You are on page 1of 14

c 

  c 
Minggu, 22 November 2009 jam 01:37

BAB I
PENDAHULUAAN

A. Latar Belakang
Prilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar-
setidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan-sebab prilaku membolos itu sendiri
telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan
yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan
menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di
kota-kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan di daerah-daerah pun prilaku
membolos sudah menjadi kegemaran.
Bayak siswa yang sering membolos bukan hanya disekolah sini saja tetapi banyak sekalah
mengalami hal yang sama kesemua di sebabkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal dari
anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata
pelajaran yang yang tidak diminati. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa
yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan berkatifitas itu sangat mengganggu sekali.
Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut
pandangan psikologis usia 15-21 tahun adalah usia pencarian jati diri. Dan tentu saja sistem
pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang ' menyejukkan ' membuat
anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian
dengan membolos, walaupun secara tak langsung itu juga sebenarnya bukan jawaban yang baik.
Terbukti, siswa yang suka membolos seringkali terlibat dengan hal-hal yang cenderung
merugikan.
Anehnya lagi ketika kemudian fenomena membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat
narkotika, sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas
tangan. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-
anak µnakal¶. Dalihnya, anak-anak yang patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak yang suka
membolos. Memang hal itu benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah
terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru
menciptakan keresahan secaraara psikologis. Makanya, jangan heran jika akhir-akhir ini siswa-
siswi kita sering mengalami hysteria missal. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali
melalui alam bawah sadar. Dan biasanya kerap tak terkendali.
Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang terlibat
membolos. Ketika kasus demi kasus dapapat terungkap anak didiklah yang menjadi benban
kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung justru akan menambah masalah. Sikap
hunanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah
prilaku membolos. Unsur-unsur yang ada disekolah bisa saja menjadi alasan anak bisa
membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi
tumpuan dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya prilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak.
Bukan saja pihak sekolah tetapi juga orang tua, teman dan pemerintah. Prilaku membolos sangat
merugikan dan bahkan itu bisa saja sumber masalah baru. Bila ini terusn dibiarkan bukan saja
anak itu sendiri tetapi juga sekolah dan guru yang menjadi orang tua di sekolah yang
menangungnya. Banyak kasus-kasus yang diakibatkan oleh membolos seperti yang telah
diuraikan di atas.
Pemuda adalah aset bangsa, merekalah generasi-generasi penerus yang akan mengenggam kayu
estafet kemajuan bangsa ini. Untuk itulah mestinya para guru melakukan sebuah refleksi tentang
fenomena bolos tersebut. Saran penulis, mengapa kita tidak kembali pada esensi dari sekolah itu
sendiri. Penyebutan sekolah awalnya berasal dari Yunani yatiu scholl yang artinya waktu luang.
Pada zaman itu sekolah adalah tempat bermain dan berbagi antara guru dan murid, hampir tak
ada pengekangan dengan kurikulum. Disana mereka berbagi banyak hal. Atau yang sekarang
diterapkan di kali code hasil garapan romo Mangun wijaya yaitu; school without wall (sekolah
tanpa dinding).
Penelitian yang praktikan lakukan adalah di SMP Kanisius. Dari situ praktikan mencari klien dan
medapatkan sumber atau data-data yang kemudian prktikan klarifikasi sebelum praktikan ambil
kasusnya.

B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Studi Kasus.


1. Tujuan Umum
a. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dan pengetahuan psikologi serta konseling secara praktis,
intergrasi dan komprehensif.
b. Mempelajari dan memahami masalah psikologis siswa SMP ini
c. Agar mahasiswa matakuliah Bimbingan dan jurusan Dharma Acariya memiliki bekal
pengetahuan dan pengalaman dalam menangani kasus dan mempertanggung jawabkan studi
kasus yang ditangani.
d. Agar mahasiswa memahami ciri-ciri dan jenis-jenis masalah yang dialami individu atau
kelompok, mampu menganalisis sebab-sebab internal dan eksternal tingkah laku menyimpang,
mampu mendiagnosis kasus-kasus dangan berbagai teknik, serta mampu merancang, menetapkan
dan memberikan perlakuan dalam menangani kasus. Sehingga diperoleh perubahan tingkah laku
yang well justice bagi klien yang memperoleh usaha bantuan melalui konseling.
2. Tujuan Khusus
a. Mempelajari dan memahami masalah psikologis terhadap kasus yangdisebabkan adanya
bentukan baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta faktor eksternal yang lain.
b. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah, baik itu latar kasus maupun
pencetus kasus yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi
dinamika psikis (gejala-gejala psikis) klien.
c. Memberikan perlakuan yang tepat sehingga kecemasan yang di alami klien dapat teratasi.
d. Memberikan perlakuan terhadap klien supaya memperoleh tingkah laku yang diterima
masyarakat dan mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya untuk perkembangan diri yang
optimal dalam menggunakan segala kelemahan dan kelebihannya.

C. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Klien
a. Dapat menguasai situasi dengan baik, apabila sutuasi yang tidak baik datang dan mengganggu
kondisi psikologisnya.
b. Menimbulkan semangat dan suasana hati yang rilek dan tidak tegang.
c. Mempunyai gambaran strategis untuk mengubah perilaku yang tidak menentu sehingga
menimbulkan kecemasan.
d. Dapat mengatasi kecemasan yang sedang dihadapi.
e. Dapat memahami bahwa dirinya sebenarnya mampu berkembang dan mampu memperoleh
potensi diri yang lebih maju.
f. Dapat mengambil keputusan setelah diadakan proses konseling, sehingga mampu
menumbuhkan perkembangan bagi kondisi psikologis yang dinamis, berkembang secara optimal
dan mampu mengembangkan potensinya sesuai dengan kelemahandan kelebihan yang
dimilikinya.
2. Keluarga
a. Situasi dalam keluarga menjadi tenang dan tentram dan memberikan pola asuh yang dapat
membawa perkembangan psikologis anggota keluarga menjadi well justice.
b. Keharmonisan suasana kehidupan rumah tangga bersama anak.
c. Mampu memberikan pendidikan berupa tingkah laku sesuai dengan per-kembangannya.
d. Mampu memberikan pendidikan bagi klien demi masa depannya sehingga memberikan rasa
aman bagi perkembangan psikologisnya.

3. Peneliti
a. Memperoleh sejumlah tambahan pengetahuan dari kasus yang ditangani, sehingga kelak
memberikan wacana dan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menggunakan bagi kegiatan
konseling yang akan dilakukan.
b. Melatih diri untuk menerima, mendengar klien secara baik apa adanya sebagaimana ia adalah
individu yang mempunyai potensi untuk berkembang.
c. Mengaplikasikan teknik-teknik konseling pada masalah yang dihadapi oleh klien dalam
usahanya mengentaskan permasalahan untuk mengambil keputusan oleh klien bagi
perkembangan dirinya.
d. Mampu mengaplikasikan pengetahuan dalam rangka melatih diri menghadapi kenyataan di
lapangan untuk memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk riil konseling.

BAB II
IDENTIVIKASI KASUS

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Karjono
Umur : 12 Tahun
Tempat Tgl Lahir : Pentur, 12 Januari 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamt : Pentur Sampetan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP Kanisius Ampel
Kelas : I
Hobi : Monton TV, Membaca

Nama Orang Tua


Ayah : Sugito
Pekerjaan : Buruh/Tani
Ibu : Romelah
Pekerjaan : Buruh/Tani
Adik : smol Yadi

2. Identitas Praktikan
Nama : Suwono
Umur : 26 Tahun
Tempat Tgl Lahir : Payak, 14 September 1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamt : Payak, Cluwak, Pati
Agama : Buddha
Pendidikan : Mahasiswa Semester VI Matakuliah Bimbingan
konsling jurusan Dharma Acariya

B. Sipnosis (Keadaan Psikologis Klien)


Klien dalam studi kasus yang praktikan kembangan ini klien Sering tidak masuk sekolah
walaupun hanya satu minggu sekali bahkan tidak jagang pula satu minggu dua kali. Alasan yang
dialami klien untuk tidak berangkat sekolah dikarenakan malas untuk berangkat sekolah dan
klien pada waktu tidak berangkat sekolah dia menonton TV di rumah, pingin membantu nemek
ke ladang serta menyusul orang tuanya ketempat kerja di Salatiga. Orang tuanya setiap tiga bulan
sekali pulang kerumah di Sampetan.
Dalam proses pembelajaran akan ini juga mengalami permasalahan ini terbukti bahwa anak ini
menyukai beberapa mata pelajaran saja dan pelajran yang paling disukai adalah bahasa
Indonesia. Dalam hal aktualisasi diri juga mengalami permasalahan ini terbukti ketika dalam
proses wawancara anaknya susah diajak komonikasi. Anaknya dalam proses pembelajaran
kurang menguasai apa yang disampaikan oleh gurunya serta jarang memperhatikan gurunya
dalam pelajaran. Anaknya juga sering terlambat sekolah karena ketinggalan Bus. Pada waktu
hujan turun nanaknya tidak mau sekolah dikarenakan bajunya hanya meniliki 2 set biru putih.

C. Jenis Dan Nama Kasus


Dari hasil observasi dan data-data yang praktikan dapatkan selama obervasi yang kemidian
parktikan identifikasi, praktikan merumuskan dan menyimpulan untuk mengkaji tentang
³SETUDI KASUS PRILAKU MEMBOLOS DIKALANGAN PELAJAR KARENA MALAS´
D. Pendekatan
Studi kasus prilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan pendekatan reality therapy
atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi
tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada
masa kini.
Pendekatan ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu
mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis.

