Professional Documents
Culture Documents
Dalam
pengertian linguistik, wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di
dalam suatu bangun bahasa. Oleh karena itu wacana sebagai kesatuan makna
dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana
itu berhubungan secara padu. Selain dibangun atas hubungan makna
antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks. Konteks inilah yang
dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai pemakaian bahasa dalam
komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan komunikasi. Menurut
Hawthorn (1992) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai
sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas
personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger
Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan
tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang
termasuk di dalamnya. Foucault memandang wacana kadang kala sebagai
bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi
kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai sebuah praktik regulatif yang
dilihat dari sejumlah pernyataan. Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh
J.S. Badudu (2000) yang memaparkan;
wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir
yang nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis.
Lull (1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek
atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan
pemahaman tertentu yang tersebar luas. Mills (1994) merujuk pada pendapat
Foucault memberikan pendapatnya yaitu wacana dapat dilihat dari level
konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan.
Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua
pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan
mempunyai efek dalam dunia nyata. Wacana menurut konteks penggunaannya
merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam
kategori konseptual tertentu. Sedangkan menurut metode penjelasannya,
wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah
pernyataan.
Dari uraian di atas, jelaslah terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau
rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan
memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan
demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam
media yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan
sebagai sebuah wacana.
Jenis-Jenis Wacana
Leech mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa seperti dijelaskan berikut ini;
Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis
sebagai sarana ekspresi, seperti wacana pidato;
Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar
komunikasi, seperti wacana perkenalan pada pesta;
Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti
wacana berita dalam media massa;
Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan
pesan, seperti wacana puisi dan lagu;
Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur
atau pembaca, seperti wacana khotbah.
Berdasarkan saluran komunikasinya, wacana dapat dibedakan atas; wacana lisan dan
wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penutur dan mitra tutur,bahasa
yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan
wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan
dan penerapan sistem ejaan.
Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu wacana naratif,
wacana deskriptif, wacana ekspositoris, wacana argumentatif, wacana persuasif,
wacana hortatoris, dan wacana prosedural.
Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang
dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa
secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah
unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna
(semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan
bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk
mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat
transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat
dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa,
sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari
pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana
disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang
meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam
bentuk tulis maupun lisan.
Elemen-elemen Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi
antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi
antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu
terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen
inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena
relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian
sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan
kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal
yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks
nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang
bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama
mengacu pada hal yang berbeda.
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang
ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan
salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi
lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat
kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga
jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu
komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta
yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian,
pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi
itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar
atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta
dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana
yang dihasilkan disebut polilog.
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi,
eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan
membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek
kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana
eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang
bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan
logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami
wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan
mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang
dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun
emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung.
Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan
tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini,
digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk
mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak
rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh
karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku,
dan peristiwa.
KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA
Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan
atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik
dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga
berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana
yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur
bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa),
saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar,
konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur
bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata
kerja bantu, dan proposisi positif
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan
sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah
teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan
wacana.
3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang
memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya
dapat ditentukan berdasarkan konteks.
ANALISIS WACANA
Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan
prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan
konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik.
Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat,
tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
SINTAKSIS
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti
“dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara
etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi
kelompok kata atau kalimat.
STRUKTUR SINTAKSIS
FRASE
Pengertian Frase
Jenis Frase
Frase Eksosentrik
Frase Endosentrik
Frase Koordinatif
Frase Apositif
Perluasan Frase
Salah satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi
tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang
akan ditampilkan.
KLAUSA
Pengertian Klausa
Jenis Klausa
Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat.
Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam
predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina
yang juga berlaku sebagai subjek.
KALIMAT
Pengertian Kalimat
Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan
kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat
didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang teratur yang berisi
pikiran yang lengkap ”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-
satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa
kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar,
yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila
diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
Jenis Kalimat
Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang
dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau
netral, dan afirmatif. Misalnya:
Ket : FN=Frase Nominal (diisi sebuah kata nominal); FV=Frase Verbal; FA=Frase
Ajektifa; FNum=Frase Numeral; FP=Frase Preposisi.
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau
kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verba.
Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan
kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifal, adverbial, atau juga
numeralia.
Intonasi Kalimat
2 – 32t / 2 11t #
Modus
Ada beberapa macam modus, antara lain (1) modus indikatif atau
modus deklaratif, yaitu modus yang menunjukkan sikap objektif atau
netral; (2) modus optatif, yaitu modus yang menunjukkan harapan
atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu modus yang menyatakan
perintah, larangan, atau tengahan; (4) modus interogatif, yaitu modus
yang menyatakan pertanyaan; (5) modus obligatif, yaitu modus yang
menyatakan keharusan; (6) modus desideratif, yaitu modus yang
menyatakan keinginan atau kemauan; dan (7) modus kondisional,
yaitu modus yang menyatakan persyaratan.
Aspek
Berbagai macam aspek dari berbagai bahasa, antara lain: (1) aspek
kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung; (2)
aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian yang
baru mulai; (3) aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan
perbuatan sedang berlangsung; (4) aspek repetitif, yaitu yang
menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek
perefektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek
imperfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar;
dan (8) aspek sesatif, yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir.
Kala
Modalitas
Fokus
Diatesis
Ada beberapa macam diatesis, antara lain, (1) diatesis aktif, yakni jika
subjek yang berbuat atau melakukan suatu perbuatan; (2) diatesis
pasif, jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya
sendiri; (3) diatesis refleksi, yakni jika subjek berbuat atau melakukan
sesuatu terhadap dirinya sendiri; (4) diatesis resiprokal, yakni jika
subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan; dan
(5) diatesis kausatif, yakni jika subjek menjadi penyebab atas
terjadinya sesuatu.
WACANA
Pengertian wacana
Alat Wacana
Jenis Wacana
Subsatuan Wacana
Kegiatan Belajar 2:
Kegiatan Belajar 3:
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Clark, Herbert H. dan Eve V. Clark. (1977). Psychology and Language. New York:
Harcourt Brace Jovanovich.
Hatch, Evelyn dan Michael H. Long. (1980). Discourse Analysis, What’s That dalam
Larsen-Freeman, Diane (ed). Discourse Analysis in Second Language Research. Rowly:
New Bury House Pub.
Martutik. (1992). Analisis Wacana Iklan Radio yang Berbahasa Indonesia. (tesis).
Poerwadarminta, W.J.S. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rani, Abdul, (1992). Analisis Wacana Percakapan Anak-anak Usia Prasekolah. Malang:
PPS IKIP Malang (tesis tidak diterbitkan).
Rani, Abdul. (1996). Analisis Wacana Interaktif. (Bahan Ajar di Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya).
Samsuri. (1998). Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.
Sinclair, J. Mch. dan R.M. Coulthard. (1979). Towards on Analysis of Discourse. Oxford:
Oxford University Press.
Stubbs, Michael. (1983) Discourse Analysis. Chicago: The University at Chicago Press.
Elemen-elemen Wacana
Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu
tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan
elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang
paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi
yang tidak sepenting informasi utama.
Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni
elemen wajib dan elemen mana suka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan
elemen mana suka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada
kebutuhan komunikasi.
Kegiatan Belajar 2:
Relasi Antarelemen dalam Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi
antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi
antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat
atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut.
Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi
antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam
relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk
teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.
Kegiatan Belajar 3:
Struktur Wacana Bahasa Indonesia
Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen
wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan
peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan
peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada
wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat
dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S,
dan (6) Pr-T
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Brown, Gillian & George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge,
University Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. (1985). Elemen dalam Wacana dan Penerapannya pada Bahasa
Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia di Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Green, J. dan Wallat C. (ed). (1981). Ethnography and Language in Educational setting.
Norwood, New Jersey: Ablex Publishing Corporation.
Stubbs, Michael. (1983) Discourse Analysis. Chicago: The University at Chicago Press.
Kegiatan Belajar 2:
Kegiatan Belajar 3:
DAFTAR PUSTAKA
Allwright, R.L. (1980). Turns, Topic, and Tasks: Pattern of Participation in Language
Learning and Teaching dalam Larsen-Freeman, Diane (ed). Discourse Analysis in Second
Language Research. Rowley: Newbury House Pub.
Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Keenan, E. Ochs. (1983). Conversational Competence inf Children dalam Ochs, Elinor
dan Bambi B. Schieffelin (ed) Acquiring Conversational Competence. Londan: Rutledge
& Kegan Paul.
Sinclair, J. Mch. dan R.M. Coulthard. (1979). Towards on Analysis of Discourse. Oxford:
Oxford University Press.
Stubbs, Michael. (1983) Discourse Analysis. Chicago: The University at Chicago Press.
Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau
situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat
pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau
bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut
konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan,
topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis),
bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara
tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa
senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan
adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Kegiatan Belajar 2:
Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar,
konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa.
Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan
proposisi positif
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan
sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks. Wujud
koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar,
saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam
peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan
pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran
adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah
bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Kegiatan Belajar 3:
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. (1985). Elemen dalam Wacana dan Penerapannya pada Bahasa
Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia di Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta
Kartomihardjo, Soeseno. (1976). Analisis Wacana dan Penerapannya. Orasi Ilmiah dalam
Rangka Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang.
Kegiatan Belajar 1:
Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis
Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip
analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik
konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang
merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu,
ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan
pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis
sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa
analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wacana.
Kegiatan Belajar 2:
Kegiatan Belajar 3:
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. (1993). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Brown, Gillian dan George Yule. (1983). Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. (1985). Elemen dalam Wacana dan Penerapannya pada Bahasa
Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia di Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta
Kartomihardjo, Soeseno. (1976). Analisis Wacana dan Penerapannya. Orasi Ilmiah dalam
Rangka Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang.
Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana
cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama
lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke
dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan
paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.
• bahasa indonesia