You are on page 1of 11

Kamis, 30 April 2009

Sectio Caesaria

2.1 Definisi Bedah Caesar


Istilah bedah caesar (sectio caesarea) berasal dari perkataan Latin caedere yang
artinya memotong. Pengertian ini awalnya dijumpai dalam Roman Law (Lex
Regia) dan Emperor's Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang
menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus
dikeluarkan dari dalam rahim.
Ada beberapa definisi tentang section cesaria. Menurut Rustam Mochtar (1992),
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut.
Sedangkan menurut Sarwono (1991) Sectio caesaria adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui
perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh
dan sehat. (Harnawatiaj, 2008)
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Seksio Sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus.
Istilah ini kemungkinan besar berasal dari kata Latin Caedo, yang berarti
“memotong”. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat). Tujuan dasar
kelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya.
Penggunaan cara sesaria didasarkan pada bukti adanya stres maternal atau fetal.
Morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal menurun sejak adanya metode
pembedahan dan perawatan modern. Namun, kelahiran sesaria ini masih
mengancam kesehatan ibu dan bayi. (Bobak, 2004)

2.2 Tipe-Tipe Bedah Caesar


2.2.1 Berdasarkan Teknik Insisi
Ada dua tipe utama operasi sesaria yaitu sesaria klasik dan sesaria segmen bawah.
Kelahiran sesaria klasik kini jarana dilakukan, tetapi dapat dilakukan bila
diperlukan kelahiran yang cepat dan pada beberapa kasus presentasi bahu dan
placenta praevia. Insisi vertical dilakukan kedalam bagian tubuh atas uterus.
Prosedur ini terkait dengan jumlah insiden kehilangan darah, infeksi, dan ruptur
uterus yang lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya daripada kelahiran dengan
prosedur sesaria segmen bawah.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal
(Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertikal memberiikan ruang yang
lebih luas untuk menlahirkan bayi, tetapi saat ini lebih jarang dilakukan karena
lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular
karena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relatif lebih sedikit, dan infeksi
pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan ruptur pada kehamilan selanjutnya
lebih kecil. Kelahiran per vaginam seksio sesaria dengan insisi klasik
dikontraindikasikan.

Keuntungan, Permasalahan Dan Bahaya Spesifik Insisi Melintang


Keuntungan Penyulit Bahaya Spesifik
• Insisi terletak di segmen bawah
• Area insisi lebih sedikit vaskularisasinya dibanding segmen atas
• Segmen bawah lebih mudah dijahit.
• Lebih mudah untuk menutup insisi dengan bladder peritoneum. • Daerah insisi
sangat terbatas pada bagian lateralnya
• Posisi menyulitkan untuk dilakukan penutupan. • Injury pembuluh darah pada
daerah lateral uterus.
• Hemoragi dan hematom pada daerah insisi.

Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertical (Sellheim)
atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertical memberikan ruang lebih luas untuk
melahirkan bayi, tetapi saat ini jrang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk
terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular kerena lebih mudah
dilakukan, kehilangan darah relative lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih
kecil, serta kemungkinan untuk rupture pada kehamilan selanjutnya lebih kecil.

Keuntungan, Permasalahan, dan Bahaya Spesifik Insisi Vertikal


Keuntungan Permasalahan Bahaya Spesifik
• Panjang insisi tidak terbatas • Diseksi bladder lebih lebar
• Panjangnya segmen atas rahim
• Segmen atas rahim sulit dijahit • Injury bladder
• Scar pada segmen atas rahim

2.2.2 Berdasarkan Indikasi pada Pasien


• Kelahiran Caesaria Terjadwal
Seksio sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa
kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Wanita yang mengalami
kelahiran sesaria terjadwal atau terencana yaitu jika persalinan
dikontraindikasikan, sedangkan kelahiran harus dilakukan, tetapi persalinan tidak
dapat diinduksi atau bila ada statu keputusan yang dibuat antara petugas kesehatan
dan wanita yang akan melahirkan.
Keuntungan dari kelahiran seksio sesaria terjadwal ialah waktu pembedahan dapat
ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat
dilakukan dengan baik. Kerugiannya adalah oleh karena persalinan belum
dimulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga
menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan
karena uterus belum mulai dengan kontraksinya. Akan tetapi dapat dikatakan
bahwa umumnya keuntungan lebih besar daripada kerugian.

• Kelahiran Caesaria Darurat


Wanita yang mengalami kelahiran sesaria darurat atau tidak terencana akan
mengalami duka karena perubahan mendadak yang terjadi pada harapan mereka
terhadap kelahiran, perawatan estela melahirkan, dan perawatan bayi. Hal ini bisa
menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita tersebut biasanya
menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak bersemangat bila ternyata
persalinan tidak memberikan hasil. Ia akan cemas terhadap kondisinya dan
kondisi janinnya. Ia juga dapat mengalami dehidrasi dan memiliki cadangan
glikogen yang rendah. Seluruh prosedur praoperasi harus dilakukan dengan cepat
dan kompeten.Waktu untuk menjelaskan prosedur harus singkat. Karena
kecemasan ibu dan keluarganya sangat tinggi, banyak ibu yang telah
diinformasikan secara verbal tidak dapat mengingat atau salah mempersepsikan
informasi tersebut. Wanita ini seringkali mengalami keletihan sehingga mereka
memerlukan lebih banyak perawatan pendukung.
Ada beberapa indikasi pasti kelahiran sesaria. Dewasa ini sebagian besar
kelahiran sesaria dilakukan untuk keuntungan janin. Empat kategori diagnostik
merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran sesaria, yaitu: distosia,
sesaria ulang, presentasi bokong, dan gawat janin (Marieskind, 1989). Indikasi-
indikasinya antara lain:
janin beresiko tinggiϖ
persalinan lambat atau kegagalan proses persalinan (dystocia)ϖ
distress janinϖ
distress maternalϖ
komplikasi (pre-eclampsia, active herpes)ϖ
prolaps tali pusat atau ruptur uterusϖ
kelahiran kembarϖ
presentasi janin yang abnormal (presentasi bokong atau posisi transverse)ϖ
kegagalan persalinan dengan induksiϖ
kegagalan persalinan dengan alat (dengan forceps atau ventouse)ϖ
ukuran bayi terlalu besar (macrosomia)ϖ
masalah pada placenta (placenta praevia, abruptio placenta atau placenta
accreta)ϖ
abnormalitas pada tali pusat (vasa praevia)ϖ
pinggul yang sempitϖ
ϖ infeksi yang menular secara seksual seperti herpes genital (yang bisa
ditularkan pada bayi jika bayi dilahirkan melalui vagina, tapi biasanya dapat
diterapi dan tidak memerlukan bedah caesar)
bedah caesar sebelumnya (meskipun hal ini masih menjadi kontroversi bagi
sebagian orang)ϖ
adanya masalah dalamϖ pemulihan perineum (akibat persalinan sebelumnya
atau Chron’s disease)

Bagaimanapun, penyedia yankes lain dapat berbeda pendapat kapan bedah caesar
diperlukan. Atas dasar agama, alasan pribadi atau alasan lain, seorang ibu dapat
menolak untuk dilakukan bedah caesar. Di Inggris contohnya, hukum menyatakan
bahwa wanita dalam proses persalinan mempunyai hak mutlak untuk menolak
terapi medis dalam bentuk apapun termasuk bedah caesar ”dengan alasan
apapun”, bahkan jika keputusan tersebut dapat membahayakan nyawanya dan
bayinya, sementara di negara lain berlaku aturan yang berbeda.

2.3 Indikasi Pelaksanaan Sectio Caesar


Sectio Caesaria biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga
faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak
dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat
membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
1. Faktor Ibu
• Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin
menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering
pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat
ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva
vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta,
dan emboli air ketuban. Retensio plasenta atau plasenta rest, gangguan pelepasan
plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki
resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki
penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
• Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga
menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi
intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk
bakteri.Terdapat retensio.
• Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan
trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut:
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Faktor Janin
• Janin besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari
jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka
tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang
mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar
karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin
kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin
terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
• Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia)
yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban.
Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti
air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan
akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
• Letak lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul
sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan
ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut
menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di
dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan
oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
• Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami
diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm,
tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir.
Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ;
pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala
menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah
berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena
penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang
belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
• Bayi Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
3. Faktor Jalan Lahir
• Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh
jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal
ini menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat
plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat
implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
• Solusio Placenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir.
SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban
pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik
pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
• Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta
yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu
dilakukan pengangkatan rahim.
• Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
• Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah
janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan
bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau
terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan
tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi
misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang
berlebihan.
Bagi bayi yang sungsang akibat dipicu adanya tumor atau placenta previa, maka
operasi cesar adalah keharusan. Sebab tak ada penanganan yang bisa dilakukan,
selain dengan melakukan operasi untuk mengetahui posisi bayi yang dikandung
mengalami sungsang atau tidak, sebaiknya jangan hanya berdasarkan hasil USG.
“Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam
kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak
plasenta serta volume air ketuban.
Operasi cesar dapat menurunkan risiko yang dialami janin saat lahir. Bayi yang
lahir secara normal dalam kondisi sungsang, memiliki risiko komplikasi yang
cukup besar dibanding bayi yang letaknya normal. Karena itu dokter umumnya
cenderung memilih proses persalinan bedah cesar.
Beberapa literatur menyebutkan, dokter yang membantu persalinan normal bayi
sungsang harus berpacu dengan waktu. Sebab, jeda waktu antara keluarnya tali
pusat dengan kepala bayi hanya sekitar tiga atau delapan menit saja untuk
menghindari risiko tingginya kematian janin. Selang waktu antara ketuban pecah
dengan persalinan pun tak boleh lebih dari delapan jam, ini untuk menghindari
terjadinya kemacetan dan kepala bayi yang tengadah (Hyperekstersi) yang
menyebabkan bayi tak dapat lahir atau after coming head dystocia.

2.4 Kontraindikasi Bedah Caesar


Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi
berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).

2.5 Faktor Resiko Bedah Caesar


2.5.1 Resiko Maternal
Studi yang dipublikasikan 13 Februari 2007 oleh Canadian Medical Association
Journal menemukan bahwa wanita dengan caesar terencana mempunyai rata-rata
morbiditas yang parah sebesar 27,3 per 1000 persalinan dibandingkan dengan
persalinan pervaginam yang sebesar 9 per 1000 persalinan. Kelompok dengan
caesar terencana lebih beresiko tinggi terhadap gagal jantung, hematoma,
hysterectomy, infeksi puerperal mayor, komplikasi akibat anestesi, tromboemboli
vena, dan perdarahan yang membutuhkan hysterectomy. Studi yang
dipublikasikan pada Februari 2007 dalam Obstetric and Gynecology Journal
menunjukkan bahwa wanita dengan bedah caesar lebih memungkinkan untuk
bermasalah pada persalinan setelahnya. Resiko maternal ini meliputi:
• Infeksi: infeksi dapat terjadi pada lokasi insisi, dalam uterus, pada organ lain
dalam pelvis seperti kandung kemih.
• Perdarahan: ibu kehilangan lebih banyak darah pada bedah caesar daripada pad
persalinan pervaginam. Hal ini dapat mengarah pada anemia atau tranfusi darah.
• Luka pada organ: adanya kemungkinan luka pada organ seperti bowel atau
kandung kemih.
• Adhesions: jaringan parut dapat terbentuk dalam area pelvis dan menyebabkan
blokade dan nyeri. Hal ini juga dapat mengarah ke komplikasi pada kehamilan
selanjutnya seperti placenta previa atau abruptio placenta.
• Waktu pemulihan yang lebih lama: waktu pemulihan pasca bedah caesar dapat
mencapai beberapa minggu hingga beberapa bulan, hingga berdampak pada
bonding time ibu dengan bayi.
• Reaksi terhadap obat: dapat terjadi reaksi negatif pada anestesi yang diberikan
selama bedah caesar atau reaksi pada obat antinyeri yang diberikan pascaprosedur.
• Resiko pembedahan tambahan: seperti hysterectomy, kandung kemih, atau
bedah caesar selanjutnya.
• Maternal mortalitas: pada bedah caesar, angka ini lebih besar dibandingkan pada
persalinan pervaginam.
• Reaksi emotional: wanita yang melahirkan secara caesar dilaporkan merasa
pengalaman melahirkan yang negatif dan mungkin mengalami kendala bonding
dengan bayinya.