BAB III
TINJAUAN TEORITIS

A. Batasan pengertian
Pengertian prilaku adalah suatu bentuk tingkah laku yang agresif yang sering dilakukan individu
(Monks,2001;369). Sedangkan prilaku yang menyimpang adalah suatu bentuk tingkah laku yang
menyimpang dari norma susila, norm agama yang bersifat negatif atau suatu prilaku emosional
yang menonjol dan mengacu ke hal-hal yang bersifat criminal.
Membolos berarti tidak masuk atau absent. Membolos sekolah adalah tidak masuk sekolah atau
tidak mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi prilaku membolos adalah suatu bentuk tingkah laku
yang menonjol yang dilakukan individu yaitu tidak masuk sekolah.
Remaja biasannya biasanya melakukan perbuatan untuk mencari identitas diri, ingin menunjukan
kemampuannya pada orang lain. Remaja ini mengalami perkembagan mental dan pertumbuhan
fisik yang belum stabil. Sejalan dengan hal itu remaja perlu sekali mendapatkan bimbingan dan
arahan untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan prilaku yang menyimpang.
Sementara menurut dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap
perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. In berarti
keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dimana pada akhir
peran perkembangan fisik seorang pria yang berotot dan mampu menghasilkan spermatozoa
setiap kali berejakulasi dan bagi wanita bentuk badan juga sudah kelihatan terbentuk dengan
perubahan pada payu dara serta berpinggul besar setiap bulan mengeluarkan sel telur yang tidak
disenyawakan. Masa puber bagi lelaki adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada
perempuan setelah haid. (Sarlito Wirawan,1997: 6-7)
Prilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada masa
pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mempunyai arti yang khusus dan
terbatas pada suatu masa tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun.
Prilaku membolos, atau fenomena pelajar yang terlibat narkotika, sex bebas hingga tawuran
terkuak ke permukaan, sekolah seakan-akan ingin lepas tangan. Terbukti, pihak sekolah masih
menganggap mereka yang terlibat hal itu adalah anak-anak µnakal¶. Dalihnya, anak-anak yang
patuh lebih banyak dibandingkan anak-anak yang suka membolos. Memang hal itu benar adanya.
Tetapi bukan berarti mereka yang taat di sekolah terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan
pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secaraara
psikologis. Makanya, jangan heran jika akhir-akhir ini siswa-siswi kita sering mengalami
hysteria missal. Hal itu dikarenakan luapan emosi tak terkendali melalui alam bawah sadar. Dan
biasanya kerap tak terkendali
Menurut Fine Benyian kenakalan remaja adalah satu contoh dari sejumlah tingkah laku yang
dilakukan oleh seorang pemuda yang berumur sekitar 18 tahun. Sebagai kebalikan dari daerah
hokum dan telah diterima oleh umum dan itu adalah karakter di dalam kelompok anti social.
Kenakalan remaja adalah jenis nyata dari penyimpangan prilaku yang melawn hokum/peraturan
(Fine Benyian,1957;22).

B. Benyebap-penyebab prilaku
1. Sebab internal
Sebab internal adalah sebab prilaku individu yang timbulnya dari dalam kondisi dalam anak itu
sendiri. Ini di sebabkan beberapa faktor.
a. Kelainan fisik
Anak-anak menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah temenya
yang normal. Maka demi masa depanya diselenggarakan pendidikan khusus bagi mereka.
b. Kelainan Psikis
Kelainan psikis adalah kelainan yang terjadi pada kemampuan berfikir (kecerdasan) seorang
individu. Kelainan ini baik secara inferior maupun superior bila anak yang taraf kecerdasanya
inferior akan sangat tersiksa bila dikumpulkan dalam kelas pada umumnya. Dan anak yang
mempunyai tingkat kecerdasan superior dalam arti memiliki kecerdasan yang sangat cerdas
sekali. Mereka ini akan merasa tertekan bila harus dicampurkan dengan anak-anak pada
umumnya. Alternatif terbaik bag mereka yaitu dengan mengumpulkan mereka sesuai dengan
kecerdasanya masing-masing.
2. Sebab eksternal
Sebab eksternal adalah sebab-sebab yang timbul dari luar diri seseorang. Sebab eksternal ini
berpangkal dari keluarga, pergaulan, salah satu atau pengalaman hidup yang tak emneynangkan.
a. Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal oleh anak. Anak mulai
menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluarga inilah anak mulai
mensosialisasikan diri. Liengukngan keluarga diakui oleh semua ahli pendidikan maupun
psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembagan anak selanjutnya
(Mustaqim,1990;140). Pola asih yang keliru dapat menjadikan sebab yang buruk terhadap
perkembangan anak. Untuk menjadi dewasa anak telah memiliki kebiasaan yang didapat dari
orang tua yang dirasa benar. Padahal itu salah.
b. Pergaulan
Lingkungan masyarakat atau lingkungan pergaulan anak-anak yang telah dididiknya baik oleh
orang tuanya anak mendapatkan kesulitan untuk menembangkan diri di tengah-tengah
lingkungan yang tidak baik. Anak dididik jujur akan merasa jengkel bila teryata teman-temanya
suka bohong. Anak ini dihadapkan pada dua pilihan, antara jujur dan berbohong karena sesuai
dengan teman-temannya.
Lingkungan pergaulan mempunyai andil bagian yang berarti bagi perkembagan psikis anak, jika
lingkungan cenderung baik maka anak cenderung baik begitu pula sebaliknya
(Mustaim,1990;141).
c. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup mengajarkan pada masa lalu tak akan pernah hilang. Artinya bahwa segala
seseuatu yang terjadi di dalam hidupnya tidak akan pernah terlupakan.
Anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari gurunya senantiasa membuat keonaran untuk
mendapatkan perhatian yang khusus baignya. Inilah sebab yang melatar belakangi masalah-
masalah pada siswa yang menyebakan suatu perilaku yang menyimpang dimana perilaku ini
termasuk pada kenakalan remaja.
C. Bentuk-bentuk masalah
Masalah-maslah yang dihadapi oleh anak remaja sebagai akibat dari adanya sebab-sebab diatas.
Bentuk-bentuk masalah yang dihadirkan anak remaja/siswa dapat dibagi menjadi dua sifat yaitu:
1. Bersifat Regresif
Perilaku yang bersifat regresif biasanya ditunjukkan anak-anak dengan kepribadian introvert,
bentuk prilaku yang menyimpang misalnya: suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk,
tidak mau masuk sekolah.
2. Bersifat Agresif
Prilaku agresif biasanya ditunjukkan oleh anak yang erkepribadiannya extrovert. Perbuatan yang
dilakukan misalnya : berbohong, membikin onar, memeras temanya, beringas dan perilaku-
perilaku lain yang bisa menarik perhatian orng lain.
Bila disingkronkan antara bentuk-bentuk kenakalan dan factor-faktor penyebabnya maka akan
didapati ada hubungan yang korelatif antara keduanya. Pemahaman keduanya akan membuat
penanganan terhadap masalah menjadi semakin mudah.
Contoh : seorang anak yang mempunyai prilaku membolos sekolah perhatian yang perlu kita
berikan adalah perhatian kepada kenapa dia membolos. Tidak kepada hukuman yang akan
diberikan.
Karena membolos yang dilakukan pasti mempunyai penyebabnya. Pemahaman terhadap factor-
faktor penyebab akan memudahkan dalam penyelesaian masah (mustaqim, 1990:143)

