You are on page 1of 109

UPAYA-UPAYA PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM

MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DI BOSNIA HERZEGOVINA PADA


TAHUN 1992-1995

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan
Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh

MUHAMMAD SENDY
2002230016

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA


JAKARTA 2007
ABSTRAK

(A) Muhammad Sendy (2002230016)


(B) Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Mewujudkan Perdamaian di
Bosnia Herzegovina Tahun 1992-1995
(C) vi + 96; 1 lampiran
(D) Upaya PBB, Perwujudan Perdamaian
(E) Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia
Herzegovina. Metode Penelitian : Deskriptif Kualitatif, mengambil data dari
buku, koran, majalah, dan internet. Hasil Penelitian : Upaya-upaya yang
dilakukan oleh PBB untuk mewujudkan perdamaian di Bosnia Herzegovina,
dengan melakukan mediasi dan penempatan UNPROFOR, dalam hal ini PBB
menjadi pihak ketiga yang turut berpartisipasi dalam penyelesaian konflik di
Bosnia Herzegovina, tanpa memihak kepada salah satu pihak yang bertikai
(netral). Dalam partisipasinya mewujudkan perdamaian di Bosnia, PBB juga
melakukan kerjasama dengan organisasi regional Masyarakat Eropa (ME) dan
organisasi keamanan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Adapun
tindakan yang dilakukan oleh PBB untuk mewujudkan perdamaian di Bosnia
antara lain: menjatuhkan sanksi embargo senjata dan perekonomian, menetapkan
lima kota di Bosnia sebagai wilayah aman (safe areas), pengawasan perbatasan
dan pemberlakuan zona larangan terbang di wilayah udara Bosnia. Sedangkan
upaya yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal melalui perwakilan khususnya
yang bekerjasama dengan ME yaitu memberikan solusi untuk membagi wilayah
Bosnia kepada ketiga pihak yang bertikai kedalam sepuluh propinsi dan satu
wilayah pusat, jasa baik ini dikenal dengan rencana Owen-Vance dan
terlaksananya perjanjian gencatan senjata. Namun, upaya-upaya yang dilakukan
oleh PBB menghadapi berbagai kendala, sehingga perwujudan perdamaian di
Bosnia terhambat dan perang saudara di bekas negara Yugoslavia itu tetap
berlangsung. Kesimpulan : Dalam rangka mewujudkan perdamaian di Bosnia,
upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB adalah dengan melakukan mediasi yang
dilakukan oleh Sekretaris Jenderal yang mengutus perwakilan khususnya serta
Dewan Keamanan yang mengirim pasukan penjaga perdamaian dengan nama
United Nations Protection Force (UNPROFOR), namun upaya tersebut belum
dapat memberikan jalan untuk terwujudnya perdamaian di negara itu. Perjanjian-
perjanjian yang terkait dengan penyelesaian perdamaian (perjanjian gencatan
senjata dan rencana Vance-Owen), tidak dapat memaksa para pihak yang bertikai
untuk segera menghentikan perang dan menyelesaikan permasalahan dengan
cara-cara damai sehingga pertikaian antar etnis di Bosnia tetap berlangsung
hingga tahun 1995.
(F) Buku : 29 (1987-2007); Sumber lain : 23
“Manusia itu jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu ia selalu terus
mencari dan mencari untuk dapat memahami semua…”

(M.S)
LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA

Bersama ini, saya :

Nama : Muhammad Sendy

NRP : 2002230016

Judul Skripsi : Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan


Perdamaian di Bosnia Herzegovina pada Tahun 1992-1995.

Menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa :

1. Skripsi ini adalah orisinil, dan bukan plagiat.

2. Semua keterangan yang berkaitan dengan skripsi ini, baik data primer

maupun data sekunder, adalah sah dikutip sesuai dengan ketentuan.

Bila dikemudian hari ditemukan bukti bahwa terdapat peniruan atau pemalsuan pada

sebagian maupun keseluruhan isi daripada skripsi ini, maka saya siap

mempertanggungjawabkan baik secara akademik maupun dihadapan hukum.

Jakarta, 2007

Mahasiswa,

(MUHAMMAD SENDY)
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURURSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Muhammad Sendy


NRP : 2022230016
Judul : Upaya-Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Mewujudkan
Perdamaian di Bosnia Herzegovina Pada Tahun 1992-1995

Jakarta, 2007

Ketua Jurusan Dosen Pembimbing

(M. Adian Firnas, S.IP, M.Si) (Dra. Enny Suryanjari, M.Si)


INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Tanda Pengesahan Skripsi

Telah diuji di Jakarta pada tanggal, 5 September 2007, dan dinyatakan LULUS

Nama : MUHAMMAD SENDY


NRP : 2002230016
Judul : Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan
Perdamaian di Bosnia Herzegovina tahun 1992-1995

Penguji,

(BUDI S. SATARI, MA)


Ketua

Penguji Penguji

(DRS. RAHADI BUDI P, M.Si) (DRS. ZAMAN ZAINI, M.Si)


Anggota Anggota
KATA PENGANTAR

Konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina merupakan konflik antar warga

negara Bosnia yang dipisahkan berdasarkan etnis. Pertikaian yang berujung pada

perang saudara ini telah menciptakan situasi yang buruk bagi keberlangsungan hidup

masyarakat Bosnia serta menghancurkan berbagai sarana dan prasarana. Perang

saudara tersebut juga melibatkan dua negara induk, yakni Serbia dan Kroasia. Turut

sertanya dua negara tersebut semakin menambah penderitaan bagi warga Bosnia.

Pertikaian yang diakhiri dengan penandatanganan perjanjian Dayton setidaknya telah

meninggalkan kenangan buruk, karena konflik tersebut diikuti dengan praktek

pembersihan etnis yang hanya dapat dijumpai pada masa-masa perang dunia kedua

yang dilakukan oleh Adolf Hitler seorang pemimpin Jerman terhadap masyarakat di

wilayah jajahannya. Pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap para perempuan di

Bosnia merupakan bentuk dari betapa kejinya perang dan mungkin kita akan

mengutuk kata-kata perang jika ikut merasakan dampak dari fenomena tersebut.

Guna menyelesaikan persoalan di Bosnia berbagai upaya telah dilakukan oleh

komunitas Masyarakat Eropa (ME), namun usaha yang dilakukan tersebut belum

efektif karena perang tetap saja terjadi hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

pun pada akhirnya turut serta untuk membantu menyelesaikan permasalahan dan

tentunya setelah adanya permintaan dari Presiden Bosnia, Alija Ijetbigovic. Turut

sertanya organisasi internasional tersebut dalam menyelesaikan permasalahan di

Bosnia tentunya memberikan harapan bagi terwujudnya perdamaian di Bosnia, meski

PBB tidak memiliki kedaulatan diatas kedaulatan dari negara-negara yang ada di
dunia dan adanya pandangan pesimis bahwa organisasi yang berdiri sejak

berakhirnya perang dunia kedua itu tidak dapat menyelesaikan pertikaian yang terjadi

di Bosnia, namun dengan kehadiran PBB di bekas negara Yugoslavia itu, setidaknya

dapat mencegah kehancuran dan jatuhnya banyak korban jiwa yang lebih besar di

Bosnia.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari berbagai

hambatan yang kiranya cukup menyulitkan, namun atas berkat, rahmat dan karunia

yang diberikan sang maha maestro jagat raya ini: Allah SWT, skripsi ini bisa

diselesaikan tepat waktu dan sudah selayaknya saya memanjatkan puji syukur yang

mendalam kepada-Nya. Tidak lupa ucapan terima kasih ini ditujukan bagi mereka

yang telah memberikan bantuan kepada saya (moril maupun materi) dalam proses

penyelesaian skripsi, karena tanpa orang-orang baik seperti mereka hal ini mungkin

tidak terwujud. Untuk seluruh keluarga: Bunda dan Ayah yang telah memberikan

segalanya kepada anak-anaknya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Semoga karya

ini layak dipersembahkan untuk kalian; Om Iyan, Tante Atin, Ibu Dijah, dan Teteh

Ina terima kasih atas solusi ketika masalah keuangan mendesak; Kakak dan adik

(Nurwihda dan Siti Tri Harjanti) atas dukungan yang tidak kalian sadari, telah

membangkitkan semangat untuk terus mengetik lembar demi lembar skripsi ini.

Terima Kasih dan hormat saya kepada Ibu Enny Suryanjari, M.Si., selaku

dosen pembimbing yang cukup sabar memberikan masukan dan mengoreksi skripsi

ini; Bpk. Budi S. Satari, MA, atas pertanyaan dalam diskusi di kelas yang membawa

kesadaran membaca; Seluruh jajaran dosen FISIP terutama para dosen jurusan
Hubungan Internasional yang telah membagi ilmu dan pengetahuannya; Teman-

teman 621CX (Nurahman, Pardamean, Rio); Wisnugroho Akbar, Wawan W.K, Ari

P.K, Eki Harli. S, Samy. A, terima kasih atas pinjaman buku kalian; Chris Rahardian

atas solusi masalah komputer; Feri Fajry atas cd terjemahannya; Kepada teman-teman

di IISIP Jakarta: Jamal, Tumpal. P, Akbar. S, Evi R, Dimas. S, Galih A. P (politik),

Gemilang. K, Yovie, S.sos, Djati, Fikri, Sardo. M (Jurnal ’02), Mirza Jaka, Zoel serta

semua rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu; Dan kepada “Siti

Nurjanah” saya ucapkan terima kasih yang tulus atas semuanya.

Tidak ada sesuatu yang sempurna dan baru tentunya di dunia, begitu pula

dengan skripsi ini apapun hasilnya, skripsi ini mungkin masih banyak yang perlu

dikoreksi. Melalui saran dan kritik-lah hal tersebut dapat terjadi, karena walau

bagaimanapun kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Semoga dengan segala

kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, dapat memberikan gambaran mengenai

upaya-upaya PBB dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia Herzegovina.

Bekasi, 2007

Muhammad Sendy
DAFTAR ISI

ABSTRAK

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 9
C. Batasan Permasalahan............................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian...................................................................................... 9
E. Kegunaan Penelitian.................................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan................................................................................ 10

BAB II KERANGKA TEORI................................................................................. 12


A. Tinjauan Pustaka...................................................................................... 12
A. 1 Organisasi Internasional................................................................... 12
A 2 Konflik............................................................................................. 20
A. 3 Resolusi Konflik............................................................................... 22
A. 4 Integrasi............................................................................................ 25
B. Operasionalisasi Konsep........................................................................... 26
C. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 30
D. Hipotesis.................................................................................................... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 32


A. Desain Penelitian..................................................................................... 32
B. Unit Analisa............................................................................................. 33
C. Metode pengumpulan Data...................................................................... 34
D. Metode Analisa Data................................................................................ 34
BAB IV PERWUJUDAN PERDAMAIAN DI BOSNIA HERZEGOVINA....... 36
A. Konflik di Bosnia Herzegovina akibat upaya Penyatuan
Bosnia Herzegovina Sebagai Bagian dari Serbia............................................. 36
A. 1 Keterlibatan Negara Induk terhadap Etnis-etnis
yang Bertikai di Bosnia.......................................................................... 42
A. 2 Pembunuhan dan Pengusiran terhadap warga Bosnia yang
dilakukan oleh pihak Serbia.................................................................... 44
A. 3 Keterlibatan Masyarakat Eropa dalam Menyelesaikan
Konflik Bosnia Herzegovina.................................................................. 47

B. Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa Mewujudkan Perdamaian


di Bosnia Herzegovina Pada Tahun 1992-1995................................................ 50
B. 1 Upaya-upaya yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB
dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia Herzegovina............................. 57
B. 2 Upaya-upaya yang dilakukan United Nations Protection Force
(UNPROFOR) di Bosnia Herzegovina........................................................ 65

C. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Perwujudan Perdamaian


di Bosnia Herzegovina........................................................................................ 72
C. 1 Kendala-kendala yang dialami oleh PBB dalam mewujudkan
perdamaian di Bosnia Herzegovina.......................................................... 76
C. 1.1 Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Sekretaris Jenderal
dalam Mewujudkan Perdamaian di Bosnia Herzegovina......................... 78
C. 1.2 Kendala-kendala yang Dihadapi oleh United Nations protection Forces
(UNPROFOR) dalam Mewujudkan Perdamaian
di Bosnia Herzegovina.............................................................................. 81
C. 2 Efektifitas upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB dalam Mewujudkan
Perdamaian di Bosnia Herzegovina.......................................................... 85

BAB V KESIMPULAN........................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 93

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terjadi perbedaan yang disebabkan

oleh berbagai macam faktor, antara lain perbedaan persepsi, dan perbedaan

kepentingan. Dari perbedaan itu kerap kali memicu terjadinya pertikaian yang tak

jarang menimbulkan kekerasan, begitu pula dalam kehidupan masyarakat

internasional dimana terdapat berbagai macam perbedaan yang sering kali

menimbulkan pertikaian dan berujung pada konflik terbuka atau perang sehingga

memakan korban jiwa dalam jumlah yang tidak sedikit. Pertikaian antar negara

bangsa secara langsung dapat mengganggu stabilitas perdamaian dan keamanan

dunia.

