Professional Documents
Culture Documents
PERTUMBUHAN MIKROORGANISME
DisusunOleh :
Kelompok 4
1. HERFANTINI (09330104)
2. Rizky Widyawati (09330105)
3. AnggresYoris M. (09330106)
4. MeiliaWahyuningsih (09330148)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Pada masa sekarang, mikrobiologi sudah sangat berkembang luas memasuki
bidang- bidang pengetahuan lain, misalnya: pertanian, kesehatan, industri,
lingungan hidup sampai bidang antariksa. Oleh karena itu penelaahan
biologi mikroorganisme dalam setiap karangan akan menitik beratkan
bidang masing-masing. Pada tulisan ini penelaahan dititik beratkan pada
dasar-dasar mikrobiologi, sehingga akan tampak sebagai ilmu dasar ketimbang
ilmu terapan. Sebagai ilmu dasar, mikrobiologi akan menelaah permasalahan
yang berhubungan dengan bentuk, perkembang-biakan, penyebaran dan
lingkungan yang mempengaruhi mikroorganisme, sedangkan sebagai ilmu
terapan akan mempelajari lebih banyak peranannya.
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari organisme hidup yang berukuran
sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang melainkan dengan
bantuan mikroskop. Organisme yang sangat kecil ini disebut sebagai
mikroorganisme, atau kadang-kadang disebut sebagai mikroba, ataupun jasad
renik.
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler
dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti
pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan
parameter lain. Sebagai hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau
pertambahan jumlah sel maka terjadi pertumbuhan populasi mikroba.
Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda,
yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan
fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum
pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan
zat kimia toksik, panas atau radiasi.
Metode pengukuran pertumbuhan yang sering digunakan adalah dengan
menentukan jumlah sel yang hidup dengan jalan menghitung koloni pada pelat
agar dan menentukan jumlah total sel/jumlah massa sel. Selain itu dapat dilakukan
dengan cara metode langsung dan metode tidak langsung.
1.2 RumusanMasalah
a. Apa pengertian pertumbuhan mikroorganisme dalam mikrobiologi?
b. Adakah perbedaan antara pertumbuhan individu dan koloni dalam
mikroorganisme?
c. Adakah fase-fase dalam pertumbuhan mikroorganisme?
d. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme?
e. Ada berapa macam media biak dan persyaratan bagi pertumbuhan?
f. Pada produk industri keju, adakah bakteri yang ikut berperan?
1.3 Tujuan
a. Dapat mengetahui pengertian pertumbuhan mikroorganisme dalam
mikrobiologi.
b. Dapat mengetahui perbedaan antara pertumbuhan individu dan koloni
dalam mikroorganisme.
c. Dapat mengetahui fase-fase dalam pertumbuhan mikroorganisme.
d. Dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme.
e. Dapat mengetahui macam media biak dan persyaratan bagi pertumbuhan.
f. Dapat mengetahui pada produk industri keju, ada bakteri yang ikut
berperan.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 PertumbuhanMikroorganisme
Pertumbuhan diartikan sebagai penambahan dan dapat dihubungkan dengan
penambahan ukuran, jumlah bobot, masa, dan banyak parameter lainnya dari
suatu makhluk hidup. Penambahan ukuran atau masa suatu sel individual biasanya
terjadi pada proses pendewasaan (maturasi) dan perubahan ini pada umumnya
bersifat sementara (temporer) untuk kemudian dilanjutkan dengan proses
multiplikasi dari sel tersebut. Multiplikasi terjadi dengan cara pembelahan sel.
Pertumbuhan pada umumnya tergantung pada kondisi bahan makanan dan juga
lingkungan. Apabila kondisi makanan dan lingkungan cocok untuk
mikroorganisme tersebut, maka mikroorganisme akan tumbuh dengan waktu yang
relative singkat dan sempurna (Irianto, 2007).