D. Pencegahan dan penanggulangan


Sebab suatu perilaku yang menyimpang teryata mempunyai latar belakang lingkungan dan
kehidupan social yang buruk. Ini bisa dari lingkungan keluarga, teman dan masyarakat. Tidak
jarang juga dari status ekonomi keluarga dalam masyarakat.
Faktor eksogen, remaja hidup dalam iteraksi dengan lingkungan, sehingga mendapat pengaruh
yang besar pula bagi pembentukan pribadinya. Lingkungan yang sehat dengan menanamkan
pendidikan yang benar dan ada hbungan yang harmonis memungkinkan seseorang dapat
menjadikan lebih dewasa dan matang dalam kepribadian. Keadaan keluarga, sekolah dan
masyarakat menentukan pula kemungkinan berkembangnya pribadi tersebut.
Usaha penanggulangan masalah kenakalan ini adalah dengan Studi kasus menggunakan
pendekatan reality therapy atau terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang
sebenarnya yang akan dihadapi tanpa memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa
dikatakan atau menekankan pada masa kini. Pendekatan ini akan membimbing anak mampu
menghadapi apa yang akan dihadapinya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk
kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat humanis. Sikap humanis ini ditujukan untuk
memberikan gambara dan bimbingan yang menghargai hak-haknya dan mengarahkan untuk
pemenuhan kewajiban-keajiban yang harus dijalankan.
Dalam hal ini juga tidak semata-mata bisa di lakukan oleh konselor tetapi juga oleh pihak
keluarga, seklah dan masyarakat harus juga berpartisipasi mengembangkan bakat dan
kemampuanya secara seimbang baik dalam bidang non material maupu dalam bidang spiritual
agar tidak terjadi prilaku yang menyimpang.

