You are on page 1of 22

Kecap ampas tahu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Ampas (sisa) padat pengolahan tahu dapat diolah menjadi kecap. Cara pengolahannya sama
dengan pengolahan kecap kedelai. Kecap yang dihasilkan dari ampas tahu sulit dibedakan aroma,
rasa, dan warnanya dari kecap kedelai. Usaha ini cocok untuk usaha kecil berskala rumah tangga.

[sunting] Cara pembuatan


Ampas tahu direndam dengan air selama 12 jam kemudian dipres sehingga airnya keluar,
dikukus selama 60 menit, kemudian didinginkan, ditaburi laru tempe, dijemur 4-5 hari. Butiran
tempe yang kering dimasukkan ke dalam larutan garam, direndam 10-15 minggu. Hasil
fermentasi disaring, ampas diperas, cairan hasil penyaringan dan pemerasan disatukan, dimasak
dengan keluwak, gula merah, sereh, dan tapioka.

[sunting] Links
 (id)Pembuatan Kecap Ampas Tahu di Situs Warintek

Artikel bertopik makanan atau minuman Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda
  dapat membantu Wikipedia dengan

KERUPUK AMPAS TAHU


1. PENDAHULUAN

Ampas tahu dapat diolah menjadi kerupuk yang bernilai tambah lebih tinggi. Pembuatan
kerupuk ampas tahu mudah dilakukan dan murah biayanya. Dalam pembuatan kerupuk
ampas tahu, digunakan tapioka sebagai pengikat ampas. Garam, bawang putih, dan
merica ditambahkan sebagai bumbu.

2. BAHAN
1. Ampas tahu yang telah dikukus (2 kg).
2. Tapioka (1 kg)
3. Garam (30 gram)
4. Bawang putih (100 gram).
5. Merica (25 gram)
6. Udang saih kering (50 gram)
7. Monosodium glutamat (20 gram)
3. PERALATAN
1. Pemeras.
2. Pengaduk adonan.
3. Pengukus.
4. Pisau dan talenan
5. Tempat penjemuran.
6. Wajan
7. Kompor atau tungku
8. Timbangan.
4. CARA PEMBUATAN
1. Pengukusan ampas tahu. Ampas tahu diperas untuk mengurangi airnya.
Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan, atau dipres dengan alat pres. Setelah
itu, ampas dikukus selama 30 menit.
2. Persiapan bumbu. Bawang, garam, merica dan udang saih digiling sampai halus.
3. Pengadonan. Ampas yang telah dikukus (2 kg) dicampur dengan tapioka, dan
bumbu, kemudian diaduk sampai rata, licin dan kompak. Adonan ini dibentuk
seperti selinder dengan diameter 5-6 cm dan panjang 20 cm. Adonan yang telah
dibentuk ini disebut dengan dodolan.
4. Pengukusan dodolan. Dodolan dikukus selama 2 jam sampai bagian tengah
dodolan menjadi matang. Dodolan matang ini diangkat dan didinginkan.
5. Pengangin-anginan. Dodolan matang diangin-anginkan selama 3-5 hari sampai
dodolan mengeras dan mudah dipotong.
6. Pengirisan. Dodolan diiris tipis-tipis setebal 2-3 mm. Hasil pengirisan disebut
kerupuk basah.
7. Penjemuran. Kerupuk basah dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering
sampai kering. Kerupuk yang sudah kering akan gemersik jika diaduk-aduk, dan
mudah dipatahkan. Hasil pengeringan disebut kerupuk kering.
8. Pengemasan kerupuk kering. Kerupuk kering dapat disimpan lama. Kerupuk ini
harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat, atau dikemas di dalam
kantong plastik yang di seal secara rapat.
9. Penggorengan. Kerupuk kering digoreng di dalam minyak panas (170°C) sambil
dibalik-balik sampai kerupuk matang dan mekar.

Pembuatan Tortilla dari Ampas Tahu dan Susu


Tortilla pada umumnya merupakan makanan ringan berbentuk keripik dengan bahan baku
jagung. Menurut Wahyu Musshollaeni, S.Pi, MP, dosen Universitas Tribuana Tunggadewi
Malang, tortilla sebenarnya dapat dibuat dari berbagai bahan terutama yang mengandung pati
atau bahan tidak berpati dengan penambahan tepung pati.

Penggunaan bahan selain jagung akan meningkatkan diversifikasi produk olahan dan dapat pula
untuk meningkatkan nilai gizi dari tortilla. Peningkatan nilai gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan bahan baku di antaranya ampas tahu dan susu.
Tortilla Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil samping dalam proses pembuatan tahu berbentuk padat dan
diperoleh dari bubur kedelai yang diperas. Wahyu mengatakan, penggunaan ampas tahu sebagai
bahan lain dalam pembuatan tortilla dapat meningkatkan kandungan protein pada tortilla,
mengingat ampas tahu mengandung kadar protein yang relatif tinggi. Adapun cara untuk
membuat tortilla dari ampas tahu adalah sebagai berikut:

Bahan baku :
Jagung 0,7 kg
Ampas tahu 0,3 kg
Garam dapur 12,5 gram
Bawang Putih 20 gram
Penyedap, air dan minyak goreng secukupnya.

