstrak

Salah satu upaya peningkatan produktivitas karet rakyat adalah pengembangan


sistem wanatani karet yang dapat meningkatkan produksi karet rakyat dan pendapatan
petani, menjamin kelangsungan hidup petani serta memelihara keanekaragaman
hayati. Sistem wanatani karet ini terdiri dari tiga pola yaitu pola RAS 1, (hutan karet
produktif), pola RAS 2 (sistem wanatani kompleks), dan pola RAS 3 (reklamasi lahan
alang-alang). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Lokasi
dipilih secara sengaja di dusun Embaong, Engkayuk, Kopar dan Trimulya. Analisis
data yang digunakan adalah analisis pendapatan riil petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi usahatani
pada sistem wanatani karet di ketiga pola RAS berbeda-beda. Status kepemilikan
lahan dan pohon kesemuanya merupakan hak milik pribadi petani RAS. Hasil
produksi tertinggi adalah pola RAS 1 (1.109 Kg/tahun), RAS 2 (1.011 Kg/tahun) dan
RAS 3 (966 Kg/tahun). Curahan tenaga kerja pola RAS 1 kurang intensif, RAS 2
paling intensif dan RAS 3 cukup intensif. Pemasaran karet sangat mudah karena pasar
tersebar di seluruh desa dan kecamatan. Pendapatan yang diperoleh dari kebun RAS
lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan dari luar RAS dalam satuan
luas lahan yang sama serta memiliki tingkat produktivitas karet yang tinggi.
Perspektif petani terhadap aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari sistem
wanatani karet pola RAS 1, RAS 2 dan RAS 3 sebagian besar adalah positif, maka
sistem wanatani karet di Kabupaten Sanggau masih dapat berkelanjutan. Perspektif
petani peserta RAS terhadap pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit
ditinjau aspek sosial, ekonomi dan ekologi, sebagian besar petani menyatakan negatif,
maka pola wanatani tidak bisa diterapkan pada tanaman kelapa sawit.

Keterangan :
1. Mahasiswa
2. Dosen Pembimbing
3. Supervisor dari ICRAF
Pendahuluan

Perkebunan karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu sektor usaha di


bidang pertanian yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan devisa negara
karena karet telah menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Karet rakyat juga
memiliki arti sosial yang sangat penting sebab mendukung lebih dari 10 juta jiwa dan
menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja serta memberikan kontribusi pada sekitar 6
triliun rupiah setiap tahun pada Produk Domestik Bruto (PDB). Karet rakyat meliputi
85 % (2,8 juta ha) dari total luas kebun karet di Indonesia (3,3 juta ha) dengan volume
produksi mencapai 76% (1,2 juta ton) dari total produksi karet nasional (1,6 juta ton)
pada tahun 2002 (Ditjenbun, 2002). Walaupun demikian produktivitas karet rakyat
saat ini masih tergolong rendah, yakni hanya berkisar 400-600 kg/ha/tahun, karet
kering 100% dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan klonal yaitu
berkisar antara 1000 – 1800 kg/ha/tahun, karet kering 100% (Joshi, 2001:3).
Dalam upaya peningkatan produktivitas karet rakyat, diperlukan suatu sistem
pengelolaan perkebunan karet rakyat secara terpadu dengan menggunakan teknologi-
teknologi yang dapat meningkatkan produksi karet rakyat dan pendapatan petani,
menjamin kelangsungan hidup petani serta memelihara keanekaragaman hayati. Salah
satunya adalah dengan pengembangan sistem wanatani berbasis karet (rubber
agroforestry system). Sistem wanatani karet merupakan suatu sistem pengelolaan
lahan di perkebunan karet, dengan pola tanam tumpangsari tanaman semusim dan
tanaman tahunan, khususnya tanaman hutan dan buah-buahan.
Kalimantan Barat memiliki potensi yang sangat besar bagi pertumbuhan
tanaman karet dan pengembangan sistem wanatani karet. Hal ini didukung oleh letak
geografis dan kondisi iklim yang cocok untuk pertumbuhan karet di wilayahnya.
Kabupaten Sanggau merupakan daerah penghasil karet terbesar. Oleh karena itu
Kabupaten Sanggau dijadikan salah satu wilayah penelitian dan pengembangan sistem
wanatani karet rakyat oleh International Centre for Research in Agroforestry
(ICRAF).
Dalam hal ini ICRAF melakukan kegiatan penelitian secara on farm trial yaitu