BAB IV
DATA

A. Data penelitian
Penelitian ini digunakan untuk mengumpulan data peneliti menggunakan data non tes, yaitu
wawancara dan observasi. Wawancara ditujukan kepada klien yang merupakan sumber utama.
Dan sebagai pedukung data praktikan juga mencari data-data dari teman dekat klien, keluarga,
guru yang berada di sekitar klien itu sendiri.
Wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bersama (face to face), ketika seseorang atau
pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-
jawaban yang berhubungan dengan masalah penelitian, kepada klien yang sedang diteliti
(responden). Penelitian tidak dilakukan sekali tetapi beberapa kali. Ini dimungkinkan untuk
mempermudah dalam pengklarifikasian dan pengembangan kasus yang dihadapi.
Penelitian ini mendapatkan hasil dari wawancara dengan klien yaitu yang berhubungan dengan
kasus yang dihadapi klien. Klien mempunyai prilaku yang kurang baik dimana klien sering
membolos tidak mengikuti pelajaran tanpa keterangan yang jelas. Data utama ini yang menjadi
sumber utama dalam kasus ini. Klien sering tidak masuk sekolah karena pengaruh keluarga dan
lingkungan sekitar, kurang percaya diri. Kurang mengerti tentang hak dan kewajibannya secara
benar.
Hasil dari wawancara peneliti yang diperoleh dari klien adalah sebagai berikut :
1. Pertemuan pertama
Peneliti memulai penelitian ini pada tanggal 6 maret 2008 yang merupakan pertemuan pertama.
Dalam pertemuan pertaman peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti dikenalkan
kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien untuk menjadi klien
dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam penelitian ini. Dari situ pepenliti
kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih dalam agar menjadi akrab dan saling membantu.
Peneliti kemudian mengadakan konrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya.
Dalam pertemuan pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang
tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien.
2. Pertemuan kedua
Pertemuan kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang
dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh guru BK yang
diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien menceritakan masalah
yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan
tanpa keterangan. Kadang juga membuat surat izin dengan tanda tangan sendiri.
3. Pertemuan ketiga
Pertetemuan ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien
menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien sering sekali
di tinggal keluarga mencari nafkah, klien di rumah sehari-harinya hanya dengan neneknya.
Orang tuanya bekerja di Salatiga selama satu minggu penuh, orang tuanya pulang tiga bulan
sekali. Peneliti juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk
dengan alansan sakit.
Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Dia tidak mempunyai kakak justru dia
mempunyai adek satu. Di rumah jarang sekali mendapatkan pendidikan dari keluarga. Klien
hidup di lingkungan keluarga petani. Klien sebagai anak pertama mendapatkan perhatian yang
khusus dari ayah. Kehidupan keluarga dapat dikatakan cukup baik.
Waktu musim hujan klien punya keinginan sebuah payung untuk sebagai pelindung pada waktu
hujann namun sekarang belum kesampaian. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua
walaupun setiap harinya dia tinggal bersama neneknya. Dalam keseharian klien senang membaca
walaupun dia dalam keseharian harus membantu orang tua atau neneknya.
4. Pertemuan keempat
Dalam pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertannyaan tentang kondisi lingkungan tempat
tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang hanya di rumah tidur atau
nonton TV, membantu nenek ke ladang, kadang-kadang juga hanya main-main di tempat
tetangga. Selama membolos klien jarang sekali main keluar atau masih memakai seragam
sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang sengaja tidak masuk sekolah.
Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di
rumah jarang sekali bermain bersama dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang
hanya menonton TV.
5. Pertemuan kelima
Peneliti mendapatkan data dari teman di sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam
seminggu kadang juga sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja jarang
mendapat peringkat.
6. Pertemuan keenam
Petemuan keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir peneliti
memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan solusi atas
permasalahn yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar data-data yang peneliti dapatkan
dari masalah dan hasil wawancara yang selama peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga
berjanji kepada peneliti untuk berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki
prestasinya, dan berusaha selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak
masuk sekoah.
B. Data pendukung
Data pendukung yang peneliti gunakan dalam pengumpulan data mengenai klien adalah berupa
pertanyaan-pertanyaan serta keterbukaan anak dalam melakukan kejujuranya dalam wawancara
serta tanya jawab setelah selesei jam pelajaran pada saat pulang dari sekalah serta dari teman-
teman dekatnya tepanya di SMP ³Kanisius´ Ampel-Boyolali yang menengah. Data yang penulis
peroleh dari nilai raport.
Klien menunjukkan orang intelegensinya kurang. Kehidupannya didasarkan pada ketidak
sadaran, tertarik pada hal-hal yang nyata, emosinya mudah bergerak, sensitif, sensualitas, ketidak
kesadaran dan ada hambatan dalam perkembangan atau mentalnya. Merasa rendah diri, kurang
percaya pada diri sendiri apabila forum umum dia kurang percaya diri. Dia cenderung diam.
Klien juga kurang mendapatkan perhatian dari orang tua karena pekerjaan orang tuanya di luar
daerah yang kadang hanya tiga bulan sekali pulang kerumah. Keluarga kurang memperhatian
tentang pendidikan klien. Selain itu juga klien jarang sekali berkumpul dengan pelajar justru
kadang malah hanya berkumpul dengan teman sebaya. Data ini juga diperoleh untuk melihat
perkembangan akibat gangguan kecemasan yang ditimbulkan pada masa kanak-kanak. Sehingga
kasih sayang kurang yang diapatkan dari kedua orang tuanya mendorong dirinya untuk mencari
perlindungan di luar. Didikan yang keras dari keluarga kakeknyalah yang menyebabkan ia
berhasil. Selain dari pada itu ia saat ini tinggal di lingkungan yang religius.
Dalam penelitian praktikan juga menemukan data-data yang bersifat negatif tetapi juga
menemukan data-data yang positif dari tindakan-tidakan klien yang tetep harus dikembangkan
juga. Dalam hal ini praktikan melihat bahwa klien juga mempunyai rasa bhakti teradap keluarga,
klien juga sering membantu keluarga dalam bekerja. Klien kadang tidak masuk sekolah hanya di
rumah dan membantu orang tua. Klein tak jarang pergi ke ladang membantu pekerjaan orang tua
menggarap ladang. Tidakan ini tidak salah namun yang menjadi tidak baik karena penempatan
yang keliru. Yaitu seperti hanya kacena pengen membantu keluarga klien sampai mengabaikan
kewajibannya yaitu belajar.

BAB V
ANALISIS DAN DIAGNOSIS

A. Analisis
Prilaku yang dialami klien sekarang adalah dampak dari eksternal yaitu kurangnya peran
keluarga yang kurang dalam keseharianya klien mencoba untuk mengatasi segala
permasalahanya sendiri dalam hal moral dan spiritual. Karena usianya yang sekarang dalam
masa pubertas, dimana juga klien mencari jati dirinya terpengaruh oleh teman-temannya yang
membuat klien suka membolos sekolah. Prilaku membolos membuat klien mengalami
ketinggalan pelajaran, sehingga prestasi klien menurun dan nilai rapornya rendah.
Klien sering tidak masuk sekolah karena hanya ingin melakukan sebuah kegiatan yang disenangi
oleh klien, dimana saat klien malas untuk berangkat sekolah sehingga klien ketinggalan pelajaran
dan dapat merugikan sendiri. Kemalasan klien tidak terlalu begitu parah karena hanya malas
berangkat sekolah. Dalam hal kegiatan yang lain tidak begitu malas.
Klien membolos karena malas berangkat sekolah. Malas karena ada beberapa pelajaran yang
tidak disukai dan bahkan guru yang tidak disukai. Kemalasan yang dimiliki oleh klien karena
klien kurang memahami kewajibanya sebagai seorang anak yaitu belajar. Klien tidak mengerti
hal utama yang harus dilakukan oleh seorang murid.
B. Diagnosis
1. Efisiensi Kasus
Kasus yang dihadapi klien yaitu prilaku membolos sekolah yang mana prilaku merugikan dirinya
sendiri karena ketinggalan pelajaran dari teman-temanya, sehingga sering mendapat nilai rendah.
Faktor-faktor efektif yang dialami klein yaitu prilaku membolos sekolah. Prilaku dikarenakan
faktor internal dan eksternal. Prilaku yang menyimpang dilakukan karena keinginanya sendiri
dan pengaruh dari luar yaitu dari pergaulannya dengan teman-teman serta lingkungan yang
kurang mendukung.
2. Latar Belakang kasus
Masalah yang dialami klien merupakan prilaku perlu dihindari klien karena membawa pada
ketinggalan pelajaran. Prilaki tersebut tidak terlepas dari latar belakang masalah yang
dihadapinya. Masalah klien pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam atau dari diri klien sendiri. Klien selalu
mempunyai keinginan untuk dirumah lihat TV dan bermain bersama teman-temannya yang mana
saat tidak msuk sekolah dan bahkan hanya membantu orang tua pergi ke ladang sampai-smpai
klien sendiri sering mengalami malas untuk berangkat sekolah.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang bersal dari luar klien. Sebab dari prilaku yang menyimpang
dengan membolos sekolah berawal dari kemalasan untuk tidak masuk sekolah agar dapat lihat
TV serta bermain bersama teman-teman. Kehadiran teman-teman yang memiliki kebebasan dan
tidak memiliki tanggjung jawab sebagi seorang murid membuat klien ikut-ikutan.
Selain dari lingkungan masyarakat klien juga mempunyai keluarga, yang mana klien merasa
kurang diperhatikan oleh ayah dan ibu yang pergi untuk melakukan ternak ayam di Salatiga.
Walaupu kedua orang tuanya sudah merasa diperhatikan tatapi klien merasa kurang adanya
perhatian. Orang tua jarang memberikan bimbingan, serta arahan.
C. Sebab Timbulnya Kasus
Masalah yang dihadapi klien bermulai dari pertengahan masuk sekolola SMP Kanisius, dimana
dimana klien malas masuk sekolah. Selain itu klien juga mengalami malas untuk datang karena
pingin lihat TV dan pingin bermain bersama teman-temannya serta pingin membantu neneknya
keladang.
D. Dinamika Psikis Klien
Dinamika Psikis Negatif
Klien memiliki prilaku yang kurang baik, dimana suka membolos sekolah yang mengakibatkan
ketingalan perlajaran sehingga prestasinya menurun dan mendapatkan nilai rendah.

BAB VI
PROGNOSIS

A. Dampak-dampak kasus
1. Dampak negatif
Prilaku membolos yang dilakukan oleh klien bila tidak segera di atasi maka akan menimbulkan
dampak negatif bagi dirinya, sekolah dan keluarga dan bahkan sampai ke lingkungan sekitarnya.
Membolos menjadikan klien ketinggalan pelajaran sehingga membuat indek prestasinya dalam
kelas menurun.
Jika klien dibiarkan dalam keadaan ini, prilaku yang dilakukan klien akan menggangu dirinya
sendiri, orang tuanya, pihak sekolah dan lingkungannya juga. Klien akan mengalami kekewatiran
dimana saat membolos sekolah takut kalau diketahui pihak sekolah dan dan orang tuanya.
2. Dampak positif
Dari data-data permasalahan yang peraktikan dapatkan menyimpulan bahwa klien tidak masuk
kadang karena tidak suka dengan guru sehingga mengarah juga ke mata pelajaran yang diampu
oleh guru tersebut.
B. Alternatif Pemecahan Kasus
Dengan adanya studi kasus ini, klien dapat mengerti dari prilakunya yang menyimpang dimana
klien dapat memahami prilaku yang dilakukannya tidak membawa kemajuan baginya. Sehingga
dengan adanya studi kasus ini klien tahu prilaku membolos sekolah tidak ada manfatnya. Dan
klien dapat lebih rajin untuk berangkat sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran dan mendapat
nilai raport yang lebih baik

