You are on page 1of 10

Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp.

20-29, 1995

Penentuan Kebutuhan Daya Pancar Pada Sistem Telepon Radio Diam


Dengan Pengukuran Sampel

Oleh :
Adit Kurniawan
Laboratorium Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro

Abstrak

Kata Kunci : komunikasi radio, propagasi, redaman ekses

Salah satu kendala yang dihadapi pada perencanaan sistem telepon radio baik bergerak
(mobile) mau pun diam (fixed) adalah kesulitan pada penentuan besarnya daya pancar secara
tepat. Pelayanan yang baik memerlukan daya pancar yang cukup agar dapat menjangkau
seluruh daerah pelayanan tanpa menimbulkan interferensi.
Dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan redaman propagasi sebagai pembanding,
makalah ini menampilkan hasil pengukuran di daerah Purwokerto dan sekitarnya. Sinyal pada
frekuensi 1467 MHz dipancarkan dari ketinggian 75 meter di atas permukaan laut dengan
tinggi antena 25 meter di atas tanah, kemudian pengukuran dilakukan secara acak pada
beberapa lokasi yang merupakan sampel dari rencana daerah pelayanan sampai sejauh 25 km
dari stasiun pancar pada tinggi antena terima 6, 9, dan 12 meter. Distribusi redaman ekses,
yakni selisih redaman hasil pengukuran terhadap perhitungan ruang bebas, dari sampel
pengukuran menunjukkan bentuk lognormal dengan nilai mean berkisar pada 15, 13, dan 10
dB masing-masing untuk tinggi antena terima 6, 9, dan 12 meter, dan deviasi standar berkisar
antara 8 sampai 11 dB.
1. Pendahuluan
Akhir-akhir ini sistem komunikasi terutama telepon cenderung tidak lagi menggunakan
saluran fisik kabel melainkan menggunakan transmisi gelombang radio, baik sistem telepon
bergerak mau pun sistem telepon tetap di rumah-rumah. Distribusi jaringan lokal dari sentral
telepon ke para pemakai tidak lagi akan menggali tanah atau menjejerkan tiang-tiang di
pinggir jalan karena teknologi sekarang telah memungkinkan untuk menggunakan transmisi
radio sampai ke rumah-rumah pemakai jasa telepon. Sebelumnya, hanya hubungan antar kota
yang biasanya menggunakan transmisi gelombang radio, sedangkan distribusi ke para
pemakai telepon di rumah-rumah hampir tak pernah mengalami kemajuan sejak Alexander
Graham Bell menemukan telepon untuk pertama kalinya, yakni dengan menggunakan kabel
tembaga.
Artikel ini menjelaskan salah satu cara dalam menentukan besarnya daya pancar yang
diperlukan untuk melayani luas daerah tertentu pada sistem telepon radio diam, yakni dengan
mengukur beberapa lokasi sampel yang dianggap mewakili daerah tersebut.
Penentuan besarnya kebutuhan daya pancar biasanya didasarkan pada perhitungan redaman
propagasi sebagai fungsi jarak antara pemancar dan penerima. Namun karena pada sistem
telepon radio sinyal yang sampai di penerima telah mengalami berbagai pantulan dan difraksi
secara acak, maka redaman propagasi sebagai fungsi jarak tak bisa diprediksi. Oleh karena
itu, penentukan besarnya kebutuhan daya pancar ditempuh dengan pengukuran di beberapa
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

lokasi yang dianggap mewakili seluruh daerah pelayanan. Dari hasil pengukuran setiap
sampel kemudian dihitung besarnya redaman total yang merupakan selisih langsung antara
daya pancar dan daya terima yang terukur setelah dikoreksi redaman kabel dan penguatan
pada kedua sisi antena. Sebagai pembanding, redaman propagasi pada jarak tertentu dihitung
berdasarkan perhitungan teoritis redaman ruang bebas yang setelah dibandingkan dengan
redaman total hasil pengukuran diperoleh selisih yang dinamakan redaman ekses, yakni
redaman tambahan akibat berbagai refleksi dan difraksi oleh bukit, pohon, bangunan dan
sebagainya.
Distribusi redaman ekses dari semua lokasi sampel pengukuran pada berbagai jarak dari
stasiun pancar ternyata memenuhi distribusi lognormal, sehingga nilai mean dan deviasi
standarnya dapat ditentukan. Kemudian besarnya kebutuhan daya pancar ditentukan dengan
menghitung besarnya redaman propagasi menurut perhitungan ruang bebas pada radius
terjauh dari stasiun pancar ditambah besarnya redaman ekses yang diperoleh dari distribusi
pengukuran sampel.