Cara pembuatan:
1. jagung yang telah direndam dalam larutan kapur kemudian digiling.

2. Ampas tahu dikukus. Jika menggunakan ampas tahu segar sebaiknya dipres (ditekan) terlebih
dahulu sedangkan jika menggunakan tepung ampas tahu, lakukan penambahan air dengan jumlah
sesuai berat ampas atau sampai basah.

3. Campur ampas tahu, bumbu, dan jagung giling (dapat juga dari jagung yang belum digiling)
lakukan penggilingan agar adonan tercampur rata.

4. lakukan pemipihan adonan dengan mesin pembuat pasta sampai ketebalan 1-2 mm.

5. lakukan pemotongan dengan ukuran yang seragam.

6. keringkan pada oven pengering.

7. lakukan pengemasan atau siap digoreng kemudian dikemas dan dikonsumsi.


Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 1
PENGGUNAAN AMPAS TAHU DAN PENGARUHNYA
PADA PAKAN RUMINANSIA
Oleh : Ana R. Tarmidi
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk Indonesia setiap tahun terus bertambah. Menurut data
sensus terakhir jumlah penduduk Indonesia 202 juta jiwa. Jumlah
penduduk yang besar akan menyebabkan kebutuhan pangan asal ternak
semakin meningkat. Untuk lebih jelas data produksi daging sapi dan
kebutuhan daging unggas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Produksi Daging Sapi dan Konsumsi Daging Ayam Broiler
No. Tahun Produksi Daging Sapi
(000 MT)*
Kebutuhan Daging Unggas
(kg/kapita/tahun)**
1. 1998 1.128 1.73
2. 1999 1.193 -
3. 2000 1.445 2.30
4. 2001 1.451 2.53
5. 2002 - 3.70
Sumber: *) BPS Statistics Indonesia (2002)
**) Gabungan Pengusaha Peternak Unggas (2001)
Dari tabel di atas tampak bahwa baik produksi daging sapi maupun
kebutuhan daging unggas dari tahun ke tahun terus meningkat.
Kemungkinan kondisi ini akan terus berlanjut seiring dengan kondisi
ekonomi yang semakin baik. Bahkan untuk konsumsi daging unggas
diproyeksikan dua kali lipat pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun
1998. Keadaan ini memberikan peluang yang sangat besar bagi dunia
perunggasan. Fenomena tersebut dirasakan dengan banyak berdirinya
perusahaan peternakan, penggemukan sapi potong dan unggas baik
untuk skala usaha besar maupun kecil.
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 2
Banyak berdirinya perusahaan ternak, ternyata tidak diimbangi
dengan ketersediaan bahan pakan yang mencukupi. Kenyataan ini
mengakibatkan masih diimpornya bahan pakan. Untuk lebih jelasnya data
impor bahan pakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Impor Bahan Baku Pakan (X 1.000 ton)
Bahan 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Jagung 617 1.098 298 591 1.300 1.400 2.000
T. Ikan 127 115 35 72 101 110 160
B. Kedelai 942 869 668 905 1.050 1.155 1.700
Sumber : BPS
* Prediksi
Tabel di atas menunjukkan bahwa impor bahan pakan cenderung
mengalami kenaikan yang cukup signifikan, meskipun pada Tahun 1998
mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan karena terjadi krisis ekonomi
yang parah akibat kondisi politik yang tidak stabil. Sebenarnya impor
bahan pakan dapat dikurangi atau mungkin tidak sama sekali, bila kita
mampu memanfaatkan sumber daya yang ada, misalkan dengan
memanfaatkan ampas tahu. Pada hakekatnya pemanfaatan hasil ikutan
merupakan pendaurulangan sumber daya alam sehingga dapat lebih
bermanfaat bagi penanggulangan kelangkaan pakan. Ketersediaan hasil
ikutan jumlahnya cukup melimpah dan terkonsentrasi di daerah tertentu,
seperti halnya di daerah Jawa Barat hanya terdapat pada kota-kota
tertentu yaitu Bogor, Bandung dan Sumedang. Peternak di daerah
tersebut dapat memanfaatkan ampas tahu tersebut untuk makanan
ternaknya. Walaupun harganya sangat tergantung pada jarak, kandungan
bahan kering dan alternatif penggunaannya.
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 3
1.2 Perumusan Masalah
Kebutuhan konsentrat untuk ternak ruminansia mutlak diperlukan
untuk memacu produktivitasnya. Ampas tahu merupakan hasil ikutan
pembuatan tahu memiliki potensi sebagai konsentrat. Pemanfaatannya
telah banyak digunakan untuk ternak, namun data-data ilmiah mengenai
manfaat ampas tahu belum diketahui secara jelas. Untuk itu menjadi
suatu pertanyaan ”Apakah ampas tahu bermanfaat untuk ternak
ruminansia?”
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 4
II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu
yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh
karena itu untuk menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses
pembuatan tahu. Pembuatan tahu terdiri dari dua tahapan : (1)
Pembuatan susu kedelai, danm (2) penggumpalan protein dari susu
kedelai sehingga selanjutnya tahu dicetak menurut bentuk yang diinginkan.
Adapun diagram alir proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Ilustrasi 1.
Tahap awal pembuatan susu kedelai adalah melakukan
perendaman kedelai kering pilihan selama kurang lebih 12 jam pada suhu
kamar 25C. Tujuan perendaman untuk memudahkan penggilingan serta
mendapatkan dispersi dan suspensi yang lebih baik dari bahan padat
kedelai pada waktu penggilingan (Rachimanto, dkk., 1981). Menurut
Shurtleff dan Aoyagi (1979) perendaman yang optimal adalah 12 jam
pada suhu 25C. Setelah itu kedelai digiling dengan ditambah air panas
atau air dingin dengan perbandingan satu bagian kedelai yang
ditambahkan delapan sampai sepuluh bagian air. Penggilingan dengan
air panas bertujuan agar lebih efektif dalam meningkatkan kelarutan
protein kedelai.
Bubur kedelai yang diperoleh kemudian dimasak pada suhu 100-
110C selama sepuluh menit, kemudian dilakukan penyaringan.
Sehubungan dengan ini ada sebagian pembuatan tahu di masyarakat
yang melakukan perebusan terlebi dahulu, kemudian disaring.
Sedangkan sebagian lagi melakukan penyaringan dulu kemudian
dilakukan perebusan. Untuk memperoleh dadih tahu maka dilakukan
penggumpalan susu kedelai dengan menambahkan zat penggumpal
berupa asam, garam dapur maupun dengan proses fermentasi
(Rachmianto, dkk., 1981).
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 5
Penggunaan garam CaSO4 merupakan cara tradisional yang biasa
dipakai oleh pembuat tahu rakyat, selain itu dengan penggunaan garam
ini dihasilkan tahu bermutu tinggi mengandung mineral Ca tinggi. Suhu
pada proses penggumpalan sebaiknya 70-85C (Shurtleff dan Aoyagi,
1979), sedangkan jumlah asam atau garam yang ditambahkan sekitar 2-
3% dari berat kacang kedelai yang digunakan.
Setelah terjadi gumpalan tahu, air (Whey) yang masih terdapat
bersama gumpalan itu dibuang. Sedangkan gumpalan tahu ditekan atau
dicetak sehingga terbentuk tahu seperti yang diinginkan. Untuk
mencegah supaya tidak mudah hancur sebaiknya setelah pencetakan
segera direndam dalam air dingin dengan suhu 5C selama 60-90 menit
(Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Bobot ampas tahu rata 1,12 kali bobot
kedelai kering, sedangkan volumenya 1,5 sampai 2 kali volume kedelai
kering (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Penggunaan ampas tahu di samping sebagai makanan ternak juga
dipakai sebagai bahan baku untuk pembuatan oncom yaitu sejenis
makanan yang kualitasnya lebih rendah daripada tempe.
2.2 Nilai Gizi dan Potensi Ampas Tahu
Potensi ampas tahu cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia
tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa
Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan
untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu
sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton
secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat. Potensi ini cukup
menjanjikan sebagai bahan pakan ternak.
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 6
Ilustrasi 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu
(Rachimanto, dkk., 1981; Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Kedelai Kering
Perendaman
Penggilingan
Perebusan
Penyaringan
Penggumpalan
Penyaringan
Pencetakan
TAHU
Susu Kedelai
6-8% padatan
Ampas Tahu
Cairan Gumpalan Tahu
Air selama 8-12 jam
Air panas/dingin 1:8-1:10
10 menit, suhu 100-112C
Suhu 70-85C, larutan
CaSO4 2-3%
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 7
Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan
sebagai sumber protein. Korossi (1982) menyatakan bahwa ampas tahu
lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai. Sedangkan
Pulungan, dkk. (1985) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung NDF,
ADF yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan
ampas tahu berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah.
Komposisi zat gizi ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas Tahu
BK PrK Serat
Kasar
Lemak
Kasar NDF Bahan ADF Abu Ca P Eb
(%) (%) (%)* (%)** (%) (%) (%) (%) (%) Kkal/kg
Ampas
Tahu 13.3 21.0 23.58 10.49 51.93 25.63 2.96 0.53 0.24 4730
Sumber: Pulungan, dkk., (1985)
*) Sutardi dkk, 1976
**) Arianto (1983)
Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu
mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam
keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah
dimasak.
Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun
makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm,
Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983).
Di samping memiliki kandungan zat gizi yang baik, ampas tahu juga
memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan
mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan Cu, sehingga
penggunaannya untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978).
2.3 Pengolahan dan Pengawetan Ampas Tahu
Ampas tahu memiliki kadar air dan protein yang cukup tinggi
sehingga bila disimpan akan menyebabkan mudah membusuk dan
berjamur. Menurut Prabowo, dkk., (1983) bahwa ampas tahu dapat
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 8
disimpan dalam jangka waktu lama bila dikeringkan terlebih dahulu.
Biasanya ampas tahu kering digunakan sebagai komponen bahan pakan
unggas. Untuk memperoleh ampas tahu kering, dilakukan dengan
menjemur atau memasukkannya ke dalam oven sampai kering, kemudian
digiling sampai menjadi tepung (IMALOSITA-IPB, 1981).
Bila mengawetkan ampas tahu secara basah dapat dilakukan
dengan pembuatan silase tanpa menggunakan stater. Terlebih dahulu
ampas tahu dikurangi kadar airnya dengan cara dipres sampai kadar air
mencapai kira-kira 75%. Lalu disimpan dalam ruang kedap udara atau
plastik tertutup rapat supaya udara tidak dapat masuk. Setelah tertutup
disimpan minimal 21 hari dan digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Penyimpanan dengan cara pembuatan silase dapat mengawetkan ampas
tahu sampai 5-6 bulan (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 1999).
Pembuatan silase ampas tahu dapat dicampur dengan bahan pakan lain.
Senyawa (1991) melaporkan bahwa ampas tahu dicampur dengan jerami
padi menghasilkan silase yang baik dan siap untuk digunakan oleh ternak.
Kendala adanya asam fitat yag kemungkinan akan mengganggu
hewan monograstrik dapat dibatasi dengan menggunakan teknik
fermentasi. Fardiaz dan Markakis (1981) menyatakan bahwa efek asam
fitat dapat dikurangi dengan penambahan enzim fitase yang dihasilkan
oleh beberapa mikroorganisme. Untuk hewan ruminansia asam fitat tidak
perlu dirisaukan karena ternak tersebut memiliki mikroba rumen yang
mampu menghasilkan enzim fitase dalam jumlah cukup untuk
menghidrolisis asam fitat dari pakan.
2.4 Penggunaan Ampas Tahu pada Ternak Ruminansia
Surtleff dan Aoyagi (1979) melaporkan bahwa penggunaan ampas
tahu sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah. Di Jawa
Barat ampas tahu telah banyak dan sudah biasa digunakan oleh peternak
sebagai makanan ternak sapi potong untuk proses penggemukan. Di
Taiwan ampas tahu digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 9
per ekor per hari (Heng-Chu, 2004), sedangkan di Jepang penggunaan
ampas tahu untuk pakan ternak terutama sapi dan babi dapat mencapai
70% (Amaha, et al., 1996).
Penelitian telah dilakukan pada domba oleh Pulungan, dkk., (1984),
di mana ternak percobaannya diberi ransum perlakuan (A) rumput
lapangan (ad libitum), (B) rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu
1,25% BB, (C) rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu 2,5% BB, (D)
rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu (ad libitum). Hasil yang
diperoleh disajikan pada Tabel 4. Dari data pada Tabel 4, dapat
disimpulkan bahwa domba yang mendapat rumput berkualitas rendah,
ampas tahu dapat diberikan sebagai ransum penggemukan dan dapat
diberikan secara tak terbatas.
Knipscheer et al. (1983) melakukan penelitian pada kambing dan
menyimpulkan bahwa pemberian ampas tahu dapat memberikan
keuntungan dalam usaha peternakan kambing atau domba yang
dipelihara secara intensif.
Tabel 4. Penggunaan Ampas Tahu sebagai Makanan Tambahan pada
Domba Lepas Sapih yang Memperoleh Rumput Lapangan
KRITERIA A PBE RLAKUACN D
Berat badan awal (kg) 11,4 11,0 12,0 12,4
Berat badan akhir (kg) 11,7 15,6 19,9 22,7
Pertambahan berat badan (g) 4 55 94 123
Konsumsi:
- Bahan kering:
Rumput lapangan 338 224 153 143
Ampas tahu 0 166 414 508
Total 338 410 567 651
% berat badan 2,9 3,1 3,6 3,7
- Protein kasar 41 65 106 124
- NDF 221 246 315 365
- Energi (M.kal) 1,23 1,67 2,49 2,92
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 10
Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi
di dalam rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar 9,8%
per jam dan rataan kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677
mM per jam (Sutardi, 1983). Penggunaan protein ampas tahu diharapkan
akan lebih tinggi bila dilindungi dari degradasi dalam rumen (Suryahadi,
1990).
Penelitian yang dilakukan Karimullan (1991) menunjukkan bahwa
perlindungan ampas tahu dengan tanin menurunkan kadar amonia cairan
rumen, hal ini berarti bahwa pemanfaatan protein ampas tahu dapat
secara langsung digunakan oleh induk semang tanpa mengalami
degradasi oleh mikroba rumen (protein by pass). Namun demikian
perlindungan ini juga menyebabkan kadar VFA menurun dan diikuti pula
dengan penurunan bakteri dan protozoa rumen. Kemungkinan besar
karena pasokan nutrien ampas tahu, begitu pula dengan protozoa tidak
cukup suplai bakteri dan nutriennya bagi kebutuhan untuk
pertumbuhannya akibat perlindungan ampas tahu tersebut oleh tanin
gambir.
Tabel 5. Pengaruh Perlindungan Ampas Tahu dengan Tanin Gambir
terhadap Metabolisme dan Populasi Mikroba Rumen
Perlakuan NH3 (mM) VFA (mM) Bakteri/ml Protozoa/ml
Tepung Ikan 7,514 187,66 7,2 x 1010 107.157
Ampas Tahu 7,183 172,14 2,5 x 1010 95.117
Ampas Tahu +
Gambir
5,015 136,55 0,39 x 1010 75.912
Ampas Tahu +
Gambir + Urea
5,824 139,08 1,9 x 1010 88.172
Sumber: Karimullah (1991)
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 11
III
KESIMPULAN
Dari studi literatur yang dilanjutkan dengan hasil pembahasan maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Ampas tahu memiliki nilai nutrisi yang baik dan digolongkan ke dalam
bahan pakan sebagai sumber protein.
2. Ampas tahu apabila diolah dan diawetkan, baik secara kering maupun
secara basah dapat dimanfaatkan dan disimpan dalam waktu yang
cukup lama.
3. Ampas tahu digunakan sebagai ransum memberikan pengaruh yang
baik terhadap performans ternak ruminansia.
4. ampas tahu apabila diproteksi dengan tannin dalam rumen akan tanah
terhadap degradasi, hal ini dicerminkan dengan menurunnya
konsentrasi VFA NH3, bakteri, dan protozoa rumen.
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 12
DAFTAR PUSTAKA
Amaha, K., Y. Sasahi, and T. Segawa. 1996. Utilization of Tofu (Soybean
Curd) By-Product as Feed for Cattle. http// www.agnet.org.
Arianto, B.D. 1983. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu Sebagai
terhadap Potongan Karkas Komersial Broiler Betina Strain Hybro
umur 6 Minggu. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Peternakan, Jakarta. http//www.bps.
CuIlison, E.A. 1978. Feeds and Feeding. Prentice Hall of India Private
Limited. New Dehli.
Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. 1999. Uji Coba Pembuatan Silase
Ampas Tahu. Brosur.
Fardiaz, D dan Markakis. 1981. Degradation of Phytic Acid -in Oncom
(Fermented Peanut Press Cake). J. Food. Sci. 46:523.
Heng-Chu, A. 2004. Utilization of Agricultural By-Products in Taiwan.
http//www.agnet.org.
IMALOSITA-IPB. 1981. Studi Pemanfaatan Limbah Tahu. Fakultas
Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Karimullah. 1991. Penggunaan Ampas Tahu dengan Gambir Sebagai
Pelindung Degradasi Protein Untuk Bahan Baku Pellet Ransum
Komplit Ditinjau Berdasarkan Metabolisme dan Populasi Mikroba
Rumen. Karya Ilmiah. lnstitut Pertanian Bogor.
Karossi, A.A., Sunardi, L.P.S. Patuan dan A. hanafi. 1982. Chemical
Composition of Potentian Indonesian Agroindustrial and
Agricultural Waste Materials for Animal Feeding. Feed Information
and animal Production. Proc. Of the 2nd Symposium of the
International Network of Feed Information Centers. Eds: G.E.
Robards and L.G. Packlam.
Prabowo, A., D. Samaih dan M. Rangkuti. 1993. Pemanfaatan ampas tahu
sebagai makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba
potong. Proceeding Seminar 1983. Lembaga Kimia Nasional-LIPI,
Bandung.
Pulungan, H., J.E. Van Eys, dan M. Rangkuti. 1984. Penggunaan ampas
tahu sebagai makanan tambahan pada domba lepas sapih yang
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 13
memperoleh rumput lapangan. Balai Perielitian Ternak, Sogor.
1(7): 331-335.
Rachimanto, D. Daulay, 8. Hardjo dan Endang S. Sunarya. 1981.
Pengaruh kondisi proses pengolahan tradisional terhadap mutu
tahu yang dihasilkan. Buletin Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pangan 3:26-35. Pusbangtapa-FTDC IPB, Bogor.
Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1975. The Book of Tofu, Food for Mankind.
Ten Speed Press, California, USA.
Sumardi dan L.P.S. Patuan. 1983. Kandungan Unsur-unsur Mineral
Essensial dalam Limbah Pertanian dan Industri Pertanian di Pulau
Jawa. Proceeding Seminar. Lembaga Kimia Nasional-LIPI,
Bandung.
Suryahadi. 1990. Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ruminansia. Pusat
Antar Universitas Ilmu hayat Institut Pertanian Bogor.
Sutardi, T., M.A. Sigit T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein
Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter
Metabolismenya oleh Mikroba Rumen. Fapet IPB bekerjasama
dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.
Sutarti, H.A., A. Djadjanegara, A. Rays dan T, Manurung. 1976. Hasil
Analisa Bahan Makanan Ternak. Laporan Khusus No. 3.
Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.

TTG PENGOLAHAN PANGAN


Hal. 1/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

TAHU
1. PENDAHULUAN
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino
yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun
penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik
untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.
Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)
sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti
keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai.
Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar
proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung,
tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar
protein susu skim kering.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein
hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai.
Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan
lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada
umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan
cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin
pengupas, penggiling, dan cetakan.
Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan
KOMPONEN KADAR (%)
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7
TTG PENGOLAHAN PANGAN
Hal. 2/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai Dengan Beberapa Bahan
Makanan Lain
BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)
Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10
Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam
kedelai dengan menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebut
larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan
pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi
tahu.
Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai
sebelum dimasak, sehingga cairan tahu yang sudah terpisah dari ampasnya.
2. BAHAN
1) Kedelai 5 kg
2) Air secukupnya
3) Batu tahu 1 gram
3. ALAT
1) Ember besar
2) Tampah (nyiru)
3) Kain Saring atau kain blancu
4) Kain pengaduk
5) Cetakan
6) Keranjang
7) Rak bambu
8) Tungku atau kompor
9) Alat penghancur (alu)
TTG PENGOLAHAN PANGAN
Hal. 3/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
4. CARA PEMBUATAN
1) Pilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci;
2) Rendam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg
kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam;
3) Cuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka
tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam;
4) Tumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga
berbentuk bubur;
5) Masak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 70 0 ~ 800C
(ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil);
6) Saring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu
(Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter
sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diadauk perlahan-lahan.
7) Cetak dan pres endapan tersebut.
5. DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TAHU
TTG PENGOLAHAN PANGAN
Hal. 4/ 4
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Catatan:
1) Hasil pemasakan ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Tujuan pemanasan
tersebut adalah untuk:
a. Menghilangkan bau kedelai.
b. Agar proses penyaringannya dapat berjalan lebih baik.
2) Perlu diingat, bahwa pemanasan juga berpengaruh terhadap kandungan
proteinnya. Pengaruh panas dapat menyebabkan kerusakan protein,
sehingga harus dilakukan dengan hati-hati.
3) Penggilingan dengan ari dingin menyebabkan bau khas kedelai tidak hilang,
shingga tahu kurang disukai.
6. DAFTAR PUSTAKA
Tri Radiyati et.al. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan – LIPI, 1992. Hal. 9 – 14.
7. KONTAK HUBUNGAN
Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan, PDII, LIPI, Jl. Jend. Gatot
Subroto 10 Jakarta 12910.
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi
Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.
Editor : Esti, Agus Sediadi

eknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter


Anaerob Dan Aerob
ABSTARK

           Industri tahu dan tempe merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota
besar dan kecil. Tempe dan tahu merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang.
Akibat dari banyaknya industri tahu dan tempe, maka limbah hasil proses pengolahan
banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu dan tempe
mempunyai kadar BOD sekitar 5.000 - 10.000 mg/l, COD 7.000 - 12.000 mg/l.
           Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang cukup
serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu dan tempe. Teknologi pengolahan
limbah tahu tempe yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah sistem
anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70-80 %,
sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organik cukup tinggi, serta bau
yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang
belum dapat diatasi.

           Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses
biologis anaerob-aerob yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses
pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses
tersebut diharapkan konsentrasi COD dalan air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60
ppm, sehingga jika dibuang tidaklagi mencemari lingkungan sekitarnya.

KATA KUNCI :  Industri Tahu Tempe, Pencemaran, Limbah Cair, Sistem Biofilter
Anaerob-Aerob
JENIS TEKNOLOGI : Teknologi Pengolahan Limbah Cair
TARGET PENGGUNAAN : Pabrik Industri Tahu/Tempe

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

            Tahu dan tempe merupakan makanan yang digemari masyarakat, baik masyarakat
kalangan bawah hingga atas. Keberadaannya sudah lama diakui sebagai makanan yang
sehat, bergizi dan harganya murah. Hampir ditiap kota di Indonesia dijumpai industri tahu
dan tempe. umumnya industri tahu dan tempe termasuk ke dalam industri kecil yang
dikelola oleh rakyat dan beberapa di antaranya masuk dalam wadah Koperasi Pengusaha
Tahu dan Tempe (KOPTI).

           Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan banyak memakai
tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai (Glycine spp).
Konsumsi kedelai Indonesia pada Tahun 1995 telah mencapai 2.287.317 Ton (Sri Utami,
1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa lebih dari separuh konsumsi kedelai Indonesia
dipergunakan untuk diolah menjadi tempe dan tahu. Shurtleff dan Aoyagi (1979)
memperkirakan jumlah pengusaha tahu di Indonesia sekitar 10.000 buah, yang sebagian
besar masih berskala rumah tangga, dan terutama terpusat di Pulau Jawa, sebagai
bandingan di Jepang sekitar 38 000 buah, di Korea 1 470 buah, Taiwan 2 500 buah dan
Cina 158 000 buah.

           Air banyak digunakan sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai untuk proses
produksinya. Akibat dari besarnya pemakaian air pada proses pembuatan tahu dan tempe,
limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Sebagai contoh limbah industri tahu tempe di
Semanan, Jakarta Barat kandungan BOD 5 mencapai 1 324 mg/l, COD 6698 mg/l, NH 4
84,4 mg/l, nitrat 1,76 mg/l dan nitrit 0,17 mg/l (Prakarindo Buana, 1996). Jika ditinjau dari
Kep-03/MENKLH/11/1991 tentang baku mutu limbah cair, maka industri tahu dan tempe
memerlukan pengolahan limbah.

           Pada saat ini sebagian besar industri tahu tempe masih merupakan industri kecil
skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah, sedangkan
industri tahu dan tempe yang dikelola koperasi beberapa diantaranya telah memiliki unit
pengolah limbah. Unit pengolah limbah yang ada umumnya menggunakan sistem anaerobik
dengan efisiensi pengolahan 60-90%. Dengan sistem pengolah limbah yang ada, maka
limbah yang dibuang ke peraian kadar zat organiknya (BOD) masih terlampau tinggi yakni
sekitar 400 – 1 400 mg/l. Untuk itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar
kandungan zat organik di dalan air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh
dibuang ke saluran umum.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan :

Tujuan Kegiatan ini adalah mengkaji dan mengembangkan teknologi pengolahan air limbah
khususnya pengolahan air limbah industri tahu-tempe yang sederhana, murah dan dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi di Indonesia, sehingga dapat digunakan langsung oleh
masyarakat.

Sasaran :

Sasaran dari kegiatan ini adalah membuat prototipe unit alat pengolahan air limbah industri
tahu-tempe yang murah dan sederhana, serta mengkaji karakteristik dan efisiensi
pengolahan terhadap beberapa parameter kualitas air limbah serta mengkaji kelayakan alat
secara ekonmis.

1.3. Manfaat Teknologi tersebut dapat disebarluaskan dan dapat dimanfaatkan atau ditiru
oleh masyarakat.

1.4. Kontak Personil

Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.


Ir. Arie Herlambang, M.Si.

Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair,


Direktorat Teknologi Lingkungan,
Kedeputian Bidang Informatika, Energi dan Material.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta Pusat


Tel. 021-3169769, 3169770 Fax. 021-3169760
Email : air@server.enviro.bppt.go.id
Home Page : http://www.enviro.bppt.go.id/

II. PROSES PEMBUATAN TAHU DAN TEMPE

2.1. Proses Pembuatan Tahu

           Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai, dan prosesnya
masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. Suryanto (dalam Hartaty, 1994)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tahu adalah makanan padat yang dicetak dari
sari kedelai (Glycine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya,
tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan.
           Pembuatan tahu pada prinsipnya dibuat dengan mengekstrak protein, kemudian
mengumpulkannya, sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu kedelai
umumnya dilakukan dengan cara penambahan bahan penggumpal berupa asam. Bahan
penggumpal yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4nH 2O)
dan larutan bibit tahu (larutan perasan tahu yang telah diendapkan satu malam).

Secara umum tahapan proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut :

 Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan dengan
ditampi atau menggunakan alat pembersih.
 Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak
untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4 - 10 jam.
 Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada besarnya
atau jumlah kedelai yang digunakan.
 Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk
memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding
dengan jumlah kedelai.
 Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit. Selama
pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air dan diaduk.
 Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang diperoleh
diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang lebih 70%
sampai 90% dari bobot kering kedelai.
 Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu
50oC, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di atas
endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali.
 Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain
penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan
diangin-anginkan.

Diagram proses pembuatan tahu ditujukkan seperti pada gambar 1, sedangkan diagram
neraca masa untuk proses pembuatan tahu ditunhjukkan pada gambar 2.
Gambar 1 : Diagram proses pembuatan tahu.

Gambar 2 : Diagram neraca masa proses pembuatan tahu.

2.2. Proses Pembuatan Tempe

Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai, dan secara garis besar urutan proses
pembuatan tempe adalan sebagai berikut :
 Kedelai dimasak, setelah masak kedelai direndam 1 malam hingga lunak dan terasa
berlendir, kemudian kedelai dicuci hingga bersih.
 Kedelai dipecah dengan mesin pemecah, hingga kedelai terbelah dua dan kulit
kedelai terpisah.
 Kulit kedelai dipisahkan dengan cara hasil pemecahan kedelai dimasukkan ke dalam
air, sehingga kulit kedelai mengambang dan dapat dipisahkan.
 Kedelai kupas dicuci kembali hingga bersih, kemudian peragian dengan cara kedelai
dicampurkan ragi yang telah dilarutkan dan didiamkan selama lebih kurang 10
menit.
 Kedelai yang telah mengandung ragi ditiriskan hingga hampir kering, kemudian
dibungkus dengan daun pisang. Setelah fermentasi selama 2 hari diperoleh tempe.

Gambar 3 : Bagan proses pembuatan tempe

III. LIMBAH INDUSTRI TAHU-TEMPE

3.1. Karakteristik Limbah

           Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni
karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan
bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.

           Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah
cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai 46 0C. Suhu yang
meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan
oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

           Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada
umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat
berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut,
protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987),
yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto,
1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini
akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh
mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan
bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD
merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan
organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992).

           Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.
Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya
rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan
industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu
protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu
ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut.

           Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2 ), oksigen (O2
), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-
gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air
buangan. Beberapa contoh hasil pengukuran kadar BOD Dan COD di dalam air limbah tahu
dan tempe di daerah DKI Jakarta ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

TAHU
1. PENDAHULUAN

Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro,
kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang
sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam
proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen,
jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut.

Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga


mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu
diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta
minuman seperti bubuk dan susu kedelai.

Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat
mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau,
daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih
tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani
lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan
yang berasal dari 157,14 gram kedelai.

Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya.
Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses
yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai
di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan


KOMPONEN KADAR (%)
Protein 35-45
Lemak 18-32
Karbohidrat 12-30
Air 7.

Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai


Dengan Beberapa Bahan Makanan Lain
BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)
Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan
menggunakan air sebaagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut, diusahakan untuk
diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap sampai terbentuk gumpalan-
gumpalan protein yang akan menjadi tahu.
Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai sebelum dimasak,
sehingga cairan tahu yang sudah terpisah dari ampasnya.

2. BAHAN
1. Kedelai 5 kg
2. Air secukupnya
3. Batu tahu 1 gram
3.
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN TAHU

4. ALAT
1. Ember besar
2. Tampah (nyiru)
3. Kain Saring atau kain blancu
4. Kain pengaduk
5. Cetakan
6. Keranjang
7. Rak bambu
8. Tungku atau kompor
9. Alat penghancur (alu)
5. CARA PEMBUATAN
1. Pilih kedelai yang bersih,
kemudian dicuci;
2. Rendam dalam air bersih selama 8
jam (paling sedikit 3 liter air
untuk 1 kg kedelai). Kedelai akan
mengembang jika direndam;
3. Cuci berkali-kali kedelai yang
telah direndam. Apabila kurang
bersih maka tahu yang dihasilkan
akan cepat menjadi asam;
4. Tumbuk kedelai dan tambahkan
air hangat sedikit demi sedikit
hingga berbentuk bubur;
5. Masak bubur tersebut, jangan
sampai mengental pada suhu 70 0
~ 80 0 C (ditandai dengan adanya
gelembung-gelembung kecil);
6. Saring bubur kedelai dan
endapkan airnya dengan
menggunakan batu tahu (Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml
asam cuka untuk 1 liter sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diadauk perlahan-
lahan.
7. Cetak dan pres endapan tersebut.

Catatan:

1. Hasil pemasakan ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Tujuan pemanasan


tersebut adalah untuk:
a. Menghilangkan bau kedelai.
b. Agar proses penyaringannya dapat berjalan lebih baik.
2. Perlu diingat, bahwa pemanasan juga berpengaruh terhadap kandungan
proteinnya. Pengaruh panas dapat menyebabkan kerusakan protein,
sehingga harus dilakukan dengan hati-hati.
3. Penggilingan dengan ari dingin menyebabkan bau khas kedelai tidak
hilang, shingga tahu kurang disukai.
6. DAFTAR PUSTAKA

Tri Radiyati et.al. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan –
LIPI, 1992. Hal. 9 – 14.

You might also like