You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MAKALAH

Menjelaskan nama atau sifat dari nama-nama dan dari sifat-sifat Allah membutuhkan
penjelasan yang panjang. Setiap nama memiliki makna dan pengertian yang luas dan dalam,
karena suatu nama atau sifat itu muncul dari perbuatan Dzat yang diberi nama. Dengan kata lain,
sebuah nama atau sifat adalah gambaran dari perilaku dan perbuatannya. Dengan demikian, ia
tidak akan dipahami kecuali setelah memahami perbuatan-perbuatan-Nya. Padahal setiap yang
wujud adalah merupakan hasil dan buah karya-Nya.

Namun kita punya dua petunjuk jalan untuk mengenal dan mengetahuinya, yakni; petunjuk
akal dan petunjuk agama. Dan barang siapa yang mendustakannya, Allah telah mengancam
dalam firman-Nya:

     


     
   

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap
Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam
tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?” (QS. Az-Zumar: 32)

Agar kita terhindar dari orang-orang yang telah dijanjikan Allah dalam ancaman-Nya yaitu
sebagai pendusta. Maka dari itu penulis mencoba sedikit berbagi pengetahuan, dengan harapan
pembaca dan khususnya bagi penulis terhindar dari ancaman Allah SWT.

1
1.2 RUMUSAN MAKALAH

Dari pemaparan penulis tentang latar belakang pembuatan makalah di atas dan juga yang
penulis sesuaikan dengan silabus pembelajaran yang menyatakan tentang penjelasan sepuluh
asmaul husna, penulis dapat merumuskan makalah ini menjadi:

a. Sebutkanlah arti ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan 10 Asmaul Husna!

b. Bagaimana pengamalan isi kandungan 10 Asmaul Husna?

1.3 TUJUAN MAKALAH

Sesuai dengan apa yang telah menjadi perumusan makalah yang telah penulis kemukakan
diatas, maka tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui Asmaul Husna dan arti ayat-ayat Al-
Qur’an yang berkaitan dengan 10 Asmaul Husna sekaligus pengamalan isi kandungan atau
hikmah dari 10 Asmaul Husna tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan dan Arti Sepuluh Asmaul Husna Berikut Ayat-ayat yang Berkaitan
Dengannya

A. Pengertian Asmaul Husna

Orang-orang yang beriman kepada Allah dalam mengenali nama dan sifat-sifat-Nya harus
menetapkan dua dasar dan tidak boleh keluar dari keduanya dalam keadaan apapun, karena akan
berakibat fatal apabila keluar dari keduanya.

1. Tidak menyebut Allah SWT dengan nama-nama yang Allah sendiri tidak
menyebut diri-Nya dengan nama-nama itu dalam kitab-Nya atau melalui Rosul-Nya. Yaitu
jika berdo’a kepada Allah, maka mereka berdo’a dengan nama-nama-Nya yang indah
(asmaul husna). Sebab Allah menganjurkan demikian dalam firmannya:

3
  
    
    
   
  

Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan. (QS. Al-‘Araaf: 180).

Maksud dari kalimat asmaa-ul husna adalah nama-nama yang Agung yang sesuai dengan
sifat-sifat Allah. Dan Maksudnya dari kalimat selanjutnya adalah janganlah dihiraukan orang-
orang yang menyembah Allah dengan nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan
keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama
Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.

Bila mereka memberikan sifat kepada-Nya, maka harus mensifati-Nya dengan sifat-sifat
dan perbuatan-Nya yang menunjukkan kebesaran-Nya dan keagunan-Nya.

2. Tidak menyerupakan Allah dalam sifat dan perbuatan-Nya dengan makhluk-Nya,


dan tidak pula dengan sifat benda-benda yang baru ataupun dengan perbuatannya. Sebab
mustahil adanya sesuatu yang serupa bagi Allah secara akal dan agama.

Demikian itu karena sesungguhnya Allah telah mengabarkan dalam kitab-Nya tentang tiadanya
sesuatu yang menyerupai-Nya. Firman-Nya:

.......    


   

4
..... Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan
melihat. (QS. Asy-Syuura: 11)

     


    
    

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Sesungguhnya akal menetapkan, bahwa yang menciptakan materi bukanlah materi, dan
yang bukan materi bagaimana mungkin Dia menyerupai materi? Oleh karena itu akal
menetapkan mustahilnya keserupaan pencipta dengan yang diciptakan (makhluk).

Dari sini kita ketahui, bahwa orang-orang mukmin mensifati Tuhan dengan semua yang
Allah mensifati Diri-Nya dengan sifat-sifat iu dalam kitab-Nya melalui lisan Rosul-Nya,
Muhammad Saw.