penelitian yang dilakukan di lahan milik petani. Kontribusi ICRAF kepada petani
berupa bibit karet unggul hasil okulasi (PB260, RRIC 100, BPM 1, dan RRIM 600),
pupuk dan obat-obatan yaitu Calaxin RM ,Antico F-96 dan Bayletont. Sedangkan
kontribusi petani adalah tenaga kerja dan lahan. Kegiatan penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas sistem wanatani karet tradisional dengan
mengadaptasikan teknologi-teknologi yang tersedia melalui partisipasi aktif petani
karet. kegiatan penelitian wanatani berbasis karet rakyat atau yang lebih dikenal
dengan Rubber Agroforestry System (RAS) yang telah dilaksanakan sejak tahun
1995.
Sistem wanatani karet yang direkomendasikan meliputi 3 pola, yaitu : RAS 1
yaitu hutan karet produktif bertujuan untuk penghematan biaya sarana produksi,
efisiensi tenaga kerja dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati, RAS 2 yaitu
sistem wanatani kompleks yang bertujuan untuk pemanfaatan tenaga kerja secara
optimal dan diversifikasi komoditi dan RAS 3 yaitu reklamasi lahan alang-alang
dengan menggunakan tanaman penutup tanah yang bertujuan untuk menjaga
kesuburan tanah dan diversifikasi komoditi.
Pada kebun RAS 1 produk yang dihasilkan yaitu lateks karet, kayu bakar dan
buah-buahan. Tanaman keras dan tanaman buah yang tumbuh di kebun RAS 1
tumbuh sendiri tanpa dilakukan penanaman oleh petani. Pada kebun RAS 2, produk
yang dihasilkan yaitu lateks karet, kayu untuk bahan bangunan seperti kayu keladan
dan kayu trindak dan buah-buahan seperti rambutan, nangka, cempedak, jengkol.
Sedangkan pada kebun RAS 3 produk yang dihasilkan yaitu lateks karet, kayu bakar
seperti gmelina, akasia dan albizia, kayu nyatu untuk kayu bangunan dan kayu
angsana untuk kayu bakar dan buah-buahan seperti nangka.
Berdasarkan hasil produksi karet dan tanaman selanya pada ketiga pola RAS
tersebut, tentunya petani mempunyai perspektif yang berbeda-beda terhadap ketiga
pola RAS baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi maupun ekologisnya. Ketiga pola
RAS tersebut juga memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda sehingga
perlu diteliti dan dikaji bagaimana karakteristik sosial ekonomi sistem pertanian
mereka dan perspektif petani peserta RAS terhadap pola RAS yang telah diterapkan.
Selain karet, petani peserta RAS juga mengusahakan tanaman kelapa sawit
(Elais guinensis) yang mana tanaman ini memiliki nilai ekonomis tinggi. Sejak
dibukanya perusahaan pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Sanggau, banyak petani
karet yang berpindah untuk mengusahakan komoditi ini karena kelapa sawit memiliki
masa panen yang cepat, sarana produksi yang telah disediakan oleh perusahaan serta
pemasaran yang dikelola langsung oleh perusahaan Kontribusi petani hanya
penyediaan lahan dan tenaga kerja. Disamping itu pendapatan yang diperoleh dalam
jangka pendek cukup besar dibandingkan dengan usahatani lainnya. Hal inilah yang
mendorong petani karet untuk beralih ke sawit. Namun dalam jangka panjang,
perkebunan kelapa sawit dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah akibat
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Dampak negatif ini tentunya
mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit dan pada akhirnya pendapatan
semakin menurun. Oleh karena itulah, diperlukan suatu alternatif pengembangan
wanatani berbasis kelapa sawit. Selanjutnya dari hasil kajian pola RAS ini apakah
dapat dijadikan sebagai bahan kajian alternatif untuk pengembangan pola bagi
tanaman kelapa sawit ditinjau dari perspektif petani peserta RAS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi
usahatani pada sistem wanatani karet pola RAS 1, 2 dan 3, untuk mengetahui
perspektif petani peserta RAS terhadap aspek sosial, ekonomi dan ekologis dari ketiga
pola RAS yang diterapkan dan perspektif petani terhadap pengembangan pola
wanatani pada tanaman kelapa sawit ditinjau dari perspektif petani peserta RAS.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber data dan informasi bagi
pihak ICRAF untuk penelitian mereka selanjutnya.