2.5.2 Resiko Fetal


Bedah caesar berpengaruh terhadap peningkatan angka kelahiran bayi pada usia
kehamilan antara 34-36 minggu usia kehamilan (late preterm). Bayi yang
dilahirkan pada usia kehamilan itu sudah bisa dianggap sehat, tapi bayi lebih
beresiko mempunyai masalah kesehatan daripada bayi yang dilahirkan beberapa
minggu sesudahnya (full term).
Paru-paru dan otak bayi matur pada akhir kehamilan. Dibandingkan dengan bayi
yang dilahirkan full term, kelahiran bayi late preterm beresiko mengalami
masalah antara lain:
• Pemberian makan
• Pengaturan temperatur tubuh
• Jaundice
• Anestesi. Beberapa bayi dapat terpengaruh oleh anestesi yang diberikan kepada
ibu selama proses operasi. Obat ini dapat mematirasakan ibu tapi juga dapat
membuat bayi tidak aktif.
• Masalah pernafasan. Walaupun bayi lahir full term, bayi yang lahir melalui
bedah caesar lebih beresiko daripada bayi yang lahir pervaginam. jika dilahirkan
secara caesar, bayi lebih cenderung mempunyai masalah pernafasan dan kendala
respiratorik. Beberapa studi menyebutkan peningkatan kebutuhan bantuan pada
pernafasan dan perawatan segera dibandingkan pada bayi yang dilahirkan
pervaginam.
• Kelahiran prematur: jika usia kehamilan tidak dihitung dengan tepat, bayi yang
dilahirkan melalui bedah caesar bisa saja masih prematur dan mempunyai BB
baru lahir yang rendah.
• Nilai APGAR rendah: hal ini bisa diakibatkan oleh anestesi, fetal distress
sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama persalinan (persalinan
pervaginam memberikan stimulasi alami ketika bayi berada dalam jalan lahir).
50% bayi yang lahir melalui bedah caesar cenderung mempunyai nilai APGAR
yang lebih rendah daripada bayi yang lahir pervaginam.
• Fetal injury: sangat jarang terjadi, bayi dapat terluka selama insisi dibuat.

2.6 Dampak Bedah Caesar


Tanpa indikasi medis, ibu sudah seharusnya menjalani persalinan normal. Namun
agaknya, masih banyak kesalahkaprahan dalam memandang persalinan sesar.
Akibatnya, bersalin sesar atau normal sama-sama dijadikan pilihan seperti halnya
menu makanan. Memang benar, kalau ibu dan ayah mendesak si jabang bayi
dilahirkan di tanggal pesanan.
Proses melahirkan melalui caesar memiliki beberapa dampak baik pada ibu
maupun pada bayi, Adapun dampak proses melahirkan melalui caesar yang akan
di alami ibu yaitu:
1. Sakit Di Tulang Belakang
Banyak ibu setelah sesar mengeluh sakit di bagian tulang belakang (tempat
dilakukan suntik anastesi sebelum operasi). Keluhan ini umumnya terasa saat
membungkukkan badan, mengambil sesuatu di lantai, atau mengangkat beban
yang lumayan berat. Sumber rasa nyeri berada tepat pada bekas tusukan jarum
suntik saat dilakukan bius lokal.
Akibatnya, sehabis melahirkan sesar, ibu tidak disarankan melakukan gerakan
yang terlalu mendadak dan drastis serta harus menghindari mengangkat beban
berat. Umumnya jika keluhan ini berlarut-larut atau intensitas sakitnya meningkat,
ibu disarankan untuk berkonsultasi pada dokter. Kalau perlu, akan dilakukan
pemeriksaan penunjang, misalnya rontgen tulang belakang. Pada ibu yang
melahirkan normal, kondisi ini tidak terjadi. Empat puluh hari bahkan enam jam
setelah bersalin, ibu bisa langsung beraktivitas normal.
2. Nyeri Di Bekas Sayatan
Pascaoperasi, saat efek anestesi hilang, nyeri di bekas sayatan bedah akan terasa.
Ibu melahirkan normal, setelah istirahat enam jam, paling-paling akan merasa
letih atau pegal-pegal. Rasa letih ini lekas hilang jika ibu banyak bergerak.
3. Rasa Kebal Di Bekas Sayatan
Keluhan lain sehabis operasi sesar adalah rasa kebal di bagian atas bekas sayatan
operasi. Ini wajar karena saraf di daerah tersebut boleh jadi ada yang terputus
akibat sayatan saat operasi. Butuh kira-kira 6-12 bulan, sampai serabut saraf
tersebut menyambung kembali. Pada persalinan normal, putus saraf di perut
dipastikan tidak ada.
4. Nyeri Di Bekas Jahitan
Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan
penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Apalagi jika luka tersebut tergolong
panjang dan dalam. Dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat.
Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu
menggunakan beberapa macam benang jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa
dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat
menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang
berlebihan atau aktivitas yang memberi penekanan di bagian tersebut.
Pada persalinan normal, walau ada jahitan pada vagina (ini juga tidak pada semua
ibu), tapi efeknya tidak akan seperti kondisi ibu disesar. Ibu yang bersalin normal
biasanya tidak akan mengeluhkan apa-apa pada jahitan tersebut.
5. Mual Muntah
Rasa mual-muntah yang umumnya timbul akibat sisa-sisa anestesi pada diri
ibu.Efek seperti ini, tidak ditemukan pada ibu bersalin normal. Yang ibu rasakan
hanyalah perasaan letih, lapar, dan haus.
6. Muncul Keloid Di Bekas Jahitan
Selama masa penyembuhan luka operasi, banyak ibu yang gundah karena
perutnya tak lagi mulus. Apalagi jika di bekas jahitan muncul benjolan
memanjang yang disebut keloid. Munculnya keloid pada bekas sayatan operasi
sesar biasanya disebabkan oleh paparan cairan ketuban yang mengandung faktor
pertumbuhan sel, jenis benang jahit yang dipakai, teknik menjahit, serta bakat
seseorang dalam reaksi jaringan. Pada ibu yang bersalin normal, mendambakan
perut yang tetap mulus seperti saat gadis bukanlah masalah berarti.
7. Gatal Di Bekas Jahitan
Rasa gatal di bekas jahitan sangat mengganggu dan mendorong ibu untuk
menggaruknya. Sedihnya, tidak disarankan bagi ibu untuk menggaruk karena
dikhawatirkan jahitan akan terbuka dan menimbulkan dampak lebih parah. Rasa
gatal bisa timbul akibat adanya infeksi pada daerah luka operasi seperti infeksi
jamur atau karena reaksi penyembuhan luka yang berlebihan.
Bila penyebabnya infeksi biasanya akan tampak tanda radang di daerah jahitan
(ditandai dengan kulit yang berwarna kemerahan, ada luka, ada cairan yang
keluar, terasa panas, dan terasa nyeri bila ditekan). Berbeda bila disebabkan reaksi
kulit yang berlebihan; kulit di daerah jahitan menebal dan mengeras serta
menonjol dibanding permukaan kulit lainnya. Inilah yang disebut keloid. Ibu
bersalin normal tidak merasakan hal ini karena tidak ada luka sayatan di daerah
perut.
8. Luka Berpeluang Infeksi
Ibu yang melahirkan secara sesar harus menjaga luka di perutnya agar jangan
sampai terkena air dan terinfeksi. Proses penyembuhan luka bekas sesar biasanya
berlangsung 10 hari. Bagi ibu yang bersalin normal, perawatan luka kemungkinan
dilakukan di bibir vagina yang diepisiotomi (digunting sedikit). Jika tak ada
indikasi perlunya eposiotomi, setelah bersalin normal dan kembali bugar, ibu
boleh mandi sesuka hati.
9. Minum Antibiotik
Untuk mencegah infeksi pada luka sayatan sesar, pascaoperasi ibu akan diberi
antibiotik untuk beberapa hari ke depan. Jadi, sabar-sabar saja untuk tidak putus
obat sepanjang dosis yang ditentukan dokter. Ibu bersalin normal, tidak perlu
antibiotik. Yang mesti dipenuhi adalah asupan makanan empat sehat lima
sempurna, dan minum minimal 8 gelas sehari.
10. Tidak Boleh Segera Hamil
Jarak aman antarkehamilan yang disarankan adalah 2 tahun setelah sesar, meski
ini bukan angka mati karena terpulang kembali pada kondisi masing-masing ibu.
Idealnya, sehabis menjalani operasi sesar, tunda kehamilan sampai luka operasi
dan jahitannya benar-benar sembuh dan kuat. Kehamilan selagi jahitan masih
"basah" dan belum kuat dikhawatirkan membuatnya lepas dan selanjutnya
membahayakan ibu seiring dengan membesarnya perut. Selain itu, tenggang
waktu 2 tahun ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada organ-
organ reproduksi maupun organ lainnya untuk beristirahat.
Pada ibu yang bersalin normal, jarak setahun tidaklah masalah. Namun, tentu saja
jarak kehamilan sedekat ini tidak dianjurkan karena tidak terlalu baik bagi psikis
anak yang sangat membutuhkan perhatian penuh sampai ia cukup mandiri dan
bisa berbagi.
11. Mobilisasi Terbatas
Dalam waktu 24 jam, mobilisasi ibu pascapersalinan sesar mesti dilakukan secara
lebih lama dan lebih bertahap. Tanpa itu, proses penyembuhan luka bisa
mengalami gangguan. Ibu yang melahirkan normal, setelah 6 jam beristirahat
hanya perlu tahapan singkat mobilisasi. Setelah itu, ibu dapat langsung
beraktivitas seperti biasa.
12. Latihan Pernapasan Dan Batuk
Latihan pernapasan dan batuk bagi ibu sesar dimaksudkan untuk membantu
mengeluarkan sisa-sisa anestesi. Tujuannya agar paru-paru benar-benar bersih dan
terhindar dari risiko pneumonia. Ibu bersalin normal tidak perlu susah-susah
melakukan latihan napas dan batuk. Cukup lakukan senam ringan yang akan
membantu proses pemulihan.
13. Kemungkinan Sembelit
Sehabis menjalani operasi sesar, biasanya ibu baru bisa buang air besar beberapa
hari kemudian. Pada ibu yang bersalin normal, kondisi sembelit umumnya tidak
ditemui.
14. Dibatasi 3 Anak
Mereka yang sudah menjalani 3x operasi sesar mau tidak mau harus bersedia
disteril. Ini adalah standar medis di Indonesia guna menghindari hal-hal yang
sangat membahayakan ibu maupun janinnya. Juga karena memang belum ada RS
yang menyediakan teknologi mutakhir untuk melakukan operasi sesar keempat
kalinya pada ibu yang sama.
Pada ibu yang melakukan persalinan normal, setelah bersalin anak ketiga, jika
masih berencana ingin punya anak keempat dan seterusnya boleh-boleh saja.
Dengan catatan ibu mampu lahir dan batin.
15. PANTANGAN-PANTANGAN
Meski tergantung pada jenis anastesi yang digunakan, kemung- kinan besar
sehabis disesar ibu tidak boleh langsung minum sampai mendapat izin dari dokter.
Ibu sesar juga mesti mengalami pemasangan kateter sebelum operasi dimulai yang
dilepas setelah 24 jam. Biasanya setelah kateter dilepas, ibu sulit buang air kecil.
Pada ibu yang melahirkan secara normal, minum dan makan bisa dilakukan kapan
saja setelahnya. Selain itu, tidak ada proses pemasangan kateter dan BAK atau
BAB bisa dilakukan langsung secara normal.
Setelah operasi ibu yang bersalin sesar juga harus rela badannya ditusuk jarum
infus yang tidak akan dirasakan oleh ibu yang bersalin normal.