Maka orang yang beriman akan mengatakan, sesungguhnya Allah itu mendengar, melihat,
mencintai, membenci, menciptakan dengan tangan-Nya, bersemayam di atas ‘arsy-Nya, datang
untuk memberi keputusan, turun setiap malam ke langit dunia, dan berbicara dengan Musa.
Semua itu karena beberapa alasan:

1. Selama Allah mensifati diri-Nya dengan sifat-sifat yang disebutkan dalam kitab-Nya,
dan Rosululloh juga mensifati-Nya dengan sifat-sifat itu, sedangkan rosulullah Saw
adalah orang yang paling tahu tentang Allah, maka tiada berdosa kita mensifati-Nya
dengan sifat-sifat itu. Sebab bila hal demikian itu tidak boleh dan tidak do-syari’atkan,
niscaya Allah melarang dalam kitab-Nya. Sebagaimana Dia mengharamkan
mendustakan-Nya dan mensifati-Nya dengan apa yang Allah bersih darinya.

2. Ketika orang-orang beriman mensfati Allah, maka mereka mensifati-Nya dengan sifat-
sifat yang Dia mensifati dirin-Nya atau dengan sifat-sifat yang disampaikan oleh Rosul-

5
Nya. Mereka mengetahui dengan yakin bahwa sifat-sifat tersebut mustahil serupa
dengan sifat-sifat makhluk.

Bila Allah mensifati diri-Nya bahwa Dia memiliki tangan, dan orang mukmin
mensifatinya dengan sifat itu, maka bukan berarti tangan Allah menyerupai tangan
manusia. Dan tidak akan terbesit dalam hati setiap orang mukmin bahwa ada
keserupaan antara tangan Al-Khaliq dengan tangan makhluk-Nya, karena memang
terdapat perbedaan antara tangan Allah sebagai pencipta dengan tangan manusia
sebagai Dzat yang diciptakan.

Dengan demikian, orang-orang mukmin tidak menakwilkan sifat-sifat Allah dan tidak
mengubahnya atau menghilangkannya karena takut menyerupakan-Nya.

3. Akal sehat menyatakan, mustahil bila suatu sifat bagi suatu zat digunakan untuk
mensifati zat lainnya itu ada keserupaan antara dua sifat dan zat yang disifatinya itu.

Seperti kata kepala yang disifatkan bagi manusia dan Negara, di mana dikatakan,
“kepala manusia” dan “kepala Negara.” Padahal tiada keserupaan antara keduanya
sama sekali. Demikian itu karena tidak adakeserupaan antara dua zat yang disifatinya.

Demikian juga dalam kata “mata” dalam berbagai penggunaan, seperti matahari, mata
air, dan mata hewan. Sebab tidak ada keserupaan antara zat-zat yang kata mata
disandarkan kepadanya, kecuali sebatas namanya saja.1

B. Arti ayat-ayat Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan 10 Asmaul Husna

1. ‫هو ال الَدي ل إله إل ال‬

1
Mahmudin. Rahasia di Balik Asmaul Husna, ( Yogyakarta: Mutiara Media, 2008), hal. 31-
34

6
Allah adalah nama bagi Dzat Yang Maha Tinggi dan Maha Pencipta. Nama yang
memancarkan cahaya, nama yang tidak dimiliki siapapun kecuali oleh-Nya. Kita tidak akan
mendapatkan satu pun dari makhluk-Nya yang bernama Allah, karena dialah pemilik tunggal
nama ini, nama yang menyimpan sebuah keagungan dan kemuliaan.

Kalimat la illaha illa-llah Allah menunjukkan pengertian sebagai berikut:

1. Nama untuk Dzat yang maujud, yang haq, yang mengumpulkan sifat Ketuhanan, yang
disifati dengan sifat Rububiyah, yang menyendiri dengan wujud-Nya yang hakiki.
Karena sesungguhnya, semua yang wujud selain-Nya tidaklah berhak disebut sebagai
wujud yang sebenarnya, dan segala apa yang wujudnya berasal dari-Nya akan rusak
dan sirna, sedangkan Dzat-Nya akan tetap kekal abadi.

2. “Allah” adalah nama yang paling agung dari nama-nama-Nya yang 99. Karena nama
itu menunjukkan suatu Dzat yang yang mengumpulkan sifat-sifat ilahiyat, hinggga
tidak ada satupun sifat kesempurnaan yang terlewati. Jga karena nama-nama yang lain
tidak menunjukkan kecuali hanya pada salah sat makna saja, seperti sifat qudrat dan
ilmunya Allah.2

3. Allah adalah Dzat yang berhak disembah, tiada tuhan selain dia. Kalimat la illaha illa-
llah Allah adalah kalimat tauhid yang mencakup keseluruhan dari agama yang dibawa
oleh para rosu sesuai dengan wahyu yang mereka terima dari Allah. Kalimat tersebut
adalah kalimat paling agung yang diturunkan oleh Allah yang mengandung hakikat
yang besar. Dengan kalimat tersebut manusia menjadi mukmin dan juga kafir. Kalimat
tersebut juga menunjukkan kemandirian Allah dalam keesaan-Nya.3 Allah berfirman:

......     


