Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
SGD 1
KETUA : NI KOMANG AYU SURYA DEWI ( 0802105059 )
SEKRETARIS : K. SRI AYU ARI SUSANTHI ( 0802105065 )
ANGGOTA : NI NYOMAN SRI WIDYASTUTI ( 0802105001 )
NI PUTU INDAH CAHYANI ( 0802105005 )
NI AYU RANTINI INDRAYANI ( 0802105011 )
KOMANG ADI APRIHANTARA ( 0802105017 )
I WAYANG GEDE JANAPUTRA ( 0802105026 )
NI KOMANG AYU ARIATI ( 0802105035 )
SI AYU DWIPAYANI ( 0802105047 )
SISKA ARISTIA HANDAYANI ( 0802105057 )
2. Epidemiologi
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa
dipengaruhi ras maupun kondisi sosio-ekonomi. Hemofilia tak mengenal ras,
perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemofilia
adalah pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara
kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita
akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan
ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi.
Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30 persen tak
diketahui penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008)
Diperkirakan 350.000 penduduk dunia mengidap Hemofilia. Di Indonesia,
Himpunan Masyarakat Hemophilia Indonesia (HMHI) memperkirakan
terdapat sekitar 200.000 penderita, namun yang ada dalam catatan resmi
HMHI hanya terdapat 891 penderita
3. Etiologi
a) Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari
generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya,
yang bisa secara langsung maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap
sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi
dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya
tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel
kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis
kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu
kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus
hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein
faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi
komponen dasar pembeku darah (fibrin). (Price & Wilson, 2003.)
b) Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan
kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang
fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan
jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein.
Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor
VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk
membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehingga
hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan
atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan
protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin mengalami penurunan
pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan
pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Price &
Wilson, 2003)
4. Patofisiologi
• Darah mengandung plasma darah, sel darah. Sel darah dibagi menjadi
eritrosit, leukosit dan trombosit. Komponen sel darah yang berperan dalam
pembekuan darah adalah trombosit. Dalam proses pembekuan darah terdapat
dua jalur yang dilalui, yaitu jalur ekstrinsik (dimulai dengan terjadinya
trauma di dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya) dan jalur intrinsik
yang berawal dari darah itu sendiri.
• Pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur
intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan
faktor VIII, yaitu Anti Hemophiliac Faktor (AHF) atau faktor IX. AHF dalam
mekanisme pembekuan darah intrinsik, membantu dalam poses aktivasi
faktor X manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan
membentuk aktivator protrombin, di mana aktivator protrombin yang akan
membantu proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah
yang bekerja pada fibrinogen yang akan membantu terbentuknya molekul
fibrinogen monomer. Molekul fibrinogen monomer inilah yang akan
membentuk benang-benang fibrin yang panjang yang merupakan
retikulumbekuan darah .
• Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII atau IX, maka tidak akan
terbentuk benang-benang fibrin yang merupakan retikulumbekuan darah
sehingga darah sulit membeku (hemofila) karena malalui defisiensi faktor VIII
maupun IX, tidak akan terbenatuk faktor X teraktivasi yang membantu
pembentukan aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak
terbentuk, maka trombin juga tidak terbentuk. Hal ini akan menagkibatkan
tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pemebekuan darah sulit
terjadi.
5. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a. Hemophilia A
Merupakan hemophilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII.
Sekitar 80% kasus adalah hemophilia A.
b. Hemophilia B
Terjadi karena defisiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi di hati dan
merupakan salah satu faktor pemebekuan dependent vitamin K.
Hemophilia B merupakan 12-15% kasus hemophilia.
Klasifikasi hemophilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor
pembekuan:
a. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX
plasma kurang dari 1 %.
b. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar
normal.
6. Manifestasi Klinis
Karena faktor VIII tidak melewati plasenta, kecendrungan perdarahan dapat
terjadi dalam periode neonatal. Kelainan diketahui bila pasien mengalami
perdarahan setelah mendapat tindakan sirkumsisi. Setelah pasien memasuki usia
anak-anak aktif, sering terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma
yang mendahuluinya ringan. Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat
berdarah sampai berjam-jam atau berhari-hari. Gejala khasnya adalah perdarahan
sendi (hemartrosis) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul
spontan maupun akibat trauma ringan, manifestasi yang sering terjadi adalah:
• Hematom pada jaringan lunak
• Hemartosis dan kontraktur sendi
• Hematuria
• Perdarahan serebral
• Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan
hipotensi
7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : adanya pendarahan akut maupun kronik, ada terlihatnya bengkak,
memar, membran mukasa dan kulit pucat, kelemahan, stomatitis.