Kerangka Pemikiran

Sistem pertanian (farming system) adalah suatu pengaturan usahatani yang


stabil, unik dan layak dan dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai dengan
lingkungan fisik, biologis dan sosioekonomi menurut tujuan, preferensi dan
sumberdaya rumah tangga (Shaner,1982; Reijntjes 1999 : 232).
Wanatani (agroforestry) sebagai suatu nama kolektif untuk sistem-sistem
penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman berkayu ditanam bersamaan
dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan tujuan tertentu dalam suatu
bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-
interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan
(Nair,1989; Dephut RI,1997 : 284).
Karakteristik sosial sistem wanatani adalah sifat atau ciri-ciri sistem wanatani
dalam hubungannya dengan aspek-aspek sosial seperti status kepemilikan tanah dan
pohon, curahan tenaga kerja, sifat marketability produk dan faktor-faktor sosial
lainnya.
Curahan tenaga kerja diukur dalam satuan yang umum dipakai yaitu jumlah
jam dan hari kerja total (1 HOK = 7 jam kerja). Jumlah kerja yang dicurahkan untuk
seluruh proses produksi, diukur dengan ukuran hari kerja pria (HKP). Ini berarti harus
menggunakan konversi berdasarkan upah, untuk pria dinilai HKP, untuk wanita 0,7
HKP, ternak 2 HKP dan anak-anak 0,5 HKP (Hernanto,1989 : 78).
Karakteristik ekonomi sistem wanatani adalah sifat atau ciri produk dari
sistem wanatani yang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi petani baik yang
dapat dinilai dengan uang maupun yang tidak dapat dinilai dengan uang. Produk-
produk dari sistem wanatani yang dapat dinilai dengan uang, meliputi : lateks (getah),
makanan ternak, pupuk hijau, kayu bakar, kayu bangunan, buah-buahan, tanaman
obat-obatan, dan sebagainya. Produk atau keuntungan yang tidak dapat dinilai dengan
uang yaitu peningkatan kesuburan tanah, daerah peresapan air, keanekaragaman
hayati dan pelestarian tanaman obat.
Perspektif adalah sudut pandang atau pandangan. Perspektif petani adalah
pandangan petani terhadap berbagai aspek (sosial, ekonomi dan ekologi) dari sistem
wanatani.
Pengembangan sistem wanatani terbagi menjadi 3 model, yaitu (1) model
pengembangan lingkungan, diaplikasikan pada pola RAS 1 (hutan karet produktif)
dan pola RAS 3 (reklamasi lahan alang-alang). (2) model usahatani, diaplikasikan
pada pola RAS 2 (sistem wanatani kompleks).
1. Pola RAS 1 (Hutan karet produktif)
Sistem pengolahan lahannya dengan sistem tebas tebang bakar dan lahan yang
digunakan berasal dari bawas tua atau hutan karet tua. Paket teknologi pada pola RAS
1 ini meliputi, (1) menanam karet klonal asal polibag (2) tumpang sari padi gogo pada
tahun pertama dan penanaman tanaman sela berupa rimpangan seperti kunyit, kencur
dan jahe, sayuran seperti mentimun, sawi hutan dan jagung. (3) Penyiangan dilakukan
hanya pada barisan karet setiap tiga bulan. Pepohonan dan semak belukar dibiarkan
tumbuh kembali diantara barisan karet untuk memelihara kondisi yang sesuai untuk
pertumbuhan karet, sambil mengontrol pertumbuhan alang-alang. (4) Pupuk urea dan
rock phosphate diberikan hanya pada dua tahun pertama .
2. Pola RAS 2 (Sistem wanatani kompleks)
Sistem pengolahan lahannya dengan sistem tebas tebang bakar dan lahan yang
digunakan berasal dari bawas muda. Paket teknologi pada pola RAS 2 meliputi (1)
Selama tahun pertama penanaman karet klonal, petani bisa memilih tanaman sela
yang memiliki umur yang singkat dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. (2) Tumpang
sari tanaman pangan dilakukan selama tiga tahun pertama, setelah dua kali musim
padi gogo, tanaman lain seperti cabe, pisang, jagung masih berlanjut. (3) Penyiangan
gulma setiap tiga bulan pada barisan karet dan penyiangan berkala disekitar tanaman
buah. (4) Pemberian pupuk urea dan rock phosphate diberikan hanya pada dua tahun
pertama.
3. Pola RAS 3 (Reklamasi lahan alang-alang)
Sistem pengolahan lahannya dengan sistem tebas tebang bakar dan lahan yang
digunakan berasal dari lahan alang-alang. Paket teknologi pada pola RAS 3 ini
meliputi: (1) Penanaman karet klonal bersamaan dengan tumpang sari tanaman
pangan selama tajuk masih memungkinkan untuk ditanami dibawahnya pada tahun
pertama. Untuk mengontrol pertumbuhan alang-alang dipergunakan pohon cepat
tumbuh seperti akasia, gmelina dan sengon ditanam 6 bulan setelah karet ditanam.
Penanaman beberapa tanaman buah seperti; petai, nangka, rambutan dan durian
dilakukan setelah satu bulan penanaman karet. (2) Penyiangan tiap tiga bulan pada
barisan karet. (3) Urea dan rock phosphate diberikan hanya pada dua tahun pertama.
(4) Penanaman tanaman penutup tanah seperti ; mucuna, gamal dan cromolena, pohon
cepat tumbuh seperti akasia, gmelina, albizia, centrosema, peuraria dan setaria dan
semak untuk control alang-alang dilakukan setelah penanaman tanaman tumpang sari
pangan.
Sistem wanatani secara tidak langsung dalam jangka panjang dapat
meningkatkan pendapatan petani dari beragam hasil produk yang dihasilkan.
Pendapatan petani meliputi pendapatan dari kebun RAS dan di luar kebun RAS.
Pendapatan petani dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan dari penjualan hasil
dengan biaya riil yang dikeluarkan. Dalam hal ini tenaga kerja keluarga tidak
termasuk pengeluaran. Biaya riil yang dikeluarkan meliputi : upah tenaga kerja luar
keluarga, biaya bibit, pupuk dan obat-obatan, sewa lahan, pembelian peralatan, dan
pajak. Sedangkan pendapatan petani dari luar kebun RAS meliputi pendapatan petani
dari usahatani diluar kebun RAS dan pendapatan dari luar usahatani.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Lokasi


penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Desa Maringin Jaya
(Engkayuk) dan Desa Dosan (Kopar) Kecamatan Parindu, Desa Trimulya Kecamatan
Mukok, dan Desa Bunut (Embaong) Kecamatan Sanggau Kapuas Kabupaten
Sanggau. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan
daerah pengembangan sistem wanatani berbasis karet RAS dan tanaman karetnya
sudah disadap.
Populasi adalah semua petani peserta RAS sebanyak 48 petani 7 yang terdiri
dari 20 petani RAS 1, 13 petani RAS 2 dan 15 petani RAS 3. Penetapan sampel
dilakukan secara sengaja. Jumlah sampel ditentukan secara proporsional disesuaikan
dengan karakteristik sampel yang mewakili tiap strata. Berdasarkan pertimbangan di
lapangan dengan melihat sifat heterogenitas sampel maka jumlah sampel yang
diambil sebanyak 27 kepala keluarga (KK), yang terdiri dari petani 10 peserta RAS 1,
8 petani peserta RAS 2 dan 9 petani peserta RAS 3.
Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer yakni
data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri secara langsung melalui wawancara
dengan petani karet peserta RAS sebagai responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuesioner). Sedangkan data sekunder yang dipergunakan untuk
melengkapi data primer didapat dari ICRAF, instansi pemerintah yang terkait,
referensi serta publikasi pendukung lainnya.

