Professional Documents
Culture Documents
Dijawab oleh:
Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Sarbini Al-Makassari
Alhamdulillah, kalau yang dimaksud adalah menshalati jenazah yang telah dikuburkan maka
ada dua perincian:
Pertama, Jenazah tersebut telah dishalati sebelum dikuburkan dan ada sebagian orang yang
belum menshalatinya, maka disyariatkan bagi mereka untuk menshalatinya di atas
kuburannya menurut pendapat Ibnu Hazm, Ahmad, Asy-Syafi’i, jumhur dan diriwayatkan
dari Ibnu ‘Umar, ‘Aisyah, Abu Musa Al-Asy’ari dan para shahabat yang lainnya radhiallahu
'anhum. Dan ini yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Ibnul Qayyim, Asy-Syaukani, Asy-Syaikh
Ibnu Baz dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Kata Al-Imam Ahmad: “Siapa
yang akan ragu tentang bolehnya, sementara hal itu telah diriwayatkan dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui enam jalan periwayatan yang mana semua sanadnya
baik.”
Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam merasa kehilangan wanita yang biasa menyapu masjid
beliau, maka beliaupun menanyakannya kepada para shahabat radhiallahu 'anhum.
Merekapun menjawab bahwa dia telah meninggal. Kemudian Rasululah Shallallahu 'alaihi
wa sallam berkata: “Tidakkah kalian mengabariku?” Mereka menjawab: “Dia meninggal di
malam hari dan kami tidak ingin mengganggu engkau.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berkata:
َُدِْ
ََ
َِْه
“Bumi itu semuanya merupakan masjid (tempat shalat) kecuali kuburan dan kamar mandi.”
(Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud, dll)3
Maka apa dalil yang mengeluarkannya dari keumuman hadits tersebut (yang mencakup
larangan menshalati jenazah di area pekuburan)? Mereka4 mengatakan: “Kita
meng-qiyas-kan terhadap bolehnya menshalati jenazah (yang telah dikuburkan di atas
kuburannya), selama perkara ini (yaitu menshalati jenazah yang telah dikuburkan) telah
jelas-jelas dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka tidak ada perbedaan
dengan menshalati jenazah yang telah dikuburkan dengan menshalati jenazah yang belum
dikuburkan, karena ‘illah (sebab/alasan) yang menggabungkan/menyamakan antara kedua
perkara ini adalah sama, yaitu bahwa mayat tersebut dishalati sama-sama di area pekuburan.”
Kemudian beliau berkata: “Dan amalan kaum muslimin yang berlangsung adalah demikian,
yaitu menshalati mayat yang telah berada di area pekuburan meskipun belum dikuburkan.”
Begitu pula fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ketika ditanya tentang hukum
mengulangi shalat terhadap jenazah, maka beliau menjawab: “Kalau di sana ada sebabnya
maka tidak mengapa. Misalnya ada beberapa orang yang datang setelah jenazah dishalati
maka boleh bagi mereka menshalatinya di antara kuburan-kuburan (kalau mendapatinya
belum dikuburkan) atau menshalatinya di atas kuburannya (kalau mendapatinya telah
dikuburkan)…”
Adapun mengatakan bolehnya menshalati jenazah di area pekuburan secara mutlak5
sebagaimana perkataan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla6, maka ini telah dibantah oleh
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ahkamul Janaiz, beliau berkata: “Dan apa yang
dikatakan oleh Ibnu Hazm rahimahullah tentang bolehnya melaksanakan shalat jenazah di
area pekuburan perlu ditinjau kembali, karena tidak ada nash (dalil) yang menunjukkan
bolehnya hal itu. Kalaulah seandainya Ibnu Hazm termasuk dari kalangan ulama yang
berhujjah dengan qiyas maka tentu kita akan mengatakan bahwa beliau meng-qiyas-kannya
terhadap bolehnya menshalati jenazah (yang telah dikuburkan) di atas kuburannya. Namun
beliau berpendapat batilnya berhujjah dengan qiyas secara mutlak, sementara pelaksanaan
shalat jenazah di area pekuburan menyelisihi Sunnah Nabi yang tidak pernah mencontohkan
pelaksanaan shalat jenazah kecuali di mushalla (tanah lapang yang khusus disiapkan untuk
menshalati jenazah) dan di masjid… Bahkan terdapat hadits yang melarang secara jelas
pelaksanaan shalat jenazah di antara kuburan-kuburan, sebagaimana pada riwayat hadits
Anas radhiallahu 'anhu…”
Yaitu hadits yang diriwayatkan Ibnul A’rabi, Ath-Thabrani da Adh-Dhiya` Al-Maqdisi
dengan lafadz:
اْ"ُُْ ِر-
َ ْ.َ ﺏ0ِ ِ1َ2َ'ْ ِة ََ
ا3
َ 4 ا-
ِ َ
َ*َ 5َ َِ َوﺱ7ْ.ََ 8
ُ
ا
َ
ِ2ن ا
َأ
Maraji’:
Al-Mughni, 2/312 dan 322
Al-Majmu’, 5/210 dan 231
Zadul Ma’ad, 1/512
Nailul Authar, 4/52
Ad-Darari, hal. 110
Ahkamul Janaiz, hal. 112, 138 dan 273-274
Asy-Syarhul Mumti’, 5/434-437
Ijabatus Sail, hal. 85
Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz, 13/156
1 Seseorang pada umur 10 tahun telah mumayyiz dan shalatnya telah dianggap sah meskipun
tidak wajib atasnya melakukan shalat jenazah.
2 Inilah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menshalatinya di mushalla lebih
utama (afdhal) karena lebih sering dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
daripada di masjid. (Ahkamul Janaiz, hal. 135)
3 Lihat takhrij hadits ini secara lengkap pada Rubrik Problema Anda Majalah Asy-Syariah
vol.II/no.13/1426H/2005
4 Yaitu para ulama Hanabilah rahimahumullah.
5 Meskipun tanpa sebab, dalam artian boleh membawa jenazah tersebut secara sengaja ke
area pekuburan untuk dishalatkan di sana (bukan dishalatkan di mushalla atau di masjid).
6 Dan merupakan riwayat dari Al-Imam Malik dan Ahmad rahimahumallah.
Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com