  
    

2
Ibid. Hlm. 49-50
3
Umar Sulaiman al-Asyqar. Al-Asma’ al-Husna, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2009), hlm.
24-25

7
Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)". (QS. Al’An’am: 19)

4. Allah adalah nama yang paling agung menurut beberapa pendapat yang kuat. Seperti
yang dipaparkan oleh Qurthubi, adalah nama yang paling besar di antara nama-nama-
Nya mencakup keseluruhan dari nama-nama itu, sehingga sebagian ulama’
mengkategorikan nama tersebut sebagai nama Allah yang paling agung (ismu-llah
ala’zham), yang hanya berhak digunakan oeh Allah sehingga tidak perlu ditatsniyahkan
(bentuk kata yang menjunjukkan dua arti) atau dijama’kan (plural). Ini adalah salah
satu penaklwilan saya terhadap firman Allah “apakah engkau mengetahui nama
Allah?” (QS. Maryam: 65) artinya, apakah kamu mengetahui ada orang yang
menggunakan nama Allah?

Allah adalah nama yang menunjukkan Yang Ada, Yang Hak, Yang meliputi semua
sifat ketuhanan dan rububiyah, Yang sendiri, Yang tiada Tuhan selain Dia. (Al-
Qurthubi: 1/102)4

2. ‫الرحيمالرحمن‬

Dua nama di atas berasal dari kata ‘rahmah’, yang berarti kasih sayang. Sedangkan rahmat
mengharuskan adanya orang yang dirahmati, yang sudah tentu membutuhkan rahmat. Ar-
Rahman adalah Dzat yang mencukupi hajat orang yang membutuhkan, tanpa adanya tujuan,
pamrih dan imbalan apapun.

     


    
  

Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 163)

4
Ibid, hlm. 25-26

8
Rahmat Allah adalah sempurna dan umum. Kesempurnaan rahmat Allah berarti Allah
berkehendak memenuhi segala kebutuhan orang yang membutuhkan dan memenuhinya. Dan
keumuman rahmat-Nya beararti keluasan cakupan rahmat Allah yang meliputi orang yang
berhak dan yang tidak berhak, baik di dunia maupun akhirat.

Sifat Rahman lebih khusus dari pada sifat Rahim. Karena itu, selain Allah tidak bisa
disebut ar-Rahman, sedangkan ar-Rahim terkadang diucapkan untuk selain Allah sebagaimana
diisebutkan kepada nabi Saw.5 Firmannya:

    


   
  
    


Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan
lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. Ath-Thaubah: 128)

3. ‫الملك‬

Al-Malik artinya menurut Al-Jurjani yaitu kekuatan yang telah menyatu dalam diri untuk
berpolitikan. “Al-Malik” adalah sebutan bagi penguasa dalam berpolitikan, pemegangang
kendali dan penggerak kekuatan. Raja adalah pengendali perpolitikan dalam sebuah negara yang
masih menganut sistem kekerajaan. Di dalam Negara yang demokratis, kekuasaannya dipegang
oleh presiden. Dan tujuan berpolitik adalah merebut kekuasaan.

Allah maha segala-galanya, berkuasa di atas segala-galanya. Allah Maha Raja. Dialah yang
berkuasa atas makhluk-Nya, memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki dan
mencabutnya dari siapa saja yang dikehendaki.
5
Mahmudin, Op. Cit., hlm. 53-54

9
Allah adalah Raja Mahadiraja. Dialah penguasa alam semesta. Dia yang mengendalikan
kekuasaan, yang mengatur urusan dunia dan akhirat, yang menggerakkan seluruh roda kehidupan
makhluk yang berakal maupun yang tidak berakal. Dia yang memberi wewenang kepada
manusia untuk bertindak atas nama-Nya, yaitu dengan menyebut “Bismillahir rahmanir rahim”.6

    


      
 

Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan
(yang mempunyai) 'Arsy yang mulia. (Al-Mu’minun: 116)

Dengan demikian tidak ada raja yang mutlak selain dari pada Allah, karena selain-Nya
tidak ada yang kaya (cukup) dari segala sesuatu. Selama mereka selalu membutuhkan Allah,
walaupun mungkin dalam beberapa hal ia tidak membutuhkan manusia lain. Di samping itu tidak
mungkin sesuatu (makhluk) membutuhkan mereka. Kalaupun ada manusia yang digambarkan
sebagai sosok raja di dunia, maka itu karena beberapa hal ia dibutuhkan oleh orang banyak. Dan
itulah derajat paling tinggi yang mampu dimiliki oleh manusia.7

4. ‫وسلقدا‬

Al-Quddus artinya Dzat yang maha suci dari semua sifat yang ditangkap oleh pancaindera,
digambarkan dalam khayalan, dugaan, dan apa yang terlintas dalam hati dan pikiran.