2.7 VBAC (Vaginam Birth After C-Section)


Persalinan pervaginam pasca bedah Caesar sekarang bukanlah hal yang aneh.
Praktisi kesehatan sebelum tahun 1970an seringkali menyatakan jika sudah
menjalani bedah Caesar maka kelahiran selanjutnya juga dengan bedah Caesar,
tapi banyaknya klien yang mendukung VBAC mengubah pandangan tersebut.
Angka VBAC meningkat tajam pada tahun 1980 hingga 1990an, tapi belakangan
ini angka ini menurun karena adanya peraturan legal-medis.
Penelitian selama 20 tahun tentang VBAC mendukung keputusan untuk
melahirkan pervaginam pascaoperasi besar. Karena konsekuensi bedah Caesar
meliputi kemungkinan yang lebih tinggi akan rehospitalisasi pasca persalinan,
infertilitas, dan rupture uteri pada persalinan berikutnya, mencegah bedah Caesar
pada kelahiran pertama tetaplah menjadi prioritas. Pada wanita dengan riwayat
bedah Caesar, beberapa pihak mengklaim bahwa VBAC tetaplah merupakan
pilihan yang lebih aman.
Di Amerika Serikat, American College of Obstetrician and Ginecologyst (ACOG)
menambahkan beberapa rekomendasi pada penatalaksanaan VBAC sebagai
berikut. Karena rupture uteri bias menjadi fatal, VBAC sebaiknya dilakukan di
pelayanan kesehatan yang dilengkapi alat-alat yang memadai untuk merespon
kegawatdaruratan dan tenaga medis yang kompeten dalam perawatan
kegawatdaruratan. Yang harus ditekankan adalah keputusan tersebut haruslah
dibuat setelah pengkajian resiko dan keuntungan dari tiap-tiap jenis proses
persalinan.
Diposkan oleh Un7 di 22.41

You might also like