You are on page 1of 6

Materi 4

SANG IDOLA SEJATI


(Ma’rifatur Rasul)

Tujuan :
Memberikan pemahaman tentang peran Rasul dalam penyampaian risalah dan menempatkan
posisinya secara tepat.
Syaikhul Islam Muhammad Bin ’Abdul Wahhab pernah berkata, ” Ketahuilah, rohimakumullah,
sesungguhnya wajib bagi kita mempelajari empat masalah. Pertama, ilmu, yaitu mengenal Allah, kemudian
mengenal Nabi-Nya, dan mengenal dienul Islam berdasarkan dalil-dalil; Kedua, mengamalkannya; Ketiga,
mendakwahkannya; Keempat, bersabar terhadap gangguan didalamnya.”
Jadi Ma’rifaturrasul merupakan salah satu dari Tsalatsatul Ushul (3 pokok ajaran agama) yang wajib
diketahui oleh setiap orang yang mengaku muslim, jangan sampai status keislaman kita hanya terbatas pada
KTP saja. Na’udzubillahimindzalik
Berikut ini adalah sebuah kisah tentang siapakah dan bagaimanakah Rasul kita, yang mana sifat-sifat
yang ada dalam diri Rasulullah harus diketahui oleh setiap muslim.

”Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasululloh itu suri tauladan yang baik bagimu.”
(QS. Al-Ahzab:21)