Dengan berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya imperium

Uni Soviet telah memperlihatkan bahwa perdamaian dan keamanan dunia kini

memiliki ancaman yang cukup potensial. Konflik-konflik yang terjadi tidak saja antar

negara namun juga terjadi diantara kelompok-kelompok didalam suatu negara

tertentu. Seperti halnya konflik antar etnis yang terjadi di Bosnia Herzegovina pada

tahun 1992. Berbicara mengenai konflik di negara tersebut tentunya tidak terlepas

dari perpecahan negara Republik Federal Yugoslavia. Negara bermulti etnis ini

terbentuk pada tanggal 1 Desember 1918 yang awalnya terdiri dari kerajaan Serbia,
Kroasia, dan Slovenia.1 Seiring dengan berjalannya waktu, dari tahun 1928 hingga

1941 kerajaan itu berganti nama menjadi Kerajaan Yugoslavia di bawah

kepemimpinan Raja Alexander.2 Setelah wafatnya Raja Alexander, pemerintahan

kerajaan Yugoslavia dijalankan oleh suatu perwalian dibawah pimpinan Paul

Karadjordjevic yang otoriter serta dalam kebijakan luar negerinya condong kepada

Jerman dan Italia. Persekutuan yang dilakukan pemerintahan Paul menimbulkan

perlawanan yang dilakukan oleh rakyat dan pada 27 Maret 1941 kekuasaan perwalian

terguling.

Kalahnya kekuasaan perwalian merupakan dasar penyerbuan dari pemimpin

Nazi, Adolf Hitler untuk menginvasi Yugoslavia. Hitler tidak saja menghancurkan

negara Balkan itu dari segi militernya tetapi juga memecah-mecah Yugoslavia ke

beberapa bagian, serta mengangkat perwira tinggi Jerman sebagai pemimpin di

daerah-daerah yang telah direbut oleh Hitler. Dalam usahanya melemahkan

perlawanan rakyat, Hitler menggunakan salah satu Jendral-nya yang menjadi

pemimpin di Kroasia untuk memusnahkan etnis Serbia serta orang-orang Muslim dan

etnis Kroasia sendiri. Genosida yang dilakukan Jerman tak pelak menimbulkan

perlawanan dari rakyat Yugoslavia yang menginginkan perdamaian di negeri mereka.

Perlawanan rakyat yang dilakukan secara bergerilya, di pimpin oleh Joseph Broz Tito

salah seorang dari Partai Komunis Yugoslavia. Perlawanan tersebut mendapatkan

bantuan dari kekuatan sekutu di tahun-tahun terakhir Perang Dunia II, dan akhirnya
1
Syamsul Hadi, Politik Standar Ganda Amerika Serikat Terhadap Bosnia, FoDIS Jakarta,
1997, h. 29.
2
Pada tahun 1934 raja Alexander terbunuh oleh kelompok teroris yang pro Mussolini dan
Hitler.
memperoleh kemenangan, setelah sebelumnya terjadi pertempuran besar selama satu

bulan pada tahun 1944 yang memakan korban banyak dari kedua belah pihak. 3

Kemenangan Yugoslavia terhadap Jerman tentu saja membawa angin segar bagi

seluruh rakyatnya yang terdiri dari berbagai etnis, yang kemudian memproklamasikan

terbentuknya Republik Rakyat Federal Yugoslavia pada 29 November 1945 di bawah

kepemimpinan Joseph Broz Tito.4 Sebagai pemimpin Partai Komunis Yugoslavia,

Tito menerapkan beberapa sistem yang didasarkan pada tiga prinsip pokok yaitu :

1. Self-Management yang ditandai dengan mekanisme ekonomi “semi


bebas”, mengandalkan serikat-serikat pekerja.
2. Persaudaraan dan persatuan (brotherhood and unity) di bawah
kepemimpinan satu partai.
3. Menetapkan prinsip non-blok dalam politik luar negeri Yugoslavia.5

Dengan prinsip-prinsip dasar itu diharapkan akan terciptanya keadaan yang

stabil, baik dalam hal perekonomian maupun kondisi politik dalam dan luar negeri.

Namun harapan tinggallah harapan, pada tahun 1948 Tito menolak usulan Stalin

seorang pemimpin Uni Soviet untuk menjadikan Yugoslavia sebagai salah satu

negara satelit Uni Soviet, karena Tito berpendapat bahwa hubungan antar negara

sosialis seharusnya dikembangkan atas dasar persamaan derajat bukan dengan

menempatkan salah satu negara besar dalam hal ini Uni Soviet sebagai pemimpin dari

negara-negara sosialis. Penolakan yang dilakukan Tito, membuat Stalin

memberlakukan sanksi ekonomi dan politik yang keras terhadap Yugoslavia sehingga

membuat perekonomian negara itu turun drastis dan memaksa pemerintahan negara
3
Syamsul Hadi, op.cit., h. 30
4
Disintegrasi Yugoslavia, http ://id.wikipedia.org/wiki/disintegrasi_Yugoslavia, diakses pada
15 April 2007, pkl 13:45 Wib.
5
Syamsul Hadi, op.cit., h. 31.
tersebut menempuh berbagai cara untuk meningkatkan kemakmuran, dengan

melakukan liberalisasi dibidang ekonomi.

Pada masa pemerintahannya, Tito telah banyak meredam berbagai konflik-

konflik “kecil” seperti pemecatan menteri dalam negeri yang menginginkan peran

Serbia yang lebih besar dalam pemerintahan, pemecatan terhadap Stane Kavcic

(seorang Slovenia) beserta pendukungnya yang menuntut pemerintah untuk

memberikan alokasi dana yang lebih besar kepada Slovenia, dan menyingkirkan para

pemimpin Kroasia yang dituduh “nasionalis” dan kebijakan-kebijakannya

mengancam eksistensi etnis Serbia di Kroasia.6 Hal tersebut dilakukan oleh Tito

karena dinilai mungkin akan membawa Yugoslavia kearah disintegrasi bangsa.

Kekhawatiran Tito akan terjadinya disintegrasi mulai terlihat ketika munculnya rasa

nasionalisme yang kuat dari masing-masing etnis di Yugoslavia. Perpecahan yang

terjadi tersebut makin terlihat jelas pada saat Yugoslavia mengalami kesulitan

ekonomi yang besar, tercatat pada tahun 1979 inflasi meningkat sampai 25 % dan

neraca pembayaran mengalami defisit sekitar 3 milyar Dollar AS7, dan hal ini

merupakan salah satu faktor dari perpecahan Yugoslavia.

Pada tahun 1980 Joseph Broz Tito meninggal yang menyebabkan

pemerintahan Yugoslavia digantikan dengan kepemimpinan kolektif (dewan

kepresidenan) terdiri dari ke enam republik, yakni Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia

Herzegovina, Macedonia, dan Montenegro, serta dua propinsi otonom Vojvodina dan

6
Syamsul Hadi. Ibid., h. 32-33
7
Ibid., h.36.
Kosovo. Pada masa pemerintahan kolektif ini, kecenderungan untuk memerdekakan

diri diantara negara-negara bagian Yugoslavia tidak dapat teratasi, karena secara

langsung legitimasi dari pemerintah pusat menurun dan memunculkan rasa tidak

aman dari masing-masing republik akibat adanya kekhawatiran ancaman dari

republik yang lainnya.8 Di Kosovo misalnya, terjadi demonstrasi besar-besaran yang

dilakukan oleh etnis Albania karena kegagalan kebijakan ekonomi dari pemerintah

pusat dalam meningkatkan kesejahteraan kehidupan mereka. Demonstrasi yang

diwarnai dengan sentimen anti Serbia, menyebabkan ketegangan diantara kedua etnis

tersebut, dan berhasil dipadamkan oleh pemerintah pusat dengan cara kekerasan

melalui kekuatan militer. Seiring dengan meningkatnya ketegangan antar etnis,

pemerintah federal mencoba memperbaiki keadaan perekonomian dengan

mereformasi pada bidang ekonomi, yang intinya penyatuan pasar Yugoslavia, namun

pada pelaksanaannya berbenturan dengan kepentingan organisasi partai di negara-

negara bagian tersebut.

Jalan buntu yang ditemui Partai Komunis dalam usahanya memperbaiki

keadaan, menyebabkan adanya tuntutan-tuntutan untuk demokratisasi, pluralisme,

dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Kondisi Yugoslavia yang kian hari kian

kacau dimanfaatkan oleh Slobodan Milosevic yang pada tahun 1987 menempati

posisi sebagai pemimpin Partai Komunis Serbia. Milosevic berencana untuk

menyatukan etnis Serbia dengan program “Serbia Raya” yang didalamnya tidak

8
Edy Prasetyono, Konflik Yugoslavia: Suatu Dilema Masyarakat Internasional, dalam
Analisis CSIS, Tahun XXIV, No. 3, Mei-Juni 1995, h. 213.
terdapat etnis lain. Keinginan untuk menyatukan etnis Serbia di bawah satu negara

semakin gencar dijalankan pada saat Milosevic memenangkan pemilu multi partai di

tahun 1990 dan menduduki posisi sebagai presiden Serbia. Bersamaan dengan itu

Kroasia serta Slovenia pada Desember 1990 mengadakan referendum untuk

memisahkan diri dari Yugoslavia, dan pada 25 Juni 1991 kedua negara bagian itu

menyatakan kemerdekaannya. Hal ini tentu saja tidak dapat diterima oleh Milosevic,

ketidaksenangan Milosevic itu ditunjukkan dengan melakukan penyerangan terhadap

Slovenia dan kemudian Kroasia yang dilakukan pada bulan Juli 1991. Invasi yang

dilakukan pemimpin Serbia terhadap Kroasia telah menelan korban jiwa lebih dari

5000 orang dan menyebabkan kerugian sebesar 13 milyar Dollar AS.9

Keadaan yang terjadi di Kroasia dan Slovenia terjadi pula di Bosnia

Herzegovina yang turut menyatakan kemerdekaannya pada 1 Maret 1992. Kekesalan

Milosevic semakin terlihat setelah lepasnya Bosnia Herzegovina yang menyatakan

sebagai negara

berdaulat dimana terdapat etnis Serbia sebesar 31,3 % berdasarkan sensus tahun

1991.10 Bentrokan antara milisi Serbia-Bosnia – yang didukung oleh pasukan Federal

Yugoslavia (JNA) – dengan pemerintah Bosnia tidak dapat dihindari pada 25 Maret

1992, dan ini merupakan awal dari pertempuran di wilayah Bosnia Herzegovina.

Konflik antar etnis yang terjadi di bekas negara Yugoslavia itu, tercatat baru 15 bulan

terjadi telah memakan korban tewas sipil sebanyak 200.000 orang. 11 Diantara para
9
Christopher Cviic, Croatia Violent Birth, dalam Current History, Vol. 92, No. 557,
November 1993.
10
Inter Ethnic Conflict and War in Former Yugoslavia, Institute European Studies, 1993, h. 13
11
Syamsul Hadi, op.cit., h. 43.
korban tersebut adalah anak-anak dan perempuan, serta banyak dari mereka menjadi

pengungsi. Pertempuran yang terjadi di Bosnia adalah perang saudara antara Muslim-

Bosnia melawan Serbia-Bosnia yang dibantu oleh Tentara Federal Yugoslavia disatu

sisi, serta dengan pihak Kroasia-Bosnia di sisi lain, dimana keadaan menjadi tidak

berimbang terutama mengenai peralatan tempur antara pihak Serbia-Bosnia dengan

Pihak Muslim-Bosnia. Dengan persenjataan yang minim serta amunisi yang kian hari

kian menyusut dipihak Bosnia berhadapan dengan persenjataan lengkap dan cukup

dipihak Serbia dan Kroasia, mengakibatkan Bosnia menjadi tidak berdaya dalam

menghadapi kedua pasukan itu.

Berdasarkan hal tersebutlah dan permintaan atas pemerintah Republik Bosnia

kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk segera membantu menyelesaikan konflik

yang terjadi di negaranya, yang kemudian pada akhir April 1992 Perserikatan

Bangsa-Bangsa memutuskan untuk berpartisipasi di wilayah Bosnia Herzegovina –

sebelumnya ditempatkan diwilayah Kroasia dan Slovenia – guna mewujudkan

perdamaian di kawasan itu. Dalam melaksanakan tugasnya di Bosnia langkah

pertama yang dilakukan oleh PBB adalah dengan melakukan observasi atau

peninjauan di lapangan dengan mengirim tim yang terdiri dari pengamat-pengamat

militer guna mengetahui seberapa besar akibat yang ditimbulkan dari situasi di

Bosnia: saat itu mengirim pengamat militer ke kota Mostar. Apakah situasi tersebut

mengancam perdamaian dan keamanan serta mengancam keselamatan umat manusia

(warga negara) Bosnia atau tidak.


Seperti yang diketahui pada umumnya bahwa tujuan didirikannya organisasi

internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa ialah untuk menjaga perdamaian dan

keamanan internasional serta menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi

diantara negara-negara di dunia yang sekiranya dapat menimbulkan perang dengan

skala besar yang sebelumnya pernah terjadi di masa lalu. Berkaitan dengan hal

tersebut, upaya-upaya yang dilakukan PBB dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia

sekiranya menunjukkan bahwa organisasi internasional tersebut telah melakukan

tugas dan fungsinya secara baik. Namun upaya-upaya yang dilakukan itu tidak secara

langsung dapat memaksa para pihak yang bertikai untuk segera menyelesaikan

permasalahannya dengan cara-cara damai. Berbagai upaya telah dilakukan oleh PBB

guna mewujudkan perdamaian di Bosnia akan tetapi perang saudara yang terjadi tidak

mereda bahkan semakin memburuk. Pembersihan etnis Bosnia yang dilakukan oleh

Serbia, pemerkosaan terhadap perempuan, serta penculikan tidak dapat di hindari.

Sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh PBB terhadap Serbia tidak berjalan, segala bentuk

ancaman pengeboman terhadap wilayah-wilayah di Bosnia yang dikuasai oleh etnis

Serbia tidak terlalu dianggap bahkan terlihat hanya isapan jempol dan terkesan

menggertak, sehingga menyebabkan konflik yang terjadi di Bosnia semakin berlarut-

larut. Oleh karena itulah menjadi suatu pertanyaan besar terhadap upaya yang

dilakukan oleh PBB dan keberadaannya di negara bekas Yugoslavia itu sebagai pihak

ketiga dalam menyelesaikan pertikaian antar etnis di Bosnia akan membawa

perubahan yang cukup signifikan.

B. Rumusan Masalah
Konflik antar etnis yang terjadi di Bosnia Herzegovina sudah tentu

mengganggu stabilitas perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Konflik yang

telah memakan korban ribuan nyawa manusia baik sipil maupun militer ini telah

melibatkan organisasi internasional PBB untuk turut serta mewujudkan perdamaian di

wilayah tersebut. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapatlah di tarik

sebuah rumusan masalah yang nantinya akan menjelaskan dari isi pada bab-bab

selanjutnya dalam skripsi ini, yakni :

“Apakah upaya-upaya yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) efektif

dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia Herzegovina?”

C. Batasan Permasalahan

Permasalahan dalam skripsi ini akan dibatasi pada masa/periode tertentu.

Pembatasan tersebut yakni, pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1995 yang

merupakan awal dari konflik tersebut, serta menunjukkan upaya-upaya yang diambil

oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia

Herzegovina.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada skripsi ini untuk mengetahui upaya-upaya yang

dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi internasional dalam

mewujudkan perdamaian di Bosnia Herzegovina dan sebagai salah satu syarat

mencapai kelulusan di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta.

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi insan

akademik yang tertarik dalam menganalisis aktor-aktor non-state, seperti organisasi

internasional yang mempunyai peranan dan pengaruh dalam perkembangan dunia

internasional. Organisasi Internasional seperti PBB yang didalamnya terdapat

beberapa lembaga utama salah satunya Dewan Keamanan, mempunyai peranan yang

cukup penting dalam sistem politik internasional. Banyak hal besar yang telah

dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB dalam eksistensinya sebagai non-state actor

dunia, salah satunya adalah membantu setiap ada keluhan perdamaian yang tidak

dapat diselesaikan secara bilateral, seperti yang terjadi di Bosnia Herzegovina pada

tahun 1992.

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan makalah seminar ini terbagi dalam

lima (5) BAB, yaitu :

BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang permasalahan

mengenai awal mula pecahnya konflik di Bosnia sehinnga

menyebabkan Perserikatan Bangsa-Bnagsa dapat terlibat dalam

menyelesaikan pertikaian tersebut. Pada bab ini terdapat rumusan

permasalahan, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB I I : Kerangka teori, menjelaskan konsep-konsep serta pendekatan

yang berkaitan dengan konsep-konsep penelitian untuk dijadikan

kerangka berpikir yang mengarah pada jawaban permasalahan,


dan berisi tentang hipotesis penelitian. Teori/konsep yang

digunakan dalam skripsi ini yaitu, Konsep Organisasi

Internasional, Teori Konflik dan Resolusi Konflik

BAB III : Terdiri dari, mencakup desain penelitian, unit analisa penelitian,

teknik pengumpulan data, dan metode analisa data.

BAB IV : Berisi Pembahasan mengenai konflik yang terjadi di Bosnia

Herzegovina dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Perserikatan

Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia

Herzegovina.

BAB V : Kesimpulan, berisi tentang uraian ringkas mengenai kesimpulan

dari penelitian skripsi yang telah dilakukan, yakni mengenai

penjelasan secara singkat upaya yang dilakukan oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan perdamaian di

Bosnia Herzegovina sepanjang periode 1992 sampai 1995.


BAB II

KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Dalam menjelaskan atau memaparkan suatu permasalahan yang akan dibahas

dalam penulisan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari suatu konsep/teori yang

nantinya berguna dalam menganalisa suatu fenomena yang akan dipaparkan. Pada

skripsi mengenai Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan

perdamaian di Bosnia Herzegovina pada tahun 1992-1995 ini, menggunakan

beberapa konsep/teori yang kiranya dianggap cukup relevan dengan topik yang

diangkat, yaitu :

1. Organisasi Internasional

2. Teori Konflik

3. Resolusi Konflik

4. Integrasi

A.1 Organisasi Internasional.

Pemikiran mengenai pembentukan suatu institusi internasional yang bersifat

universal dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dunia telah

lama sudah ada. Konsep organisasi internasional ini berawal dari pemikiran kaum

liberalisme institusional (idealis) yang berpandangan bahwa kesejahteraan serta

perdamaian dan keamanan akan tercapai di dunia, jika adanya suatu institusi
internasional yang dapat memfasilitasi segala bentuk hubungan dan kerjasama

diantara negara-negara di dalam sistem internasional, serta dapat membantu

menyelesaikan masalah-masalah yang kerap terjadi diantara negara-negara di dunia.

Dengan begitu pandangan liberalisme institusional beranggapan bahwa institusi

internasional [organisasi internasional] dapat memajukan kerjasama antara negara-

negara dan oleh karena itu mengurangi ketidakpercayaan antar negara…satu sama

lain yang dianggap menjadi masalah tradisional…12. Paradigma ini semakin

berkembang pesat pada saat pecahnya perang dunia pertama dan kedua yang menelan

korban jiwa dalam jumlah besar. Pecahnya kedua perang dengan skala besar tersebut

mengawali terbentuknya organisasi internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa,

Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan beberapa organisasi lainnya yang memiliki sifat

berbeda berdasarkan tujuan dan keanggotaannya. Sebelum melangkah lebih jauh

mengenai organisasi internasional ada baiknya terlebih dahulu memahami definisi

dari organisasi internasional itu sendiri yang telah didefinisikan oleh beberapa tokoh

atau pakar dalam studi hubungan internasional.

Secara sederhana organisasi internasional dapat di definisikan sebagai “Any

cooperative arrangement institutional among states, usually by basic agreement, to

perform some mutually advantageous functions implemented through periodic

meetings and staff activities”13 (Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang

melembaga antar negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar,


12
Robert Jackson & Georg Sorenson, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2005, h. 158.
13
Teuku May Rudi, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama, Bandung,
1998, h. 2
untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang

diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara

berkala). Definisi tersebut menunjukkan bahwa negaralah satu-satunya aktor yang

paling dominan dalam mengadakan hubungan kerjasama dan pembentukan suatu

organisasi. Namun seiring dengan perkembangan situasi internasional, terutama sejak

pecahnya perang dunia pertama dan perang dunia kedua serta berakhirnya perang

dingin, menyebabkan munculnya berbagai macam organisasi internasional yang

dibentuk tidak hanya oleh pemerintah antar negara melainkan juga oleh aktor-aktor

non-pemerintah (non-government). Oleh karena itu T May Rudy mendefinisikan

organisasi internasional sebagai

”pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur


organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk
berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan
melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan
serta disepakati bersama, baik dengan pemerintah maupun antara sesama
kelompok pemerintah pada negara yang berbeda”.14

Archer pun melihat bahwa organisasi internasional bukan hanya sebatas

hubungan kerjasama antar pemerintah dari setiap negara, melainkan juga dapat

berupa antar pemerintah dengan non-pemerintah. Lebih lanjut Clive Archer

mendefinisikan organisasi internasional dalam bukunya International Organization

sebagai suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan

antara anggota-anggota (pemerintah dan non-pemerintah) dari dua atau lebih negara

14
Ibid., h. 3
berdaulat dengan tujuan mengejar kepentingan bersama para anggotanya. 15

Sedangkan Michael Haas memiliki dua pengertian mengenai organisasi internasional,

yaitu: ”pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian

aturan, anggota jadwal, tempat dan waktu pertemuan; kedua, organisasi internasional

merupakan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek

non-lembaga dalam istilah organisasi internasional”.16 Dalam pengertian tersebut,

Haas menekankan pada pada aspek keanggotaan, aturan, regulasi serta adanya suatu

integrasi diantara para anggotanya.

Dalam kamus Hubungan Internasional (HI), organisasi internasional diartikan

sebagai suatu ikatan formal yang melampaui batas wilayah nasional yang

menetapkan diri untuk membentuk mesin kelembagaan agar memudahkan kerjasama

diantara mereka dalam bidang keamanan, ekonomi, sosial-budaya, maupun bidang-

bidang lainnya.17 Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi internasional adalah suatu

wadah yang dapat dibentuk oleh beberapa negara berdaulat, kelompok dan individu

(non-pemerintah), yang memiliki suatu tujuan tertentu dan atas dasar adanya

kebutuhan untuk saling bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama sekaligus dapat

memperkecil ataupun menyelesaikan masalah.

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa organisasi internasional pada era

sekarang ini tidak lagi terbatas hanya dibentuk oleh pemerintah saja tetapi juga oleh
15
Clive Archer, International Organizations, London : Allen & Unwin ltd 1983, hal 53,
sebagaimana dikutip dalam, PengantarIlmu Hubungan Internasional, Anak agung Banyu Perwita dan
Yanyan Mochamad Yani, PT Remaja Rosdakarya, bandung, 2005, h. 92.
16
Ibid., h. 93.
17
Jack C. Plano dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional (alih bahasa oleh Wawan
Juanda), Abardia, Bandung, 1990, h. 271.
aktor non-pemerintah. Oleh karena itu organisasi internasional dapat dibedakan

berdasarkan kegiatan administrasinya : organisasi internasional antar pemerintah

(inter-governmental organization) dan organisasi internasional non-pemerintah (non-

governmental organization). Organisasi antar pemerintah adalah suatu organisasi

dimana anggotanya mewakili dari pemerintah suatu negara secara resmi, sedangkan

organisasi internasional non-pemerintah anggotanya terdiri dari kelompok swasta dan

individu. Boer Mauna membedakan organisasi internasional berdasarkan

keanggotaan dan ruang lingkup wilayahnya, yakni organisasi internasional yang

bersifat universal dan regional. Menurutnya organisasi internasional yang bersifat

universal semua negara dapat menjadi anggota (terbuka) sedangkan yang bersifat

regional keanggotaannya terbatas pada suatu kawasan atau pada negara-negara

tertentu.18

Selain perbedaan berdasarkan ruang lingkup, keanggotaan serta kegiatan

administrasinya, organisasi internasional juga memiliki fungsi. Adapun fungsi

tersebut dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Organisasi Politikal (Political Organization), yaitu organisasi yang


dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dalam hubungan
internasional. Mungkin saja titik berat pola kerjasama adalah ekonomi dan
sosial-budaya, tetapi tidak dapat melepaskan sepenuhnya kaitan hal-hal
lainnya itu terhadap masalah politik. Adalah, merupakan organisasi yang
bersifat politik jika ada sangkut paut (sekecil apapun) dengan masalah
perdamaian dan keamanan.
2. Organisasi Administratif (Administrative Organization), organisasi
sepenuhnya hanya melaksanakan kegiatan teknis secara administratif.

18
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung, 2003, h. 421.
3. Organisasi Peradilan (Judicial Organization), yaitu organisasi yang
menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang atau aspek
(politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya).19

Pada skripsi ini organisasi internasional yang dimaksudkan ialah organisasi

internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang ke-anggotaannya bersifat universal

dan termasuk ke dalam sifat organisasi politikal dimana tujuan utama berdirinya

organisasi tersebut bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional

serta mencegah ataupun mengurangi segala permasalahan yang dapat berujung pada

konflik terbuka (perang) diantara negara-negara berdaulat.

Dalam menjalankan fungsi-fungsinya untuk menjaga perdamaian dan

keamanan internasional serta menyelesaikan segala bentuk permasalahan diantara

negara-negara di dunia, PBB memiliki beberapa organ yang terkait erat mengenai

penyelesaian suatu konflik. Organ yang dimaksud ialah Sekretaris Jenderal dan

Dewan Keamanan. Seperti yang sudah diketahui oleh banyak kalangan bahwa tugas

serta fungsi dari Sekretaris Jenderal ialah sebagai mediator penghubung antara pihak-

pihak yang bertikai pada suatu konflik, dengan mengajak para pihak yang bertikai

tersebut untuk menyelesaikan permasalahannya dengan cara-cara damai. Sedangkan

Dewan Keamanan selain menjatuhkan sanksi-sanksi, organ tersebut juga

menerjunkan pasukan penjaga perdamaian (peacekeeping forces). Pasukan penjaga

perdamaian PBB sejak dibentuknya hingga sekarang, telah mengalami perubahan

19
Teuku May Rudi, op.cit., h. 8-9.
karakteristik yang cukup signifikan. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat

sebagai berikut :20

1. Operasi Pemeliharaan Perdamaian Tradisional (Generasi Pertama)

Pasukan-pasukan pemeliharaan perdamaian ini dibentuk sebelum berakhirnya

perang dingin. Peacekeeping forces ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Tugas operasinya lebih bertujuan untuk menjaga keamanan di

perbatasan, memisahkan pihak-pihak yang bersengketa sambil

memberi kesempatan kepada juru runding untuk mencari penyelesaian

atas konflik yang terjadi diantara negara-negara yang terlibat.

