Professional Documents
Culture Documents
Mukadimah
Tren Multi
Solusi
Khatimah
Mukadimah
Selama ini, studi atau belajar hanya dimaknai sebagai proses formal
dimana di dalamnya berlangsung proses pemberian materi dari seorang
pengajar kepada anak ajar (baca: anak didik, karena universitas hanya bisa
melangsungkan proses pengajaran tinimbang proses pendidikan). Bahkan
proses penugasan tanpa dosen acap kali dianggap bukan studi, tidak belajar.
Implikasinya, orang yang berorganisasi dianggap tidak studi. Aktivitas yang
berlangsung di dunia organisasi pun dipandang tidak akademik/tidak ilmiah.
Terlebih, apabila dicermati, tidak banyak aktivitas organisasi yang ditujukan
untuk mengasah kemampuan akademik mahasiswa. Sekalipun ada,
misalnya, sering kali tidak bersinergi dengan pemangku kebijakan kampus
2
atau bahkan kurang mendapatkan respon dari mahasiswa yang lain. Ironis
memang.
Tren Multi
Di lihat dari tren, abad ini (abad XXI), dunia memasuki tren perpaduan
(multiple). Orang sudah tidak lagi memosisikan realitas sebagai dikotomi
karena ternyata tidak begitu adanya. Dunia tidak lagi dilihat sebagai realitas
hitam putih, melainkan ada realitas abu-abu dan sebagainya. Untuk bertahan
hidup di dunia saat ini, dibutuhkan perpaduan. Makanya, akhir-akhir ini kita
sudah tidak asing dengan tren multiple (perpaduan atau keragaman). Dunia
komputer, misalnya, sudah mengenal sistem operasi Windows yang
memungkinkan menjalankan lebih dari satu aplikasi pada saat yang
bersamaan. Apalagi saat ini sudah diciptakan generasi di atas Pentium IV
yakni Core Duo yang memiliki kemampuan multi dengan akselerasi tinggi.
Dunia telekomunikasi sudah mengintegrasikan fasilitas tambahan ke dalam
4
handpone semisal kamera, video, 3G, internet, koneksivitas infra merah dan
bluetooth, aplikasi Symbian dan Windows, dan lain-lain. Bahkan, baru-baru
ini sudah ada pabrik telekomunikasi yang mengawinkan jaringan GSM dan
CDMA dalam satu HP. Dunia persekolahan juga sudah menerapkan tren
perpaduan dengan mengintegrasikan materi tambahan semisal bahasa
Inggris, komputer, materi keagaamaan, dan sejenisnya dalam kurikulum
sekolah. Konsep kecerdasan yang awalnya hanya mengakui kecerdasan
kuantitatif sudah dibantah dengan adanya Multiple Intelligences dari Gardner
yang mengakui ragam kecerdasan yang dimiliki orang. Konsep ini pun sudah
diterapkan di sebilangan sekolah. Kenapa bisa?
Jelas sudah bahwa paradigma dikotomis tidak laku lagi. Mahasiswa hari
ini dituntut untuk bisa memegang peran multi sebagai insan akademik,
anggota masyarakat, agen perubah sosial, selain memadukan orientasi
akademik dengan organisasi. Kuliah memang tugas pokok mahasiswa tapi
5
bukan berarti menjadi satu-satunya aktivitas yang harus dilakukan.
Berorganisasi juga memang kebutuhan mahasiswa dalam rangka
menyalurkan idealisme tapi bukan berarti menomorduakan atau bahkan
meninggalkan kuliah. Sudah saatnya mahasiswa bisa ‘berpoligami’—
mengkawinkan orientasi studi dengan organisasi, menjadi mahasiswa ber-IPK
tinggi sekaligus menjadi aktivis sejati. Keren kan?
Khatimah
**) Eri Kurniawan adalah pembelajar dan pengajar di Universitas Kehidupan, tinggal
di Cihideung Bandung.