Hasil Dan Pembahasan

A. Karakteristik Sistem Wanatani Karet


1. Status kepemilikan lahan dan pohon
Semua lahan yang digunakan untuk kebun RAS (100%) adalah milik
pribadi. Lahan yang dimiliki oleh petani lokal (dayak) di Embaong, Engkayuk dan
Kopar umumnya adalah tanah warisan dari orang tua mereka. Di desa Trimulya
(daerah transmigrasi), lahan yang dimiliki oleh petani merupakan tanah yang
diberikan oleh pemerintah masing-masing seluas 2 Ha per kepala keluarga melalui
program transmigrasi pada tahun 1983.
Hak atas pepohonan yang ada dikebun RAS sepenuhnya adalah milik
pribadi. Namun ada beberapa petani responden yang menyerahkan penyadapan
kebun RAS milik mereka kepada orang lain dengan sistem bagi hasil sesuai
kesepakatan. Terdapat 89% petani yang melakukan penyadapan sendiri dan 11%
petani yang melakukan penyadapan dengan sistem bagi hasil.
2. Jenis Tanaman dan Hasil Produksi dari Sistem Wanatani Karet
Di kebun RAS 1 terdapat 26 jenis tanaman yang tumbuh di kebun RAS 1
terdiri dari tanaman buah antara lain durian, tekawai, rambutan, jengkol dan
jambu, tanaman kayu antara lain medang, keladan dan tekam, dan tanaman obat
antara lain pulai, penyepat, paku sabung dan kembang bulan.
Di Kebun RAS 2 terdapat 17 jenis tanaman, yang terdiri dari tanaman
buah antara lain nangka, rambutan, dan durian dan tanaman kayu antara lain
keladan, nyatu, dan terindak.
Di Kebun RAS 3 terdapat 23 jenis tanaman yang terdiri dari tanaman buah
antara lain nangka, rambutan, dan durian, tanaman kayu antara lain keladan,
nyatu, dan terindak, dan pohon tumbuh cepat antara lain gmelina, akasia dan
albazia.
Karet sebagai penghasil lateks (getah) merupakan produk utama dari
sistem wanatani karet yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan
dari kebun RAS. Sedangkan untuk produk lainnya seperti kayu bakar dan kayu
bangunan serta sayuran dan buah-buahan saat ini hanya dapat memberikan
kontribusi yang kecil terhadap pendapatan petani dari kebun RAS.
Hasil produksi karet paling tinggi adalah pola RAS 1 sebesar 1.109
Kg/tahun., pola RAS 2 sebesar 1.011 Kg/tahun dan hasil produksi karet terendah
yaitu pola RAS 3 sebesar 966 Kg/tahun. Produktivitas karet pola RAS 1 sebesar
1.087,5 Kg/0,5ha/tahun dengan tingkat penggunaan input pupuk sebesar
13 Kg/0,5ha/tahun. Produktivitas karet terbesar yaitu pola RAS 2 sebesar
1.135 Kg/0,5ha/tahun dengan tingkat penggunaan input pupuk sebesar
55 Kg/0,5ha/tahun. Produktivitas karet terendah pada pola RAS 3 sebesar
918 Kg/0,5ha/tahun dengan tingkat penggunaan input pupuk sebesar
35 Kg/0,5ha/tahun.
Selain jenis-jenis produk yang dapat dinilai dengan uang, pada sistem
wanatani karet melalui berbagai pola RAS juga terdapat beberapa manfaat produk
yang tidak dapat dinilai dengan uang, diantaranya pemanfaatan lahan kritis
menjadi perkebunan karet klonal (pola RAS 3) dan pelestarian keanekaragaman
hayati (pola RAS 1).
3. Mudah Tidaknya Hasil Wanatani Karet dipasarkan (Marketability of
Product)

