Peranan Wanita dalam Pembangunan Berwawasan Gender di Abad 21
Oleh Novi Erliyani
Peranan wanita dalam pembangunan nampaknya cukup banyak mendapatkan
perhatian. UUD 1945 telah menyatakan dengan tegas persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara (baik pria maupun wanita). Di dalam GBHN 1993 di antaranya juga disebutkan, bahwa wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam pembangunan. Selain itu, pengambil keputusan juga telah meratifikasi (mengesahkan) konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dalam UU No. 7 Tahun 1984. Namun, kenyataan memperlihatkan adanya diskriminasi pada perempuan dan ketidakberuntungan yang lebih banyak dibandingkan dengan pria baik di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, penguasaan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan analisis ekonomi dapat dijelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan yang rendah mutunya, tingkat kesehatan dan status nutrisi rendah, serta akses yang terbatas terhadap sumberdaya tidak hanya menekan kualitas hidup wanita saja, tetapi juga membatasi produktivitas dan menghalangi pertumbuhan dan efisiensi ekonomi. Dengan demikian diperlukan adanya peningkatan dan perbaikan status wanita berdasarkan kesejajaran dan keadilan sosial serta rasa ekonomi dan praktik pembangunan yang baik. Menurut kondisi normatif, pria dan wanita mempunyai status atau kedudukan dan peranan (hak dan kewajiban) yang sama, akan tetapi menurut kondisi objektif, wanita mengalami ketertinggalan yang lebih besar dari pada pria dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Kondisi objektif ini tidak lain disebabkan oleh norma sosial dan nilai sosial budaya yang masih berlaku di masyarakat. Norma sosial dan nilai sosial budaya tersebut, di antaranya di satu pihak, menciptakan status dan peranan wanita di sektor domestik yakni berstatus sebagai ibu rumah tangga dan melaksanakan pekerjaan urusan rumah tangga, sedangkan di lain pihak, menciptakan status dan peranan pria di sektor publik yakni sebagai kepala keluarga atau rumah tangga dan pencari nafkah. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan. sesuai dengan konsep gender atau peran gender mencakup peran produktif, peran reproduktif dan peran sosial yang sifatnya dinamis. Dinamis dalam arti, dapat berubah atau diubah sesuai dengan perkembangan keadaan, dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa berbeda lintas budaya. Perbedaan peran wanita pada zaman dahulu dibandingkan dengan sekarang cukup nyata. Pada zaman dahulu peran wanita lebih mengarah kepada perjuangannya dalam melawan penjajah baik berada di belakang maupun di barisan depan. Akan tetapi, perjuangan secara nyata baru dimulai setelah RA Kartini dan Dewi Sartika memperjuangkan persamaan hak antara kaum wanita dan pria. Sampai pada abad ke-21 ini, peranan wanita dalam pembangunan cukup luas baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi politik serta beberapa aplikasinya di negara maju dan negara berkembang. Menurut Todaro mengenai peranan wanita di dunia pendidikan, ada hubungan yang terbalik antara pendidikan bagi kaum wanita dengan jumlah anak per keluarga, khususnya di kalangan penduduk yang taraf pendidikannya secara umum relative rendah. Artinya semakin tinggi pendidikan yang diterima wanita maka tingkat fertilitas atau kecenderungan untuk memiliki anak akan semakin rendah. Menurut Abu Hanifah dalam uraian yang dituturkan oleh Dr Yusuf Qardhawy megenai peranan wamita dalam bidang politik, beliau menyebutkan bahwa diperbolehkannya jabatan peradilan dan politik bagi kaum perempuan. Namun, kebolehannya ini tidak berarti wajib atau harus tetapi dilihat aspek kemaslahatannya bagi perempuan itu sendiri dan kemaslahatan bagi keluarga, masyarakat, dan agama. Boleh sebuah kondisi menuntut diangkatnya sebagian perempuan tertentu pada usia tertentu dan pada kondisi-kondisi tertentu pula. Beberapa contoh di atas telah menunjukan bahwa wanita mempunyai peranan yang cukup komplek dan tidak terbatas karena perbedaan gender. Menurut perspektif Women and Development yang dipelopori oleh kaum feminis-Marxist, wanita selalu menjadi pelaku penting dalam masyarakat sehingga posisi wanita dalam, arti status, kedudukan dan peranannya akan menjadi lebih baik bila struktur internasional menjadi lebih adil. Asumsinya wanita telah dan selalu menjadi bagian dari pembangunan nasional.