Allah Maha Suci berarti kita mensucikan-Nya dari semua sifat kesempurnaan yang diduga
oleh kebanyakan makhluk. Karena semua sifat kesempurnaan yang ada pada diri makhluk adalah
kekurangan. Allah Maha Suci dari sifat kesempurnaan makhluk, sebagai mana Dia Maha Suci
dari sifat kekurangan mereka. Bahkan Dia Maha Suci dari segala sifat yang ada pada makhluk.
6
Syaifuddin Al-Damawy. Mukjizat Asmaul Uzma Rahasia Keajaiban, Kekuatan, dan
Khasiat Nama Allah Teragung, (Jakarta Selatan: Pustaka Al-Mawardi, Cet ke-3. 2009)., hal. 44
7
Mahmudin, Op. Cit., hlm. 61-62

10
Dia adalah Dzat yang Suci, yang tidak menyerupai zat-zat yang lain. Dia mempunyai sifat yang
tinggi yang tidak menyerupai sifat-sifat yang lain.

     


   
  
Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja,
yang Maha Suci, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Jumu’ah: 1)

5. ‫السلم‬

Alllah adalah as-Salam (yang memberi keselamatan), demikian berdasarkan firmannya:

     


  
..... 
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera...
(QS. Al-Hasyr: 23).

Allah adalah as-Salam karena dia adalah sempurna, baik secara Dzat, sifat dan tindakan.
Zat yang terhindar dari setiap kekurangan, cacat dan hal yang menjatuhkan nila-Nya. Itu artinya,
Allah terhindar dari keserupaan dengan makhluk-Nya. Ibnu Qayyim daam kitab Nuniyyah
berkata:

“dia adalah Dzat yang Maha Terhindar secara substansi,


Yang terhindar dari setiap penyerupaan maupun kekurangan.”

Setiap manusia tak terlepas dari kekurangan. Adapun kesempurnaan yang dimiliki oleh
para Rosul dan Nabi sifatnya hanyalah sementara atau nisbi, jika dinisbatkan kepada sesamanya.
Para Rosul dan Nabi itu juga terlepas dari kekurangan yang tidak bisa dihindari oleh kebanyakan
manusia, misalnya kebutuhan manusia untuk tidur, makan, minum, dan kebutuhan manusia yang
lainnya.8
8
Umar Sulaiman al-Asyqar, Op. Cit., hlm. 57-58

11
6. ‫المؤ من‬
Allah teah memberitahu kepada kita bahwa diri-Nya adalah Dzat yang Mu’min (memberi
keamanan) dalam firman Allah:
      
  
.............. 

“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera,
yang Mengaruniakan Keamanan.” (QS. Al-Hasyr: 23). Kalimat al-Mu’min dalam bahasa Arab
dikembalikan kepada dua arti, yaitu:

Arti pertama: Al-Mu’min diambil dari kalimat al-Aman (keamanan).

Ditengarai bahwa asal kata al-Mu’min adalah al-aman. Sebagai contoh: amana fulanun
fulanan (Si Fulan memberikan rasa aman kepada si Fulan yang lain). Contoh yang lain, Allah al-
Mu’min (Allah adalah yang memberi rasa aman kepada hambanya yang beriman). Artinya juga,
orang yang merasa aman adalah orang yang diberi rasa aman oleh Allah. (Isytiqaq Asma’Allah,
Zujazi: 358)9

Arti kedua: Pembenaran

Menurut az-Zujazi, arti al-Mu’min adalah pembenar. Iman dalam definisinya selalu
mengacu ke substansi makna pembenaran, atau setidaknya yang mendekati atau yang berkaitan
dengannya. (Isytiqaq Asma’Allah, Zujazi: 387-388)10

7. ‫المهيمن‬

Allah juga telah mengenalkan kepada kita dengan menyatakan diri-Nya bahwa Dia adalah
al-Muhaimin (Zat Yang Maha Memelihara).

9
Ibid, hlm. 62
10
Ibid, hlm. 66

12
      
  
 

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera,
yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara. (QS. Al-Hasyr: 23)

arti al-Muhaimin adalah orang yang memelihara dan mengurusi segala permasalahan
makhluk-Nya. Dalam konteks Allah, kata ini berarti bahwa Dia melihat dan mengetahui
segalanya tentang makhluk-Nya, tanpa satupun yang tertutupi.11

    


    
    
   
...... 

Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran
dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu
kamu melakukannya. (QS. Yunus: 61)

Penafsiran paling baik atas nama ini, berdasarkan atas pembacaan saya, adalah penafsiran
Ghazali. Begini tafsirannya: “Arti al-Muhaimin, dalam konteks Allah, adalah Zat yang mengatur
perbuatan, rezki dan kematian mereka. Dan, bentuk pengaturan-Nya adalah Dia melihat,
menguasai, dan menjaganya. Karena seorang pengawal harus menjaga substansi permasalahan.
Dan konteks Allah, Dia adalah yang memelihara. Istilah mengawasi mengacu kepada kesadaran,
penguasaan mengacu kepada kemampuan yang sempurna, dan penjagaan mengacu kepada
tindakan. Pengertian yang mencakup pengertian di atas adalah al-Muhaimin. Dan pengertian
yang mencakup itu secara absolut dan sempurna hanya untuk asma Allah. (Al-Maqshad al-
Asna: 55)12

11
Ibid, hlm. 68
12
Ibid, hlm. 69

13
8. ‫العزيز‬

Allah juga memerintahkan kita agar kita memahami dan meyakini keperkasaan-Nya.

.....   


 

......Maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Baqarah: 209)

Al-Aziz adalah satu dari sekian asma Allah yang menunjukkan kepada pengertian kekuatan,
hegemoni, ketinggian, dan mengendalikan. Perhatikan bait syair berikut:

“Engkau Yang Mahaperkasa, tak ada yang lain


semua makhluk meminta ridha-Mu.”

Ibnu Qayyim juga mengatakan (dalam Nuniyyah: 2/218):

“Dia Yang Maha Perkasa, tidak mengalami kemusnahan


bagaimana akan musnah Zat yang mempunyai kerajaan.
Dia yang Maha Perkasa, Yang Berkuasa, dan Yang Kuat Pengaruhnya
tak ada yang dapat mempengaruhi-Nya.
Ya, dua sifat ini.
Dia Mahaperkasa dengan kekuatan,
itulah penjelasan tentang-Nya
Keperkasaan yang bertumpu pada tiga makna
yang saling melengkapi Allah, tanpa ada kekurangan.”13

9. ‫الجبار‬

Al-Jabbar artinya Allah adalah Dzat yang dapat melaksanakan keinginan dan kehendak-
Nya dengan jalan memaksa kepada setiap orang, dan tidak ada sesuatupun yang dapat mencegah
keinginan-Nya. Semuanya adalah dalam kekuasaan-Nya, dan tidak ada kemampuan manapun
yang sanggup melanggar laranganan-Nya.14 Firman Allah

13
Ibid., hlm. 70
14
Mahmudin, Op. Cit., hlm. 23

14
      
  
 
 
   
   

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera,
yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha
Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan .
(QS.Al-Hasyr: 23)

Pada dasarnya setiap makhluk ingin menguasai dan mengungguli makhluk lain. Akan
tetapi Allah-lah yang berkuasa atas segalanya. Allah sanggup membatasi keinginan makhluk
tersebut sesuai dengan kehendak-Nya, karena hanya Dia-lah yang berhak menyandang gelar Al-
Jabbar, Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Memaksa, dan Maha mengungguli.15

10. ‫المثكبر‬

Al-Mutakabbir adalah orang yang memandang yang lainnya dengan pandangan hina
dibandingkan dirinya, dan dia tidak melihat keagungan, kebesaran dan kesombongan kecuali
pada dirinya. Maka dia melihat yang lain layaknya seorang raja melihat hambanya. Jika
pandangan itu benar, maka kesombongannya juga benar, dan dia telah benar-benar
menyombongkan diri.

Maha Suci Allah, tiada yang berhak dan pantas menyombongkan diri dengan keagungan
dan kebesaran-Nya kecuali hanya Allah semata. Al-Mutakabbir berarti bahwa Allah memili apa
yang tidak dimiliki oleh makhluk-Nya. Dia dapat menentuka rizki, menghidupkan orang mati
dan mematikan orang hidup. Jadi hanya Allah-lah yang menyandang gelar al_Mutakabbir,
Tuhan Yang Maha Megah.

15
Ibid., hlm. 79

15
    
   
    
  
   
 

“Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam.
Dan bagi-Nyalah keagungan di langit dan bumi, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Jaatsyiah: 36-37)

Dengan demikian kesombongan makhluk adalah semu, batil dan dusta. Jika ada makhluk
yang menyombongkan dirinya, maka itu karena kebodohannya, ketidaktahuannya, dan
keangkuhannya.16