Sebagian besar petani yang menjual ke pedagang kecamatan karena harga


slab disana lebih tinggi. Tingkat harga di berbagai desa cukup bervariatif dan
harga karet juga cendrung fluktuatif.
Produk buah dan kayu dari sistem wanatani karet tidak dijual, melainkan
untuk dikonsumsi dan untuk kebutuhan rumah tangga petani karena hasil buah-
buah yang diperoleh masih sedikit. Produk kayu seperti kayu akasia, gmelina dan
sengon yang sudah ditebang belum dapat dipasarkan karena pemasarannya sulit
dan jumlahnya sedikit. Hasil-hasil kayu tersebut sebenarnya memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi, kayu akasia misalnya dapat dijadikan bahan pulp,
tetapi karena belum tersedianya pabrik pengolahan pulp maka kayu-kayu tersebut
hanya dimanfaatkan untuk kayu bakar. Produk kayu biasanya dipasarkan pada
perusahaan HTI, Namun perusahaan HTI banyak yang tidak beroperasi lagi
sehingga petani mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil kayu mereka.
4. Pendapatan dari Kebun RAS dan di luar RAS
Sumber pendapatan petani berasal dari kebun RAS dan di luar RAS yaitu
pendapatan yang diperoleh dari kebun karet unggul, kebun karet lokal, ladang,
sawah dan perkebunan kelapa sawit, serta menjadi buruh tani di perkebunan inti
kelapa sawit. Pendapatan dari kebun RAS diperoleh dari penjualan hasil produksi
lateks karet.
Pendapatan petani tertinggi pada kelompok petani RAS 1 dan terendah
pada kelompok petani RAS 2. Pendapatan riil petani RAS 1 adalah sebesar
Rp6.337.560, pendapatan petani RAS 2 sebesar Rp4.584.281 dan pendapatan
petani RAS 3 sebesar Rp5.116.256 per kepala keluarga per tahun.
Pendapatan yang diperoleh dari usahatani RAS lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pendapatan dari usahatani non RAS dalam satuan luas lahan
yang sama. Pola RAS 1, pendapatan dari kebun RAS 1 per 0,5 ha per tahun
adalah Rp5.868.111 dengan produktivitas karet sebesar 1087,5 Kg/0,5ha/tahun.
Sedangkan pendapatan dari luar RAS per 0,5 ha per tahun adalah sebesar
Rp1.080.931. Jadi manfaat lahan yang diperoleh untuk kebun RAS adalah sebesar
5 kali lipat dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk usahatani lainnya.
Pola RAS 2, pendapatan dari kebun RAS 1 per 0,5 ha per tahun.adalah
Rp5.209.410 dengan produktivitas karet sebesar 1.135 Kg/0,5ha/tahun. Sedangkan
pendapatan dari luar RAS per 0,5 ha per tahun adalah sebesar Rp558.714. Jadi
manfaat lahan yang diperoleh untuk kebun RAS adalah sebesar 9 kali lipat
dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk usahatani lainnya.
Pola RAS 3, pendapatan dari kebun RAS 3 per 0,5 ha per tahun adalah
Rp4.826.657 dengan produktivitas karet sebesar 966 Kg/0,5ha/tahun. Sedangkan
pendapatan dari luar RAS per 0,5 ha per tahun adalah sebesar Rp1.660.967. Jadi
manfaat lahan yang diperoleh untuk kebun RAS adalah sebesar 3 kali lipat
dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk usahatani lainnya.
Dengan demikian ditinjau dari aspek ekonomis, ketiga pola RAS
memberikan keuntungan yang besar dibandingkan dengan usahatani lainnya.
Ketiga pola RAS tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan penggunaan
lahan.
5. Curahan Tenaga Kerja Keluarga Pada Sistem Wanatani Karet
Curahan tenaga kerja keluarga untuk usahatani RAS adalah pola RAS 1
sebesar 52 HKP/tahun, pola RAS 2 sebesar 158 HKP/tahun, dan pola RAS 3
sebesar 80 HKP/tahun. Penggunaan tenaga kerja di kebun RAS 2 (sistem wanatani
kompleks) lebih tinggi dibandingkan dengan pola RAS 1 dan pola RAS 3, karena
pemeliharaan di kebun RAS 2 lebih intensif. Pola RAS 1 tidak memerlukan
pemeliharaan secara intensif, sehingga menghemat penggunaan tenaga kerja.
Sedangkan Pola RAS 3 juga tidak banyak menggunakan tenaga kerja karena
adanya tajuk pepohonan dapat membantu mengendalikan alang-alang sehingga
kegiatan penyiangan tidak rutin dilakukan.
Curahan tenaga kerja keluarga petani RAS 1 sebagian besar tercurah di
bidang usahatani kelapa sawit dan ladang. Sedangkan di kelompok petani RAS 2,
curahan tenaga kerja keluarga petani lebih banyak tercurah untuk usahatani RAS
dan sawah. Pada kelompok petani RAS 3, curahan tenaga kerja terbesar tercurah
untuk usahatani kelapa sawit.
B. Perspektif Petani RAS Terhadap Aspek Sosial, Ekonomi Dan Ekologi Pada
Sistem Wanatani Karet

