You are on page 1of 5

Intan Sari Boenarco , 1006797130 / Review I Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional (Kelas B )

Sumber: Kenneth N. Waltz, Realist Thought and Neorealist Theory

Realisme dan Neorealisme


I. Summary
Dalam tulisannya, “Realist Thought and Neorealist Theory”, Waltz mengemukakan 3
soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi; 3)
realisme dan neorealisme.
Menurut Waltz, ada kesamaan dalam pembentukan teori pada studi ekonomi dengan
studi politik internasional. Yakni dengan menempatkan ekonomi atau politik sebagai bidang
sendiri, namun sekaligus berkaitan dengan bidang-bidang lainnya. Misalnya, fenomena
ekonomi dapat dilihat dari berbagai proses yang berbeda. Hal ini juga pernah disampaikan
oleh kaum Physiocrat yang digagas oleh Francois Quesnay, bahwa fenomena ekonomi
dipandang sebagai sebuah bidang sendiri yang bisa berhubungan dengan kehidupan sosial
dan politik. Sebagai contoh, Physiocrat membagi 2 kelas masyarakat dan di antara keduanya
terjadi distribusi uang dan kekayaan. Kelas ini terdiri dari produktif (para pelaku sektor
pertanian, pertambangan, perminyakan) dan tidak produktif (para pemilik dan para ahli).
Waltz juga menguraikan pandangan Raymond Aron dan Hans Morgenthau mengenai
realisme. Menurut kaum realis, dunia ini terdiri dari negara yang memiliki kedaulatan sendiri-
sendiri. Dunia bersifat anarki karena tidak ada pemerintahan internasional atau lembaga yang
ada di atas negara. Setiap negara ingin lebih unggul dengan power yang dimiliki, terutama
dari segi kekuatan militer. Hans Morgenthau (1985:4-17) mengemukakan asumsinya dalam
“enam prinsip realisme politik”, yaitu Six Principle of Political Realism, chapter A Realist
Theory of International Politics. Salah satunya adalah ide mengenai human nature atau
animus dominandi yaitu sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mementingkan diri sendiri
dan haus akan kekuasaan (power). Kepentingan akan power ini selalu membuat manusia atau
negara saling mengadu kekuatan. Dalam realis, politik internasional dianggap sebagai arena
konflik kepentingan negara yang diwujudkan lewat adu kekuatan secara fisik seperti perang.
Dari pendekatan realis ini kemudian berkembang menjadi konsep realisme baru yaitu
neorealis, yang dipelopori oleh Kenneth N. Waltz. Bagi Waltz, alasan negara mengejar
kepentingannya bukan dikarenakan human nature, tetapi karena adanya struktur dalam dunia
internasional yang anarki. Bahwa, terbentuk struktur antara negara yang kuat dan negara yang
lemah. Dalam situasi anarki ini, setiap negara perlu melindungi keamanan negaranya sendiri
dengan terus berupaya menempatkan negaranya ‘lebih’ di atas negara lain.
Pada realis, power menjadi fokus utama, sedangkan pada neorealis, negara lebih fokus
pada rasa aman ketimbang power. Neorealis memuat konsep mengenai distribusi kekuatan
dalam negara. Negara merupakan aktor rasional yang akan memilih strategi untuk
Intan Sari Boenarco , 1006797130 / Review I Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional (Kelas B )
Sumber: Kenneth N. Waltz, Realist Thought and Neorealist Theory

memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian. Sehingga, konsep perimbangan


kekuatan menjadi fokus utama bagi konsep perdamaian dunia versi Waltz.
Tapi, satu hal yang mendasar dalam realisme maupun neorealisme, yaitu bahwa negara
memandang negara lain sebagai musuh potensial yang mengancam keamanan. Artinya,
kelemahan negara menjadi pemicu bagi negara lain untuk membangun kekuatan yang lebih
besar agar dapat menginvasi negara lemah. Sebaliknya, kekuatan yang terlalu besar atau
ekstrim pada negara lain akan memicu sebuah negara untuk semakin meningkatkan
pertahanan dan mengumpulkan kekuatan. Ini yang dikenal dengan security dilemma.