BAB VII
TREATHMENT

A. Metode, Teknik, Sasaran Dan Tujuan Perlakuan.


1. Metode
Studi kasus prilaku membolos dikalangan pelajar ini menggunakan meote reality therapy atau
terapi realitas. Konsep dasarnya adalah kenyataan yang sebenarnya yang akan dihadapi tanpa
memandang jauh ke masa lalu. pendekatan ini juga bisa dikatakan atau menekankan pada masa
kini. Metode ini akan membimbing anak mampu menghadapi apa yang akan dihadapinya,
mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kedepannya. Pendekatan ini lebih bersifat
humanis.
2. Teknik
Teknik-teknik yang digunakan adalah :
a) Menggunakan role playing dengan klien.
Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dengan rilek.
c) Tidak menjanjikan kepada klien maaf apapun, karena telah terlebih dahulu diadakan
perjanjian untuk melakukan tingkah lakut tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.
d) Menolong klien utnuk merumuskan tingkah apa yang akan diperbuatnya.
e) Membuat modal-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.
f) Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya
g) Menggunakan terapi kejutan verbal atau ejakan yang pantas untuk menkanfrontasikan klien
dengan tingkah lakunya yang tak pantas, misalnya berupa teguran secara langsung atau tiba-tiba
terhadap tingkah lakunya atau janji yang tak dapat dipertanggungjawabkan
h) Ikut terlibat mencari hidup yang lebih efektif, misalnya, dengan merencanakan model belajar
atau sekolah yang langsung dalam kehidupan dilakukan.
3. Sasaran
Dalam menangani kasus ini sasaran yang utama hendak dicapai adalah subyek sendiri, jadi
perlakuan yang peneliti lakukan ditujukan kepada subyek.
4. Tujuan
a. Menolong individu agar mampumengurus diri sendiri dengan kata lain individu dapat
membuat keputusan yang tepat dari tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang
yang lebih baik (memandirikan klien)
b. Mendorng klien untuk bertanggung jawab serta memikul segala resiko. Tanggung jawab yang
dimintakan klien sesuai dengan kemampuaan dan keinginnya
c. Mengembangkan rencana-rencana nyata dalam mencapi tujuan, rencana herus dibuat realistik
dalam arti dapat diwujutkan dalam tingkah laku yang nyata dan merupakan harapan yang dapat
dicapi atas kemampuan yang dimiliki klien.
d. Tingkah laku yang sukses yang dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang
sukses. Kesuksesan peribadi dicapi dengan nilai-nilai adanya keinginan individu, untuk
mengubahnya sendiri jadi tanggungjawab yang penuh atas kesadaran sendiri.
e. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggungjawab atas kesadaran sendiri
B. Waktu Dan Proses Pemberian Perlakuan
Waktu dan pelaksanaan perlakuan yang peneliti laksanakan bersama-bersama dengan klien,
dengan menggunakan metode tingkah laku desensitisasi sitematis secara bertahap-tahap dari
waktu ke waktu dan beberapa metode yang lain sesuai dengan kondisi klien.

1. Pertemuan pertama (6 Maret 2008)


Peneliti memulai penelitian ini pada tanggal 6 maret 2008 yang merupakan pertemuan pertama.
Dalam pertemuan pertaman peneliti menemui guru BK yang kemudian peneliti dikenalkan
kepada klien. Pada pertemuan pertama peneliti menayakan kepada klien untuk menjadi klien
dalam study kasus dan klien mau menjadi klien dalam penelitian ini. Dari situ pepenliti
kemudian melanjutkan perkenalan yang lebih dalam agar menjadi akrab dan saling membantu.
Peneliti kemudian mengadakan konrak pertemuan untuk selanjutnya dan begitu seterusnya.
Dalam pertemuan pertama ini juga peneliti langsung mendapat sinopsis dari guru BK tentang
tingkah laku dan masalah yang dihadapi klien.
2. Pertemuan kedua (14 Maret 2008)
Pertemuan kedua peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien tentang masalah yang
dihadapi. Pertanyaan ini berdasarkan sinopsis masalah yang telah diberikan oleh guru BK yang
diberikan pada pertemuan pertama. Dalam pertemuan kedua ini klien menceritakan masalah
yang dihadapinya, klien bercerita bahwa ia sering sekali tidak masuk sekolah baik izin, sakit dan
tanpa keterangan. Kadang juga membuat surat izin dengan tanda tangan sendiri.
3. Pertemuan ketiga (21 Maret 2008)
Pertetemuan ketiga ini peneliti mendapatkan data dari klien tentang keadaan keluarga. Klien
menceritakan keadaan keluarga meliputi alamat rumah, pekerjaan orang tua. Klien sering sekali
di tinggal keluarga mencari nafkah, klien di rumah sehari-harinya hanya dengan neneknya.
Orang tuanya bekerja di Salatiga selama satu minggu penuh, orang tuanya pulang tiga bulan
sekali. Peneliti juga menanyakan tentang kondisi fisiknya karena klien kadang tidak masuk
dengan alansan sakit.
Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Di rumah jarang sekali mendapatkan
pendidikan dari keluarga. Klien hidup di lingkungan keluarga petani. Klien sebagai anak pertama
mendapatkan perhatian yang khusus dari ayah. Kehidupan keluarga dapat dikatakan cukup baik.
Waktu musim hujan klien punya keinginan sebuah payung untuk sebagai pelindung pada waktu
hujann namun sekarang belum kesampaian. Klien sekarang masih tinggal bersama orang tua
walaupun setiap harinya dia tinggal bersama neneknya. Dalam keseharian klien senang membaca
walaupun dia dalam keseharian harus membantu orang tua atau neneknya.
4. Pertemuan keempat (12 Maret 2008)
Dalam pertemuan ke empat peneliti mengajukan pertannyaan tentang kondisi lingkungan tempat
tinggal dan tentang pergaulannya. Klien bercerita bila bolos kadang hanya di rumah tidur atau
nonton TV, membantu nenek ke ladang, kadang-kadang juga hanya main-main di tempat
tetangga. Selama membolos klien jarang sekali main keluar atau masih memakai seragam
sekolah karena klien membolos sejak jam pertama atau memang sengaja tidak masuk sekolah.
Klien jarang sekali membolos karena ajakan teman atau siapa tapi karena kehendak sendiri. Di
rumah jarang sekali bermain bersama dengan teman atau saudara ini terbukti dari hobinya yang
hanya menonton TV.
5. Pertemuan kelima (26 Mei 2008)
Peneliti mendapatkan data dari teman di sekolah bahwa klien sering tidak masuk satu kali dalam
seminggu kadang juga sampai dua kali. Tentang prestasi disekolah klien biasa-biasa saja jarang
mendapat peringkat.
6. Pertemuan keenam (30 Mei 2008)
Petemuan keenam merupakan pertemuan terakhir dengan klien dalam peremuan terakhir peneliti
memberikan gambaran permasalahan dan memberikan saran-saran, bantuan dan solusi atas
permasalahn yang dihadapinya. Ini peneliti berikan atas dasar data-data yang peneliti dapatkan
dari masalah dan hasil wawancara yang selama peneliti dengan klien berkerja sama. Klien juga
berjanji kepada peneliti untuk berubah berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki
prestasinya, dan berusaha selalu masuk sekolah kecuali memang tidak mendukung untuk tidak
masuk sekoah.