Kuantitas atau ukuran pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dari [1] segi
pertambahan dimensi satu, misalnya : panjang, diameter, jari-jari, dan jumlah sel ;
[2] segi pertambahan dimensi dua, misalnya : luas, dan [3] segi pertambahan
dimensi tiga, misalnya : volume, berat segar, berat kering. Selain tiga segi
tersebut, pertumbuhan juga dapat diukur dari [4] segi komponen seluler,
misalnya : RNA, DNA, dan protein dan [5] segi kegiatan metabolisme secara
langsung, misalnya : kebutuhan oksigen, karbon dioksida, hasilan gas-gas tertentu
dan lain-lain.
Istilah pertumbuhan bakteri lebih mengacu kepada pertambahan jumlah sel
bukan mengacu kepada perkembangan individu organisme sel. Bakteri memiliki
kemampuan untuk menggandakan diri secara eksponensial dikarenakan sistem
reproduksinya adalah pembelahan biner melintang, dimana tiap sel membelah diri
menjadi dua sel. Bakteri merupakan organisme kosmopolit yang dapat kita jumpai
di berbagai tempat dengan berbagai kondisi di alam ini. Mulai dari padang pasir
yang panas, sampai kutub utara yang beku kita masih dapat menjumpai bakteri.
Namun bakteri juga memiliki batasan suhu tertentu dia bisa tetap bertahan hidup,
ada tiga jenis bakteri berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu
lingkungannya:
1. Mikroorganisme psikrofil yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu
yang dingin, dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 200C.
2. Mikroorganisme mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara
maksimal pada suhu yang sedang, mempunyai suhu optimum di antara 200
sampai 500C.
3. Mikroorganisme termofil, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau
suka pada suhu yang tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu
diatas 400C, bakteri jenis ini dapat hidup di tempat-tempat yang panas bahkan
di sumber-sumber mata air panas bakteri tipe ini dapat ditemukan, pada tahun
1967 di yellow stone park ditemukan bakteri yang hidup dalam sumber air
panas bersuhu 93-940C.
Pertumbuhan mikroorganisme berselsatu (uniseluler) berbeda dengan
mikroorganisme yang bersel banyak (multiseluler). Pada individu multiseluler bila
sel-selnya membelah, individunya bertambah menjadi banyak. Pada
mikroorganisme uniseluler pembelahan berarti bertambah banyaknya individu
atau sel tersebut, jadi dalam hal ini pembelahan berarti multiplikasi. Setiap sel
tunggal setelah mencapai ukuran tertentu akan membelah menjadi
mikroorganisme yang lengkap, mempunyai bentuk dan sifat fisiologis yang sama.
Pertumbuhan jasad hidup, dapat ditinjau dari duasegi, yaitu pertumbuhan sel
secara individu dan pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi (
Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:
pertumbuhan individu dan pertumbuhan koloni atau pertumbuhan populasi.
Pertumbuhan individu diartikan sebagai bertambahnya ukuran tubuh,
sedangkan pertumbuhan populasi diartikan sebagai bertambahnya kuantitas
individu dalam suatu populasi atau bertambahnya ukuran koloni. Namun
demikian pertumbuhan mikroorganisme unisel (bersel tunggal) sulit diukur dari
segi pertambahan panjang, luas, volume, maupun berat, karena pertambahannya
sangat sedikit dan berlangsung sangat cepat (lebih cepat dari satuan waktu
mengukurnya),sehingga untuk mikroorganisme yang demikian satuan
pertumbuhan sama dengan satuan perkembangan.