II. Analisa
Dari ringkasan di atas, berikut beberapa pertanyaan yang akan diuraikan lebih lanjut:
1. Bagaimana Waltz menyelesaikan hambatan dalam menjelaskan pembentukan dan
pengaplikasian teori?
2. Mengapa Waltz kerap mengkaitkan antara ekonomi dan politik internasional?
3. Bagaimana definisi power dalam pengertian realisme dan neorealisme?
4. Bagaimana peran neorealisme dalam relasi internasional?
5. Apakah dalam konsep realisme, interaksi antar negara tetap terjadi?
a. Pembentukan Teori
Dalam soal pembentukan teori, persoalan yang kerap diperdebatkan adalah adanya
kesulitan dalam membentuk sebuah teori Ini yang dialami para teoris, baik dalam studi
politik internasional maupun juga ekonomi. Mengenai ini, Waltz mengkritik pembentukan
teori, misalnya oleh Raymond Aron mengenai realis. Ada kompleksitas/kerumitan yang
membuat teori menjadi sulit dirancang. Misalnya, Aron mempertanyakan apakah variabel
ekonomi, politik, dan sosial masuk ke dalam sistem internasional; kepentingan negara yang
banyak; ada pembedaan antara variabel dependen dengan independen. Masalah-masalah ini
sebenarnya tidak perlu dibuat rumit. Yang perlu lebih diperhatikan adalah masalah
pengaplikasian sebuah teori.
Pada tulisannya yang lain1, Waltz menjelaskan bahwa sebuah teori harus bisa diujikan
pada bidang yang ingin dijelaskan oleh teori tersebut. Jika ada hal yang tak mampu dijelaskan
oleh sebuah teori, maka tak berarti teori itu gagal atau tak sempurna. Sebab, Waltz telah
memberi batasan bahwa sebuah teori tak mungkin mampu menjelaskan semua permasalahan.
Jadi, sifatnya terbatas dan digunakan sesuai kasus tertentu.
b. Ekonomi dan Politik Internasional
1
Kenneth N. Waltz, “Anarchic Orders and Balances of Power” in Robert O. Keohane (ed.),
Neorealism and Its Critics. New York: Columbia University Press, pp 98-130
Intan Sari Boenarco , 1006797130 / Review I Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional (Kelas B )
Sumber: Kenneth N. Waltz, Realist Thought and Neorealist Theory

