Professional Documents
Culture Documents
Keanekaragaman agama dan budaya di Indonesia adalah dintara modal dasar dalam
tersebut dikelola dengan baik, maka terciptalah kerukunan hidup dalam masyarakat yang
menjadi inti dari kedamaian, ketentraman, dan keharmonisan dalam masyarakat. Kerukunan
umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi,
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
1945. Kerukunan atau keharmonisan hidup beragama tersebut adalah proses dan suasana
kehidupan beragama dari umat dan pemeluk agama yang plural secara serasi dalam
kehidupan bangsa, dimana agama-agama yang berbeda dapat dapat diamalkan oleh
umat beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat
beragama. Untuk itu ada tiga pilar utama yang harus menjadi perhatian agar kerukunan
tersebut dapat terwujud dalam masyarakat yang multikultural dan plural seperti Indonesia.
Pertama, adanya para pengambil kebijakan publik yang adil dan mampu mengantisipasi
1
dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kebijakan publik tersebut terhadap kerukunan
beragama. Kedua, adanya para pemimpin agama yang berwawasan kebangsaan yang luas dan
lebih mengedepankan agama sebagai nilai daripada agama institusional. Ketiga, adanya
dan peraturan tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama. Salah satunya yang sangat
signifikan adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No.
9 dan No. 8 Tahun 2006 yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala
Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 29 dinyatakan bahwa negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama dan
masyarakat religius yang pasti menganut salah satu diantara agama-agama resmi yang ada di
Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan yang terbaru Konghucu) atau beberapa
aliran kepercayaan yang diakui keberadaannya di negara kita. Sedangkan asas kemerdekaan
beragama mengandung makna bahwa kemerdekaan memeluk agama dan beribadah menurut
bermasyarakat, sehingga dapat menerima kenyataan berbeda dengan sikap syukur sebagai
realitas obyektif, bukan hanya memahami dan mengerti tetapi juga sebagai potensi dinamik
yang memberikan berbagai kemungkinan dan harapan akan masa depan yang lebih baik dan
bermakna.
2
Prinsip pengamalan agama seperti yang terdapat dalam pasal 29 UUD 1945 tersebut
harus benar-benar dipahami oleh seluruh pemeluk agama di Indonesia. Apabila kurang
dipahami dan dihayati oleh masing-masing umat beragama dalam beribadah dan menjalankan
agama mereka, maka pada saat itulah akan terjadi pergeseran, perselisihan, dan konflik baik
intern maupun antar umat beragama. Di sinilah peran para tokoh-tokoh agama, alim-ulama,
pendakwah dan penyiar agama untuk memberikan pemahaman kepada umatnya masing-
Penghambat kerukunan
Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu konflik atau menghambat kerukunan umat
beragama antara lain: (1). Pendirian rumah ibadah. Yaitu apabila dalam mendirikannya tidak
memperhatikan situasi dan kondisi umat beragama baik secara sosial maupun budaya
masyarakat setempat. (2). Penyiaran agama. Apabila dalam penyiarannya bersifat agitasi dan
memaksakan kehendak bahwa agamanya sendirilah yang paling benar dan tidak mau
memahami kebenaran agama lain. Apalagi kalau penyiaran agama itu ditujukan kepada orang
yang sudah beragama. (3). Bantuan luar negeri. Walaupun kelihatannya tidak langsung
mempengaruhi, namun bantuan tersebut dapat juga memicu konflik baik intern maupun antar
agama, karena pemberi bantuan biasanya menitipkan misi tertentu yang harus dilaksanakan.
(4). Perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama akan mengakibatkan hubungan yang
tidak harmonis, apalagi jika menyangkut hukum perkawinan, warisan, harta benda, dan
akidah. (5). Perayaan hari besar keagamaan. Apabila perayaan tersebut dilaksanakan tanpa
mempertimbangkan situasi, kondisi, dan lokasi masyarakat sekitar, ia juga bisa mamancing
ketegangan dengan penganut agama lain. (6). Penodaan agama. Yaitu suatu perbuatan bersifat
melecehkan atau menodai doktrin suatu agama tertentu. Tindakan ini sangat sering terjadi
baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok tanpa disadari apalagi dengan sengaja.
3
(7). Kegiatan aliran sempalan. Adalah suatu kegiatan yang menyimpang dari doktrin agama
yang sudah diyakini kebenarannya ataupun kegiatan tersebut merupakan suatu aliran baru.
agama akan berupaya sekuat tenaga menghindarinya sehingga mencegah sedini mungkin
terjadinya konflik tersebut. Tindakan ini disebut dengan pencegahan konflik. Namun apabila
terlanjur terjadi konflik, harus diakhiri perilaku kekerasan dan anarkis di dalamnya melalui
persetujuan perdamain. Ini disebut penyelesaian konflik. Ada juga yang dinamakan dengan
perilaku perubahan yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat. Kemudian ada lagi resolusi
konflik, yaitu menangani sebab-sebab konflik diantara kelompok-kelompok yang bertikai dan
berusaha membangun hubungan baru dan bertahan lama. Lalu yang terakhir adalah
transformasi konflik, yaitu mengatasi sumber-sumber konflik yang lebih luas dan berusaha
Demikian juga dengan mengetahui akar konflik kita tidak mudah terjebak pada
rumusan bahwa pertikaian yang terjadi saat ini dikatakan sebagai konflik agama semata-mata.
Tanpa mengurangi objektivitas bahwa agama memang mudah dijadikan sumber konflik,
yang terjadi di Indonesia tidaklah murni konflik agama, tetapi konflik laten, yakni manifestasi
dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintaham masa lalu yang menindas masyarakat
dalam bidang politik, ekonomi dan budaya yang dijadikan alat pemicu, rekayasa politik
Patut disadari bahwa kondisi masyarakat yang majemuk kapan saja dapat memicu
atau agenda penting. Diantaranya adalah rekonsialisasi (ishlah) nasional dan pemberdayaan
Seperti diketahui bahwa kerapnya terjadi konflik yang bernuansa SARA di beberapa
wilayah Indonesia beberapa tahun lalu sedikit banyak telah mempengaruhi situasi psikologis
dan sosiologis keagamaan masyarakat, sehingga dikhawatirkan antara kelompok agama akan
diliputi perasaan tidak aman dan tidak nyaman. Dengan demikian makin jelas dan mendesak,
kesatuan bangsa. Gagasan untuk melakukan rekonsiliasi, rujuk, atau ishlah nasional adalah
suatu tindakan tepat dan bijaksana yang sangat diharapkan oleh masyarakat.
Yang juga tak kalah pentingnya adalah terwujudnya suatu forum kerukunan umat
beragama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Forum tersebut atau yang lebih dikenal
dengan nama FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dibentuk oleh unsur-unsur pemuka
agama dan tokoh masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Tugasnya adalah
melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas
keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat
menciptakan kerukunan umat beragama di Indonesia, namun ironisnya selama ini masyarakat
kurang menyadari kehadirannya. Bahkan ada diantara kepala daerah/wakil kepala daerah di
5
kabupaten/kota yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah salah satu unsur yang duduk
sebagai dewan penasihat FKUB. Sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sesegera
umat beragama senantiasa langgeng di bumi Indonesia. Apabila masyarakat rukun dan
Agus Saputera,
Subbag Hukmas dan KUB Kanwil Depag Provinsi Riau