Pertumbuhan fungi multisel (jamur benang) dan mikroorganisme multisel
lainnya dapat ditunjukan dengan cara mengukur panjang garis tengah (diameter)
biakan, luas biakan, dan berat kering biakan. Pertumbuhan bakteri dan
mikroorganisme unisel lainnya dapat ditunjukan dengan cara menghitung
jumlah sel setiap koloninya maupun mengukur kandungan senyawa tertentu
yang dihasilkan. Waktu yang dibutuhkan dari mulai tumbuh sampai berkembang
dan menghasilkan individu baru disebut waktu generasi. Contoh : waktu generasi
bakteri E. Coli sekitar 17 menit, artinya dalam 17 menit satu E. Coli menjadi
dua atau lebih E. Coli. Untuk mikroorganisme yang membelah, misalnya
bakteri, maka waktu generasi diartikan sebagai selang waktu yang
dibutuhkan untuk membelah diri menjadi dua kali lipat. Beberapa faktor yang
mempengaruhi waktu generasi yaitu : [1] Tahapan pertumbuhan mikroorganisme,
misalnya seperti tersebut di atas yang menyatakan bahwa satu sel bakteri menjadi
2 sel bakteri memerlukan rentang waktu yang berbeda ketika 128 sel bakteri
menjadi 256 sel ; [2] Takson mikroorganisme (jenis, spesies, dll), misalnya
bakteri Escherichia coli dalam saluran pencernakan manusia maupun binatang
umumnya mempunyai waktu generasi 15 - 20 menit sedangkan bakteri lain
(misalnya Salmonella typhi) mempunyai waktu generasi berjam-jam.
A. Pertumbuhan Populasi Mikroba
Suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam medium baru yang sesuai akan
tumbuh memperbanyak diri. Jika pada waktu-waktu tertentu jumlah bakteri
dihitung dan dibuat grafik hubungan antara jumlah bakteri dengan waktu maka
akan diperoleh suatu grafik atau kurva pertumbuhan. Pertumbuhan populasi
mikrobia dibedakan menjadi dua yaitu biakan sistem tertutup (batch culture) dan
biakan sistem terbuka (continuous culture). Pada biakan sistem tertutup,
pengamatan jumlah sel dalam waktu yang cukup lama akan memberikan
gambaran berdasarkan kurva pertumbuhan bahwa terdapat fase-fase pertumbuhan.
Fase pertumbuhan dimulai pada fase permulaan, fase pertumbuhan yang
dipercepat, fase pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase pertumbuhan yang
mulai dihambat, fase stasioner maksimum, fase kematian dipercepat, dan fase
kematian logaritma. Pada fase permulaan, bakteri baru menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru, sehingga sel belum membelah diri. Sel mikrobia mulai
membelah diri pada fase pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu generasinya
masih panjang. Fase permulaan sampai fase pertumbuhan dipercepat sering
disebut lag phase.
Kecepatan sel membelah diri paling cepat terdapat pada fase pertumbuhan
logaritma atau pertumbuhan eksponensial, dengan waktu generasi pendek dan
konstan. Selama fase logaritma, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel
sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya
penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.
Selanjutnya pada fase pertumbuhan yang mulai terhambat, kecepatan pembelahan
sel berkurang dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner
maksimum jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel
hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel
hidup konstan, seolah-olah tidak terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol). Pada
fase kematian yang dipercepat kecepatan kematian sel terus meningkat sedang
kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma maka
kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga jumlah sel hidup menurun
dengan cepat seperti deret ukur. Walaupun demikian penurunan jumlah sel hidup
tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikrobia akan tetap
bertahan sangat lama dalam medium tersebut.
Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel atau massa sel (berat
kering sel). Pada umumnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan pembelahan
biner, yaitu dari satu sel membelah menjadi 2 sel baru, maka pertumbuhan dapat
diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang diperlukan untuk membelahdiri dari
satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi. Waktu yang diperlukan oleh
sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula disebut doubling
time atau waktu penggandaan. Waktu penggandaan tidak sama antara berbagai mikrobia,
dari beberapa menit, beberapa jam sampai beberapa hari tergantung kecepatan
pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa sel
per unit waktu.
Pertumbuhan bakteri dalam biak sinambung tidak akan mengikuti kurva
pertumbuhan. Dalam pertumbuhan bakteri ini terdapat prosedur yang menjadi
dasar biak sinambung yang dilakukan dalam kemostat dan turbidostat.