Palpasi: Terasa adanya benjolan, pada bagian tertentu yang disentuh akan
terasa sakit.
NB : Gejala dapat terlihat jika mengalami kecelakaan, trauma yang
mengakibatkan perdarahan.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sbb:
• Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)
• Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi
dan pembedahan
• Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
Terapi Suportif yangDdiberikan Pada Klien dengan Hemofilia
• Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti
hemophilia yang kurang.Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
• Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
• Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
• Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.
• Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah
serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku
sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas
hidup pasien hemophilia
• Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis
dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak
mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan
antikoagulan)
• Rehabilitasi medik
Terapi Pengganti Faktor pembekuan
• Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk
menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia
dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tsb
dibutuhkan faktor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan
biaya yang tinggi.
• Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan
dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun
komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor
pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari
sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama
fisioterapi.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab. darah
Hemofilia A :
• Defisiensi faktor VIII
• PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
• PT (Protrombin Time/ waktu protombin) memanjang
• TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan plasma
abnormal
• Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
• Defisiensi faktor IX
• PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
• PT (Protrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal
• TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum
abnormal
10. Diagnosis
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium.
• Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan,
pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring
hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT (protrombin time - masa protrombin plasma), APTT
(activated partial thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi)
dan TT (trombin time masa trombin).
• Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan APTT sedangkan
pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT dan TT dalam batas normal. Pemanjangan APTT dengan PT
yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem
pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga
defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkan
pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan
darah.
Diagnosis Banding Hemofilia
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana
yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test)
atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan
aktivitas masing - masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu
dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang
pada hemofilia B aktivitas F IX rendah.
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari
penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas
F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau
gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka
F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi
proteolitik. Di samping itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan
menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit
terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemerikasaan laboratorium
menunjukkan pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau memanjang
dan aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping itu akan ditemukan
kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia
A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von Willebrand
juga normal.
11. Komplikasi
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B diantaranya :
• Pendarahan dengan menurunnya perfusi
• Timbulnya inhibitor
Suatu inhibitor terjadi jika system kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor
VIII dan faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
• Kerusakan sendi
Dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus berulang di dalam dan
sekitar rongga sendi.
• Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui
konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Data Dasar
1) Tanyakan mengenai riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan
2) Tanyakan tentang perdarahan yang tidak seperti biasanya, manifestasi
hemophilia meliputi perdarahan lambat dan menetap setelah terpotong atau
trauma kecil, perdarahan spontan dan petekie tidak terjadi pada
hemophilia. Penyakit didiagnosis awal pada bayi baru lahir, bila
perdarahan lama menetap terjadi setelah sirkumsisi.
3) Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode
eksaserbasi:
• Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuscular)
• Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi
intramuscular
• Hemoragi intracranial- sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan
pada tingkat kesadaran, peningkatan TD dan penurunan frekuensi nadi,
serta ketidaksamaan pupil
• Hematrosis- perdarahan pada sendi
• Hematuria
• Epitaksis
Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : kelemahan otot
2) Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : kulit dan membran mukosa pucat, deficit saraf serebral/tanda
perdarahan serebral
3) Eliminasi
Gejala : hematuria
4) Integritas Ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda : depresi menarik diri, ansietas
5) Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB
6) Nyeri
Gejala : nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
7) Kemanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdarahan spontan
Tanda : hematoma
3. PERENCANAAN
1) PK perdarahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x 24 jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
• Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
• Klien tidak mengalami episode perdarahan
• Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60
– 100 x / menit, RR: 16 – 20 x / menit, Suhu: 36 - 370C ± 0,50C)
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji pasien untuk menemukan 1. Untuk mengetahui
bukti-bukti perdarahan atau tingkat keparahan perdarahan pada
hemoragi klien sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya
2. Pantau hasil lab b/d perdarahan 2. Banyak komponen darah
yang menurun pada hasil lab dapat
membantu menentukan intervensi
selanjutnya
3. Lindungi pasien terhadap cedera 3. Efek cedera terutama
dan terjatuh pada cedera tajam umumnya dapat
mengakibatkan perdarahan
4. Siapkan pasien secara fisik dan 4. Keadaan fisik dan
psikologis untuk menjalani bentuk psikologis yang baik akan
terapi lain jika diperlukan mendukung terapi yang diberikan
pada klien sehingga mampu
memberikan hasil yang maksimal
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian transfusi 5. Meningkatkan faktor
faktor VIII, IX sesuai indikasi koagulasi sehingga menurunkan
perdarahan
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan 1. Perubahan lokasi atau karakter
lokasi atau karakter dan intensitas atau intensitas nyeri dapat
(skala 0-10) mengindikasikan terjadinya
komplikasi atau perbaikan.