2. Teori dan Prediksi Redaman Propagasi


Model deterministik untuk menentukan redaman propagasi yang telah dikenal adalah model
bumi datar (plane earth model) yang dapat dituliskan sebagai berikut :

Pr λ2
L= = g t . gr [1 + ρe j∆ϕ + (1 − ρ) Ae j∆ϕ +...]2 (1)
Pt (4 π) . d
2 2

L Redaman propagasi total


Pt Daya RF pada terminal keluaran pemancar
Pr Daya RF pada terminal masukan penerima
gt Faktor penguatan pada antena pemancar
gr Faktor penguatan pada antena penerima
Koefisien refleksi
A Faktor redaman gelombang permukaan.

Suku pertama dalam tanda kurung besar pada persamaan (1) mewakili redaman ruang bebas,
suku kedua mewakili redaman akibat refleksi, dan suku ketiga mewakili redaman pada
gelombang permukaan.
Model deterministik yang paling sederhana adalah apabila kondisi saling melihat antara
pemancar dan penerima terpenuhi dan hanya ada satu sinyal langsung yang diterima, sehingga
perhitungan redaman dilakukan dengan menggunakan rumus redaman ruang bebas (free space
loss) sebagai berikut :

L f ( dB ) = 32, 44 + 20.log d ( km ) + 20.log f ( MHz ) (2)

Lf Redaman propagasi ruang bebas


d Jarak pemancar-penerima
f Frekuensi gelombang radio.

Formulasi redaman ruang bebas ini merupakan bentuk desibel (dB) dari suku pertama
persamaan (1) dengan asumsi antena isotropis tanpa redaman kabel pada kedua sisi pemancar

2
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

dan penerima (gt = gr = 1). Redaman ruang bebas mengekspresikan daya sinyal turun 6 dB
ketika jarak pemancar-penerima berlipat dua.
Model deterministik yang lain adalah apabila sinyal yang sampai di penerima hanya terdiri
dari dua buah : sinyal langsung dan sinyal refleksi. Model ini dikenal sebagai model dua sinar
yang setelah beberapa penyederhanaan pada suku pertama dan kedua persamaa (1), dapat
ditulis sebagai berikut :

L = 40.log d − 20.log( ht hr ) (3)

L Redaman propagasi pada model dua sinar


d Jarak pemancar-penerima
ht Tinggi antena pemancar
hr Tinggi antena penerima.

Rumus ini merupakan bentuk desibel dari gabungan suku pertama dan kedua dalam tanda
kurung besar pada persamaan (1) dengan asumsi gt = gr = 1. Nampak pada model ini bahwa
redaman propagasi tak lagi bergantung pada frekuensi gelombang radio, sedangkan besarnya
redaman akan naik 12 dB apabila jarak pemancar-penerima berlipat dua.
Lintasan sinyal pada sistem telepon radio biasanya melalui beberapa pantulan dan difraksi
oleh berbagai objek, sehingga bila perhitungan redaman propagasi didasarkan pada model
deterministik maka perlu penyederhanaan yang berlebihan, yang hasilnya cenderung tidak
teliti. Namun demikian model deterministik tetap memegang peranan penting untuk
perhitungan dan pengecekan pada kondissi tertentu.
Pendekatan yang lebih praktis pada penentuan redaman propagasi sistem telepon radio adalah
pendekatan empirik, yakni pendekatan yang berdasarkan hasil pengukuran di lapangan.
Bentuk lain dari ekspresi persamaan (1) sesuai definisi redaman propagasi dari suatu sistem
transmisi radio yang merupakan rasio daya terima terhadap daya pancar, dapat ditulis sebagai
:

Pr λ2
L= = . gt . gr . Lex (4)
Pt ( 4 π ) 2 . d 2

L Redaman propagasi total


Pr Daya RF pada masukan terminal penerima
Pt Daya RF pada keluaran terminal pemancar
Panjang gelombang RF
d Jarak pemancar-penerima
gt Faktor penguatan pada antena pemancar
gr Faktor penguatan pada antena penerima
Lex Redaman ekses akibat refleksi, difraksi, hamburan, penghalang, dsb.

Suku pertama pada persamaan (4) merupakan redaman ruang bebas, suku kedua dan
ketiganya masing-masing merupakan faktor penguatan pada antena di sisi pemancar dan
penerima setelah memperhitungkan redaman kabel antena, sedangkan suku terakhir
merepresentasikan redaman ekses akibat penghalang, refleksi, difraksi, hamburan, dan
sebagainya. Secara praktis redaman ekses merupakan selisih dari redaman total hasil
pengukuran terhadap redaman berdasarkan perhitungan ruang bebas. Ada juga model-model
redaman ekses yang dikembangkan sendiri-sendiri, misalnya redaman akibat lintasan ganda

3
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

(multipath fading), redaman akibat daun dan pohon (foliage loss), dan sebagainya. Sebagai
contoh, model redaman akibat daun dan pohon yang direkomendasikan oleh ITU-R (dulu
CCIR) ditulis dalam bentuk :

L fol [ dB ] = 0, 2. f 0,3 . d fol


0, 6
(5)

Lfol Redaman akibat daun dan pohon [dB]


f Frekuensi gelombang radio [GHz]
d Jarak penetrasi gelombang yang merambat pada daun dan pohon [m].

Akan tetapi penggunaan model redaman propagasi pada sistem telepon radio dengan dipisah-
pisah seperti itu sangat sulit pada kenyataan di lapangan karena lintasan sinyal biasanya
merupakan kombinasi dari berbagai kondisi, seperti daerah reflektif, daerah hutan, daerah
berbukit, berair, dan sebagainya.
Model empirik yang paling lengkap dan mudah dipergunakan adalah model Okumura-Hatta
yang didasarkan pada hasil pengukuran Okumura di sekitar Tokyo, Jepang. Model ini
ditampilkan dalam bentuk kurva yang kemudian oleh Hatta diformulasikan dalam bentuk
rumus analitik untuk tiga kategori daerah, yakni daerah kota, daerah pinggiran kota, dan
daerah terbuka. Rumus redaman propagasi untuk ketiga kategori tersebut didasarkan pada
perhitungan di daerah kota, sedangkan redaman pada daerah pinggiran kota dan daerah
terbuka diperoleh dengan membuat koreksi terhadap daerah kota.
Redaman propagasi pada daerah kota dituliskan sebagai berikut :

Lk = 69 , 55 + 26, 16 log f − 13, 82 log ht − a ( hr ) + ( 44 , 9 − 6, 55 log ht ) log d (6)

Lk Redaman propagasi daerah kota [dB]


f Frekuensi gelombang radio [MHz], berlaku dari 150 - 1500 MHz
ht Tinggi antena pemancar [m], dari 30 - 200 meter
hr Tinggi antena penerima [m], dari 1-10 meter
d Jarak pemancar-penerima [km], dari 1-20 km
a(hr) koreksi tinggi antena penerima terhadap tinggi standar hr = 1,5 meter.

Koreksi a(hr) dibedakan dalam dua kategori yakni koreksi untuk kota kecil sampai kota
menengah dan koreksi untuk kota besar. Dalam satuan dB koreksi untuk kota kecil sampai
menengah adalah :

a ( hr )[ dB ] = (1, 1 log f − 0, 7 ). hr − (1, 56 log f − 0, 8) (7)

dan untuk kota besar adalah :

a ( hr )[ dB ] = 8, 29.(log 1, 54hr ) 2 − 1,1 untuk f 200 MHz (8)

a ( hr )[ dB ] = 3, 2.(log 11, 75hr ) 2 − 4 , 97 untuk f 400 MHz


Kemudian redaman propagasi pada daerah pinggiran kota diformulasikan sebagai berikut :

4
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

f 2
L pk [ dB ] = Lk [ dB ] − 2.(log ) − 5, 4 (9)
28

dan redaman untuk daerah terbuka adalah :

Lt [ dB ] = Lk [ dB ] − 4, 78.(log f ) 2 + 18, 33.log f − 40, 94 (10)

dengan Lk pada persamaan (6), (9), dan (10) merupakan redaman propagasi daerah kota.
Kesulitan yang dihadapi pada pemakaian model empirik seperti yang dikembangkan oleh
Okumura-Hatta ini adalah pada penentuan kategori daerah pengukuran yang oleh Okumura
dibagi ke dalam tiga kelompok tadi, yakni daerah kota, daerah pinggiran kota, dan daerah
terbuka. Okumura-Hatta tidak membuat spesifikasi yang tegas tentang parameter eksak untuk
mengidentifikasikan kondisi daerah tersebut di atas, sehingga hasil pengukuran akan berbeda
apabila kondisinya tidak sama.

3. Pengukuran Redaman Propagasi pada Frekuensi 1467 MHz


Karena penentuan besarnya daya pancar berdasarkan prediksi redaman propagasi pada sistem
telepon radio sangat sulit dilakukan dan hasilnya cenderung kurang teliti, maka untuk
merencanakan daya yang cukup pada sistem telepon radio diam ditempuh dengan
pengukuran langsung pada daerah yang akan dilayani. Kebetulan penulis mendapat
kesempatan untuk turut berpartisipasi langsung dalam pengukuran propagasi yang dilakukan
PT. Telkom guna menyediakan sistem telepon radio diam di daerah Purwokerto, Jawa
Tengah.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus yang dirancang pada frekuensi
1467 MHz sesuai dengan alokasi yang diijinkan pihak berwenang, dengan daya keluaran pada
terminal pemancar 20 dBm. Modulasi yang dipakai adalah AM dengan gelombang
pemodulasi persegi pada frekuensi 1 KHz. Sinyal diukur dengan penerima yang mempunyai
kemampuan mengukur kuat sinyal dari - 115 dBm sampai - 40 dBm serta dilengkapi
pembacaan analog dan digital. Stasiun pancar menggunakan antena omnidirectional dengan
penguatan 5,2 dB, sedangkan penerima memakai antena quagy dengan penguatan 11,5 dB.
Kabel penghubung ke dan dari antena menggunakan koaksial RG-241U dengan redaman
sebesar 3,4 dB/8 m. Konfigurasi alat ukur seperti ini memungkinkan pengukuran redaman
propagasi total sebesar 140 dB.
Stasiun pancar ditempatkan pada tower antena Purwokerto milik PT. Telkom setinggi 25
meter pada ketinggian 75 meter di atas permukaan laut. Kemudian sinyal diukur pada
berbagai lokasi secara acak pada radius 0,5 sampai 25 km dari stasiun pancar. Pengukuran
dilakukan pada tiga ketinggian antena penerima, yakni 6, 9, dan 12 meter dengan antena
quagy yang diarahkan ke stasiun pancar. Lokasi sampel pengukuran dipilih secara acak akan
tetapi mencakup beberapa lingkaran penuh dengan stasiun pancar pada pusatnya.
Jumlah sampel pengukuran tidak ditentukan secara pasti, namun karena keterbatasan waktu
dan tenaga pengukuran ini mengambil sampel sebanyak 46 titik yang masing-masing
pengukuran dilakukan untuk tiga ketinggian antena seperti di atas. Tentunya semakin banyak
jumlah sampel pengukuran semakin teliti hasilnya dalam penentuan besarnya kebutuhan daya
pancar untuk melayani seluruh daerah pengukuran tersebut.
Pada pengukuran ini, jarak pemancar-penerima merupakan variabel bebas untuk memprediksi
kuat sinyal yang diukur. Namun karena kondisi saling melihat jarang tercapai, maka kuat
sinyal yang terukur pada kebanyakan lokasi berada di bawah nilai prediksi ruang bebas.

5
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

Kemudian karena kondisi topografi dan struktur alam (bukit-bukit, bangunan, pohon, dsb)
merupakan variabel acak yang data-datanya sulit ditentukan guna melihat fenomena lintasan
gelombang, maka redaman ekses akibat kondisi topografi dan struktur alam tersebut
merupakan variabel acak yang tidak bergantung pada jarak. Dengan kata lain, jarak yang
lebih dekat bisa memberikan redaman ekses yang jauh lebih tinggi ketimbang jarak yang
lebih jauh apabila kondisi topografi dan struktur alamnya menghalangi lintasan gelombang
atau mengakibatkan terjadinya efek lintasan ganda yang destruktif terhadap superposisi
gelombang yang sampai di penerima.
Jarak pemancar-penerima dihitung berdasarkan rumus berikut :

θ1 + θ 2
d = ao ( θ 2 − θ1 ) 2 + [cos( ).( Φ 2 − Φ1 )]2 (11)
2

d Jarak pemancar-penerima [km]


ao Radius bumi [6370 km]
1 Posisi lintang stasiun pancar [rad]
2 Posisi lintang titik pengukuran [rad]
1 Posisi bujur stasiun pancar [rad]
2 Posisi bujur titik pengukuran [rad].

Karena posisi bujur dan lintang setiap titik di permukaan bumi dapat diukur, maka jarak dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (11). Selain itu posisi bujur dan lintang juga dapat
memberikan informasi sudut azimuth yang dapat memberikan informasi arah menuju stasiun
pancar guna mengarahkan antena sebelum dilakukan pembacaan sinyal penerimaan yang
paling tinggi (peaking).
Dengan menggunakan perangkat lunak "spreadsheet" pada komputer, data hasil pengukuran
tersebut ditabelkan, kemudian dihitung besarnya redaman total yang terukur, yakni selisih dari
daya pancar terhadap daya terima setelah memperhitungkan redaman kabel dan penguatan
antena. Karena jarak dari stasiun pancar ke setiap titik pengukuran dapat dihitung dengan
persamaan (11) dan frekuensi kerja sudah tertentu, maka redaman ruang bebas dapat dihitung
pula. Selanjutnya redaman ekses pada setiap lokasi pengukuran dihitung sebagai selisih dari
redaman total terhadap redaman ruang bebas.
Sebagai studi perbandingan, data redaman hasil pengukuran juga dicek dengan menggunakan
rumus Okumura-Hatta. Dalam hal ini penulis membuat kategori kota Purwokerto sebagai
daerah kota kecil sehingga penulis menggunakan persamaan (6) dan (7) sebagai rumus
perhitungan redaman propagasi menurut model Okumura-Hatta..
Setelah dilakukan perhitungan dan pengecekan, diperoleh temuan-temuan sebagai berikut :
1. Beberapa lokasi pengukuran menunjukan kuat sinyal yang dekat sekali dengan hasil
perhitungan redaman ruang bebas Hal ini menandakan bahwa kondisi saling melihat antara
pemancar- penerima dapat dicapai.
2. Kebanyakan lokasi pengukuran menunjukkan redaman propagasi lebih besar dari
perhitungan redaman ruang bebas. Ini menandakan sinyal yang sampai di penerima telah
mengalami berbagai penghalang dan pemantul, serta mengalami lintasan ganda yang
menyebabkan terjadinya superposisi fasa yang destruktif.
3. Ada sejumlah lokasi pengukuran menunjukkan redaman propagasi lebih kecil dari
perhitungan redaman ruang bebas. Lokasi ini menandakan terjadinya lintasan ganda yang
mengakibatkan superposisi fasa yang konstruktif sehingga sinyal yang sampai di penerima
saling menguatkan.

6
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

4. Beberapa lokasi pengukuran tidak bisa terukur karena kuat sinyal berada di bawah batas
kepekaan alat ukur. Hal ini mungkin sinyal sama sekali tidak sampai di penerima, atau
terjadi superposisi dua gelombang dengan beda fasa 180 .
5. Pengecekan dengan rumus empirik Okumura-Hatta pada kategori daerah kota kecil
memberikan hasil yang kurang teliti. Hal ini terjadi karena kesulitan dalam penentuan
kondisi kategori daerah pengukuran, karena kategori daerah menurut Okumura di Jepang
belum tentu setara dengan kategori daerah menurut penulis di Indonesia. Selain itu,
parameter-parameter pada pengukuran juga tidak persis sama sehingga perbedaan hasil
tersebut bisa terjadi.
Karena dengan menggunakan model empirik seperti model Okumura-Hatta di atas ternyata
memberikan hasil yang kurang sesuai dengan hasil pengukuran, maka untuk tahap awal
perencanaan transmisi pada sistem telepon radio diam di Purwokerto didasarkan pada
perhitungan redaman ruang bebas sebagai patokan nilai redaman pada jarak tertentu.
Kemudian redaman ekses akibat bukit, bangunan, pohon, dan sebagainya ditentukan dari
distribusi hasil pengukuran yang tidak bergantung pada jarak.
Jadi besarnya daya pancar yang diperlukan dihitung berdasarkan redaman ruang bebas pada
jarak terjauh dari stasiun pancar ditambah redaman ekses yang besarnya ditentukan dari
distribusi hasil pengukuran. Karena nilai mean dan deviasi standar dapat diperoleh dari kurva
distribusinya, maka besarnya nilai redaman ekses untuk mendapatkan tingkat pelayanan
tertentu dapat dihitung.
Distribusi redaman ekses dibuat dengan mengelompokkan titik-titik pengukuran ke dalam
interval nilai redaman dari - 6 dB (nilai tengah interval - 7,5 sampai - 4,5 dB) sampai 36 dB
(nilai tengah interval 34,5 sampai 37,5 dB). Nilai redaman ekses negatif dalam satuan desibel
menandakan redaman total yang lebih kecil dari perhitungan ruang bebas karena terjadinya
superposisi lintasan ganda dari fasa gelombang yang konstruktif.
Gambar 1 sampai 3 di bawah ini merupakan distribusi redaman ekses masing-masing untuk
tinggi antena penerima 6, 9, dan 12 meter :

Gambar 1 Distribusi Redaman Ekses (Antena Penerima 6 m)

7
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

Gambar 2 Distribusi Redaman Ekses (Antena Penerima 9 m)

Gambar 3 Distribusi Redaman Ekses (Antena Penerima 12 m)

Hubungan antara tingkat pelayanan dengan besarnya daya yang harus disediakan dapat
diperoleh dari kurva distribusi kumulatif. Sebagai contoh, untuk kondisi tinggi antena
penerima 6 meter, kompensasi 15 dB untuk redaman ekses akan memberikan tingkat
pelayanan 50 % seperti terlihat pada gambar 4 di bawah ini. Tingkat pelayanan 99 % bisa
diperoleh dengan kompensasi redaman ekses sekurang-kurangnya 30 dB. Cara lain untuk
menghitung tingkat pelayanan sebagai fungsi dari besarnya kompensasi redaman ekses adalah
dengan menentukan luas kurva distribusi berdasarkan kelipatan nilai deviasi standarnya.

8
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

Untuk tinggi antena 9 dan 12 meter nilai mean redaman ekses turun menjadi sekitar masing-
masing 13 dan 10 dB. Hal ini menandakan adanya perbaikan pada penerimaan sinyal sekitar 5
dB dengan kenaikan tinggi antena penerima dua kali lipat. Model Okumura-Hatta pada kondisi
pengukuran ini memberikan perbaikan serupa sebesar 5,56 dB seperti dapat dicek melalui
persamaan (7) dengan memasukkan nilai f = 1467 MHz.

Gambar 4 Distribusi Kumulatif Redaman Ekses (Antena Penerima 6 m)

4. Kesimpulan
Pada perencanaan sistem telepon radio ada beberapa cara untuk menentukan kebutuhan daya
pancar, yang diantaranya adalah dengan menghitung atau memprediksi besarnya redaman
propagasi antara pemancar dan penerima. Penggunaan rumus empirik atau rumus deterministik
pada penentuan redaman propagasi sistem telepon radio kurang begitu praktis dan tidak teliti
karena sulitnya membuat model dari kondisi topografi dan struktur alam (bukit-bukit,
bangunan, dan pohon) sebagai variabel acak yang data-datanya tak bisa ditentukan secara
eksak.
Cara pengukuran sampel memberikan hasil paling memuaskan untuk menghitung kebutuhan
daya pancar guna melayani luas daerah dan tingkat pelayanan sistem telepon radio. Namun
pengukuran harus selalu dilakukan pada setiap daerah yang akan dilayani karena kondisi
setiap daerah pelayanan belum tentu sama.. Sekali pun demikian, dengan pemilihan lokasi
sampel yang tepat dan penentuan jumlah sampel yang cukup, serta pengolahan data hasil
pengukuran secara teliti, tenaga dan biaya pada pengukuran akan bisa dihemat.
Dari pengukuran yang dilakukan penulis di kota Purwokerto, Jawa Tengah diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan rumus redaman ruang bebas sebagai dasar penentuan redaman total,
diperoleh bahwa redaman tambahan (redaman ekses) akibat pantulan, difraksi, dan
sebagainya menunjukkan bentuk distribusi lognormal (distribusi normal dalam sekala
desibel) dengan nilai mean berkisar pada 15, 13, dan 10 dB masing-masing untuk tinggi