1. Biakan Sistem Terbuka (Continuous culture) dalam Khemostat
Di dalam sistem ini, sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase
pertumbuhan eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture
mempunyai ciri kuran populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada
nilai konstan enggunakan khemostat. Untuk mengatur proses di dalam khemostat,
diaturkecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien pembatas). Sebagai
nutrienpembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau faktor
tumbuh.Pada sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan
dalamkhemostat sehingga tetap konstan (misal V ml). Jika aliran masuk ke dalam
tabungbiakan adalah W ml/jam, maka kecepatan pengenceran kultur adalah D =
W/V per jam.D disebut sebagai kecepatan pengenceran (dilution rate). Populasi
sel dalam tabungbiakan dipengaruhi oleh peningkatan populasi sebagai hasil
pertumbuhan danpengenceran kadar sel sebagai akibat penambahan medium baru
dan pelimpahanaliran keluar tabung biakan. Kecepatan pertumbuhannya
dirumuskan sebagai berikut:
dX/dt = μ X – DX = (μ - D) X.
Pada keadaan mantap (steady state), maka μ = D, sehingga dX/dt = 0.
Dengan sistem ini sel seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah kelaparan,
dengan nutreian pembatas. Kadar nutrien yang rendah menyebabkan kecepatan
pertumbuhan berbanding lurus dengan kadar nutrien atau substrat tersebut,
sehingga kecepatan pertumbuhan adalah sebagai fungsi konsentrasi nutrien,
dengan persamaan:
μ = μmax S / (Ks + S)
μmax: kecepatan pertumbuhan pada keadaan nutrien berlebihan
S : konstante nutrien
Ks : konstante pada konsentrasi nutrien saat μ = ½ μmax.
2. Pertumbuhan dalam turbidostat
Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri tertentu atau kekeruhan tertentu
yang dipertahankan konstan. Ada perbedaan mendasar antara biak statik klasik
dengan biak sinambung dalam kemostat biak static arus dilihat sebagai sistem
tertutup (boleh disamakan dengan organisme sial, tahap stationer dan tahap
kematian. Kalau pada biak sinambung merupakan sistem terbuka yang
mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu terdapat kondisi
lingkungan yang sama.
Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi sinkronisasi pembelahan sel. Hal ini
dimaksudkan agar proses metabolisme siklus pembelahan bakteri dapat dipelajari
disperlukan suspensi sel yang mengalami pembelahan sel dalam waktu sama yaitu
sinkron. Sinkronisasi populasi sel dapat dicapai dengan berbagai tindakan buatan
antara lain dengan merubah suhu rangsangan cahaya, pembatasan nutrien atau
menyaring untuk memperoleh sel-sel yang sama ukurannya. Sinkronisasi
pertumbuhan ini juga dimaksudkan untuk menyediakan stater dengan usia yang
sama (Budiyanto, 2005).
Fase-Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Ad
a
Contoh 1:
N = 108 , N0 = 5x107 , t = 2
Dengan rumus dalam bentuk logaritma:
2. Transduksi
Transduksi adalah pemindahan materi genetik bakteri ke bakteri lain
dengan perantaraan virus. Selama transduksi, kepingan ganda ADN dipisahkan
dari sel bakteri donor ke sel bakteri penerima oleh bakteriofage (virus bakteri).
Bila virus – virus baru sudah terbentuk dan akhirnya menyebabkan lisis pada
bakteri, bakteriofage yang nonvirulen (menimbulakan respon lisogen)
memindahkan ADN dan bersatu dengan ADN inangnya, Virus dapat
menyambungkan materi genetiknya ke DNA bakteri dan membentuk profag.
Ketika terbentuk virus baru, di dalam DNA virus sering terbawa sepenggal DNA
bakteri yang diinfeksinya. Virus yang terbentuk memiliki dua macam DNA yang
dikenal dengan partikel transduksi (transducing particle). Proses inilah yang
dinamakan Transduksi. Cara ini dikemukakan oleh Norton Zinder dan Jashua
Lederberg pada tahun 1952.