a. Perspektif petani terhadap aspek sosial sistem wanatani karet


Perspketif petani RAS terhadap aspek sosial pada sistem wanatani karet
meliputi penyebaran tenaga kerja keluarga untuk pengelolaan kebun RAS,
keamanan dilingkungan usahatani dan hubungan sosial antar petani RAS dan
petani non RAS.
Sebanyak 59% perspektif petani meyatakan bahwa penyebaran tenaga
kerja keluarga di kebun RAS merata sepanjang tahun dan 41% petani menyatakan
bahwa penyebaran tenaga kerja keluarga di kebun RAS kurang merata sepanjang
tahun. Sebanyak 78% perspektif petani meyatakan bahwa lingkungan usahatani di
desa mereka aman. Sedangkan persentase yang menyatakan tidak aman hanya
22%. Pencurian karet biasanya terjadi ketika petani penyadap meninggalkan karet
yang telah dibekukan (slab)di kebun. Sebanyak 96 % perspektif petani meyatakan
bahwa hubungan sosial antar petani RAS dengan petani non RAS sangat baik dan
belum pernah terjadi konflik ataupun kecemburuan sosial. Dengan adanya
kegiatan di kebun RAS telah tercipta hubungan kerjasama yang baik yaitu adanya
sistem bagi hasil antar petani pemilik dan penyadap (petani non RAS).
Dilihat dari perspektif petani terhadap aspek sosial sistem wanatani karet
sebagian besar petani menyatakan perspektif positif. Dengan demikian sistem
wanatani karet (pola RAS) dapat diterima dengan baik oleh petani.
b. Perspektif petani terhadap aspek ekonomi sistem wanatani karet
Perspektif petani terhadap aspek ekonomi sistem wantani karet meliputi
hasil produksi lateks karet, biaya sarana produksi, pendapatan petani dari kebun
RAS dan resiko kegagalan tanam.
Sebanyak 44 % perspektif menyatakan bahwa hasil produksi lateks karet
lebih banyak dari karet lokal dan sebanyak 56 % perspektif petani menyatakan
bahwa hasil produksi karet sedang atau kurang lebih sama dengan karet lokal.
Rata-rata produksi lateks pola RAS 1 sebesar 9 Kg per sadap, RAS 2 sebesar 6 Kg
per sadap dan RAS 3 sebesar 8 Kg per sadap.
Hasil produksi non karet seperti kayu bakar, buah-buahan dan kayu
bangunan merupakan produksi sampingan dari kebun RAS. Perspektif petani
terhadap produk non karet di kebun RAS, untuk saat ini produk kayu dan buah
belum memberikan kontribusi bagi pendapatan petani. Namun setelah karet tidak
berproduksi lagi produk kayu dan buah ini diharapkan dapat menggantikan produk
karet sehingga kontinuitas produksi dapat dipertahankan dalam jangka panjang.
Sebanyak 77% perspektif petani menyatakan bahwa biaya sarana produksi
dalam pengelolaan usahatani RAS termasuk rendah dan 23% menyatakan bahwa
biaya sarana produksi sedang. Sebanyak 96% pendapatan petani dengan adanya
kebun RAS bertambah dan 4% yang menyatakan pendapatan berkurang.
Sebanyak 68% perspektif petani menyatakan bahwa resiko kegagalan tanam
sedang dan sebanyak 32% petani menyatakan bahwa resiko kegagalan tanam
rendah. Resiko kegagalan tanam ini terutama disebabkan oleh penyakit jamur
yang menyerang karet sehingga karet banyak yang mati dan pertumbuhan karet
agak lambat (kerdil) sehingga banyak karet yang belum dapat disadap.
Dilihat dari perspektif petani terhadap aspek ekonomi sistem wanatani
karet, sebagian besar petani menyatakan perspektif positif maka sistem wanatani
karet (pola RAS) dapat terus dikembangkan.
c. Perspektif petani terhadap aspek ekologi sistem wanatani karet
Perspketif petani terhadap aspek ekologi sistem wanatani karet meliputi
pengaruh tanaman terhadap tanah dan pengaruh tanaman sela terhadap karet.
Persentase perspektif petani yang menyatakan pengaruh tanaman terhadap tanah
adalah positif sebesar 67%.
Persentase perspektif petani yang menyatakan pengaruh tanaman terhadap
tanah adalah positif sebesar 67%. Tanaman yang tumbuh diatas lahan berupa
tanaman keras dan tumbuhan hutan membentuk tingkatan tajuk yang dapat
menahan air hujan sehingga tanah tidak terbawa hanyut pada saat hujan. Seresah
dedaunan yang jatuh ke permukaan tanah dapat dijadikan humus, melalui proses
penguraian oleh cacing-cacing tanah.
Persentase perspektif petani yang menyatakan bahwa pengaruh tanaman
terhadap tanah adalah negatif sebesar 25%. Di bebrapa kebun milik petani RAS,
kondisi tanah di kebun RAS kurang subur terlihat dari warna tanah yang kuning
dan banyak mengandung pasir sehingga tanah dipermukaan mudah terbawa
hanyut pada saat hujan. Kondisi ini dikarenakan penebangan pepohonan dan
pembersihan vegetasi hutan. serta kondisi lahan yang terbuka sehingga suhu tanah
terasa agak panas. Berdasarkan persentase perspektif petani tersebut, perspektif
positif lebih besar daripada perspektif negatif sehingga tanaman-tanaman yang
tumbuh memberikan manfaat yang besar terhadap tanah.
Persentase perspektif yang menyatakan pengaruh tanaman sela terhadap
karet adalah positif, sebesar 33%. Sistem wanatani karet (pola RAS) dapat
menekan pertumbuhan alang-alang karena semakin besar tanaman sela (tanaman
buah dan kayu) maka pertumbuhan alang-alang akan terhambat oleh tajuk pohon.
Naungan dari tajuk-tajuk tanaman sela melindungi permukaan tanah dari radiasi
sinar matahari sehingga menciptakan kesejukan dan keteduhan dibawahnya. Hal
ini tentunya mendukung pertumbuhan karet.
Persentase perspektif yang menyatakan pengaruh tanaman sela terhadap
karet negatif adalah sebesar 52%. Tanaman akasia (terdapat pada pola RAS 3)
dapat mengeluarkan zat allelopati yang dapat membahayakan tanaman karet.
Tanaman karet yang ada di sekitar akasia tumbuh kerdil. Tanaman sela juga dapat
menimbulkan kelembaban yang tinggi sehingga memacu berkembangnya jamur.
Adanya bekas tunggul kayu merupakan tempat bersarangnya jamur. Tanaman sela
berupa pepohonan dan tumbuhan hutan mengganggu pertumbuhan karet dalam
mendapatkan makanan (unsur hara) dan air dari dalam tanah sehingga
pertumbuhan karet lambat. Tajuk-tajuk pepohonan yang pertumbuhannya
melebihi karet dapat menghambat karet dalam mendapatkan cahaya matahari.
Perspektif negatif tentang pengaruh tanaman sela terhadap karet
mendorong petani untuk melakukan penebangan pepohonan yang tumbuh di sela
barisan karet dan melakukan penyiangan rumput dan semak secara merata di
kebun RAS mereka. Tetapi ada beberapa pohon yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi tetap dibiarkan tumbuh. Alasan mereka melakukan penebangan pohon yang
tumbuh diantara barisan karet adalah (1) agar cahaya matahari dapat masuk
sehingga kondisi tanah tidak terlalu lembab untuk mengurangi pertumbuhan
jamur, (2) karena pepohonan tersebut banyak menyerap unsur hara dari dalam
tanah, (3) agar hasil getah/latek karet lebih banyak. Menurut petani tanaman sela
yang cocok untuk ditanam di antara barisan karet adalah tanaman kopi, kakao,
gaharu, tengkawang, durian, tekawai, cempedak, rambutan, jengkol dan petai.
Dilihat dari perspektif petani terhadap aspek ekologi sistem wanatani
karet, sebagian besar petani menyatakan bahwa sistem wanatani karet (pola RAS)
lebih banyak memberikan dampak positif terhadap lingkungan sehingga sistem
wanatani karet dapat berkelanjutan.

C. Perspektif Petani RAS Terhadap Pengembangan Pola Wanatani Pada


Tanaman Kelapa Sawit

Ditinjau dari aspek sosial, sebanyak 89% perspektif petani menyatakan


bahwa mereka menolak pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit,
hal ini disebabkan karena kelapa sawit yang diusahakan dengan sistem wanatani
memerlukan lahan yang luas sedangkan petani RAS 2 khususnya, memiliki lahan
yang terbatas. Selain itu, hasil produksi kelapa sawit yang diusahakan secara
pribadi oleh petani akan mengalami kendala dalam pemasaran karena tidak ada
agen yang menampung hasil sawit. Biasanya hasil sawit langsung dijual ke
perusahaan sawit.
Ditinjau dari aspek ekonomi, sebanyak 78 % perspektif petani
menyatakan bahwa secara ekonomi pengembangan pola wanatani pada tanaman
kelapa sawit tidak menguntungkan karena beberapa alasan antara lain (1) tanaman
kelapa sawit tidak bisa ditanam bersama tanaman keras sehingga keanekaragaman
produk di kebun kelapa sawit sangat sedikit dan hasil produksi buah sawit lebih
sedikit. (2) Pertimbangan resiko kegagalan tanam juga tinggi, sebab tanaman
kelapa sawit memiliki daya serap terhadap unsur hara yang sangat tinggi sehingga
tanaman lain akan sulit bertahan. (3) Tanaman kelapa sawit cenderung
memerlukan biaya produksi yang tinggi. Pemupukan harus dilakukan secara
intensif setiap bulan untuk meningkatkan produksi buah sawit.
Ditinjau dari aspek ekologi, sebagian besar petani (75%) memiliki
perspketif negatif ditinjau dari aspek ekologi pengembangan pola wanatani pada
tanaman kelapa sawit. Menurut petani, tanaman kelapa sawit tidak dapat
dibudidayakan bersama tanaman keras seperti tanaman buah dan kayu pada satu
lahan karena secara fisik tanaman kelapa sawit memiliki perakaran yang
menyebar didalam tanah (horizontal) dan tajuk yang lebar akan menghalangi
masuknya cahaya matahari yang dibutuhkan oleh tanaman lain. Selain itu tanaman
kelapa sawit juga sulit berbuah apabila ditanam bersama tanaman lainnya dan
kalaupun berbuah hasilnya sedikit dan ukuran buah relatif kecil, karena terjadi
perebutan unsur hara dan air di dalam tanah.
Tanaman kelapa sawit tidak dapat ditanam bersama tanaman keras tetapi
dapat ditumpangsarikan dengan tanaman semusim pada awal penanaman sampai
berumur satu tahun, karena akarnya masih sedikit dan tajuk masih memungkinkan
untuk ditanami tanaman dibawahnya serta ruang di sela tanaman kelapa sawit
masih cukup luas. Tanaman semusim yang cocok untuk ditumpangsarikan
bersama kelapa sawit antara lain; nenas dan pisang.
Dilihat dari perspektif petani tehadap aspek sosial ekonomi dan ekologi
pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit, Sebagian besar petani
menyatakan perspektif negatif. Dengan demikian pola wanatani tidak bisa
diterapkan pada tanaman kelapa sawit.
Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
Krakteristik sosial ekonomi usahatani pada sistem wanatani karet di ketiga
pola RAS berbeda-beda. Status kepemilikan lahan dan pohon kesemuanya merupakan
hak milik pribadi petani RAS. Karakteristik pola RAS 1 yaitu terdapat 7 jenis produk
dari 26 jenis tanaman, hasil produksi karet sebesar 1.109 Kg/tahun, pendapatan riil
petani Rp6.337.560 per tahun, pemasaran karet sangat mudah, produk buah untuk di
konsumsi dan produk kayu untuk kayu bakar, curahan tenaga kerja kurang intensif
(52 HKP/tahun). Karakteristik pola RAS 2 yaitu terdapat 6 jenis produk dari 17 jenis
tanaman, produk buah untuk dikonsumsi dan produk kayu belum menghasilkan, hasil
produksi karet sebesar 1.011 Kg/tahun, pendapatan riil petani sebesar Rp4.584.281
per tahun, pemasaran karet sangat mudah, dan curahan tenaga kerja paling intensif
(126 HKP/tahun). Karakteristik pola RAS 3 yaitu terdapat 6 jenis produk dari 23 jenis
tanaman, produk kayu digunakan untuk kayu bakar, produk buah untuk dikonsumsi,
hasil produksi karet sebesar 966 Kg/tahun, pendapatan riil petani sebesar Rp5.116.256
per tahun, pemasaran karet sangat mudah, dan curahan tenaga kerja cukup intensif
(80 HKP/tahun).
Pendapatan yang diperoleh dari kebun RAS lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pendapatan dari luar RAS dalam satuan luas lahan yang sama
dan memiliki tingkat produktivitas karet yang tinggi. Rata-rata pendapatan dari kebun
RAS 1 sebesar Rp5.868.111 dan diluar RAS sebesar Rp1.080.931 per 0,5 ha per tahun
(perbandingannya 5 kali lipat) dengan produktivitas karet 1.087,5Kg/0,5ha/tahun.
Pendapatan dari kebun RAS 2 sebesar Rp5.209.410 dan diluar RAS sebesar Rp
558.714, per 0,5 ha per tahun (perbandingannya 9 kali lipat) dengan produktivitas
karet 1.135Kg/0,5ha/tahun. Pendapatan dari kebun RAS 3 sebesar Rp4.826.657 dan
diluar RAS sebesar Rp1.660.967 per 0,5 ha per tahun (perbandingannya 3 kali lipat)
dengan produktivitas karet 918 Kg/0,5ha/tahun.
Perspektif petani terhadap aspek sosial ekonomi dari sistem wanatani karet pola
RAS 1, RAS 2 dan RAS 3 sebagian besar adalah positif. Dengan demikian sistem
wanatani karet yang dikembangkan di Kabupaten Sanggau dapat berkelanjutan.
Perspektif petani peserta RAS terhadap pengembangan pola wanatani pada
tanaman kelapa sawit ditinjau aspek sosial, ekonomi dan ekologi, sebagian besar
petani (81%) menyatakan negatif, maka pola wanatani tidak bisa diterapkan pada
tanaman kelapa sawit.
B. Saran
Pohon tumbuh cepat yang ada dikebun RAS 3 seringkali menghambat
pertumbuhan karet. Disarankan agar sebaiknya pepohonan tersebut ditebang apabila
tinggi pohon sudah melebihi tanaman karet dan diganti dengan tanaman lain seperti
gaharu, kakao, kopi dan lain-lain. Kemudian tanaman penutup tanah dapat ditanam
kembali pada lorong-lorong untuk meningkatkan kandungan unsur hara didalam
tanah.
Kelompok petani RAS disetiap desa disarankan agar membentuk koperasi
yang merupakan sarana untuk mendapatkan input produksi dan menjual output
produksi karet. Dengan demikian diharapkan harga karet tetap stabil dan memperkuat
kedudukan petani sebagai produsen dalam posisi tawar menawar.
Pola wanatani untuk tanaman kelapa sawit kemungkinan bisa diterapkan
apabila ada penelitian ilmiah lanjutan yang menghasilkan bahwa secara ekologi dan
ekonomis menguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1997, Handbook of Indonesian