- Di terjunkan untuk mengatasi konflik diantara dua atau lebih negara.

- Pengiriman/mandat berdasarkan persetujuan dari pemerintah negara-

negara terkait.

- Tidak menggunakan kekuatan militer.

2. Operasi Pemeliharaan Perdamaian Multidimensi (Generasi Kedua)

Perubahan ini terjadi setelah berakhirnya perang dingin dengan ciri

sebagaimana pasukan perdamaian generasi pertama, namun terdapat

penambahan yang cukup signifikan, yaitu : memiliki dimensi politik,

20
Boer Mauna., Op.cit, h. 575-583.
ekonomi, sosial, kemanusiaan dan bahkan lingkungan hidup. Selain itu

peacekeeping generasi kedua ini memiliki tugas yang mencakup bantuan

dalam rangka pemilihan umum, pelatihan bagi kepolisian setempat,

rekonstruksi pasca konflik, perlindungan konvoi bantuan kemanusiaan,

perlindungan hak-hak asasi manusia, serta pembersihan ranjau darat.

3. Generasi Pemeliharaan Perdamaian dengan Kekuatan Militer (Generasi

Ketiga)

Ciri karakteristik dari pasukan perdamaian generasi ketiga ini yang paling

signifikan ialah mulai dipergunakannya kekuatan militer dalam

mengupayakan perdamaian, penggelaran pasukan perdamaian tidak hanya

untuk menyelesaikan konflik dua atau lebih negara melainkan juga pada

konflik-konflik internal disuatu negara, melindungi penduduk sipil dan

juga pengungsi. Asumsi dasar dari penggunaan kekuatan militer adalah

untuk melindungi hak-hak kemanusiaan serta untuk melindungi para

pasukan PBB yang seringkali dijadikan sasaran tindak kekerasan oleh

salah satu pihak yang bertikai. Pada pasukan pemeliharaan perdamaian

generasi ini, tiga prinsip dasar penggelaran operasi seperti persetujuan

dari pihak yang terkait, penggunaan kekuatan militer mulai ditinggalkan,

dengan kata lain persetujuan atau legitimasi didapatkan hanya dari

resolusi Dewan Keamanan tanpa menunggu persetujuan dari negara yang

sedang dilanda konflik


A. 2 Konflik

Dalam lingkungan sosial diberbagai belahan bumi sering ditemui dan dapat

dijumpai terjadinya benturan-benturan antara individu dengan individu, kelompok

dengan kelompok, bahkan benturan itu dapat terjadi diantara negara-negara.

Benturan-benturan tersebut biasanya terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan,

keinginan untuk menguasai suatu wilayah, serta distribusi politik (kekuasaan) dan

ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui kebijakannya tidak merata

disuatu negara tertentu. Benturan dari berbagai macam perbedaan tersebut tak jarang

mengarah pada konflik. Konflik yang terjadi dapat berupa kekerasan maupun non-

kekerasan, dengan kata lain konflik bukan saja berupa kekerasan pada yang bersifat

fisik (penggunaan senjata) tetapi juga melalui ancaman, perang urat syaraf, konflik

antar elite politik dan lain-lain.

Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses antara dua orang atau

lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan

menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.21 Sedangkan menurut A. Dahlan

Nasution, ”konflik merupakan persaingan, apakah lugas, semu, atau masih berupa

sesuatu yang bersifat potensi, adalah suatu hal yang normal dalam hubungan antar

negara yang bermula dari perkembangan sistem negara kebangsaan.22

Menurut T. May Rudy konflik adalah suatu kondisi sosial yang timbul pada

saat satu atau lebih aktor mengejar kepentingan tertentu secara bersamaan. Masih

21
Konflik, http://id.wikipedia.org/wiki/konflik, diakses pada 24 januari 2007, Pkl. 15:00 Wib.
22
Teuku May Rudi, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang
Dingin, Refika Aditama, Bandung, 2002, h. 93.
menurut beliau, konflik biasanya terjadi karena ketidak sepakatan, tidak terbuka,

tidak bersahabat, atau tidak kooperatif.23 Konflik atau pertentangan seperti yang

dijelaskan merupakan suatu proses dan hal yang normal, artinya bahwa dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam sistem internasional yang anarki,

terdapat berbagai macam perbedaan terutama perbedaan kepentingan. K. J. Holsti

mendefinisikan konflik yang pada intinya adalah pertentangan/perselisihan yang

didalamnya terdapat tahap krisis.24

Menurut Holsti, Pada umumnya konflik mempunyai tujuh jenis sasaran atau

sumber konflik, yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Konflik teritorial terbatas. Merupakan pertentangan tuntutan yang berkaitan


dengan kepemilikan sebidang wilayah khusus, atau hak mengelola wilayah di
dalam atau di sekitar daerah perbatasan dengan negara lain. Masalah
mengenai kedaulatan minoritas etnis sering juga berkaitan dengan tuntutan
yang diajukan oleh suatu negara untuk mengawasi wilayah yang dikuasai oleh
negara lainnya. Masalah demikian dapat diklasifikasikan sebagai konflik
teritorial terbatas.
2. Konflik yang berkaitan dengan komposisi suatu pemerintahan. Berkisar
mengenai pertentangan konsepsi mengenai siapa yang berhak memerintah
suatu negara. Misalnya Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Cina terlibat
langsung dalam perang saudara di Laos pada tahun 1959. Dalam perselisihan
tersebut, warna ideologi nampak jelas sekali.
3. Konflik yang disebabkan suatu negara berusaha mempertahankan hak
teritorial atau hak istimewa untuk melindungi kepentingan keamanan dan
kelangsungan hidup negara.
4. Konflik karena kehormatan nasional. Dalam konflik seperti ini, pemerintah
melakukan ancaman atau tindakan militer untuk membersihkan perbuatan
yang dianggap salah. Keadaan seperti ini dapat membuat insiden kecil
menjadi krisis besar.

23
Teuku May. Rudy, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global,
Isu, Konsep, Teori dan Paradigma, Refika Aditama, Bandung, 2005, h. 76.
24
K. J. Holsti, Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis (alih bahasa Wawan Juanda),
Binacipta, Bandung, 1987, h. 592.
5. Imperialisme tidak terbatas. Dalam konflik seperti ini suatu negara berusaha
menghancurkan kedaulatan negara lain, biasanya dengan maksud ideologi,
keamanan, dan perdagangan.
6. Konflik pembebasan. Tampak dalam perang revolusioner yang dilakukan
suatu negara untuk ”membebaskan” rakyat negara lain, biasanya
dilatarbelakangi alasan etnis atau ideologis.
7. Konflik yang disebabkan tujuan pemerintah untuk mempersatukan negara
yang terpisah.25

A. 3 Resolusi Konflik

Resolusi konflik adalah penyelesaian konflik dengan memperhatikan dan

menitik beratkan pada sumber konflik atau akar permasalahan. 26 Selain itu metode

penyelesaian konflik atau penanggulangan konflik dapat dilakukan secara politis

maupun hukum. Namun penyelesaian secara politik dan hukum sangatlah susah untuk

diwujudkan, karena tidak selalu mudah untuk membedakan suatu konflik yang

bersifat politik atau bersifat hukum. Pembedaan ini sangatlah penting untuk dapat

mencari solusi atau penyelesaian suatu konflik. 27 Namun penyelesaian suatu konflik

bisa melalui perundingan atau kekerasan tetapi yang terbaik adalah penyelesaian

konflik secara damai tanpa ada yang kalah (win-win solution).28 Holsti menjelaskan

beberapa cara dalam menyelesaikan konflik, yaitu :

25
Ibid., h. 597-598.
26
Hugh Miall Oliver Ramsbotham & Tomm Woodhause, Resolusi Damai Konflik
Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h. 31.
27
Boer Mauna, op.cit., h. 189.
28
T. May Rudy, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global, op.cit.,
h. 97.
1. Penghindaran Penarikan Tuntutan

Salah satu atau kedua belah pihak menahan diri untuk tidak melakukan
tindakan fisik atau melakukan perundingan mengenai tuntutan, atau
menghentikan tindakan yang pada dasarnya akan menyebabkan tidakan
balasan yang bermusuhan. Meskipun sikap demikian sangat tidak
memungkinkan untuk dilakukan, barangkali cara demikian masih tetap bisa
berlangsung dan merupakan perilaku yang paling umum diantara negara yang
memiliki hubungan bersahabat.

2. Penaklukan

Penaklukan memerlukan penguasaan negara lawan melalui pemakaian


kekerasan. Tetapi akhir penaklukan dengan kekerasan tetap mencakup
berbagai persetujuan dan perundingan di antara negara yang bermusuhan.
Sering terjadi, sebuah negara menyadari bahwa perdamaian, meski
berdasarkan penyerahan tanpa syarat, jauh lebih baik daripada melanjutkan
konflik.

3. Tunduk atau Membentuk Deterrence (penangkalan).

Tunduk atau menangkal menunjukkan adanya penarikan dari salah satu pihak
untuk melepaskan penguasaan atas nilai tuntutan, atau kepentingan yang telah
diperolehsebelumnya karena adanya ancaman yang efektif dari pihak lawan
untuk ”memukul balik” dengan menggunakan kekerasan.

4. Kompromi

Penyelesaian konflik atau krisis internasional yang menuntut pengorbanan


dari posisi yang telah diraih oleh pihak yang bersengketa. Masalah utama
dalam mempersiapkan penyelesaian masalah untuk mencapai kompromi ialah
bagaimana meyakinkan pihak yang bersengketa untuk menyadari bahwa
resiko untuk tetap mempertahankan atau melanjutkan konflik diantara mereka
jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko untuk melakukan penurunan
tuntutan atau menarik mundur posisi militer dan diplomatik.

5. Penyelesaian Melalui Pihak Ketiga (award)

Akibat yang agak rumit dari penyelesaian konflik atau krisis internasional
berdasarkan kompromi ialah penyelesaian melalui pihak ketiga (Award).
Bentuk penyelesaian ini mencakup penyerahan persetujuan dan itikad untuk
menyelesaikan masalah berdasarkan kriteria keadilan.
6. Penyelesaian Secara Damai

Penyelesaian dilakukan melalui perundingan, mediasi, atau pengadilan, serta


persetujuan formal. Mediasi juga dimasukkan ke dalam kategori penyelesaian
konflik ini.29

Resolusi konflik merupakan penyelesaian terhadap suatu konflik yang

dimaksudkan untuk mencegah agar konflik tidak meluas, serta membantu

menyelesaikan perseteruan yang muncul diantara kelompok-kelompok tertentu yang

dapat menimbulkan jatuhnya banyak korban jiwa dan untuk mewujudkan

perdamaian. Sedangkan menurut Johan Galtung salah satu pengusung teori

radikal/kritik hubungan internasional menawarkan kerangka resolusi konflik untuk

menyelesaikan suatu konflik seperti pada apa yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Menurutnya ada tiga proses yang harus dilewati sebelum perdamaian dapat dibangun.

Ketiga proses tersebut adalah peacekeeping, peacemaking, dan peacebulding.

Peacekeeping adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi kekerasan melalui

intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang netral.

Peacemaking adalah proses yang tujuannya mempertemukan pihak-pihak yang

bertikai pada level elit atau pimpinan. Peacebulding adalah proses implementasi atau

rekonstruksi sosial, politik dan ekonomi.30 Sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku, penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara sudah dilarang,

begitupun penyelesaian konflik harus diselesaikan secara damai.

29
K. J. Holsti, op.cit., h. 606-611.
30
Aleksius Jemadu, Analisis Konflik Internal dari perspektif Ilmu Hubungan Internasional
dalam, Transformasi dalam Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2007, h. 93.
Pada konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina penyelesaian konflik

dilakukan secara damai melalui pihak ketiga (award) dimana mediasi juga termasuk

didalamnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, resolusi konflik melalui pihak ketiga

dilakukan dengan kompromi serta mencakup penyerahan persetujuan diantara pihak-

pihak yang bertikai. Setidaknya ada tiga unsur penting dalam resolusi dengan jalan ini

yaitu, adanya kesepakatan yang ditandatangani oleh semua pihak, menerima dan

mengakui eksistensi dari pihak lain serta adanya kesepakatan diantara pihak-pihak

yang bertikai untuk menghentikan segala bentuk aksi kekerasan.31

A. 4 Integrasi

Secara sederhana, integrasi didefinisikan sebagai membentuk bagian-bagian

menjadi suatu kesatuan. Namun definisi tersebut tidak banyak membantu untuk

memahami konsep integrasi itu sendiri. Salah satu definisi integrasi yang sangat

berpengaruh ialah definisi integrasi Karl Deutsch. Beliau mengartikan integrasi

”sebagai penciptaan lembaga-lembaga dan praktek-praktek yang cukup kuat dan

cukup meluas sehingga menjamin, untuk waktu yang ’lama’, harapan diantara

penduduknya akan adanya ’perubahan secara damai’.”32 Selain definisi integrasi

menurut Karl Deutsch, yang juga berpengaruh mengenai definisi konsep tersebut

adalah definisi menurut Ernst Haas, dirinya menyatakan integrasi sebagai ”proses

dengan mana aktor-aktor politik yang berbeda terdorong untuk memindahkan


31
Aleksius Jemadu, Loc.cit
32
Karl Deutsch, dikutip dalam, Michael P. Sullivan, International Relations: Theories and
Evidence, sebagaimana dikutip dalam Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan
Metodologi (edisi revisi), PT. Pustaka LP3ES, Jakarta, 1994, h. 153.
kesetiaan, harapan, dan kegiatan politik mereka ke suatu pusat baru yang lembaga-

lembaganya memiliki atau menuntut jurisdiksi atas negara-negara nasional yang ada

sebelumnya”.33

Berdasarkan penjabaran mengenai integrasi dari kedua tokoh tersebut, dapat

dilihat bahwa konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina adalah upaya dari Serbia

yang ingin menyatukan seluruh etnis-nya yang berada di Bosnia dalam satu

kekuasaan tunggal dengan nama Serbia Raya. Upaya yang dilakukan oleh Serbia

untuk menyatukan Bosnia ke dalam kekuasaannya termasuk kategori dari integrasi

sosial yaitu integrasi yang melibatkan kontak dan interaksi pribadi, tetapi belum tentu

melibatkan kesadaran akan interpendensi atau penerimaan akan tanggung jawab

timbal-balik yang muncul akibat transaksi itu.34 Dengan kata lain upaya menciptakan

integrasi sosial akan cenderung menimbulkan ketegangan dan konflik.

B. Operasionalisasi Konsep

Sebuah organisasi internasional terkadang harus turut serta dalam

menyelesaikan berbagai masalah yang kerap terjadi diantara negara-negara dalam

hubungan internasional. Masalah-masalah tersebut bisa berupa masalah ekonomi,

sosial-budaya, serta masalah poltik. Selain daripada itu keterlibatan organisasi

internasional tidak terlepas dalam membantu menyelesaikan persengketaan yang

berakhir pada konflik. Keterlibatan tersebut adalah perwujudan dari fungsi serta visi

33
Loc.cit.
34
Ibid. h. 155.
dan misi serta ruang lingkup kewenangannya dan juga tanggung jawab

internasionalnya.

Salah satu organisasi internasional yang memiliki visi dan misi untuk

menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta ruang lingkup

kewenangannya yang bersifat global adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dengan beranggotakan pemerintahan negara-negara berdaulat yang berasal dari

berbagai belahan didunia ini, dengan kata lain keanggotaannya bersifat terbuka, PBB

dapat melangkah jauh dibandingkan organisasi internasional yang lain. Organisasi

internasional yang terbentuk setelah pecahnya perang dunia kedua ini memiliki

struktur organisasi yang terdiri dari beberapa organ-organ utama seperti Majelis

Umum, Dewan keamanan, Dewan ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian,

Mahkamah Peradilan Internasional dan Sekretariat. PBB sendiri memiliki berbagai

macam lembaga yang langsung dibawah naungan organisasi internasional tersebut.

Organ PBB yang memegang peranan penting dalam menentukan adanya

suatu sengketa atau konflik serta cara-cara penyelesaiannya yang terjadi diantara

negara-negara dunia adalah Dewan Keamanan (Security Council). Dalam

melaksanakan tugasnya menyelesaikan suatu konflik serta perwujudan perdamaian

dan keamanan, biasanya Dewan Keamanan (DK) mengeluarkan resolusi-resolusi

dengan disertai pengiriman Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (United Nation

Peacekeeping Force) yang berasal dari negara-negara anggotanya. Seperti yang

terjadi ketika pecahnya konflik di bekas Yugoslavia yang kemudian konflik tersebut
meluas ke wilayah Bosnia Herzegovina. Konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina

sepintas terlihat termasuk kedalam konflik teritorial terbatas, namun bila ditinjau

lebih jauh konflik tersebut disebabkan adanya tujuan pemerintah (Serbia) untuk

mempersatukan negara yang terpisah: Bosnia Herzegovina. Dengan alasan untuk

mengamankan/mengawasi kedaulatan etnis Serbia dan menganggap bahwa Bosnia

tidak memiliki legitimasi yang jelas untuk menjadi suatu negara yang berdaulat,

Slobodan Milosevic (Presiden dari Serbia-Montenegro) mencoba mengancam

kedaulatan Bosnia demi mewujudkan program Serbia Raya. Dewan keamanan pun

setelah melakukan persidangan mengeluarkan resolusi mengenai pengiriman Pasukan

Perlindungan di wilayah bekas negara Yugoslavia, yang dikenal dengan United

Nations Protection Force (UNPROFOR). Dengan kata lain penyelesaian konflik di

negara tersebut melalui pihak ketiga (award) dimana pihak ketiga menjadi penengah

serta berupaya mencegah pihak-pihak lain untuk turut campur yang dapat

memperkeruh situasi. Penyelesaian melalui pihak ketiga ini biasanya dilakukan

dengan cara-cara mediasi. Mediasi termasuk salah satu upaya yang cukup rumit

dalam menyelesaikan suatu konflik. Hal tersebut membutuhkan keahlian serta

kelihaian yang tinggi dalam hal berdiplomasi agar solusi yang ditawarkan dapat

diterima oleh pihak-pihak yang bertikai serta dapat mengakomodir kepentingan

pihak-pihak yang bertikai tanpa menyinggung kehormatan salah satu pihak.

Pengiriman UNPROFOR ke wilayah Bosnia merupakan suatu campur tangan

terhadap masalah internal negara Bosnia Herzegovina, kewenangan PBB ini melebihi
teritori/batas wilayah suatu negara yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh

organisasi internasional lainnya, apalagi dengan adanya suatu konflik yang

mengancam perdamaian dan keamanan internasional serta adanya ancaman terhadap

Hak Azasi Manusia. Dalam melakukan pengiriman atau melaksanakan operasi

perdamaian, PBB berpegang teguh pada tiga prinsip dasar yaitu kesepakatan

pemerintah/pihak yang bersangkutan, tidak menggunakan kekuatan militer kecuali

untuk membela diri, dan bersifat konservasi dan netral. 35 Berdasarkan tiga prinsip

dasar tersebut diharapkan dapat menjadi pihak ketiga yang benar-benar adil serta

bijaksana dalam menyelesaikan suatu konflik. Penggelaran operasi pemeliharaan

perdamaian pada intinya bertugas untuk menghentikan perang serta mencegah

terjadinya kembali pertempuran diantara pihak-pihak yang bersengketa.

Disamping Dewan Keamanan, yang akan berperan banyak dalam

penyelesaian suatu konflik di Bosnia Herzegovina adalah Sekretaris Jendral, yang

dapat mengusahakan/mengupayakan jasa-jasa baik (good offices) guna membantu

penyelesaian konflik yang terjadi disuatu negara ataupun antar negara. Tugas

utamanya adalah sebagai mediator dan negosiator yang berfungsi menjembatani

komunikasi diantara pihak-pihak yang bertikai. Beberapa jasa-jasa baik itu berupa

memberi saran atau masukan, memprakarsai pertemuan/perundingan, menyusun

draf-draf yang dapat dijadikan solusi, serta sekaligus menyatukan pendapat kedua

belah pihak yang bertikai, ini merupakan hal yang cukup sulit. Sekretaris Jendral juga

35
Boer Mauna, op.cit., h. 559-561.
memiliki wakil diwilayah konflik tersebut guna membantu kelancaran serta intensitas

proses penyelesaian konflik apabila Dewan Keamanan mendelegasikan tugasnya

kepada Pasukan Perdamaian.

Pada penelitian skripsi ini akan mengetengahkan bagaimana sebuah

organisasi internasional (PBB) sebagai pihak ketiga, berusaha membantu

penyelesaian konflik di Bosnia Herzegovina melalui upaya-upaya mediasi,

pengiriman pasukan penjaga perdamaian dan jasa-jasa baik guna terwujudnya

perdamaian dan keamanan di negara tersebut.

C. Kerangka Pemikiran

Dari beberapa konsep yang telah dijelaskan berikut operasionalisasinya,

diperlukan suatu kerangka pemikiran yang dapat menggambarkan bagaimana

konsep-konsep tersebut dapat bekerja. Permasalahan pada skripsi ini terdiri dari

sebuah variabel terikat (dependent variable) yang dipengaruhi oleh sebuah variabel

bebas (independent variable). Variabel bebas tersebut akan mempengaruhi variabel

terikat. Untuk lebih jelasnya, kerangka dari pemikiran yang akan disampaikan dapat

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Upaya-upaya Perserikatan
Bangsa-Bangsa : Efektifitas perwujudan
Perdamaian di Bosnia
- Mediasi Herzegovina
- UNPROFOR
D. Hipotesis

Upaya yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam mewujudkan

perdamaian di Bosnia Herzegovina adalah dengan melakukan mediasi yang

dilaksanakan oleh Sekretaris Jendral serta penempatan pasukan perdamaian

UNPROFOR atas mandat dari Dewan Keamanan. Namun upaya-upaya yang

dilakukan tersebut tidak efektif dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia

Herzegovina.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian diperlukannya suatu perencanaan yang

matang guna memberikan pijakan yang kuat serta demi kelancaran penelitian itu

sendiri. Rencana penelitian (desain penelitian) bertalian erat dengan tujuan penelitian.

Dengan adanya tujuan penelitian tersebut, maka dapat mengarahkan analisa dari suatu

fenomena yang akan diteliti. Lexy J. Moleong mendefinisikan desain penelitian

sebagai “usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan

perlengkapan yang akan diperlukan dalam melaksanakan sebuah penelitian”. 36 jadi,

dengan adanya sebuah perencanaan seorang peneliti akan mengetahui segala yang

dibutuhkannya dan dengan mudah mengetahui kendala-kendala yang akan dihadapi.

Penelitian ini didesain berdasarkan metode yang berkaitan dengan maksud

dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada dasarnya metode merupakan

bagian dari desain penelitian, dan memiliki makna yang berbeda dengan metodologi.

Metode merupakan suatu cara kerja dalam memahami sebuah objek penelitian.

Sedangkan metodologi adalah kumpulan pengetahuan akan berbagai metode yang

sesuai dengan ilmu-ilmu yang bersangkutan. Metode penelitian sendiri memiliki

beberapa tipe diantaranya adalah eksplanasi, deskriptif, dan eksploratif. Diantara

36
Lexy J. Moleong, Metoda Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1989, h.
236.
ketiga jenis tersebut pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian

deskriptif (descriptive research). Penelitian deskriptif ialah penelitian yang

memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada

perlakuan terhadap obyek yang diteliti.37 Metode penelitian jenis ini juga berupaya

untuk menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana, kapan atau beberapa. Jadi penelitian

dengan kriteria tersebut merupakan upaya melaporkan apa yang terjadi.38

B. Unit Analisa

Untuk memahami berbagai fenomena internasional yang akan diteliti

diperlukannya suatu unit analisis yang bisa terdiri lebih dari satu unit analisis, itu

tergantung dari apa yang akan diamati atau diteliti. Unit analisis sendiri dapat berupa,

negara, individu, masyarakat, kelompok/organisasi, sistem dunia dan sebagainya.

Unit analisis didalam buku Metode Penelitian Survai merupakan individu atau

kelompok yang dapat memberikan informasi mengenai apa yang di amati dan

dipelajari.39 Dengan menetapkan unit analisis, penelitian akan lebih terfokus dan

dengan mudah dapat memilah berbagai data yang menyangkut terhadap kasus yang

sedang diteliti. Adapun unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah

organisasi internasional: PBB. Asumsinya ialah, PBB merupakan organisasi

internasional yang memiliki sifat universal dengan keanggotaan terdiri dari negara-

negara didunia dan memiliki kewenangan melebihi organisasi internasional lainnya

37
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM, Jakarta,
2005, h. 105.
38
Mohtar Mas’oed, Ibid, h. 68.
39
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metoda Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1989,
h. 14.
dalam menyelesaikan suatu permasalahan khususnya penyelesaian suatu konflik,

serta berkaitan erat dengan tujuan dan maksud pada penelitian ini.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi

pustaka (library research), yang dalam hal ini dapat berupa buku-buku literatur,

jurnal, media cetak, situs internet, maupun berbagai terbitan berkala lainnya. Metode

pengumpulan ini bersumber pada data-data sekunder yang artinya data diperoleh

bukan secara langsung di lapangan, melainkan diperoleh melalui berbagai hasil

penelitian yang telah selesai dilakukan. Pengumpulan data dengan tehnik studi

pustaka ini memiliki beberapa kemudahan antara lain, data yang diperlukan dapat di

temukan diberbagai tempat seperti perpustakaan, arsip-arsip suatu perkumpulan atau

organisasi serta dapat menghemat waktu dan biaya.40

D. Metode Analisa Data

Metode analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar.41 Analisis data merupakan suatu hal

yang vital dalam melakukan suatu penelitian karena dengan analisis-lah data tersebut

dapat memiliki arti dan makna yang akan berguna dan memokuskan arah penelitian.

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis

yang bersifat kualitatif yang artinya tidak menggunakan pengolahan data numerik

(angka) dan merujuk pada prosedur penelitian yang menghasilkan data yang bersifat

40
S. Nasution, Metode Researh: Penelitian Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, h. 143.
41
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, op.cit., h. 145.
deskriptif. Dalam melakukan proses analisis data, langkah-langkah yang ditempuh

adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data dari berbagai sumber.

2. Mengorganisasikan informasi serta data yang terkumpul dan menganalisisnya

untuk membuat interpretasi serta generalisasi.

3. melakukan penafsiran data untuk menemukan keterkaitan antar kategori guna

mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian.

4. menyusun hasil penelitian dengan memberikan kesimpulan serta implikasi

dari hasil penelitian.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, penulisan skripsi ini berupaya

menggambarkan mengenai upaya-upaya yang dilakukan PBB sebagai organisasi

internasional yang bersifat universal, dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia

Herzegovina.
BAB IV

PERWUJUDAN PERDAMAIAN DI BOSNIA HERZEGOVINA

A. Konflik di Bosnia Herzegovina akibat upaya Penyatuan Bosnia Herzegovina

Sebagai Bagian dari Serbia

Bosnia Herzegovina merupakan sebuah negara di semenanjung Balkan, Eropa

Tenggara. Luas Wilayahnya sebesar 51.129 Km persegi. Bosnia Herzegovina

berbatasan dengan Kroasia dari utara sampai barat laut, sementara di sebelah timur

laut berbatasan dengan Serbia dan Montenegro. Dengan ibukota Sarajevo, negara ini

menjadi tempat bersejarah yang memicu meletusnya perang dunia pertama, di kota

inilah seorang pemuda Bosnia menembak mati Putra Mahkota Austria, Franz

Ferdinand.42 Negara dengan penduduk yang terdiri dari tiga etnis besar (Bosnia,

Kroasia, Serbia) ini, hampir sebagian wilayah daratannya terdiri dari pegunungan

serta lembah dan sungai besar yang membagi serta memisahkan kota-kota utama di

Bosnia. Industri utama Bosnia adalah pertanian dan barang tambang yang

menghasilkan jagung, gandum, buah apel, ternak, garam, gula, perak, tembaga, bijih

besi, bauksit, batubara, dan seng.43 Disini juga terdapat banyak peninggalan

bersejarah dari beberapa negara yang pernah menguasai Bosnia: Byzantium Roma

dan Kerajaan Aoustro-Hongaria, serta Turki Ottoman. Namun sayangnya keindahan

42
Ensiklopedia Negara dan Bangsa Eropa-Amerika Utara, Grolier International Inc, Jakarta,
1989. h. 37.
43
http://www.atlapedia.com/online/countries/bosnia.htm. Diakses Pada 1 Juni 2007. Pkl
14:30 Wib
dari sejarah tersebut telah rusak pada waktu terjadinya krisis politik di Yugoslavia

yang berujung pada pecahnya perang saudara di wilayah Balkan dan meluas hingga

ke Bosnia.

Seperti yang telah diketahui bahwa pecahnya Republik Federal Sosialis

Yugoslavia menjadi beberapa bagian, serta pendistribusian perekonomian yang tidak

merata antara bagian utara dengan bagian selatan di negara itu, menjadi sebab utama

merebaknya instabilitas dihampir seluruh bagian negara Balkan tersebut. Kroasia,

Slovenia, Macedonia, Serbia dan Montenegro44, Kosovo serta Bosnia Herzegovina

adalah daerah-daerah yang dahulunya merupakan satu kesatuan wilayah dari

Yugoslavia, kini menjadi entitas-entitas yang terpisah dan berdaulat. Perjalanan

menuju negara yang berdaulat tidak mudah bagi negara-negara tersebut (kecuali

Serbia), terutama Bosnia Herzegovina. Meskipun pengakuan terhadap Bosnia sebagai

suatu wilayah berdaulat dan terpisah dari Yugoslavia telah diakui oleh masyarakat

internasional pada tanggal 6 April 1992, nampaknya negara tersebut harus melewati

tahapan yang panjang dalam usahanya mencapai kemerdekaan. Dalam kurun waktu

tiga tahun Bosnia dilanda peperangan yang sekiranya cukup membawa kesengsaraan

bagi penduduk yang hidup dan tinggal di daerah itu.

Kekacauan yang terjadi di Bosnia merupakan suatu akibat dari rencana

pemimpin Serbia untuk memperluas kekuasaannya, setelah Yugoslavia sudah tidak

lagi eksis dalam kancah internasional. Keinginan tersebut sangat terlihat jelas ketika

44
Pada tanggal 27 April 1992, Serbia dan Montenegro mendeklarasikan pembentukan
Yugoslavia baru dan hanya terdiri dari dua republik: Serbia dan Montenegro.
krisis politik terjadi di Yugoslavia, Milosevic tampaknya enggan untuk turut serta

mencari solusi atas krisis politik tersebut. Dirinya menolak usulan dari negara bagian

lainnya untuk membentuk federasi Yugoslavia, dengan memberikan pernyataan

bahwa Yugoslavia yang sekarang ini haruslah di bawah satu pusat dan dipimpin oleh

salah satu dari negara bagian yang ada. Dan jika hal itu tidak mungkin maka harus

dibentuk suatu negara baru dimana Serbia menjadi pemimpin dari negara-negara

bekas Yugoslavia yang diwujudkan melalui program Serbia Raya. Namun keinginan

Milosevic mendapatkan penolakan dari negara-negara bagian yang lainnya karena

khawatir akan dominasi Serbia dan ini menjadi faktor lain terjadinya disintegrasi di

Yugoslavia. Kiranya keinginan Milosevic merupakan suatu hal yang sangat

dipaksakan, dengan komposisi penduduk dan kebudayaan yang multikultural di

Yugoslavia, dirinya mencoba menjadi pemimpin untuk satu negara (pewaris) dan

terkesan mengubah tatanan masyarakat yang sudah terbentuk sejak awal menjadi

sesuatu yang bersifat tunggal (mono-etnis), yaitu menyatukan etnis Serbia yang

berada terpisah-pisah. Suatu hal yang janggal tentunya dalam sejarah pembentukan

sebuah negara, karena pembentukan dari suatu negara yang hanya diisi oleh satu etnis

hanyalah tindakan rekayasa politik dan itu tidak pernah ada dalam kenyataan, ide

tersebut merupakan suatu tindakan provokator untuk memulai perang. 45 Ini berarti,

bahwa adanya keinginan untuk menguasai seluruh bekas negara-negara Yugoslavia

45
Mohammed Ayoob, The Third World Security Predicament:State Making, Regional
Conflict, and The International System”, Lynne Rienner Publisher. Inc, United State Of America,
1995, h. 168.
dengan cara-cara kekerasan dimana sentimen-sentimen suku dan agama dijadikan

dasar untuk mencapai suatu tujuan politik.

Peperangan antar etnis di Bosnia tentunya tidak terlepas dari pertempuran

antara Serbia dengan Kroasia. Selama pecahnya perang diantara kedua negara

tersebut pada tahun 1991, Bosnia menjadi pihak yang netral dan tidak dapat berbuat

banyak ketika wilayahnya digunakan sebagai basis tentara Serbia guna menyerang

Kroasia.46 Sebelum perang tersebut mencapai ke daerah Bosnia, etnis Serbia-Bosnia

telah mengontrol 60 % wilayah negara tersebut yang sebelumnya pemerintah Serbia

telah melakukan hubungan dengan etnis Serbia-Bosnia guna membentuk beberapa

wilayah Bosnia sebagai bagian dari teritori otonomi Serbia. Hal itu dilakukan apabila

Bosnia Herzegovina menyatakan kemerdekaannya, maka penyerbuan dapat dilakukan

dengan mudah ke daerah-daerah negara tersebut yang dinilai strategis oleh pihak

Serbia.

Sejak Bosnia memutuskan untuk tidak bergabung lagi dengan Yugoslavia,

melalui referendum pada Maret 1992, banyak kalangan menilai terutama etnis Serbia,

bahwa Bosnia tidak dapat menjadi negara yang berdaulat karena di negara tersebut

terdapat tiga etnis yang berbeda, dan hanya bisa menjadi bagian dari satu kesatuan

wilayah negara utama47 (Serbia dan Yugoslavia). Tentu saja hal tersebut ditinjau dari

segi historis dimana pada saat sebelum terbentuknya kerajaan dan negara Yugoslavia,

hampir seluruh bagian dari Bosnia termasuk kedalam wilayah kekuasaan Kerajaan

46
Majalah Angkasa Edisi Koleksi XXIV, Dirty War, h. 62.
47
Noel Malcolm, Op.cit, h. 234.
Serbia dan Kroasia. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari pengaruh kerajaan-kerajaan

yang datang dan menjajah di wilayah Balkan sepanjang abad pertengahan yakni:

Roma, yang menguasai Serbia dan Kroasia yang kekuasaannya sampai wilayah

Bosnia; dan kemudian Turki Ottoman datang dan merebut sebagian wilayah dari

kekuasaan Roma termasuk Bosnia; serta Aoustro-Hungaria yang datang

menggantikan kekuasaan imperium Roma dan Ottoman. Melalui tinjauan sejarah

tersebut, klaim terhadap wilayah-wilayah Bosnia dilakukan oleh Serbia dan Kroasia.

Daerah-daerah Bosnia yang menurut sejarah adalah bagian dari kerajaan Serbia pada

bagian Timur dan Kroasia di bagian Barat Bosnia, telah dikuasai oleh kedua negara

tersebut pada saat perang berkecamuk selama tiga tahun.

Penyerangan yang dilakukan untuk menguasai setiap wilayah-wilayah Bosnia

dilakukan tidak saja dengan cara-cara politis tetapi juga dengan cara militer (perang)

yang tampak telah dipersiapkan oleh pihak Serbia ketika Bosnia ingin mendapatkan

pengakuan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat dari masyarakat internasional

pada April 1992. Penyerangan secara terbuka yang dilakukan oleh pihak Serbia

terjadi pada 1 April 1992 dengan menyerbu kota-kota di Bosnia. Seperti Bijeljina

yang terletak di sebelah timur laut Bosnia, menjadi sasaran pertama di awal bulan

April. Mereka berhasil merebut dan membebaskan kota tersebut dari kekuasaan

Bosnia, serta memutuskan aliran listrik dan pasokan air kota Bijeljina. Dalam

beberapa hari banyak kota-kota lainnya, di wilayah tersebut mendapatkan perlakuan

yang sama. Tujuan utama pihak Serbia adalah untuk menguasai daerah-daerah yang

dinilai strategis, seperti Bijeljina yang merupakan kota terdekat dengan perbatasan
Serbia serta akses terhadap markas militer di Banja Luka. Selain itu juga untuk

meradikalkan etnis Serbia-Bosnia agar percaya bahwa etnis Muslim merupakan

ancaman bagi mereka dan merekrut orang-orang Serbia-Bosnia disana untuk

mengontrol seluruh kota tersebut. Usaha untuk meradikalkan etnis Serbia-Bosnia juga

dilakukan lewat penyiaran radio dan televisi dari Beograd, yang memperingatkan

akan ancaman bahaya dari jihad fundamentalisme dan Ustasa (sebutan untuk orang

Kroasia) terhadap etnis Serbia-Bosnia.48 Ancaman tersebut diperkuat lagi dengan

adanya isu mengenai keinginan presiden Bosnia Herzegovina, Alija Ijetbigovic untuk

mendirikan negara Islam Bosnia, yang pernah di tuliskan pada tahun 1970, 49 hal ini

tentunya akan menimbulkan rasa sentimen etnis Serbia yang tinggal di Bosnia:

adanya kekhawatiran akan dominasi Muslim. Selain beberapa hal tersebut yang

dijadikan alasan terhadap Milosevic menghendaki Bosnia masuk dalam bagian dari

kekuasaan Serbia, adalah adanya industri persenjataan dan instalasi militer yang

tersebar di beberapa bagian wilayah Bosnia.50 Dimana pada bulan Juni 1948 Presiden

Tito memindahkan hampir seluruh industri dan instalasi militer ke daerah yang jauh

dari wilayah ibukota untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan setelah

memutuskan hubungannya dengan Uni Soviet. Tanpa bergabungnya wilayah Bosnia

ke dalam teritori Serbia maka negara tersebut akan kehilangan sebagian besar industri

dan instalasi militer.