2. Berikan tindakan kenyamanan 2. Meningkatkan relaksasi.
dasar contoh tekhnik relaksasi,
perubahan posisi dengan sering.
3. Berikan lingkungan yang 3. Menurunkan reaksi terhadap
tenang sesuai indikasi stimulasi dari luar atau sensivitas
pada suara – suara bising dan
meningkatkan istirahat/relaksasi.
4. Dorong ekspresi perasaan 4. Pernyataan memungkinkan
tentang nyeri pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping.
5. Berikan kompres hangat pada 5. Meningkatkan vasokontriksi,
lokasi nyeri penumpukan resepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri
di lokasi yang paling dirasakan.
Kolaboratif
6. Berikan analgetik, sesuai 6. Mungkin diperlukan untuk
indikasi. menghilangkan nyeri yang berat
serta meningkatkan kenyamanan
dan istirahat. Catatan : Narkotik
mungkin merupakan kontraindikasi
sehingga menimbulkan ketidak-
akuratan dalam pemeriksaan
neurologis.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau tingkat inflamasi/rasa 1. Tingkat aktivitas/latihan tergantung
sakit pada sendi dari perkembangan/resolusi dari
proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah 2. Istirahat sistemik dianjurkan selama
baring/duduk jika diperlukan. eksaserbasi akut dan seluruh fase
Jadwal aktivitas untuk penyakit yang penting untuk
memberikan periode istirahat mencegah kelelahan,
yang terus menerus dan tidur mempertahankan kekuatan.
malam hari yang tidak
terganggu.
3. Bantu dengan rentang gerak 3. Mempertahankan/meningkatkan
aktif/pasif, demikian juga fungsi sendi, kekuatan otot, dan
latihan resisif dan isometric stamina umum. Latihan yang tidak
jika memungkinkan. adekuat menimbulkan kekuatan
sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi.
4. Ubah posisi dengan sering 4. Menghilangkan tekanan pada
dengan jumlah personel jaringan dan meningkatkan
cukup. Bantu teknik sirkulasi. Mempermudah perawatan
pemindahan dan penggunaan diri dan kemandirian pasien. Teknik
bantuan mobilitas. pemindahan yang tepat dapat
mencegah robekan abrasi kulit.
5. Meningkatkan stabilitas jaringan
5. Posisikan dengan bantal, (mengurangi risiko cedera) dan
kantung pasir, gulungan mempertahankan posisi sendi yang
trokhanter,bebat, brace. diperlukan dan kesejajaran tubuh,
mengurangi kontraktur.
6. Mencegah fleksi leher
6. Gunakan bahan kecil/tipis di
bawah leher 7. Memaksimalkan fungsi sendi,
7. Dorong pasien mempertahankan mobilitas.
mempertahankan postur tegak
dan duduk tinggi, berdiri,
berjalan.