Forestry, KOPKARHUTAN, Jakarta.

Didik.S, Leti.S,Suyanto, dan Sri.R.U, 2003, Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya
Agroforestri, ICRAF, Bogor.

Dinas Perkebunan Kalimantan Barat, 2002, Perkebunan Dalam Angka, Pontianak.

Fahmudin dan Agus.W,2004, Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, ICRAF,


Bogor.

H de Foresta, A.Kusworo, dan G.Michon, 2000, Agroforest Khas Indonesia, ICRAF,


Bogor.

Hernanto, Fadholi, 1991, Ilmu Usahatani, Penebar Swadaya, Jakarta.

Joshi.L, Gede.W, G. Vincent, 2001, Wanatani Kompleks Berbasis Karet, ICRAF,


Bogor.

Karwan, 2003, Sistem Pertanian Berkelanjutan, Kanisius, Yogyakarta.

Khaidir Amypalepy, 2003, Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat, Balai Penelitian
Karet Sembawa.

Nazir, M., Metode Penelitian, Ghazali Indonesia, Jakarta.


Lampiran

Jenis Tanaman dan Produk dari Sistem Wanatani Karet (Pola RAS)

No Jenis Tanaman Nama Latin Produk


RAS 1 RAS 2 RAS 3
1 Karet Karet Karet Hevea brasiliensis Lateks, kayu bakar dan
kayu bangunan
2 Durian Durian Durian Buah & kayu bangunan
3 Nangka Nangka Nangka Durio zibethinus Buah & kayu bakar
4 Rambutan Rambutan Rambutan Artocarpus heteropylla Buah & kayu bakar
5 Mangga Mangga Mangga Nephelium lappaceum Buah & kayu bakar
6 Jengkol Jengkol Jengkol Mangifera sp Buah, kayu bakar dan
Pithecellobium lobatum kayu bangunan
7 Jambu Jambu Jambu Buah & kayu bakar
8 Petai Petai Petai Syzygium malaccense Buah & kayu bangunan
9 Kayu Keladan Kayu Keladan Kayu Keladan Parkia speciosa Kayu bangunan
10 Kayu Tekam Kayu Tekam Kayu Tekam Dryobalanops beccarii Kayu bangunan
11 Kayu Medang Kayu Medang Eusideroxylon zwargerji Kayu bangunan
12 Melinjo Melinjo Litsea sp Buah,sayuran, dan kayu
Gnetum gnemon L bakar
13 Bambu Bambu Kayu bakar, dan rebung
14 Pekawai Bambooceae Buah, kayu bakar dan
Durio cf.lowianus scort kayu bangunan
15 Cempedak Buah & kayu bakar
16 Rambutan alam Artocarpus integer Buah & kayu bakar
17 Pingan Pornetia pinnata Buah & kayu bakar
18 Pisang hutan Artocarpus sp Buah
19 Mentawa Musa paradica Buah, kayu bakar dan
Artocarpus anysophyllus kayu bangunan
20 Pakis Sayuran
21 Kayu Tobak Pterydophyta Kayu bangunan
22 Kayu Meranti Aquilaria mollucensis Kayu bangunan
23 Pulai atau jita’ Shorea sp Tanaman obat
24 Kembangbulan Alstonia scholaris Tanaman obat
25 Paku sabung Rubiceae Tanaman obat
26 Penyepat - Tanaman obat
27 Langsat - Buah & kayu bakar
28 Kayu Nyatu Kayu Nyatu Lansium domesticum Kayu bangunan
29 Kayu Terindak Kayu Terindak Palaqium c.f rostratum Kayu bangunan
30 Tengkawang Tengkawang Shorea seminis Kayu bangunan & buah
31 Akasia Shore macrophylla Kayu bakar, bahan pulp
32 Sengon/Albazia Acacia mangium Kayu bakar, bahan pulp
33 Gmelina Paraserianthes falcataria Kayu bakar, bahan pulp
34 Setaria Gmeliina arborea Kayu bakar
35 Centrosema Setaria sp Kayu bakar
36 Peuraria Centrosema sp Kayu bakar
37 Gamal Peuraria sp Kayu bakar
38 Mucuna Gliricidia sepium Makanan ternak
39 Cromolena Mucuna sp Makanan ternak
Chromolena sp

You might also like