C. Evaluasi treatment
Subyek telah peneliti kenal cukup lama dan sadar bahwa masalah yang dihadapai membutuhkan
bantuan konseling, sikap awal pada pertemuan-pertemuan dengan peneliti lebih menunjukkan
hubungan yang mempunyai perhatian yang lebih besar dalam suasana keakraban, termasuk
dengan anggota keluarga yang lain. Subyek menunjukkan sikap yang senang apabila peneliti
datang menemuinya. Sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan perlakukan terhadap
subyek, dari awal pengumpulan data sampai dengan pelakuan pada treatment-treatment.
Setelah perlakukan dikenakan pada subyek, nampak ada perubahan. Sekarang merasa lebih
santai dan lebih mantap dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul. Anak-anak merasa
diperhatikan dan mendapatkan tempat untuk mengutarakan semua perasaannya
dibandingkan sebelumnya. Namun demikian perlakuan terhadap ibu baru sekali dan belum
banyak peneliti laksanakan lebih banyak karena ibunya (ibu pulang ke ayahnya tanpa minta ijin
subyek, karena membawa/menghabiskan sejumlah uang subyek yang cukub banyak) tidak ada di
rumah sejak awal treatment ini diperlakukan.
Jadi selama perlakuan treatment yang peneliti perlakukan dalam waktu yang singkat yaitu kurang
lebih satu setengah bulan, menunjukkan perkembangan yang menggembira¬kan. Artinya bahwa
subyek mengalami perkembangan yang baik dibandingkan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa
treatment yang dikenakan pada subyek telah berhasil 80%. Tetapi sekalipun studi kasus ini telah
berakhir, namun tetap peneliti menekan kepada subyek untuk tetap latihan-latihan releksasi dan
sewaktu-waktu subyek membutuhkan bantuan peneliti bersedia dan dengan senang hati.

BAB VIII
KESIMPULAN, PENDAPAT DAN SARAN

A. Kesimpulan
Mempelajari dan memahami masalah psikologis terhadap kasus yangdisebabkan adanya
bentukan baik dari dalam diri individu maupun keluarga serta faktor eksternal yang lain.
Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya masalah, baik itu latar kasus maupun
pencetus kasus yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi
dinamika psikis (gejala-gejala psikis) klien. Memberikan perlakuan yang tepat sehingga
kecemasan yang di alami klien dapat teratasi. Memberikan perlakuan terhadap klien supaya
memperoleh tingkah laku yang diterima masyarakat dan mengambil keputusan yang tepat bagi
dirinya untuk perkembangan diri yang optimal dalam menggunakan segala kelemahan dan
kelebihannya

B. Pendapat
Berdasarkan pada analisa, diagnosis dan kesimpulan di atas, penulis berpendapat:
Subyek mengalami gangguan kecemasan yang di sebabkan oleh faktor psikologis, yaitu adanya
kepribadian subyek yang mudah sekali emosional (kurang adanya kestabilan emosional) dalam
menghadapi berbagai masalah. Kurang menerima kenyataan terhadap apa yang dihadapi saat
sekarang. Subyek terbawa pada pengalaman-pengalam masa lalu yang traumatik dan kehilangan
fugur orangg yang peling dekat, membuat subyek mempunyai ketergantungan yang tinggi.
Sebaliknya disisi lain subyek harus berperan sebagai figur ibu dan sekalugus ayah.
Subyek sebenarnya sangat membutuhkan dorongan dan dukungan dari pihak orang tua, namun
demikian orang tua justru manambah memberikan beban terhadap subyek (karena keberadaan
yang tidak memungkinkan).
Gangguan kecemasan yang dialami subyek masih dalam batas rasional dan hal ini akan sangat
terasa bila subyek sedang banyak mengalami masalah. Dan subyek cukup potesial untuk
mengatasi masalah.

C. Saran
Saran untuk mengurangi kemalasan yang dialami oleh klien dalam masalah kasus ini khusus
ditujukan kepada klien untuk membiasakan latihan-latihan atau melakukan kegiatan yang
bersifat kecil sekalipun dan belajar menghargai waktu. Pemahaman rasional baik sedang
mengalami suatu masalah atau tidak sendang menglami masalah.
Kemudian kepada orang tua dan saudara-saudara yang berada dalam lingkungan keluarga klien
memberikan dukungan dan dorongan secara psikologis terhadap klien dengan memperikan
perhatian dan bimbigan secara teratur sehingga anak merasa di perhatikan dan merasa mendapat
dukungan setiap apa yang dilakukan. Memberikan gambaran-gambaran tentang hal-hal yang
terbaik dan hal-hal yang harus dilalukan.
Membangun suasana iklim yang yang baik terhadap hubungan komunikasi kelurga. Kepada
sanak famili khususnya pamannya untuk mengerti dan sadar bahwa sebagai klien adalah remaja
yang sedang belajar dan menjalani tugas-tugas perkembangannya maka di harapkan untuk
memberikan dukungan bagi perubahan klien dalam menjalani latihan-latihan terapi yang baik.

You might also like