2.2 Pengamalan atau Sikap Tauladan Isi Kandungan 10 Asmaul Husna

a. Sikap ketauladanan asma Allah

Orang yang menyembah dan beribadah hanya kepada Allah dinamakan ABDULLAH,
Hamba Allah. Hidup baginya adalah karunia yang yang harus diisi dengan ibadah kepada Allah
dan pengabdian kepada sesama makhluk Allah. Hidup adalah amanah yang musti ditunaikan
sebagaimana mustinya, karena kelak ada pertanggung jawabannya. Ketika kita telah
menjalankan amanah, maka pada saat itulah kita mendapatkan titel kehormatan tertinggi
“ABDULLAH”, sebagai Hamba Allah. Dan ketika kita sanggup mengemban amanat sesuai
dengan sifat iradat-Nya (kehendak-Nya), maka kita diangkat menjadi Khalifatullah, wakil Allah
di muka bumi. Sebutan dan gelar tertinggi yang disandang oleh Rasulullah dan disukainya adalah
“ABDULLAH” yang artinya Hamba Allah. Dalam tasyahud yang diajarkan oleh Rasulullah kita
berkata: Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan wa rasuuluh (aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Hamba Allah

16
Ibid., hlm. 80-81

16
dan utusan-Nya). Sungguh betapa nikmatnya menjadi hamba Allah. Karen hamba-hamba Allah
akan mendapat perlindungan, laa khuufun ‘alaihim walaahum yahzanuun, mereka tidak ditimpa
ketakutan dan tidak pula merasa kegelisahan.17

b. Sikap ketauladanan asma Ar-Rahman dan Ar-Rahiim

Anda yang melaksanakan tugas dan aktivitas dengan kasih sayang disebut ABDUL
RAHMAN dan ABDUL RAHIM, Hamba Rahman dan Hamba Rahim. Sebuah tugas atau sebuah
pekerjaan yang anda yakini bisa menghasilkan keberuntungan, tekuni dan jalani dengan penuh
kasih sayang, insya Allah akan berbuah kesejahteraan. Yakin dan percayalah anda akan disayang
Allah, rahmat-Nya akan dikucurkan kepada anda. Jika anda berprilaku dengan akhlak Allah Ar-
Rahman dan Ar-Rahim, yaitu mengamalkan ajaran kasih dan sayang, menyebarkan rahmat
kepada semua makhluk Allah, berarti Anda telah menjalankan misi Rasulullah, yaitu
menebarkan kasih sayang dimuka bumi, wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil alamin.18

c. Sikap ketauladanan asma Al-Malik

Orang beriman dan memiliki kekuasaan disebut sebagai ABDUL MALIK, Hamba Maha
Raja. Dia hebat, tetapi tetap tunduk dan sujud kepada Allah, menjalankan kekuasaan berdasarkan
hukum Allah. Dia berilmu tetapi tetap tawadhu’ dan hormat kepada siapa saja dan tidak
sombong. Dia memiliki posisi di atas akan tetapi dia tidak sombong dan selalu memandang ke
baah dan turun bersama orang-orang yang lemah. Kekuasaan yang dimiliki oleh orang-orang
beriman hanyalah kemampuan, sebuah potensi dan kompetensi yang digunakan untuk kebaikan
bersama. Abdul Malik yaitu orang yang pandai mengatur strategi perjuangan membela agama
Allah. Dalam menjalankan kekuasaan dia selalu menggunakan prionsip-prinsip manajemen
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dia menyadari bahwa kekuasaan
mutlak hanyalah milik Allah. Prinsip Kemaharajaan Allah adalah melindungi, memelihara, dan
memenuhi seluruh keperluan hidup makhluk-Nya. Karenanya, Abdul Malik adalah orang yang
perduli kepada orang lain, lingkungan dan siapa saja yang ada di sekitarnya. Dia punya

17
Syaifuddin Al-Damawy, Op. Cit., hlm. 36-37
18
Ibid., hlm. 42

17
kemampuan memberikan perlindungan kepada yang lemah walaupun tidak menjabat, masyarakat
akan menaruh hormat dan kekaguman kepadanya.19

d. Sikap ketauladanan asma Al-Qudduus

Cobalah satu demi satu hambatan tersebut Anda singkirkan, nanti Anda akan berjalan
ringan tanpa beban. Tauladani nama Al-Qudduus, yaitu dengan membersihkan diri dari sifat-sifat
yang tidak disukai oleh Allah, bersihkan hati dari kemusyrikan, dari sifat takabbur, dari riya’,
murnikan niat karena Allah, Anda akan disebut Abdul Qudduus, Hamba Tuhan Yang Disucikan.
Jadilah saudara sebagai hamba Al-Qudduus, Allah yang akan memberikan nikmat hidup.20