3. Konjugasi
Konjugasi adalah bergabungnya dua bakteri (+ dan –) dengan membentuk
jembatan untuk pemindahan materi genetik. Artinya, terjadi transfer ADN dari sel
bakteri donor ke sel bakteri penerima melalui ujung pilus. Ujung pilus akan
melekat pada sel peneima dan ADN dipindahkan melalui pilus tersebut.
Kemampuan sel donor memindahkan ADN dikontrol oleh faktor pemindahan
( transfer faktor = faktor F )
b. Pembelahan Biner
Pada pembelahan ini, sifat sel anak yang dihasilkan sama dengan sifat sel
induknya. Pembelahan biner mirip mitosis pada sel eukariot. Badanya,
pembelahan biner pada sel bakteri tidak melibatkan serabut spindle dan
kromosom. Pembelahan Biner dapat dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut:
1. Fase pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak lurus.
2. Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding melintang.
3. Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak yang identik. Ada bakteri yang segera
berpisah dan terlepas sama sekali. Sebaliknya, ada pula bakteri yang tetap
bergandengan setelah pembelahan, bakteri demikian merupakan bentuk koloni.
Pada keadaan normal bakteri dapat mengadakan pembelahan setiap 20
menit sekali. Jika pembelahan berlangsung satu jam, maka akan dihasilkan
delapan anakan sel. Tetapi pembelahan bakteri mempunyai faktor pembatas
misalnya kekurangan makanan, suhu tidak sesuai, hasil eksresi yang meracuni
bakteri, dan adanya organisme pemangsa bakteri. Jika hal ini tidak terjadi, maka
bumi akan dipenuhi bakteri.
c. Jamur
Perkembangbiakan jamur ditemukan dua macam,yaitu: aseksul dan
seksual.
1. Secara aseksual
a. Dengan cara membelah diri atau bertunas, dilakukan oleh jamur yang bersel
satu. Tunas yang dihasilkan disebut blastospora.
b. Dengan fragmentasi, berupa potongan misselium atau hifa.
c. Dengan pembentukan konidia,yaitu ujung-ujung hifa tertentu
membagi-bagi diri membentuk :
• bentuk-bentuk yang bulat ( konidiospora ) atau serupa telur (oidiospora)
• bentuk empat persegi panjang ( artispora )
• spora yang berdinding tebal,disebut klamidospora
2. Secara seksual
Perkembangbiakan secara seksual memerlukan 2 jenis jamur yang cocok.
Untuk kecocokan ini diberikan tanda + dan - Prosesmperkawinannya terdiri atas
persatuan 2 protoplas ( plasmogami ) kemudian diikuti persatuan inti
( kariogami ). Jamur ada yang menghasilkan alat kelamin jantan saja atau hanya
alat kelamin betina saja,sehingga jamur yang seperti ini disebut jamur berumah
dua (diesi).jamur yang dapat menghasilkan alat kelamin jantan dan alat kelamin
betina disebut hermaprodit atu disebut berumah satu (monoesi). Alat kelamin
disebut gametangium.gametangium menghasilkan se l kelamin jantan disebut
anteridium, sedangkan gametangium yang menghasilkan sel kelamin betina
disebut oogonium. Gamet jantan dan betina yang tidak dapat dibedakan disebut
isogamet. Jika jelas berbeda disebut anisogamet yang berciri besar dan kecil,atau
heterogamet (bila beda jenis kelamin). Pada jamur tingkat rendah dijumpai gamet
– gamet yang dapat bergerak (planogamet). Sel telur adalah suatu aplanogamet,
sedangkan anterozoida adalah planogamet (Budiyanto, 2005).
Gambar Cara Reproduksi
Reproduksi vegetatif dengan cara membentuk spora tak berflagel (aplanospora)
dan generatif dengan cara gametangiogami dari dua hifa yang
kompatibel/konjugasi dengan menghasilkan zigospora.