Dialog Antara Kaisar Heraklius Dengan Abu Sufyan


Diriwayatkan oleh Al Bukhari dengan sanadnya dari Ubaidillah bin Utbah bin Mas'ud bahwa
Abdullah bin Abbas telah memberitahukannya. Abu Sofyan bin Harb telah memberitahukan kepadanya
bahwa Heraklius telah memanggiinya pada waktu ia sedang memimpin khalifah dagang Quraisy di Syam,
bertepatan dengan perjanjian Hudaibiyah yang baru saja diadakan antara Rasulullah SAW dengan kaurn
musyrikin Quraisy. Ketika itu Heraklius sedang berziarah ke Al Quds. la mengundang beberapa tokoh untuk
menghadiri pertemuan yang diadakan tokoh-tokoh Romawi di sana dan dihadiri juga oleh seorang
penerjemah. Inilah dialog tersebut:
Heraklius : Siapa di antara tuan-tuan yang paling dekat kekeluargaannya dengan laki-laki yang
mengaku nabi itu?
Abu Sufyan : Saya orang yang paling dekat kekeluargaannya.
Heraklius : Dekatkan dia kepadaku. Biarkan rekan-rekannya berdiri di belakangnya. (Lalu
Heraklius berkata kepada penerjemahnya) Katakan kepadanya bahwa saya ingin
bertanya tentang nabi itu, dan jangan sekali-kali ia berbohong.
Abu Sufyan : Demi Allah, kalau tidak karena malu dicap sebagai pembohong, tentu saya akan
berbohong.
Heraklius : Bagaimana nasab keturunannya di antara kalian?
Abu Sufyan : Nasabnya tergolong bangsawan.
Heralklius : Apa ada seorang yang mengaku seperti itu sebelumnya?
Abu Sufyan : Tidak.
Heraklius : Apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja?
Abu Sofyan : Tidak.
Heraklius : Pengikutnya terdiri dari para bangsawan atau para mustadh'afin (kaum lemah)?
Abu Sufyan : Terdiri dari para mustadhafin.
Heraklius : Apakah mereka makin bertambah atau makin berkurang?
Abu Sufyan : Makin bertambah.
Heralklius : Apakah ada di antara mereka yang murtad kerena membenci agamanya?
Abu Sufyan : Tidak ada.
Heraklius : Apakah kalian pernah mencurigainya berbohong sebelum ia mengaku sebagai
nabi?
Abu Sufyan : Tidak pernah.
Heraklius : Apakah ia pernah melakukan kecurangan?
Abu Sufyan : Tidak pernah.
Heraklius : Apakah kalian memeranginya?
Abu Sufyan : Ya, benar.
Heraklius : Bagaimana peperangan yang kalian lakukan terhadapnya?
Abu Sufyan : Peperangan itu silih berganti, sekali dia yang menang, dan lain kali kami yang
menang.
Heraklius : Apa yang dia perintahkan kepada kalian?
Abu Sufyan : Dia memerintahkan kepada kami supaya menyembah Allah saja, dan tidak
menyekutukan Allah dengan apapun, memerintahkan kami untuk meninggalkan
tradisi yang diwarisi oleh nenek moyang kami, memerintahkan kami untuk
mengerjakan shalat, berlaku dan berbicara jujur, memelihara kemuliaan diri dan
bersilaturahmi.
Heraklius (Berkata melalui penerjemahnya untuk menyimpulkan dialog yang terjadi), "Saya
bertanya tentang nasab keturunan orang yang mengaku nabi itu, lalu Anda mengatakan bahwa dia keturunan
bangsawan. Begitulah pada umumnya para rasul Allah dilahirkan dari kalangan bangsawan. Lalu saya
tanyakan, apakah ada di antara kalian yang mengaku sebagai nabi sebelumnya? Anda menjawab, tidak.
Kalau ada yang mengaku demikian, mungkin dia hanya ikut-ikutan dengan orang sebelumnya. Saya bertanya
pula, apakah di antara nenek moyangnya yang menjabat raja? Anda mengatakan, tidak. Kalau ada di antara
mereka yang menjadi raja, mungkin dia menuntut haknya. Saya tanyakan pula, apakah kalian pernah
mencurigainya sebagai pernbohong sebelum mengaku nabi? Anda mengatakan, tidak. Memang tidak
mungkin kalau dia tidak berbohong kepada manusia lalu berani berbohong kapada Allah. Saya tanyakan,
apakah pengikutnya terdiri dari para bagsawan atau orang-orang lemah? Anda mengatakan para pengikutnya
terdiri dari orang-orang lemah. Memang, begitulah pengikut para rasul Allah. Saya tanyakan, apakah
pengikutnya makin bertambah atau berkurang? Anda mengatakan makin bertambah. Memang, demikianlah
cara kerja keimanan, hingga sempurna. Saya juga bertanya, apakah ada di antara pengikutnya yang murtad
dan meninggalkan agamanya? Anda berkata, tidak. Begitulah kerja iman apabila sudah meresap ke dalam
kalbu. Saya bertanya juga, apakah ia pernah berbuat curang? Anda menjawab, tidak. Begitulah para rosul
Allah. Mereka tidak ada yang bersikap curang. Saya bertanya, apa yang diperintahkannya pada kalian? Anda
mengatakan bahwa dia memerintahkan kalian supaya menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan
apa pun, melarang menyembah berhala, menyuruh kalian shalat, berbuat dan berkata jujur, serta memelihara
kehormatan diri. Kalau apa yang kamu katakan itu benar, maka dia akan menguasai kedua kakiku berpijak.
Aku tahu bahwa ia akan muncul, tetapi aku tidak menduga kalau dia dari golongan kalian. Kalau aku
meyakini diriku bisa sampai kepadanya, tentu aku akan segera pergi menemuinya, dan kalau aku berada di
sisinya, aku akan mencuci kakinya.
Abu Sufyan dan rekan-rekannya yang menghadiri pertemuan tersebut berkata, "Aku heran dengan
hal-ikhwal Ibnu Abi Kabsyah (ungkapan penghinaan mereka kepada Rasulullah SAW.). Dia ditakuti oleh
Raja Bani Ashfar (bangsa kulit kuning, yakni orang Barat) ". Selanjutnya Abu Sufyan berkata, "Aku
senantiasa yakin bahwa dia (Muhammad SAW.) akan berjaya sehingga Allah berkenan memasukkan saya ke
dalam Islam."

Begitulah Rasul kita. Dan salah satu kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat mengamalkan Islam
secara sempurna idalah ma’rifat (mengenal) rasul. Tanpa rasul kita tidak akan dapat melaksanakan Islam
dengan baik. Kehadiran rasul memberikan panduan kepada kita bagaimana cara mengamalkan Islam. Rasul
merupakan model bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Syaikh Al Utsaimin, secara ringkas
menyebutkan bahwa ma’rifaturrasul mengandung lima (5) hal yang wajib diketahui oleh muslim, yaitu:
1. mengetahui nasabnya
Beliau dari Bangsa Arab suku Quraisy dan Bani Hasyim, beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Muthallib bin Hasyim
2. mengetahui umurnya, tempat lahirnya, dan tempat hijrahnya
Beliau berumur enam puluh tiga tahun, lahir di Makkah, tinggal selama lima puluh tiga tahun, dan hijrah
ke Madinah menetap selama sepuluh tahun. Wafat di Madinah pada bulan Rabiul Awal tahun ke-11 H.
3. mengetahui masa kenabiannya
Yaitu selama dua puluh tiga tahun. Menerima wahyu pertama saat berumur empat puluh tahun.
4. dengan apa beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul
Beliau diangkat menjadi Nabi setelah turun wahyu kepadanya (QS. Al Alaq:1-5), dan menjadi Rasul
semenjak turun wahyu QS. Al Mudatsir:1-7.
5. dengan apa dan untuk apa beliau diutus
Beliau diutus untuk membawa ajaran tauhid, dan membawa syari’atNya. Beliau diutus sebagai rahmat
seluruh alam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan, kekafiran, dan kebodohan kepada cahaya
ilmu, iman, tauhid, sehingga mereka mendapat ampunan Allah, selamat dari siksa dan adzabNya serta
aman dari KemurkaanNya.
Kualitas pribadi Rasul
Kualitas pribadi Rasul bisa kita lihat dari dua sisi sekaligus, baik dari kondisi fisiknya maupun
kualitas kepribadiannya. Dari segi fisik, Rasulullah memang amatlah menariknya, sehingga penampilan
beliau telah bernilai keindahan yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Tirmidzi dan Al Baihaqi
meriwayatkan dari Abu Hurairah, Ia berkata:”Aku tak mellhat sesuatu yang tebih bagus dari Rasululloh.
Seakan-akan sang mentari merambah di wajahnya.’’
Ummu Ma’bad Al Khuza’iyah pernah berkata tentang diri Rasulullah kepada suaminya, saat
Rasulullah lewat dikemahnya dalam perjalanan hijrah ke Madinah, ”Dia sangat bersih, wajahnya berseri-
seri, bagus perawakannya, tidak merasa berat karena gemuk, tidak bisa dicela karena kepalanya kecil, elok
dan tampan, dimatanya ada warna hitam, bulu matanya panjang, tidak mengobral bicara, lehernya jenjang,
matanya jelita, memakai celak mata, alisnya tipis, memanjang dan bersambung, rambutnya hitam, jika diam
dia tampak berwibawa, jika berbicara Ia tampak menarik, dia adalah orang yang paling elok dan menawan
dilihat dari kejauhan, bagus dan manis setelah mendekat, bicaranya manis, rinci, tidak terlalu sedikit, dan
tidak terlalu banyak, bicaranya seakan-akan merjan yang tertata rapi dan landai, perawakannya sedang,
mata yang memandang tidak lolos karena perawakannya yang pendek dan tidak sebal karena
perawakannya yang tinggi, seakan satu dahan diantara dua dahan, dia adalah salah seorang dari tiga
orang yang paling menarik perhatian, paling bagus tampilannya, mempunyat rekan-rekan yang
menghormatinya, jika Ia berbicara mereka menyimak perkataannya, jika Ia memberikan perintah mereka
bersegera melaksanakan perintahnya, dia orang yang ditaati, disegani, dikerumuni orang-orang, wajahnya
tidak memberengut dan tidak pula diremehkan orang.” (Sirah Nabawiyah, Syaikh Syafiyyur Rahman Al
Mubarakfury, hal. 631).
Beliau memang keindahan yang mencengangkan. Dari segi kualitas kepribadian beliau mempunyal
sifat-sifat syakhsiyah (pribadi) yang mendasar sebagai seorang Rasul. Mengenal rasul tidak sekadar fisik atau
penampilannya, tetapi segala aspek syar’i berupa sunnah dalam tingkah laku, perkataan, sikap, bahkan
termasuk peranan nabi dari segi politik, kepemimpinan, wirausaha dan juga sebagai suami atau ayah.
Upaya mengenal rasul dapat dilakukan dengan mempelajari/membaca Sirah Nabawiyah (sejarah
kenabian) yang menggambarkan kehidupan serta latar belakang rasul; dapat juga dilihat melalui sunnah dan
dakwah rasul, yang akan dapat memberikan penjelasan siapa rasul sebenarnya.

Pengertian Rasul
Rasul adalah lelaki terpilih yang diutus oleh Allah dengan risalah kepada manusia. Definisi ini
menggambarkan kepada kita kualitas seorang rasul (QS 18: 110, QS 6: 9, QS 33: 40). Apa yang dibawa,
diucapkan, dan dilakukan adalah sesuatu yang terpilih. Kedudukan rasul paling mulia dibandingkan dengan
manusia lainnya, beliau adalah teladan untuk mengaplikasikan Islam dalam kehidupan.
Rasul akan menyampaikan seluruh wahyu Allah yang diturunkan padanya kepada manusia. ”Hai
Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. 5:67).
Rasul dan orang yang menyampaikan risalah Islam tidak akan takut dengan segala bentuk ancaman
karena ia yakin bahwa yang dibawa dan disampaikannya adalah milik Allah, sang pemilik alam semesta dan
seisinya. Dengan demikian apabila kita menyampaikan pesan sang pencipta maka pencipta (Allah) akan
melindungi dan menolong kita. ”(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah
Allah sebagai Pembuat Perhitungan”. (QS. 33:39).

1. Memahami Ciri-ciri Rasul


Untuk mengenal rasul lebih dekat, kita perlu memahami ciri-ciri rasul, yaitu:
a. Sifatul Asasiyah
Sifat asas Rasul berupa akhlak mulia yang terdiri dari shidiq, tabligh, amanah, dan fathanah (QS 68:
4). Sifat-sifat ini bersifat universal, dan pasti dimiliki oleh setiap rasul dan orang yang beriman. Tanpa
sifat-sifat ini maka seorang mukmin dapat dikatakan kurang mengikuti Islam yang sebenarnya, bahkan
dapat gugur keislamannya.
b. Mukjizat
Setiap Rasul membawa mukjizat yang berbeda-beda. Nabi Ibrahim yang tidak terbakar api, Nabi
Musa dapat membelah lautan, Nabi Sulaiman dapat berbicara dengan segala makhluk, Nabi Daud yang
mempunyai kekuasaan, dan lainnya. Nabi Muhammad sendiri banyak diberi mukjizat oleh Allah SWT,
misalnya dapat membelah bulan (QS 54: 1), diberitakan beberapa hal tentang masa depan, dan
diturunkan Al Qur’an yang dipelihara oleh Allah orisinalitasnya sepanjang masa (QS 15: 9). Dengan
mukjizat ini maka manusia semakin yakin dengan apa yang disampaikan oleh para Rasul kepada
manusia.
c. Al-Mubasyarat
Mubasyarat (informasi) kerasulan telah diketahui oleh manusia sebelum kedatangannya. Nabi
Muhammad SAW sudah dimaklumkan ketika zaman Nabi Isa AS, bahwa akan datang seorang Rasul
yang bernama Ahmad (terpuji) (QS 61: 6).
d. An-Nubuwah
Ciri-ciri rasul lainnya adalah adanya berita kenabian, misalnya membawa perintah dari Allah untuk
manusia secara keseluruhan, seperti perintah haji (pada zaman Nabi Ibrahim) dan perintah-perintah
Allah di dalam Al Qur’an (pada zaman Nabi Muhammad) (QS 22: 26-27, QS 6: 19, QS 25: 30).
e. Ats-Tsamarat
Ciri Rasul adalah ada hasil dari perbuatan dakwah dan harakahnya. Tidak ada hasil maka berarti
tidak melakukan. Dengan melakukan maka akan diperoleh hasil walaupun sedikit. Nabi dan Rasul telah
membuktikan kepada kita bagaimana hasil dari usaha dakwah mereka. Bukti dakwah nabi Muhammad
SAW adalah perubahan masyarakat dari jahiliyah kepada Islamiyah, dari kemusyrikan kepada keimanan.
Islam pun tersebar ke seluruh dunia dengan meninggalkan banyak bukti-bukti sejarah yang dapat dilihat
dan dibuktikan hingga saat ini. Kader-kader Nabi yaitu para sahabat adalah bukti nyata yang turut
mengubah jazirah Arab dan seluruh dunia (QS 30: 4, QS 5: 56, QS 58: 21).

Manfaat Ma’rifatur Rasul


Manusia tidak akan merasa butuh akan keberadaan Rasul hingga ia memahami manfaat akan
keberadaan Rasul.
Setiap manusia diciptakan Allah SWT dengan fitrah; bersih, suci, dan mempunyai kecenderungan
ke arah positif, yaitu ke arah Islam. Fitrah tersebut mengakui Allah sebagai pencipta, keinginan untuk
beribadah, dan menghendaki kehidupan yang teratur. Fitrah demikian perlu diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari melalui petunjuk Al Qur’an (firman-firman dan panduan dari Allah SWT) dan dipandu dengan
Sunnah (Sabda Nabi dan perbuatannya). Semua panduan ini memerlukan petunjuk dari Rasul, khususnya
dalam mengenal pencipta sebagai panduan kehidupan manusia.
Perjanjian manusia ketika di dalam rahim ibunya juga menyatakan bahwa “alastu birobbikum qolu
bala syahidna” (QS 7: 172). Manusia menerima Allah sebagai Tuhan (Rabb). Begitupun ketika orang kafir
Quraisy ditanya berkaitan dengan pencipta langit, bulan, bintang dan sebagainya maka dijawab Allah. Hal ini
menunjukkan bahwa Allah sebagai Rabb diakui oleh manusia tetapi tidak semua manusia mengakui Allah
sebagai Ilah (QS 23: 83-90, QS 7: 172). Keberadaan Rasul adalah untuk menjelaskan cara melaksanakan
perjanjian besar ini.
Jika kita hendak mengikuti perintah Allah kita mesti mengikuti perintah Rasul. Apabila kita ingin
mengasihi Allah, kita perlu mengikuti petunjuk Rasul. Oleh karena itu syahadatain terdiri dari pengakuan
atas dua hal, yaitu Allah dan RasulNya. Mengikuti petunjuk rasul berarti kita mengikuti jalan agama Allah,
mengetahui tatacara ber-Islam yang benar dan diridhai oleh Allah SWT. Rasul adalah idola kita, teladan
yang baik untuk diikuti (QS 33: 21).

2. Karakteristik Risalah Nabi Muhammad SAW


Nabi Muhammad SAW mempunyai ciri-ciri yang khusus dibandingkan dengan para Rasul lainnya.
Diantara ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
a. Khotamu Al Anbiya (penutup para nabi)
Allah SWT telah menurunkan Nabi sebanyak 124.000 dan Rasul sebanyak 313 orang. Namun
demikian, di dalam Al Qur’an yang disebutkan hanya sebanyak 25 orang saja (QS 40: 78, QS 4: 163-
164, QS 6: 84-86). Nabi Muhammad SAW adalah penutup dari semua rasul dan nabi. Beliau bukanlah
bapak salah seorang di antara kita, tetapi ia adalah Rasul Allah dan penutup Rasul-rasul Allah (QS 33:
40).
b. Nasikhu Ar Risalah (penghapus risalah)
Tobat yang dilakukan pada zaman Nabi Musa AS adalah dengan bunuh diri (QS 2: 54). Berkurban
pada zaman Nabi Ibrahim AS adalah dengan menyembelih anak kandung laki-laki (QS 37: 102-108).
Hal ini tidak berlaku lagi pada risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (QS 22: 67). Meskipun
begitu, risalah mereka senantiasa harus kita jadikan sebagai pelajaran (QS 12: 11).
c. Musoddiqu Al Anbiya’ (membenarkan para nabi)
Banyak hambatan dan gangguan yang bertujuan menghapuskan agama Allah. Namun demikian
Allah SWT senantiasa menjaga dan memeliharanya dari serangan kaum kafir. Salah satu cara adalah
dengan memenangkan Islam atas agama lainnya, dan dengan menurunkan para Nabi dan Rasul (QS 61:
8-9).
d. Mukammilu Ar Risalah (penyempurna risalah)
Selain untuk membenarkan Rasul dan Nabi sebelumnya yang membawa risalah Islam, kehadiran
Nabi Muhammad SAW juga untuk menyempurnakan risalah sebelumnya (QS 72: 28, Qs 34: 28).
Risalah sebelumnya cenderung ditujukan bagi suatu kaum tertentu saja dan untuk saat tertentu. Berbeda
dengan Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk semua manusia dan berlaku hingga kiamat.
e. Kaafatilinnaas (untuk seluruh manusia)
”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS
Al Anbiya 107)
Rasulullah Muhammad SAW diutus untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan dengan
tidak membedakan suku, bangsa, warna kulit, bahasa, dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan Islam pada masa ini yang telah tersebar di seluruh dunia (QS 34: 28).
f. Rahmatum Lil ‘Alamin (rahmat bagi alam semesta)
Kehadiran Nabi Muhammad SAW di muka bumi ini adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS
21: 107); yang tidak saja bagi manusia tetapi juga alam, hewan, tumbuhan dan makhluk Allah
seluruhnya. Dengan kehadiran Nabi Muhammad, manusia mendapat rahmat dan kebaikan. Manusia kafir
dan jahiliyah pun mendapatkan rahmat dari kedatangan Islam karena Islam dan Nabi Muhammad tidak
hanya ditujukan bagi umat Islam. Kebaikannya juga dirasakan oleh umat manusia lainnya.
g. Risalatul Islam
Risalah Nabi Muhammad SAW adalah risalah Islam. Risalah yang dibawanya adalah sesuatu yang
benar. Hal ini tercermin dari akhlak, kepribadian, dan sifat-sifat Nabi yang mulia. Inti dari risalah Nabi
Muhammad SAW adalah petunjuk dan dien yang benar (QS 48: 28).
h. Ad Dakwah
Allah SWT menegaskan bahwa Rasul bertindak sebagai da’i, yang menyeru manusia agar kembali
kepada Allah, dengan menjadi saksi, membawa berita gembira, dan memberi peringatan. Beliau seakan
sebagai pelita, yang senantiasa menerangi dan menjadi rujukan bagi manusia (QS 33: 46).

5. Kewajiban Manusia Kepada Nabi Muhammad SAW


Seorang muslim yang mengikrarkan syahadat berarti telah yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
utusan Allah SWT. Oleh karena itu dia harus mengetahui kewajibannya terhadap Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sebagai konsekuensi persaksian bahwa beliau adalah utusan Allah.
a. Beriman kepada Rasulullah
Iman kepada para Rasul merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap muslim.
Dan Rasulullah SAW adalah salah seorang di antara para rasul, Allah SWT berfirman, “Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Qur'an) yang telah Kami
turunkan, Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 64: 8).Dalam ayat yang lain,
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah
dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”
(QS. 7:158).
Rasulullah pernah bersabda: ”Demi zat yang jiwa Muhammad SAW berada di tangan-Nya, tidaklah
mendengar seseorang dari suatu umat tentang ajaranku, baik itu yahudi atau nasrani kemudian
meninggal dan tidak beriman dengan apa yang aku bawa kecuali ia berada di dalam neraka.”. Juga
dapat dilihat dalam surat An Nisa’:136.
b. Membenarkan apa yang dikabarkannya
Termasuk iman kepada Rasulullah SAW adalah membenarkan dengan tanpa keraguan bahwa risalah
dan kenabiannya adalah haq dari Allah SWT, dan mengamalkan segala tuntutannya. Membenarkan
semua ajaran yang beliau bawa, dan yakin bahwa semua berita dari Allah yang beliau sampaikan adalah
benar. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya.” (QS. An-Nisa’:136)
Kaum Arab jahiliyah enggan meski hanya mengucapkan “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
Rasul Allah”. Mereka sangat faham bahasa Arab, dan sangat tahu konsekwensi kalimat tersebut. Mereka
harus membenarkan seluruh apa yang diberitahukan oleh Rasulullah, karena yang dinyatakan oleh
Rasulullah adalah wahyu yang diwahyukan, bukan berasal dari hawa nafsu beliau (QS 53: 3-4). Mereka
juga harus membenarkan dalam perbuatan nyata (QS 2: 285).
c. Mencintai Rasulullah
Seorang muslim wajib mencintai Nabi Muhammad SAW melebihi cintanya kepada segala sesuatu.
Allah melukiskan secara dramatis dalam al Al Qur’an tentang pengertian cinta (QS 9: 23-24). Rasulullah
juga bersabda :”Tidak beriman seseorang dengan sempurna diantara kalian kecuali aku lebih dicintai
daripada dirinya sendiri, orang tuanya dan seluruh umat manusia”. (HR. al-Bukhari)
Tatkala mendengar ini, Umar r.a berkata kepada Rasulullah SAW, "Sungguh engkau lebih aku cintai
dibanding segala sesuatu kecuali diriku." Maka Nabi SAW bersabda, "Tidak demikian, demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sehingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar
berkata, "Demi Allah sesungguhnya engkau sekarang lebih aku cintai daripada diriku sendiri." Maka
Nabi SAW menjawab, " Sekarang hai Umar,(telah sempurna imanmu)."
d. Taat dan mengikuti Rasulullah
Taat kepada Rasulullah SAW merupakan salah satu kewajiban seorang muslim, sebagaimana
disebutkan di dalam al-Qur'an, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kepada Allah dan
ta'atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu" (QS. 47:33).
Konsekuensi dari seseorang yang telah mencintai adalah ia memberikan ketaatan dan mengikuti apa
yang ia cintai. Allah telah memberikan kabar tentang kerugian yang besar dan penyesalan yang
mendalam bagi seseorang yang mengetahui ajaran Nabi Muhammad SAW namun tidak taat dan tidak
mengikutinya (QS. 25: 27-29). Kewajiban mentaati dan mengikuti Rasulullah adalah kewajiban yang
mutlak (QS 4: 80, QS 3: 31-32). Barangsiapa yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan
menyediakan baginya surga (QS 4: 13).
e. Menjauhi apa yang dilarangnya
Apa-apa yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW hendaklah kita hentikan, karena itulah yang
terbaik bagi kita menurut Allah dan rasul-Nya (QS 59: 7).
f. Tidak dikatakan beribadah kecuali dengan mengikuti syariatnya
Cara kita mentaati Allah adalah dengan mengikuti ala (cara) Rasulullah, bukan angan-angan dan
praduga manusia, seperti kejawen, kerahiban, maupun kebatinan. Allah akan memberikan bagi kita yang
mengikuti syari’at-Nya (QS 24: 51, QS 5: 7, QS 39: 14-15).
g. Meneladani Nabi SAW
Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk meneladani para nabi dan rasul sebelum
beliau. Dan kita diperintahkan untuk meneladani Rasulullah SAW, sebagimana firman Allah SWT,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.
33:21).
Kecintaan kita pada suatu figur akan diwujudkan dengan mengikuti apa yang diperbuat figur tersebut
(QS 3: 31, QS 40: 38). Apa-apa yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW, hendaknya kita ikuti semampu
kita.
h. Membela Sosok dan Risalahnya
Rasulullah SAW harus kita bela (QS 9: 40) meskipun secara zahir beliau tidak ada. Kita membela
syari’at yang beliau bawa (QS 61: 14), karena Allah SWT menjanjikan bahwa Rasulullah akan menjadi
pembela kita (QS 47: 7, QS 2: 257).
i. Memperbanyak Shalawat
Kehormatan yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW sedemikian tinggi; bukan hanya
dalam tiap-tiap shalat kita, bahkan saat kita mendengar nama beliau kita pun dituntut untuk bershalawat
(QS 33: 56).
j. Mencintai para pencintanya
Figur Rasulullah adalah sosok yang berkasih sayang kepada umat manusia. Beliau adalah seorang
yang santun kepada yang buta (QS 80: 1-2), sabar kepada orang yang tidak faham ataupun masih kafir
(QS 16: 125), sangat mencintai umatnya (kita), bahkan menjelang wafat, kekhawatiran beliau adalah
terhadap umatnya (QS 9: 128), “Ummati…, ummati…, ummati….” Karenanyalah kita sesama mu’min
diperintahkan untuk saling berkasing-sayang (QS 48: 29).

You might also like