e. Sikap ketauladanan asma As-Salaam

Oran yang telah menemukan makna “As-Salam”,menauladani nama As-Salam, dan


mendapat kekuatan dari As-Salam, maka dia disebut ABDUS SALAM, Hamba Yang Maha
Selamat-Sejahtera. Dialah orang yang hidup sejahtera dan bahagia, sukses dan selamat. Di
pundaknya terpikul tanggung jawab untuk berbagi kesejahteraan kepada siapa saja, menyebarkan
salam perdamaian kepada siapa saja. Tidak ada yang keluar dari lisannya kecuali kata-kata yang
menyelamatkan. Prinsip dalam pergaulan Abdus Salaam adlah, memuliakan teman seusia,
menghormati orang yang lebih tua, dan menyayangi yang lebih muda. Prinsip tersebut digabung
dengan salam kesejahteraan, tanda kasih sayang yang berwujud pemberian apa saja yang bisa
membuat ikatan batin semakin kuat dan ikatan emosional semakin dekat. Mana kala Abdus
Salam telah banyak bertebaran di muka bumi, maka dunia dijamin aman, masyarakat dijamin
sejahtera dan bahagia. Maka jadilah Saudara Hamba Allah penjaga perdamaian dunia, Allah
akan menjamin kehidupan Saudara.21

f. Sikap ketauladanan asma Al-Mu’min

Ketika kata “al-Mu’min” dipakai untuk sebutan hamba Allah yang beriman, berarti hamba
itu telah mencontoh dan menauladani nama “Al-Mu’min”. Mengapa orang yang beriman disebut
Mu’min? Karena kata lisan, kata hati dan perbuatannya benar dan ingkron. Hatinya telah

19
Ibid., hlm. 45-46
20
Ibid., hlm. 49
21
Ibid., 53

18
membenarkan apa yang datang dari Allah, kemudian mengamalkannya. Dia telah menemukan
hakikat kebenaran, dia telah mendapatkan kekuatan dirinya yang bersumber dari nama Allah
“Al-Mu’min”. Kekuatan itu tidak lain adalah “keyakinan dan optimisme” yang kemudian
melahirkan kreativitas dan inovasi. Keyakinan ini tidak boleh dikotori oleh prasangka buruk atau
keragu-raguan kepada Allah.22

g. Sikap ketauladanan asma Al-Muhaimin

Hamba Yang Maha pemelihara adalah dia yang telah menjalankan akhlak Allah,
menauladani nama al-Muhaimin. Baginya tidak ada lagi balasan lain dari Allah kecuali
mendapat derajat tinggi di sisi-Nya. Abdul Muhaimin hidupnya terhormat dipelihara Allah Swt
dan diperlukan oleh masyarakat untuk:

 Menjadi saksi. Tidak ada orang hina diangkat dan diterima oleh masyarakat
menjadi saksi. Di sini yang dilihat adalah penampilan

 Menjadi penjamin bagi orang lain yang sedang dalam kesulitan. Tidak ada orang
yang dikejar-kejar aparat atau dibenci masyarakat menjadi pemimpin. Di sini yang
menjadi ukuran adalah kepercayaan.

 Menjadi pengawas. Tidak ada orang bodoh, dan tidak ada orang curang yang bisa
diterima menjadi pengawas. Di sini yang diutamakan adalah ketelitian dan
kredibilitas.

 Menjadi pemelihara. Tidak ada orang yang lemah diangkat menjadi penjaga atau
juru damai. Di sini yang diutamakan adalah kekuatan.23

h. Sikap ketauladanan asma Al-‘Aziz

Orang yang meneladani nama Al’Aziz, yang memanfaatkan energi dan kemampuannya
untuk mencapai kemuliaan diri dan membantu orang lain, dialah yang disebut ABDUL AZIIZ,
22
Ibid., hlm. 57
23
Ibid., hlm. 59-60

19
Hamba Allah Yang Maha Perkasa. Dialah orang yang disegani dan dihormati, tetapi tidak
menampakkan kesombongan dan kepongahan. Kehormatan baginya bukanlah tujuan hidup,
tetapi dia adalah sebagian dari harga diri yang harus diperjuangkan. Tujuan hidup adalah mencari
ridho Allah, dan aplikasinya adalah ibadah. Orang perkasa yaitu orang yang siap menghadapi
situasi dan keadaan paling buruk. Dia tidak lemah mentalnya, tidak mudah menyerah dan tidak
pula mudah mengeluh di sat mendapat cobaan.24

i. Sikap ketauladanan asma Al-Jabbar

Orang yang tunduk pada aturan Allah, patuh atas keputusan Allah, ridha dengan kehendak
Allah, disebut ABDUL JABBAR. Dia adlah semangat orang yang jiwanya digerakkan oleh nama
Al-Jabbar untuk menyelesaikan seluruh persoalannya sendiri, tidak lemah kemauan, dan juga
tidak pernah menyerah pada kebatilan. Apa yang diyakininya benar, dia akan dipertahankan
sampai benar-benar menjadi kenyataan. Untuk melawan kebatilan, dia tidak berbuat sewenang-
wenang dan tidak juga menghalalkan segala cara. Untuk menghancurkan kemungkaran, dia tidak
melakukan kemungkaran yang sama atau melakukan kemungkaran tandingan. Abdul Jabbar, dia
juga adalah orang yang perduli kepada orang lain. Jika melihat ada orang yang kekurangan, dia
rela memberikan tambahan. Jika melihat ada orang yang dipermalukan atau dibongkar,bongkar
aibnya, dia berusaha untuk menutupinya, bukan membela kesalahannya. Rasulullah Saw
bersabda: barang siapa yang meringankan bebannya sesama muslim, Allah akan meringankan
bebannya di hari kiamat; barang siapa yang menutupi aib saudaranya sesama muslim, maka
Allah akan menutup aibnya di hari kiamat.