BAB III
PEMBAHASAN
Keju merupakan salah satu hasil olahan susu yang telah dikenal
masyarakat, kebutuhan keju sampai sekarang harganya relatif mahal. Impor keju
terus meningkat sebesar rata-rata 5.96% per tahun. Berdasarkan data statistik
impor pada kondisi tahun 2009 besarnya total penyediaan susu sebesar 2.728,6
ribu ton, sementara yang dapat dipenuhi dari penyediaan susu dalam negeri
sebesar 685,2 ribu ton (25,11%) dan 2.043,4 ribu ton (74,89%) harus di impor
(Statistik Peternakan, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia pada saat ini
masih bersifat importer dalam hal penyediaan bahan baku keju.
Bahan dasar keju adalah protein dan lemak yang hanya terdapat dalam air
susu. Protein susu terdiri dari 80% kasein, 8% laktabumin dan 0,5 -0,7%
laktoglobulin. Kasein terdiri dari α, β, γ dan k-kasein yang sangat penting dalam
pembuatan keju. Kasein di dalam air susu berikatan dengan kalsium sebagai
kalsium kaseinat(eckles_et,al, 1980). Protein susu dapat digumpalkan dengan
asam,alkohol, dan protease asam seperti rennet (eckles_et,al, 1980). Rennet
merupakan gabungan dari rennin dan pepsin. Rennet diekstrak dari lambung
keempat ruminansia. Rennet yang diekstrak dari lambung anak sapi yang masih
menyusui mengandung 88-94%rennin dan
6-12% pepsin, sedangkan rennet yang diekstrak dari sapi dewasa mengandung 90-
94%pepsin dan 6-10% rennin(Scott,1981).
Untuk memenuhi kebutuhan keju dalam negeri dan mengurangi impor,
industri keju masih perlu ditingkatkan. Pembuatan keju dapat dilakukan baik
dalam skala industri maupun rumah tangga. Salah satu bahan penolong yang
penting dan perlu disiapkan dalam pembuatan keju ialah bahan penggumpal
kasein (protein dalam susu sebagai bahan keju). Sampai sekarang bahan
penggumpal susu yang paling ideal ialah enzim rennin. Bahan ini dapat diperoleh
dalam bentuk ekstrak rennet maupun bubuk/tepung, yang dapat dibuat secara
sederhana dari bahan abomasum (lambung ke 4) anak sapi yang masih menyusui
atau ternak ruminansia muda lainnya.
Rennet ialah ekstrak abomasum anak sapi yang belum disapih atau
mamalia lainnya, sedangkan rennin adalah enzim yang terdapat dalam rennet.
Rennin termasuk enzim protease asam , yaitu enzim yang mempunyai sisi aktif
pada dua gugus karboksil. Disamping terdapat rennin, dalam rennet juga
terkandung enzim protease lain yaitu pepsin. Renin juga jauh lebih baik dalam
menggumpalkan kasein susu dibanding dengan kasein.
Ekstrak rennet dari abomasum anak sapi yang masih menyusu
mengandung 88 – 94 % rennin dan 6 – 12 % pepsin, sedangkan ekstrak
abomasum sapi yang lebih tua dan tidak menyusu lagi mengandung 90 – 94 %
pepsin dan hanya 6 – 10 % rennin. Rennet hasil ekstraksi abomasum anak sapi
mempunyai aktivitas maksimum pada pH 6.2 – 6.4. Rennin stabil pada pH 5.3 –
6.3 dan pada pH 2 kestabilannya sangat rendah, sedangkan pepsin stabil pada pH
5 – 5.5 dan aktif pada pH 1 – 4. Ekstrak rennet sebaiknya disimpan pada pH 5.6 –
5.8 untuk menjaga kestabilan enzim rennin dan pepsin. Ekstrak rennet yang
disimpan pada suhu 5oC aktivitas koagulasinya turun 0.5 % selama sebulan,
sedangkan pada suhu 25oC aktivitasnya turun 1 – 2 % selama sebulan.
Pembuatan Ekstrak Rennet adalah sebelum diekstraksi, abomasum segar
dibelah, dihilangkan lemak dan isinya, dicuci bersih, kemudian dikeringkan.