Keterkaitan antara ekonomi dan politik internasional sederhananya dilatari oleh


persaingan antar negara yang memang kerap terjadi dalam bidang ekonomi. Bahkan, saat ini
menjadi persaingan utama, selain bidang militer yang merupakan pengejawantahan power
suatu negara. Hal ini senada dengan John J. Mearsheimer2, bahwa power yang utama dalam
pendekatan realis adalah potensi ekonomi dan militer yang dimiliki oleh negara. Seperti yang
dinyatakan juga oleh Barry Buzan, adanya pembahasan ekonomi politik internasional
diasumsikan sebagai teori yang baik untuk menjelaskan politik internasional itu sendiri.
Bahkan,perlu dilihat bahwa teori ekonomi politik internasional akan dapat merepresentasikan
hubungan internasional. Begitu pula Charles W. Kegley3 menyatakan bahwa ekonomi erat
kaitannya dengan politik internasional karena pertumbuhan ekonomi bisa menjelma sebagai
faktor penting dalam memperkuat dan meluaskan power dan prestise sebuah negara. Senada
dengan Padelford dan Lincoln (1954), bahwa ada 4 kecenderungan dalam politik
internasional. Dua di antaranya yaitu mengenai politik internasional mengupayakan standar
kehidupan yang lebih baik dengan memperkuat ekonomi negara; dan perjuangan untuk
mempertahankan dan meningkatkan keamanan nasional (militer).
c. Realisme dan Neorealisme
Sebenarnya dalam realisme dan neorealisme, perlu dipahami bahwa keduanya sama-
sama menyebutkan bahwa dunia ini anarki dan bahwa setiap negara punya kedaulatannya
masing-masing dan terus meningkatkan power. Dalam realis, perlu ada strategi untuk
memaksimalkan power dan kapabilitas negara. Power merupakan tujuan dari negara.
Berbeda dengan neorealis, menurut John Mearsheimer, neorealis berusaha untuk
memaksimalkan distribusi kekuatan antara yang kuat dan yang lemah sehingga dicapai
perimbangan. Power merupakan maksud sekaligus tujuan dari negara. Kekuatan yang terlalu
besar dalam negara justru tak baik dampaknya dalam struktur internasional. Misalnya, ketika
PD II usai, pihak sekutu menang sekaligus membuat Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai
kekuatan adidaya. Dua negara yang tadinya ‘berkawan’ ini kemudian saling melawan
dikarenakan kekuatan adidaya (terlalu besar) di setiap negara.
Lantas, apa saja yang menjadi elemen power. Bila dilihat dari konsep dasar teori
realisme yang orientasinya kepada perang, maka power terdiri dari kekuatan senjata dan
militer, termasuk yang berkaitan dengan itu seperti anggaran militer. Sementara, bila dilihat
secara lebih luas, banyak hal yang bisa menjadi elemen power. Misalnya, jumlah penduduk,
2
John J. Mearsheimer. “Structural Realism” in Tim Dunne, Milja Kurki and Steve Smith
(ed.), International Relation Theories: Discipline and Diversity 2nd Edition, pp 58-76.
3
Charles w.Kegley, “World Politics Trend and Transformation”, USA: Wadsworth Cengage
Learning, pp 25-32.
Intan Sari Boenarco , 1006797130 / Review I Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional (Kelas B )
Sumber: Kenneth N. Waltz, Realist Thought and Neorealist Theory

sumber daya alam, industri, ekonomi, batas wilayah, ideologi, cara berpikir, gaya hidup. Di
Indonesia, jumlah penduduk bisa menjadi power setidaknya tampak dalam lingkup ASEAN.
Karena, 46 persen warga ASEAN terdiri dari penduduk Indonesia. Sama dengan yang
disampaikan oleh Mearsheimer, bahwa power yang utama ada dalam kekuatan militer yang
ditunjukkan dengan angkatan bersenjata atau senjata nuklir. Hal ini terlihat pada negara
Amerika yang sekaligus merupakan ‘raja’ kapal induk di dunia. Lalu, ada pula power dari
segi sosial ekonomi yang dapat ditujukan untuk menyokong militer, seperti kekayaan negara,
jumlah populasi, teknologi. Sebagai contohnya, negara China.
Selanjutnya, dalam dunia yang anarki, baik realis maupun neorealis, pada keduanya
berlaku kondisi uncertainty atau ketidakpastian dalam negara. Ini artinya, masing-masing
negara tidak saling mengetahui kapabilitas negara lain. Pada akhirnya, setiap negara akan
merasa kedudukannya selalu terancam oleh negara lain. Dalam neorealisme, keadaan anarki
dan negara yang berdaulat dapat diartikan bahwa suatu negara tidak punya kewenangan untuk
mengganggu negara lain yang juga punya kedaulatannya sendiri.
Tetapi, perlu dipahami bahwa negara juga perlu menjamin keamanannya sendiri. Dengan
begitu, negara harus mampu menilai dirinya sendiri. Jika sebuah negara tidak mampu
membangun kekuatan militer untuk memenuhi rasa aman tersebut, maka negara bisa memilih
opsi melakukan pakta militer dengan negara yang lebih kuat. Hal ini dikenal dengan balance
of power atau distribution of power atau perimbangan kekuatan. Seperti yang pernah
dilakukan dalam PD II: Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina melawan Jerman, Italia, Jepang.
Selain menyoal kedaulatan negara, dalam neorealisme ada pemahaman bahwa setiap
negara juga punya kepentingan nasional masing-masing. Untuk menjembatani hal ini, maka
persamaan kepentingan negara dapat diarahkan lewat bentuk interaksi kerjasama dalam relasi
internasional. Sebaliknya, perbedaan kepentingan akan terwujud dalam bentuk konflik yang
bisa dihindari, misalnya lewat konsep balance of power (Vandana, 1996:17).
Adapun bentuk interaksi dalam relasi internasional ini terdiri dari 3 macam sesuai
dengan Joseph Frankel4. Yaitu, cooperation (kerja sama), competition (persaingan), dan
conflict (konflik). Persaingan termuat dalam konsep realisme dan neorealisme, yaitu bahwa
antar negara pasti akan saling bersaing agar negaranya menjadi yang terbaik. Suasana
kompetisi perlu disikapi secara positif oleh negara karena akan dapat merangsang kreativitas
negara. Kerjasama termasuk ke dalam pengertian neorealisme, dan konflik termasuk ke
dalam pengertian realisme. Baik itu kerjasama, persaingan, ataupun konflik sebenarnya
ketiga bentuk interaksi ini sekaligus menunjukkan bahwa negara akan saling berinteraksi satu
4
Joseph Frankel, “International Relations in a Changing World”, New York: Oxford University Press,
1988, pp 81-129.
Intan Sari Boenarco , 1006797130 / Review I Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional (Kelas B )
Sumber: Kenneth N. Waltz, Realist Thought and Neorealist Theory