Terhadap nama-nama selain Al-Jabbar, Allah Swt memuji dan menganjurkan kepada
hamba-Nya dan menjadikannya sebagai pakaian sehari-hari dengan kemampuannya. Misalnya
Ar-Rahiim, Al-Mu’min, Ar-Ro’uf, Al-Halim dan sebagainya. Nama nama tersebut secara
langsung diberikan Allah kepada Nabi Muhammad dan orang-orang shaleh. Tetapi Allah sangat
murka kepada orang-orang yang membajak nama Al-Jabbar dan nama Al-Mutakabbir dijadikan
sebagai pakaiannya.25

24
Ibid., hlm. 62-63
25
Ibid., hlm. 65

20
j. Sikap ketauladanan asma Al-Mutakabbir

Orang yang mendapat posisi terhormat dan tetap menghormati siapa saja, baik terhadap
bawahan, apalagi terhadap orang-orang lemah yang hidup sengsara, dia itulah yang disebut
ABDUL MUTAKABBIR, Hamba Allah Yang Maha Megah. Dia adalah orang yang sukses
tetapi tidak lupa diri, berpangkat tinggi tetapi rendah hati, kaya tetapi tdak pelit, pintar tetapi
tidak membodohi. Dia senantiasa sadar akan dirinya dan ingat akan kejadian dan tempat
kembalinya. Posisi yang didudukinya tyidak membuat dia sombong, tetapi justru semakin
merasa rendah dihadapan Allah. Bukankah Saudara tahu rahmat itu datang dari Allah Yang
Maha Tinggi Yang Mempunyai Singgasana yang tinggi? Ibarat hujan yang turun dari atas, pasti
yang paling banyak menampung air adalah tempat yang paling rendah. Demikian juga, rahmat
Allah akan mengucur ke tempat yang rendah lalu ditampung oleh orang-orang yang tawadhu’
dan rendah hati.26

BAB II
KESIMPULAN

26
Ibid., hlm. 70

21
Adakah nama-nama Allah itu hanya diketahui secara persis dari Al-Qur’an dan Al-Hadits
saja (Tauqifiyah) atau ada nama-nama Allah lain yang bisa diistilahkan (istilahiyah)?

Para ulama berbeda pendapat:

1. Sebagian ulama berpendapat tidak diperkenankan menyebutkan nama Allah dan sifat
sifat-Nya kecuali yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Secara akal ini berdalil:
kalau Allah dengan yang lain, berarti Allah disamakan dengan yang lain.

2. Sebagian ulama menyatakan: boleh menyebutkan nama Allah atau sifat dengan lafadz
yang menunjukkan makna kebesaran Allah dan sifat-Nya.

Ulama ini mempunyai argument yang masuk akal pula. Dengan alasan apapun, tidak
mungkin ada penyamaan Allah dengan yang lain, karena jelas tidak bisa disamakan.
Dibandingkan saja tidak bisa, apa lagi disamakan. Sama seperti tidak mungkin halnya
membandingkan antara langit dan bumi, atau menyamakan dengan keduanya, karena
keduanya memang berbeda.

Kita tidak mungkin dapat membandingkan nama ataupun sifat-sifat Allah dengan ciptaan-
Nya, karena dengan begitu berarti kita telah berlaku tidak sopan terhadap-Nya. Dengan kata lain
kita telah membandingka-Nya dengan makhluk-Nya, padahal kita tahu alangkah berdosanya
perbuatan itu, karena tidak mungkin Sang Khaliq memiliki kesamaan dengan makhluk-Nya.
Akan tetapi kita sebagai makhluk-Nya, dituntut untuk dapat berprilaku sebagaimana anjuran
Allah terhadap hamba-Nya yang shaleh yang mendapat pujian dari Allah sebagai Ar-Rahiim, Al-
Mu’min, Ar-Ro’uf, Al-Halim dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

22
Al-Damawy, Syaifuddin. 2009. Mukjizat Asmaul Uzma Rahasia, Keajaiban, Keistimewaan,
Kekuatan dan Khasiat Nama Allah Teragung. Jakarta: Pustaka Al-Mawardi

Al-Asyqar, Umar Sulaiman. Al-Asma’ Al-Husna. Jakarta: Qisthi Press

Mahmudin. 2008. Rahasia di Balik Asmaul Husna. Yogyakarta: Mutiara Media

23

You might also like