Untuk memudahkan larutan enzim, ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
larutan garam (NaCl). Tetapi penggunaan-penggunaan larutan NaCl yang terlalu
pekat dapat berakibat menurunkan aktivitas enzim yang dihasilkan.
Untuk mengaktifkan enzim, pH dan keasaman larutan pengakstrak dibuat
mendekati pH isi perut abomasum ruminansia yaitu sekitar 3. Dalam hal ini
rekomendasi yang dianjurkan oleh Dairy Training Research Institute di Los
Banos, Philipina adalah menggunakan larutan asam asetat 1 % dan NaCl 5 – 7 %
untuk memperoleh ekstrak rennet abomasum ruminansia.
Secara sederhana ekstraksi rennet dapat dilakukan sebagai berikut :
abomasum dibelah, dihilangkan lemak dan isinya, lalu dicuci bersih. Ekstraksi
dapat dilakukan terhadap abomasum segar maupun yang sudah dikeringkan.
Untuk abomasum segar, setelah dicuci langsung dipotong kecil-kecil ukuran 1 x 2
cm, sedangkan abomasum kering dibuat dengan cara menjemur sampai kering
kemudian dipotong-potong dengan ukuran 1 x 2 cm. Abomasum segar atau kering
kemudian direndam dalam larutan pengekstrak yang dibuat dengan melarutkan 5
gram NaCl ke dalam 100 ml asam asetat 1 persen. Lama ekstraksi perendaman
adalah 5 hari untuk abomasum segar dan 9 hari untuk abomasum kering. Larutan
hasil perendaman disaring dan hasilnya disebut ekstrak rennet.
Di beberapa negara, lambung domba atau kambing juga digunakan untuk
memproduksi rennet. Ekstraksi dari lambung dilakukan dengan larutan asam
asetat (asam cuka) 10 %. Caranya dengan merendam 100 gram lambung segar
dalam 500 ml asam asetat selama 24 jam pada suhu kamar, sebanyak 5 kali
berturut-turut. Hasil ekstraksi tersebut digabungkan, disaring kembali dan
dipekatkan sampai mencapai volume 20 ml.
Pembuatan bubuk atau tepung rennet secara garis besarnya terdiri dari
persiapan bahan baku, pembuatan ekstrak rennet, pengendapan dan pengeringan
endapan rennet. Bahan baku yang digunakan sebagai bahan rennet adalah perut ke
empat atau abomasum anak sapi jantan. Abomasum setelah dipotong dari bagian
perut lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dan disimpan dalam
freezer selama seminggu sebelum digunakan. Cara pembuatannya dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Abomasum beku dicairkan dengan cara merendam dalam air pada suhu ruang.
Setelah mencair, abomasum dibelah membujur dan lapisan mukosanya
dipisahkan dari jaringan dinding luarnya (muscular wall).
2. Mukosa kemudian dicincang dengan pisau sampai ukuran sekecil mungkin, lalu
dimasukkan ke dalam gelas piala 1 liter yang telah diisi dengan larutan asam
asetat 10 % dengan perbandingan mukosa : asam asetat = 1 : 2. Untuk
mempercepat ekstraksi, campuran asam asetat dan mukosa diaduk selama 24
jam pada suhu ruang.
3. Setelah proses ekstraksi berjalan selama 24 jam, dilakukan pemisahan ampas
dari larutan hasil ekstraksi dengan cara sentrifusa (pemusingan) pada kecepatan
2750 putaran per menit selama 15 menit. Endapan dipisahkan dari filtrat
(bagian cairan) dengan cara menuangkan cairan pada wadah gelas.
4. Endapan dari hasil ekstraksi selanjutnya diekstraksi lagi dengan cara yang sama
dengan ekstraksi pertama. Filtrat atau cairan hasil ekstraksi kemudian
dikumpulkan dan dinetralkan dengan cara menambahkan NaOH 1 N sampai
pH menjadi 5.4. Penambahan NaOH dilakukan sedikit demi sedikit dan selama
penambahan dilakukan pengadukan.