sama lain. Bahkan, antara negara besar dan kecil sekalipun. Dalam ranah neorealisme, negara
besar akan terus berupaya mempertahankan ‘nama besarnya’, misalnya dengan membantu
negara kecil. Begitu juga negara kecil akan terus menjaga hubungan baik dengan negara
besar yang menurutnya dapat membantu dalam memenuhi kepentingan negaranya.

III. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa neorealis hadir sebagai kritik atau bisa
dianggap sebagai penyempurna terhadap teori pendahulunya yaitu realis.Oleh karena itu,
meskipun berbeda, tetapi masih terdapat akar persamaan di antara keduanya. Salah satunya,
yaitu bahwa negara perlu power. Rancangan terhadap neorealis ini didasari pertimbangan
bahwa ada kesulitan yang dihadapi dalam mengaplikasikan teori realis. Sehingga Waltz
melakukan penyederhanaan lewat teori neorealismenya. Selanjutnya, baik realis maupun
neorealis sama-sama berbicara mengenai power yang utamanya terdiri dari ekonomi dan
militer negara. Perbedaannya adalah, power dalam realis harus diperoleh secara murni oleh
negara sehingga kepemilikannya mutlak oleh sebuah negara. Namun, dalam neorealis, power
bisa dibagi agar seimbang antara negara yang kuat dengan negara yang lemah. Sebab,
kekuatan yang terlalu besar dalam sebuah negara justru akan berdampak tidak baik karena
berpotensi merusak sistem atau struktur internasional. Sehingga, di antara negara yang
kepentingannya sama, lebih baik menjalin kerjasama yang dapat menghindarkan kerugian.
Hal ini sekaligus untuk mengaplikasikan balance of power.

Daftar Pustaka
Frankel, Joseph. International Relations in a Changing World. New York: Oxford University
Press, 1988.
Kegley, Charles W. World Politics: Trend and Transformation. USA: Wadsworth Cengage
Learning, 2009.
Mearsheimer, John J. “Structural Realism.” In International Relation Theories: Discipline
and Diversity 2nd Edition. ed. Tim Dunne, Milja Kurki and Steve Smith.
Waltz, Kenneth N. “Anarchic Orders and Balances of Power.” In Neorealism and Its
Critics.ed. Robert O. Keohane.New York: Columbia University Press.
Waltz, Kenneth N. “Realist Thought and Neorealist Theory.” In Journal of International
Affairs 44 (Spring/Summer), 1990.
Vandana. Theory of International Politics. New Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD,
1996.

You might also like