9
Majalah Ilmiah Teknik Elektro ITB, vol. 1, no. 2, pp. 20-29, 1995

antena penerima 6, 9, dan 12 meter. Nilai deviasi standarnya berkisar antara 8 sampai 11
dB.
2. Kenaikan tinggi antena penerima dua kali lipat memberikan perbaikan penerimaan sinyal
sekitar 5 dB. Model Okumura-Hatta memberikan perbaikan serupa sebesar 5,56 dB.

5. Daftar Pustaka

[1]. Barsis, A.P., 1973, "Determination of Service Area for VHF/UHF Land Mobile and
Broadcast Operations Over Irregular Terrain", IEEE Transactions on Vehicular
Technology, Vol. VT-22, pp. 21-29.
[2] Delisle, G.Y., et al., 1985, "Propagation Loss Prediction: A Comparative Study with
Application to the Mobile Radio Channel", IEEE Transaction on Vehicular Technology,
Vol. VT-34, No. 2, pp. 86-95
[3]. Egli, J.J., 1957, "Radio Propagation Above 40 MC Over Irregular Terrain", Proceedings
of the IRE, Vol. 45, pp. 1383-1391.
[4]. Hansen, F., Meno, F.I., 1977, "Mobile Fading-Rayleigh and Lognormal Superimposed",
IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. VT-26, No. 4, pp. 332-335.
[5]. Hatta, M., 1980, "Empirical Formula for Propagation Loss in Land Mobile Radio
Services", IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. VT-29, No. 3, pp. 317-325.
[6] Kurniawan, A., 1994, "Propagation Test for Rural Telephone Project in Banyumas Area,
Central Java, Indonesia", Project Report
[7]. Lee, W.C.Y., 1977, "Mobile Radio Signal Correlation Versus Antenna Height and
Spacing", IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. VT-25, pp.290-292.
[8]. Okumura, Y., Ohmori, E., Kawano, T., Fukuda, K., 1968, "Field Strength and Its
Variability in VHF and UHF Land-Mobile Radio Services", Rev. Electronic
Communications Lab, Vol. 16, pp. 825-873.
[9]. Paunovic, D.S., Stojanovic, Z.D., Stojanovic, I.S., 1984, "Choice of a Suitable Method
for the Prediction of the Field Strength in Planning Land Mobile Radio Systems", IEEE
Transactions on Vehicular Technology, Vol. VT-33, No. 3, pp. 259-265.
[10]. Shepherd, N.H., 1977, "Radio Wave Loss Deviation and Shadow Loss at 900 MHz",
IEEE Transactions on Vehicular Technology, Vol. 26 No. 4, pp. 309-313.
[11]. Yacoub, M. D., 1993, Foundations of Mobile Radio Engineering, CRC Press Inc., Boca
Raton, FL, USA.

Adit Kurniawan, lahir di Bandung pada tanggal 25 Nopember 1961. Ia menamatkan


pendidikan sarjana teknik elektro bidang telekomunikasi pada tahun
1986 di Institut Teknologi Bandung. Pengalaman profesional meliputi
: bekerja di PT. Indosat sejak 1986 sampai 1988, mengikuti pelatihan
internasional tentang komunikasi satelit di INTELSAT Amerika
Serikat dari 1989 sampai 1991, serta penelitian sistem telepon rural di
Noller Communication Inc. dari 1992 sampai 1994 juga di Amerika
Serikat. Sejak 1990, ia bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Teknik
Elektro Institut Teknologi Bandung, dan saat ini ia sedang mengambil
pendidikan master bidang telekomunikasi di RMIT, Australia.
Minatnya adalah pada bidang telekomunikasi radio dan gelombang
mikro, terutama bidang propagasi gelombang.

10

You might also like