8. Menghindari cedera akibat
8. Berikan lingkungan yang kecelakaan/jatuh.
aman.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Catat adnaya, kegelisahan, 1. Mengatahui drajat kecemasan
menolak, dan/ atau menyangkal klien
(afek tak tepat atau menolak
mengikuti program medis)
2. Bina hubungan saling percaya
3. Dorong pasien/ orang terdekat 2. Dapat mengurangi kecemasan
untuk mengkomunikasikan dengan klen
seseorang, berbagi pertanyaan dan 3. Berbagi informasi membentuk
masalah. dukungan/ kenyamanan dan dapat
menghilangkan ketegangan terhadap
4. Berikan privasi untuk pasien khekawatiran yang tidak
dan orang terdekat diekspresikan
4. Memungkinkan waktu untuk
mengekspresikan perasan,
Kolaborasi: menghilangkan cemas dan prilaku
5. Berikan anticemas/ hipnotik adaptif
sesuai indikasi, contoh: diazepam
(valium), flurazepam (dalmane), 5. Meningkatkan relaksasi/ istirahat
lorazepam (ativan) dan menurunkan rasa cemas
4. EVALUASI
No. Evaluasi
Dx
I Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu…x 24 jam perawat dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal
- Klien tidak mengalami episode perdarahan
120
- Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: /80 mmHg, Nadi: 60 –
100 kali per menit, RR: 16 – 20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C ± 0,50 C)
II Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu…x 24 jam diharapkan perfusi
jaringan kembali efektif dengan outcome:
- Kulit membra mukosa tidak pucat
- Saturasi oksigen normal (97 %)
- Capillary refill normal (2 – 3 detik)
- Intake dan output seimbang
III Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu…x 24 jam diharapkan tidak
terjadi kekurangan volume cairan dengan outcome:
- Membrane mukosa lembab
- Turgor kulit elastic
- Cairan masuk dan cairan keluar seimbang
120
- TTV dalam batas normal (TD: /80 mmHg, Nadi: 60 – 100 kali per menit,
RR: 16 – 20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C ± 0,50 C)
IV Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu…x 24 jam diharapkan nyeri
klien terkontrol dengan outcome:
- Adanya laporan rasa nyeri klien berkurang
- Ekspresi wajah klien tidak meringis
- Klien tidak tampak gelisah
120
- TTV dalam batas normal (TD: /80 mmHg, Nadi: 60 – 100 kali per menit,
RR: 16 – 20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C ± 0,50 C)
V Implementasi dinyatakan berhasil dalam waktu …x 24 jam diharapkan tidak
terjadi gangguan mobilitas fisik dengan outcome:
- Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional tubuhnya
- Tonus otot klien kuat
- Klien mampu berpindah posisi dengan mandiri
VI Implementasi dikatakan berhasil dalam waktu … x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami ansietas dengan outcome:
- Klien mengatakan ansietasnya berkurang
- Klien mengatakan mampu mengontrol ansietas
- Klien mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada klien
- Klien menunjukkan penurunan respon stress
• Pasien dan keluarganya harus diberi informasi mengenai risiko perdarahan dan usaha
pengamanan yang perlu. Mereka dianjurkan untuk mengubah lingkungan rumah
sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya trauma fisik. Rintangan yang
dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Pada saat mencukur (pada pasien laki-
laki) harus dilakukan dengan cukur listrik dan menggosok gigi dengan sikat gigi yang
lembut untuk mencegah kebersihan mulut. Mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk,
dan mengejan saat buang air besar harus dihindari. Aspirin atau obat yang
mengandung aspirin harus dihindari karena dapat memicu terjadinya perdarahan.
• Dianjurkan melakukan aktivitas fisik tetapi dengan keamanan yang baik. Olahraga
tanpa kontak seperti berenang, hiking, dan golf, merupakan aktivitas yang dapat
diterima. Latihan penguatan tungkai sangat perlu untuk rehabilitasi setelah
hemartrosis akut.
• Memilih makanan dan minuman sehat, rendah lemak, agar berat badan tidak berlebih.
Berat badan berlebih dapat memicu perdarahan di persendian kaki.
• Bagi bayi yang akan diberi imunisasi suntik, suntikan harus dilakukan di bawah kulit
dan tidak ke dalam otot, dilanjutkan dengan penekanan lubang bekas suntikan
minimal lima menit untuk mencegah perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Hemofilia. http://medlinux.blogspot.com/2008/03/ hemofilia.html.
(diakses : 27 September 2009).
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Kamus Kedokteran Dorland. 1994. Ed.26. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hoffbrand, AV.dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Ed4. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed3. Media Aesculapius. FK UI. 2000.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC