You are on page 1of 17

MAKALAH KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

(KMB)

HEMODIALISIS

Disusun Oleh :

Zunaidi Pamungkas

PRODI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI
DARUL ULUM JOMBANG
2010
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih mulai selain ungkapan puji syukur alkhamdulillah kehadirat Allah
SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun berhasil menyelesaikan Makalah dengan
judul “Hemodialisis” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna memenuhi tugas kuliah
“keperawatan medikal bedah” yang diberikan oleh bpk m.rajin, S.Kep.Ners m.kes, selaku dosen
dan koordinator mata kuliah KMB.

Tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyusun makalah ini hingga selesai. Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun sendiri dan para pembaca pada umumnya.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan para
pembaca sehingga dapat membantu kearah perubahan yang lebih baik di kemudian hari.

Jombang, 01 oktober 2010

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Tahapan gagal ginjal kronik dapat dibagi menurut beberapa cara ,antara lain
dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa .Bila faal ginjal yang masih tersisa
sudah minimal sehingga usaha-usaha pengobatan konservatif yang berupa diet
,pembatasan minum,obat-obatan ,dan lain-lain tidak member pertolongan yang
diharapkan lagi ,keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal (GGT). Pada stadium
ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat membahayakan
kelangsungan hidup pasien. Pada umumnya faal ginjal yang masih tersisa, yang diukur
dengan klirens kreatinin (KKr) tidak lebih dari 5mL/menit/1,73 m 2 . Pasien GGT apa pun
etiologi penyakit ginjal nya, memerlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan
atau terapi pengganti (TP) .Setelah menetapkan bahwa TP dibutuhkan , perlu pemantauan
yang ketat sehingga dapat ditentukan dengan tepat kapan TP tersebut dapat dimulai.
BAB II
STRUKTUR ANATOMI

Letak

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini
terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior)
ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).

Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi
rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya
terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.

Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan.

Struktur detail

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm
dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang
menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan
arteri renal, vena renal, dan ureter.
BAB III

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal dari kata haemo yang berarti
darah dan dialisis yang berarti dipisahkan. Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi
Penggganti Ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik
akut maupun kronik. Perinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses
dufusi dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh.
Hemodialisis dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut)
atau dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik).

B. Etiologi

Adapun penyebab dilakukan tindakan hemodialisis dan dialysis peritoneal :


• Pembuangan cairan yang berlebihan, toksin atau obat karena tidak adekuatnya gradient
osmotic dialisat
• Kehilangan darah aktual (heparinisasi sitemik atau pemutusan aliran darah)
• Distensi abdomen atau konstipasi
• Penurunan area ventilasi dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan kelebihan
cairan, tertahannya sekresi dan infeksi. dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan
kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan infeksi.
• Penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan yang berlebihan dari volume
sirkulasi.

C. Komplikasi

1) Komplikasi Hemodialisis
Hemodilisis dapat memperpanjang usia tapi tidak akan mengubah perjalanan alami
penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi
ginjal. Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien yang menjalani
hemodialisis kronis adalah penyakit kardiovaskuler arteriosklerotik. Gangguan
metabolisme lipid (hipertrigliseridemia) tampaknya semakin diperberat dengan
tindakan hemodilisis.
Gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina pectoris, stroke
dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi. Anemia dan rasa letih dapat
menyebabkan penurunan kesehatan fisik maupun mental, berkurangnya tenaga serta
kemauan, dan kehilangan perhatian. Gangguan metabolisme kalsium akan
menimbulkan osteodistropi renal yang menyebabkan nyeri tulang dan fraktur.
Komplikasi dialysis dapat mencangkup hal-hal sebagai berikut :
• Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan.
• Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien.
• Nyeri dada dapat terjadi karena CO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh.
• Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk-akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
• Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar
jika terdapat gejala uremia yang berat.
• Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel.
• Mual dan muntah merupakan peristiwa yang serius terjadi.
2) Komplikasi Dialysis Peritoneal
- Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijimpai dan paling sering serius
60% sampai 80% pasien. Sebagain besar disebabkan oleh kontaminasi
Staphylococcus epidermidis yang bersifat aksidental.
Manifestasi peritonitis mencangkup cairan drainase (effluent) dialisat yang keruh dan
nyeri abdomen yang difus. Hipotensi dantanda-tanda syok lainnya dapat terjadi jika
Staphylococcus aureus merupakan penyebab dari peritonitis.
Peritonitis ditangani di rumah sakit jika pasien parah dan tidak memungkinkan untuk
melakukan terapi pertukaran dirumah, biasanya pasien menjalani dialysis peritoneal
intermiten selama 48 jam atau lebih, atau terapi dialysis dihentikan dan memberikan
suntikan antibiotic. Pada infeksi persisten di tempat keluarnya kateter yang biasanya
disebabkan oleh S. Aureus. Pelepasan kateter permanent diperlukan untuk mencegah
terjadinya peritonitis.
Selain mikroorganisme, pasien peritonitis akan kehilangan protein melalui
perotonium dalam jumlah besar, malnutrisi akut dan kelambatan penyembuhan dapat
terjadi sebagai akibatnya.
-Kebocoran
Kebocoran cairan dialysis melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter
dapat diketahui sesudah kateter dipasang. Kebocoran akan berhenti spontan jika
terapi dialysis tertunda selama beberapa hari untuk menyembuhkan luka insisi dan
tempat keluarnya kateter. Kebocoran melalui tempat pemasangan kateter atau
kedalam abdomen dapat terjadi spontan beberapa bulan atau tahun setelah
pemasangan kateter tersebut. Kebocoran sering dapat dihindari dengan melalui infuse
cairan dialysis dengan volume kecil (100-200 ml) dan secara bertahap meningkatkan
cairan tersebut hingga mencapai 2000ml.
- Perdarahan
Cairan drainase (effluent) dialysis yang mengandung darah kadang-kadang dapat
terlihat khususnya pada pasien wanita yang sedang haid (cairan hipertonik menarik
darah dari uterus lewat orifisium tuba falopi yang bermuara ke dalam kavum
peritoneal). Pada banyak kasus penyebab terjadinya perdarahan tidak ditemukan.
Pergeseran kateter dari pelvis kadang-kadang disertai dengan perdarahan. Perdarahan
selalu berhenti setelah satu atau dua hari sehingga tidak memerlukan intervensi yang
khusus.
Komplikasi lain yang mencangkup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat
peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus. Tipe hernia yang pernah
terjadi adalah tipe insisional, inguinal, diafragmatik, dan umbilical.
D. Patofisiologi

Dua teknik utama yang digunakan dalam dialysis adalah dialysis peritoneal dan
hemodialysis. Hemodialisis dan dialysis peritoneal merupakan dua teknik utama yang
digunakan dalam dialysis dan prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi solute dan
air dari plasma kelarutan dialysis sebagai respon terhadap pewrbedaan konsentrasi atau
tekanan tertentu.
1) Hemodialysis
Hemodialysis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialysis jangka panjang (beberapa hari sampai beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit gagal ginjal stadium terminal yang membutuhkan
terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter
bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.
Darah dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk membuang toksin atau kelebihan
cairan dan kemudian dikembangkan ke sirkulasi vena. Hemodialisis adalah metode yang
lebih cepat dan lebih efisien dari pada dialysis peritoneal untuk membuang area dan
produk toksin lain, tetapi memerlukan akses AV permanen (Doenges, 1999).
Akses vaskuler hemodialisis merupakan aspek yang paling peka pada hemodialisis oleh
karena adanya banyak komplikasi dan kegagalannya. Untuk melakukan dialysis
intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke system vaskular penderita
yang dapat diandalkan. Pada akses vascular dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Akses vaskular Ekstternal (sementara)
• Keteter subklavikula dan femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui
kateterisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter dwi-lumen atau multi lumen
dimasukan kedalam vena subklavia. Meskipun metoda akses veskular ini bukanya tanpa
resiko, namun metoda tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa minggu.
Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis, dan digunakan
selama beberapa minggu, jika pasien sudah tidak memerlukan karena akibat kondisi
pasien yang sudah membaik atau terdapat cara akses yang lain.
Karena pasien mayoritas hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat dirumah sakit
merupakan pasien dengan kegagalan akses siskulasi yang permanent, maka salah satu
prioritas dalam perawatan pasien hemodialisis adalah perlindungan terhadap akses
sirkulasi tersebut.

b. Akses Vaskular Internal (permanen)


• Fistula
Fistula yang lebih permanent dibuat melalui pembedahan dengan cara menyambung atau
menghubungkan pembuluh arteri dengan vena secara side to side atau end to side. Fistula
tersbut memerlukan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap
digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan agar fistula pulih dan
segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen
besar dengan ukuran 14 sampai 16. Jarum tersebut ditusukan kedalam pembuluh darah .
Segmen arteri fistula digunakan untuk memasukan kembali darah yang sudah didialisis,
untuk menampung aliran darah ini segmen arteri dan vena fistula tersebut harus lebih
besar daripada pembuluh darah normal. Kepada pasien dianjurkan untuk melakukan
latihan guna meningkatkan ukuran pembuluh ukuran pembuluh darah, yaitu dengan cara
meremas-remas bola karet untuk melatih fistula yang dibuat dilengan bawah, dan dengan
demikian pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang
digunakan dalam proses hemodialisis.
• Tandur
Dalam penyediaan lume sebagai tempat penusukan jarum dialysis, sebuah tandur dapat
dibuat dengan cara menjahit sepoptong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material
Gore-Tex atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat
bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya
dipasang pada lengan bawah, lengan atas paha bagian atas.

2) Dialysis Peritoneal
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan gagal ginjal
akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit ginjal tahap akhir menjalani dialysis
peritoneal (Health Care Financing Administration, 1986).
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada tehnik ini peritoneum
berfungsi sebagai membrane semi permeable. Akses terhadap rongga peritoneal dicapai
melalui perisintesis memakai trokar lurus, kaku untuk dialysis peritoneal yang akut dan
lebih permanent, sedangkan untuk yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.
Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialysis kedalam kavum
peritoneal menggunakan kateter abdomen. Ureum dan kreatinin yang merupakan hasil
akhir metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi
dan osmosis. Ureum dikeluarkan dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, sedangkan kreatinin
dikeluarkan lebih lambat.
Dialysis peritoneal kadang-kadang dipilih karena menggunakan tehnik yang lebih
sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap dari pada hemodialisis.
Dialysis peritoneal
Dialysis pertitoneal merupakan terapi pilihan bagi pasien gagal ginjal yang tidak mampu
atau tidak mau menjalani hemodialsis atau transplantasi ginjal. Pasien yang rentan
terhadap parubehan cairan, elektrolit dan metabolic yang cepat terjadi pada hemodialisis
akan sedikit mengalami hal ini karena dialysis peritoneal kecepatan kerjanya lebih
lambat.
Oleh karena itu, pasien diabetes atau penyakit kardiovaskula, pasien lansia dan pasien
yang beresiko mengalami efek samping dari pemberian heparin secara sistemik
merupakan calon yang sesuai untuk tindakan dialysis peritoneal guna mengatasi gagal
ginjal. Disamping itu, hipertensi berat, gagal jantung kongestif dan edema pulmonary
yang tidak responsive terhadap terapi dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal.

Macam-macam Dialysis Peritoneal :


- Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan kantung dan aliran
gravitasi, memerlukan waktu lama pada malam hari, dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari
seminggu.
- Automated Peritoneal Dialysis (APD)
APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi berbeda pada
tambahan mesin siklus peritoneal. APD dapat dilanjutkan dengan siklus CCPD, IPD dan
NPD.
- Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus secara otomatis
melakukan pertukaran beberapa kali dalam semalam dan satu siklus tambahan pada pagi
harinya. Di siang hari, dialisat tetap berada dalam abdomen sebagai satu siklus panjang.
- Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)
IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan CCPD. Dialysis ini
dilakukan selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per minggu, dengan menggunakan mesin
siklus dialysis yang sama pada CCPD. Pada pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-
48 jam kali jika katabolis dan memerlukan tambahan waktu dialisat.
-Nightly Peritoneal Dialysis (NPD)
Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang hari.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Aktifitas dan istirahat :


a. gejala : Keletihan kelemahan malaise
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.

2. Sirkulasi.
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat
kehamilan) Disritmia jantung.
Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).
DVI, nadi kuat,Hipervolemia).
Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum).
Pucat, kecenderungan perdarahan.

3. Eliminasi
a. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau
penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)
Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung diare atau konstipasi
Riwayat HPB, batu/kalkuli
b. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).

4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi).
Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati
Penggunaan diuretic
b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, bagian bawah).

5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.
b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak
seimbangan elektrolit/ asama basa.
Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.

6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.

7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif
dengan sputum kental merah muda( edema paru ).

8. Keamanan
a. Gejala : adanya reaksi transfuse
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.

9. Penyuluhan/Pembelajaran:
Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urianrius, malignansi.,
riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh :
aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik dengan media kontras
radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif,
trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik, autoimunDM, gagal jantung/hati.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :


1. Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
2. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea
toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme
protein
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet,
anemia.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
mengingat.

DISCHARGE PLANING

1. Home Care Preparation

a. Nutrisi seimbang.

b. Latihan gerak.

c. Pengeluaran urine teratur.

d. Cairan yang seimbang.

2. Health education.

a. Beritahu keluarga cara memperlakukan pasien heamodialisys.

b. Beritahukan komplikasi yang biasa muncul.

c. Berikan daftar makanan yang harus dikonsumsi.

d. Berikan daftar makanan yang harus dihindari.


e. Anjurkan pasien memberitahu keluarga atau petugas kesehatan jika ada keluhan.

PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Membantu pasien dalam penilaian fisik / psikososial


2. Mencegah komplikasi
3. Mendukung kemandirian perawatan diri
4. Memberikan info tentang prosedur / prognosis ,keutuhan , pengobatan , dan komplikasi

TUJUAN PEMULANGAN

1. Keputusan untuk menerima / perubahan aktual


2. Komplikasi tercegah
3. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi oleh diri sendiri / dengan bantuan sesuai keperluan
4. Prosedur / prognosis terapeutik , potensial komplikasi dipahami dan sumber dukungan
teridentifikasi

5. Pasien tidak mengeluhkan masalah baru


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa Hemodialisis (HD)
adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa /
racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel
dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian
dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang
berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan.

B. SARAN
Dalam pengambilan keputusan untuk mengadakan atau melakukan hemodialisis harus
benar-benar mempertimbangkan hal-hal yang mungkin terjadi baik efek dari terapi
maupun dari segi finansial. Oleh karena itu, hati- hatilah dalam mengmbil keputusan
mengingat terapi hemodialisis berlangsung lama sehingga membutuhakn banyak materi
dan kesiapan fisik yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa : Agung Waluyo).
Jakarta : EGC
Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3, Alih bahasa : I Made Kariasa, dkk).
Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (Edisi 4).
Jakarta : EGC
Soepaman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II). Jakrta : Balai Penerbit FKUI

You might also like