5. Larutan rennet kemudian di endapkan dengan cara menambahkan larutan
garam amonium sulfat jenuh. Perbandingan volume larutan rennet dengan
aminium sulfat jenuh ditentukan berdasarkan hasil percobaan. Endapan yang
terjadi kemudian dipisahkan secara sentrifusa pada kecepatan 5.000 putaran per
menit selama 15 menit.
6. Endapan rennet kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 40 – 50 oC.
pengeringan dilakukan sampai kadar air 5 %.
Aplikasi dalam Pembuatan Keju yaitu Keju dibuat dengan cara koagulasi
(penggumpalan) kasein susu membentuk dadih atau curd. Dadih susu kemudian
dipanaskan dan dipres sehingga menghasilkan dadih keras, yang kemudian
dilakukan pemeraman atau pematangan keju. Disamping menggunakan rennet,
penggumpalan kasein dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat.
Campuran koagulan (larutan penggumpal) dari enzim pepsin dan rennin mulai
digunakan sejalan dengan perkembangan produksi susu dan sukarnya memperoleh
rennet anak sapi. Waktu penggumpalan susu dengan menggunakan pepsin lebih
lama dibandingkan dengan menggunakan rennet. Bila rennet ditambahkan pada
susu dalam jumlah yang cukup, kecepatan koagulasi maksimum terjadi pada suhu
40 – 42oC. Koagulasi tidak terjadi pada suhu di bawah 10oC atau di atas 60oC.
Penggumpalan kasein paling baik dilakukan pada suhu yang bertepatan dengan
terjadinya koagulasi maksimum. Dalam keadaan asam, pembentukan koagulum
(gumpalan) makin cepat dan mutunya makin baik. Keasaman berpengaruh
terhadap kestabilan kasein baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
cara membebaskan ion kalsium yang terlarut dan membentuk koloid senyawa
kompleks. Pepsin babi baik digunakan dalam pembuatan keju chedder, tetapi
waktu yang diperlukan lebih lama dan kualitas serta flavor keju yang dihasilkan
kurang baik dibandingkan dengan keju yang menggunakan rennet anak sapi.
Penggunaan pepsin ayam menghasilkan keju cheddar dengan bentuk yang tidak
baik dengan flavor yang lemah dan sering terjadi penyimpangan bau dan rasa.
Disamping menggunakan hewan, beberapa galur mikroba dapat
menghasilkan enzim sejenis rennet yang dapat digunakan untuk membuat keju.
Proses penggumpalan susu pada awalnya menggunakan rennet sapi, bovine (dari
keluarga sapi), serta babi. Namun karena pertimbangan kehalalan produk dan dari
segi ekonomisnya juga sering menghasilkan rasa pahit pada keju yang diperam.
Dijelaskan dalam surat Al-Maidah : 3
Q. S. Al-Mu’minuun
Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar
terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air
susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu
terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu
makan”.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto MAK, 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Budiyanto MAK, 2002. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Budiyanto, 2001. Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Dwijoseputro, 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Suriawiria U, 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.
Volk dan Wheeler, 1993. Mikrobiologi Dasar. Jilid 1, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Volk dan Wheeler, 1993. Mikrobiologi Dasar. Jilid 2, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Gosh, B. C. Sienkiewicz T. and Krenkel, K. 2003. Effect of Enzymes from
Brevibacterium linens on ripening of cheddar type cheese. Milk
Science. Vol. 52, No. 3.
Gummalla, S. and Broadbent, J. R. 1999. Tryptophan catabolism by
Lactobacillus casei and Lactobacillus helveticus cheese flavor adjuncts.
Journal Dairy Science. 82:2070-2077.
Habibi-Najafi, M. B. and Lee, B. H. 2007. Debittering of tryptic digests from β-
casein and enzyme modified cheese by X-prolyl dipeptidase from
Lactobacillus casei ssp. Casei. LLG. Iranian Journal of Science &
Technology. Vol 3, No. A3.