48
Noel Malcolm, Bosnia A Short History, New York Press, New York, 1994, h.237.
49
Misha Glenny, The Fall Of Yugoslavia :The Third Balkan War, Penguin Books, USA,
1996, h. 154.
50
Ibid., h. 151.
Perang yang terjadi di Bosnia tidak saja diantara pihak Serbia dengan Bosnia

saja, Kroasia pun juga turut andil dalam menambah penderitaan warga Bosnia, meski

hal tersebut di sangkal oleh Kroasia, namun ditemukan adanya kota yang terletak di

bagian Timur Bosnia telah diduduki oleh pasukan Kroasia. Keterlibatan Kroasia di

Bosnia sudah terjadi sejak perang antara negara tersebut dengan Serbia, yang

ditunjukkan dengan mengadakan pertemuan di Vojvodina dan menyetujui pembagian

Bosnia untuk kedua belah pihak tersebut pada maret 1991 oleh Franco Tudjman

(Presiden Kroasia) dan Slobodan Milosevic. Hal itu dilakukan Tudjman dengan

harapan dapat meredakan bahkan menyelesaikan pertempuran di Kroasia. Dengan

keterlibatan pihak Kroasia tak pelak menambah rumit persoalan dan hanya membuat

perang yang lebih besar. Dan lagi, alasan untuk memberikan perlindungan bagi etnis

Kroasia-Bosnia di sana menjadi landasan utama untuk turut serta dalam peperangan

tersebut, meski pihak Serbia tidak saja menyerang etnis Bosnia tetapi juga melakukan

penyerangan terhadap etnis Kroasia-Bosnia, hal itu di maksudkan guna memperlancar

usaha untuk membentuk Serbia Raya dalam waktu cepat.

A.1 Keterlibatan Negara Induk terhadap Etnis-etnis yang Bertikai di Bosnia

Banyak kalangan menilai bahwa konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina

adalah konflik internal yakni antara etnis Serbia-Bosnia, Kroasia-Bosnia, serta etnis

Bosnia tanpa melibatkan negara-negara utama seperti Serbia dan Kroasia. Bahkan

secara radikal banyak pihak menilai bahwa konflik tersebut bukan konflik internal,

melainkan konflik antar agama yaitu, antara Muslim dengan Kristen (Katolik dan
Orthodok).51 Namun pada kenyataannya kedua pendapat tersebut melenceng jauh,

karena pada dasarnya konflik antar agama yang terjadi di Bosnia muncul dan

bertambah besar akibat propaganda yang dilakukan oleh pihak pemerintah Serbia

guna meradikalkan etnis Serbia-Bosnia agar ikut berperang dan membantu Milosevic

mencapai tujuan politiknya. Fakta dilapangan memperlihatkan bahwa konflik tersebut

bukan-lah konflik internal yang terjadi secara alami melainkan direkayasa: adanya

keterlibatan dari negara induk (Serbia), dan hal ini terlihat ketika etnis Serbia telah

menguasai sebagian besar wilayah Bosnia, ditemukan banyaknya pasukan dari pihak

Serbia (JNA) yang datang dan menerima perintah bukan dari pemerintahan Bosnia

melainkan dari Beograd.52 Dengan keterlibatan pasukan Serbia maka tak ayal bantuan

seperti persenjataan pun diberikan oleh pihak negara induk (Serbia). Pengiriman

persenjataan militer ini sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1991 ke wilayah

Bosnia pada saat berlangsungnya pertempuran dengan Kroasia yang kemudian

diperintahkan untuk memberikannya kepada etnis Serbia di Bosnia atas perintah

Milosevic.53 Tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Milosevic memperlihatkan

bahwa penyerbuan terhadap Bosnia sudah direncanakan secara matang dan

sistematis, dengan kata lain setelah selesai dengan Kroasia langkah selanjutnya untuk

menciptakan Serbia Raya adalah dengan menyerang Bosnia.

Keterlibatan negara induk terhadap konflik di Bosnia, tidak saja dilakukan

oleh Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) yang turut membantu etnis Serbia-Bosnia
51
Samuel P. Huntington, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Qalam,
Yogyakarta, Cetakan Ketujuh, 2003, h. 519.
52
Noel Malcolm, Op.cit, h. 238.
53
Misha Glenny, Op.cit., h. 150.
dengan mengirimkan tentara federal Yugoslvavia (JNA) tetapi, hal yang sama juga

dilakukan oleh pihak Kroasia. Pemerintah Kroasia menyuplai senjata ke beberapa

lokasi yang dikuasai oleh etnis Kroasia-Bosnia. Dengan keterlibatan negara-negara

induk (Serbia dan Kroasia), serta adanya isu-isu yang digunakan untuk menimbulkan

perasan sentimen terhadap suatu etnis tidak saja melibatkan dua negara induk yang

ingin menguasai Bosnia, melainkan juga telah melibatkan berbagai orang-orang yang

serumpun atau memiliki kesamaan keyakinan (agama Islam) ikut terlibat, seperti

banyaknya orang-orang Muslim yang datang dari berbagai Negara, terutama negara-

negara Timur Tengah dan Turki masuk ke wilayah Bosnia untuk ikut berperang

membela etnis Muslim-Bosnia dan hal ini jika dibiarkan tentu akan memperluas

perang di kawasan Eropa dan pada akhirnya mungkin akan menyulut perang besar

berikutnya yang berlandaskan pada agama.

A.2 Pembunuhan dan Pengusiran terhadap warga Bosnia yang dilakukan oleh

Pihak Serbia.

Dalam usahanya untuk menguasai berbagai wilayah Bosnia, pihak Serbia

tidak saja menyerang pasukan pemerintah Bosnia yang berusaha melindungi

teritorialnya dari ancaman pihak lawan tetapi juga membunuh setiap penduduk

Bosnia yang bukan dari etnis Serbia, seperti yang terjadi pada saat paramiliter Serbia

melakukan serangan ke kota Bijeljina pada awal April 1992, mereka setidaknya telah

membunuh hampir seratus orang etnis Bosnia (Muslim) dan secara tidak langsung

telah menebar teror agar para warga di kota tersebut pergi meninggalkan kota

tersebut. Hal yang sama juga dilakukan di berbagai kota-kota di Bosnia. Zvornik,
Visegrad, dan Foca sekitar 95 % penduduknya telah meninggalkan rumah mereka

pada akhir April 1992.54 Pada 29 Mei 1992, ditemukannya banyak masyarakat sipil

Bosnia yang ditangkap dari sekolah, atau ditempat-tempat lain dan beberapa dari

mereka telah dibunuh oleh pihak Serbia. Tidak hanya membunuh yang dilakukan

oleh pihak Serbia-Bosnia dan tentara JNA, mereka juga melakukan pelecehan seksual

berat yakni dengan memperkosa para wanita yang bukan dari etnis Serbia. 55 Selain

melakukan pembunuhan dan pelecahan seksual terhadap para warga Bosnia, pihak

Serbia juga membangun penjara-penjara di berbagai wilayah Bosnia hal ini

berdasarkan laporan dari pemerintah Bosnia pada awal Juni 1992 yang melaporkan

bahwa setidaknya ada 94 penjara yang lokasinya belum diketahui. Penjara yang

dibangun oleh pihak Serbia serupa seperti yang dibangun oleh Hitler pada saat perang

dunia kedua berlangsung.

Penyerangan yang dilakukan oleh pihak Serbia seperti tidak terkendali,

apapun mereka hancurkan perumahan warga, tempat ibadah, serta yang terutama

adalah rumah sakit yang terletak di kota Foca, menjadi sasaran mortar Serbia. 56 Cara-

cara yang digunakan oleh Serbia dalam usahanya mewujudkan Serbia Raya sangat

tidak manusiawi, dan telah melanggar hukum internasional dan HAM. Kekejaman

yang terjadi hanya dapat disamai pada masa-masa perang dunia kedua dimana Hitler

melakukan pembersihan etnis terhadap setiap wilayah jajahannya. Dengan semakin

banyaknya intimidasi yang dilakukan pihak Serbia, banyak dari warga Bosnia

54
Noel Malcolm, Ibid, h. 237.
55
PBB, Bosnia, dan Paradoks Dunia Barat, Republika 11 Juli 1995
56
Misha Glenny, Op.cit, h. 169.
meninggalkan daerah-daerahnya untuk mengungsi dan mencari tempat perlindungan

agar terhindar dari pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukan oleh pihak Serbia

tanpa memandang terlebih dahulu apakah orang tersebut warga sipil atau militer/sipil

bersenjata. Peristiwa pengusiran dan pembunuhan ini akan tetap berlangsung selama

kedua belah pihak terutama Serbia sudah menguasai seluruh wilayah yang ada di

Bosnia Herzegovina dan peristiwa tersebut mencapai puncaknya ketika terjadinya

penyerbuan ke zona-zona aman yang telah ditetapkan oleh PBB, penyerbuan tersebut

berlangsung pada April 1993. Di bulan ini Serbia meningkatkan pengepungan atas

wilayah-wilayah yang didiami oleh penduduk Bosnia, dan sekitar 60.000 penduduk

sipil Bosnia terkepung di Srebenica, Bosnia Timur, dibawah kurungan serangan-

serangan artileri, serta dalam kondisi kekurangan makanan dan obat-obatan. 57

Sementara Serbia melakukan penyerbuan di bagian timur Bosnia, Kroasia melakukan

hal serupa di Bosnia bagian barat. Di awal April 1993, Menteri Pertahanan Kroasia,

menyeberangi, wilayah Bosnia Herzegovina dan memerintahkan agar bendera

Kroasia dipasang di wilayah Bosnia Timur. Perintah yang dikeluarkan oleh Menteri

Pertahanan Kroasia itu, secara tidak langsung merupakan legitimasi kepada

paramiliter Kroasia untuk melakukan penyerangan terhadap penduduk Muslim

Bosnia di Travnik, Vitez, Zenica, dan Mostar. Penyerangan yang dilakukan oleh

etnis Serbia-Bosnia dan Kroasia-Bosnia terhadap beberapa safe areas yang telah

ditetapkan oleh PBB berlangsung hingga akhir 1994. Konflik yang terjadi di Bosnia

57
Rabia Ali dan Lawrence Lifschultz, Why Bosnia?, dalam Third World Quaterly, Vol. 15,
No. 3, September 1994, h. 382.
Herzegovina kiranya telah memakan korban jiwa dan materi yang jumlahnya cukup

besar, serta meninggalkan kepedihan yang mendalam bagi para warga negara Bosnia

khususnya, dan masyarakat internasional pada umumnya.

A.3 Keterlibatan Masyarakat Eropa dalam Menyelesaikan Konflik Bosnia

Herzegovina.

Memasuki dekade 1990-an, perkembangan Masyarakat Eropa (ME)

memasuki tahap yang sangat menentukan dalam sejarah integrasi bangsa-banga di

Eropa. Bersamaan dengan gencarnya langkah politik dan ekonomi Eropa menuju

unifikasi, Eropa dihadapkan pada masalah pengaturan keamanan pasca perang dingin

di kawasannya. Salah satu hal penting dalam pengaturan keamanan Eropa pasca

perang dingin adalah “New strategic Concept” yang disepakati pada bulan November

1991. Pengaturan keamanan ini mencerminkan keinginan yang besar dari negara-

negara Eropa untuk lebih mandiri dalam hal pengaturan keamanan di kawasannya.

Keinginan negara-negara Eropa untuk berusaha menyelesaikan segala permasalahan

di kawasannya berkaitan dengan peningkatan kohesivitas dalam ME, pertumbuhan

ekonomi yang mantap, hilangnya ancaman eksternal (komunisme), serta

membesarnya pengaruh Jerman dan Perancis. Kehendak negara-negara Eropa untuk

lebih mandiri dalam pengelolaan keamanan dikawasannya juga ditunjukkan dalam

perjanjian Maastricht.

Dapat dilihat bahwa konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina yang

merupakan bagian dari “halaman rumah” negara-negara Eropa adalah sebuah test

case, untuk membuktikan kemandirian yang dinginkan oleh ME dalam mengatasi


persoalan perdamaian dan keamanan di kawasan Eropa. Langkah awal yang diambil

oleh ME dalam menyelesaikan krisis di bekas negara-negara Yugoslavia adalah

dengan melakukan pemantauan disekitar perbatasan Kroasia dan Serbia di tahun 1991

melalui CSCE (Conference on Security and Cooperation of Europe) dan mencoba

memberikan tekanan kepada Milosevic untuk menyelesaikan masalah melalui cara-

cara damai sekitar sebulan setelah perang di Bosnia berkecamuk. Di bulan April 1992

ME berhasil membawa setiap pihak yang bertikai bertemu untuk membicarakan

mengenai gencatan senjata di Bosnia, kesepakatan ini tepatnya ditandatangani tanggal

12 April 1992. Kesepakatan gencatan senjata yang diicapai oleh para pihak yang

bertikai tersebut belum bisa berjalan secara efektif karena pertempuran masih terjadi

di setiap kota di Bosnia sehingga memaksa ME memberikan sanksi kepada Serbia.

Sanksi yang dijatuhkan oleh ME terhadap Yugoslavia (Serbia-Montenegro)

dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 1992, dimana Menteri Luar Negeri negara-negara

ME menyepakati untuk menerapkan sanksi perdagangan terhadap Serbia, kecuali

untuk obat-pbatan dan kebutuhan pokok. ME juga memutuskan untuk membekukan

semua jaminan kredit ekspor Serbia, serta menunda semua bentuk kerjasama teknik

dan ilmiah dengan Beograd.58 Dengan dijatuhkannya sanksi ekonomi tersebut

diharapkan Serbia dapat menuruti segala tawaran yang diberikan oleh ME, yakni

menyelesaikan permasalahan melalui cara-cara damai. Disaat yang bersamaaan pula

ME memutuskan juga untuk mendesak PBB agar berperan serta bagi pemberian

sanksi ekonomi yang lebih luas terhadap Serbia. Hal tersebut dilakukan oleh ME

58
Europe: The World Againts Serbia, dalam The Economist, 30 Mei 1992
setidaknya untuk mempercepat proses penyelesaian konflik di Bosnia serta

memperkuat sanksi yang dijatuhkan oleh ME terhadap pihak-pihak yang bertikai

khususnya terhadap Yugoslavia (Serbia dan Montenegro). Namun segala upaya yang

dilakukan oleh negara-negara Eropa tidak terlalu membuahkan hasil-hasil yang cukup

signifikan terhadap penyelesaian konflik tersebut, hal ini dapat dilihat dari tidak

ditanggapinya berbagai sanksi yang dijatuhkan oleh ME dan pertempuran masih

terjadi dibeberapa tempat di Bosnia.

Memang apa yang terjadi di Bosnia Herzegovina merupakan suatu

permasalahan yang kompleks dan membutuhkan kelihaian diplomasi untuk

menyelesaikan pertikaian tersebut. Seorang perwakilan yang ditunjuk oleh suatu

institusi internasional maupun oleh sekumpulan negara-negara yang berada dalam

kawasan tertentu harus dapat menyikapi konflik Bosnia secara cermat dan bijaksana

dengan melihat dari berbagai sudut pandang, baik itu sebab utama atau siapa yang

memulai konflik serta tanggap dalam melihat isu-isu (sentimen etnis dan agama) yang

berkembang di wilayah Bosnia yang seolah-olah isu-isu tersebut terlihat sebagai

faktor utama penyebab konflik. Salah satu mengapa ME terkesan tidak begitu efektif

dalam menyelesaikan konflik di Bosnia, dikarenakan CSCE sebagai organisasi

kerjasama dalam keamanan di Eropa tidak memiliki kekuatan militer yang dapat

digunakan untuk memaksakan keputusannya serta adanya kesulitan untuk mencapai

suatu konsensus pada penyelesaian konflik Bosnia. Oleh sebab itu sejak akhir Mei

1992 ME mulai melibatkan PBB dalam pembahasan masalah Bosnia khususnya

dalam menjatuhkan sanksi-sanksi atas Serbia.


B. Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa Mewujudkan Perdamaian di

Bosnia Herzegovina Pada Tahun 1992-1995.

Pecahnya perang di Bosnia Herzegovina merupakan suatu ancaman terhadap

perdamaian dan keamanan internasional khususnya disekitar wilayah kawasan

Balkan, karena dengan semakin banyaknya warga Bosnia yang pergi meninggalkan

daerah tempat tinggal mereka untuk menghindari perang dan mencari keselamatan,

maka tidak menutup kemungkinan mereka akan pergi ke wilayah-wilayah negara

tetangga yang berada dekat dengan Bosnia. Tak hanya persoalan pengungsi saja yang

mungkin akan memperburuk situasi stabilitas di kawasan Balkan, arus barang dan

jasa pun baik yang masuk atau keluar serta yang melewati Bosnia untuk tujuan ke

negara lain mungkin akan terganggu. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu solusi

untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, agar konflik yang terjadi di Bosnia tidak

akan berlarut-larut. Salah satu bentuk dari upaya penyelesaian pertikaian dibekas

negara Yugoslavia tersebut adalah upaya yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB). Untuk mengetahui mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB,

ada baiknya mengetahui sejarah singkat awal mula terbentuknya organisasi

internasional tersebut. PBB adalah organisasi yang didirikan ketika pecahnya Perang

Dunia Ke-2. Organisasi Internasional yang bersifat universal ini berdiri pada tanggal

24 Oktober 1945 di San Fransisco. Sebelum terbentuknya PBB telah diadakan suatu

konferensi yang kemudian dikenal dengan Konferensi San Fransisco. Pertemuan ini

didahului dengan beberapa pertemuan tingkat tinggi menjelang berakhirnya Perang

Dunia II. Pertemuan yang dilakukan oleh berbagai negara-negara di dunia itu akibat
semakin bertambah lemahnya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dan setelah menyaksikan

dampak buruk yang ditimbulkan oleh Perang Dunia II yang sedang berkecamuk. Pada

tahun 1944 Amerika Serikat (AS) memprakarsai suatu pertemuan dan mengundang

Inggris, Cina dan Uni Soviet untuk mengirimkan delegasi ke pertemuan Dumbarton

Oaks di Washington D.C, Amerika Serikat, untuk mengadakan pembahasan

pendahuluan tentang bentuk dan corak organisasi dunia yang akan datang. Pertemuan

ini menghasilkan apa yang dinamakan Dumbarton Oaks Proposal, yang disetujui

oleh keempat negara besar tersebut.59

Pertemuan tingkat tinggi berikutnya ialah konferensi Yalta yang dilaksanakan

pada tanggal 4-15 Februari 1945, membicarakan hal-hal utama tentang Jerman dan

Jepang serta penyesuaian-penyesuaian wilayah di Eropa dan Timur Jauh apabila

perang sudah selesai. Pada konferensi inilah ditentukan bahwa United Nations

Conference on International Organization akan diadakan di San Fransisco, Amerika

Serikat pada tanggal 25 April 1945. Pertemuan yang berlangsung di San Fransisco

membahas berbagai isu dan persoalan politik yang berkaitan dengan negara-negara

besar (Inggris, Perancis, AS, Cina, dan Uni Soviet). Setelah melalui perbincangan

yang cukup panjang mengenai pembentukan suatu organisasi internasional yang

dapat menjaga perdamaian dan keamanan dunia, barulah pada bulan Juni 1945 para

delegasi yang diundang untuk menghadirkan konferensi tersebut menandatangani

59
Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Djambatan,
Jakarta,1989, h. 103
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kemudian selesai diratifikasikan pada 24

Oktober 1945.

Pembentukan PBB merupakan perwujudan dari setiap negara-negara di dunia

untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta memperbaiki berbagai

kelemahan organisasi pendahulunya, LBB. Kelemahan-kelemahan yang ada dalam

LBB telah menyebabkan pecahnya perang dunia ke-2 yang menimbulkan jumlah

korban diantara pihak-pihak yang terlibat dalam perang tersebut dengan skala besar.

Dengan terbentuknya PBB diharapkan akan dapat mempertahankan perdamaian dan

keamanan dunia serta dapat menyelesaikan berbagai permasalahan diantara para

anggotanya dan memberikan tawaran-tawaran penyelesaian dalam setiap

permasalahan tersebut terutama yang menyangkut dengan stabilitas keamanan dan

perdamaian dunia. Pada skripsi yang mengangkat tema upaya-upaya PBB dalam

mewujudkan perdamaian di Bosnia ini mencoba menggambarkan mengenai upaya-

upaya yang dilakukan oleh PBB dalam menyelesaikan suatu permasalahan di Bosnia

Herzegovina yang berujung pada konflik terbuka antara etnis Serbia-Bosnia, Kroasia-

Bosnia dan etnis Bosnia (Muslim). Peran serta PBB dalam membantu menyelesaikan

konflik yang terjadi di Bosnia menunjukan bahwasanya sudah menjadi kewajiban dan

tanggung jawab dari organisasi internasional yang dibentuk guna memelihara

perdamaian dunia.

Upaya-upaya yang dimaksud dalam pembahasan skripsi ini ialah

implementasi dari cara-cara mediasi yang dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal

(Secretary General) PBB yang bekerja sama secara berkesinambungan baik itu
dengan Dewan Keamanan (Security Council) PBB maupun dengan organisasi

regional pada kawasan dimana suatu konflik terjadi. Mediasi menuntut adanya pihak

ketiga yang bersikap netral dalam penyelesaian sebuah masalah, dan dalam perannya

menyelesaikan suatu konflik harus melalui cara-cara damai yang sesuai dengan

hukum internasional. Sekretaris Jenderal melaksanakan tugasnya sebagai mediator

dengan menawarkan berbagai jasa-jasa baik serta bekerjasama dengan pihak-pihak

lain yang juga turut membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan (jika

dimungkinkan adanya pihak lain). Sedangkan Dewan Keamanan, bertugas

mengirimkan misi pasukan penjaga perdamaian ke daerah-daerah yang dilanda

konflik. Pengiriman misi ini dilakukan dengan tujuan untuk menstabilkan situasi dan

kondisi keamanan pada daerah-daerah tersebut guna dicapainya perkembangan yang

lebih signifikan mengenai penyelesaian konflik yang terjadi.

Partisipasi yang dilakukan oleh PBB pada setiap kasus penyelesaian konflik

merupakan bentuk perwujudan dari tujuan dan prinsip organisasi internasional

tersebut yang sebagaimana tercantum dalam piagam PBB Bab 1, Pasal 1 ayat 1.

Dalam Piagam tersebut disebutkan bahwa tujuan-tujuan dari PBB adalah:

“Memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan untuk tujuan itu


akan melakukan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan
melenyapkan ancaman-ancaman terhadap pelanggaran perdamaian…, mencari
penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian internasional atau keadaan-keadaan
yang dapat mengganggu perdamaian”.60

60
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional, United Nation
Information Centre (UNIC), Jakarta, 2004. h. 5.
Dengan mengacu pada pasal tersebut maka sudah menjadi kewajiban PBB untuk turut

serta dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Pasal yang menjelaskan

mengenai tujuan dan prinsip dari PBB itu, merupakan suatu landasan utama bagi PBB

untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah terjadinya pertikaian-pertikaian

baik yang bersifat antar negara maupun yang berlangsung didalam suatu negara.

Dalam upayanya mewujudkan perdamaian di Bosnia, PBB mendelegasikan

peranannya kepada Sekretaris Jenderal yang pada tahun 1992 dijabat oleh Boutros

Boutros Ghali dan Dewan Keamanan (DK), yang akan saling bekerjasama guna

menyelesaikan konflik tersebut.

Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa unsur terpenting di PBB dalam

menangani berbagai masalah yang bertalian dengan perdamaian dan keamanan

internasional adalah Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderal. Berbagai tindakan

yang dilakukan oleh kedua organ tersebut tentunya tidak terlepas dari dan

berlandaskan pada setiap pasal yang tercantum dalam Piagam PBB. Seperti

menentukan suatu pertikaian atau keadaan yang dapat menimbulkan pertentangan

internasional atau tidak. Sebelum menyatakan suatu kondisi yang dimaksudkan

apakah dapat menimbulkan pertentangan atau tidak, terlebih dahulu dilakukan

penyelidikan dan hal ini ditegaskan pada Bab VI, Pasal 34 Tentang Penyelesaian

Pertikaian Perdamaian.61 Selain itu, Dewan Keamanan dapat menggunakan tindakan

militer dalam menyelesaikan suatu permasalahan, hal ini dilakukan apabila pihak-

pihak yang bertikai mengabaikan segala bentuk sanksi-sanksi yang telah dikeluarkan

61
Ibid., h. 23
oleh PBB, setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan dari negara-negara anggota

organisasi tersebut. Dewan Keamanan juga mempunyai hak untuk membentuk suatu

organ subsider yang dapat membantu segala aktifitasnya. Hak tersebut tercantum

dalam Piagam PBB Bab V, Pasal 29 mengenai Tata Tertib. Pasal tersebut

menjelaskan bahwasanya Dewan Keamanan dapat mendirikan organ-organ subsider

apabila dipandang perlu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.62 Organ subsider yang

dimaksud adalah pembentukkan pengadilan internasional untuk kejahatan perang di

Yugoslavia: International Court for Tribunal Crime on Former Yugoslavia (ICTY).

Pengadilan internasional ini dibentuk pada tahun 1993 dan bertugas mengadili

tersangka kejahatan perang di Bosnia. Sedangkan tindakan-tindakan yang diambil

oleh PBB dalam partisipasinya untuk menyelesaikan suatu konflik diatur dalam bab

VI Piagam, diantaranya adalah dapat meminta kepada pihak-pihak yang

berkepentingan untuk menerima tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu

dan layak (Pasal 40), melakukan tindakan-tindakan diluar penggunaan senjata yang

dapat membuat keputusannya segera dilaksanakan (Pasal 41).63 Tidak hanya tindakan

Dewan Keamanan saja yang diatur oleh Piagam PBB, pasal-pasal mengenai

kewenangan dari Sekeretaris Jenderal-pun dijelaskan pula. Dalam hal penyelesaian

suatu konflik Sekretaris Jenderal memiliki hak untuk meminta perhatian dari Dewan

Keamanan mengenai sesuatu hal yang menurut pendapatnya dapat mengarah pada

stabilitas perdamaian serta melaporkan berbagai kegiatan yang telah dilakukan baik

62
Ibid., h. 21
63
Ibid., h. 26
itu didalam maupun aktifitas di luar organisasi: terutama dalam setiap tugas

penyelesaian suatu sengketa. Beberapa hal yang menyangkut Sekretaris Jenderal

tercantum dalam Bab XV Piagam PBB mengenai sekretariat.

Sejak awal berdirinya PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki

tujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, tentunya peran serta

dari PBB beserta organ-organ utamanya telah melakukan berbagai tindakan yang

sekiranya cukup membantu dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional,

oleh karena itu guna meningkatkan keefektifan PBB dalam menjalani tujuan-

tujuannya tersebut diperlukan berbagai organ-organ subsider yang dapat membantu

memudahkan pekerjaan PBB terutama yang menyangkut penyelesaian suatu sengketa

baik antar negara maupun yang terjadi didalam negara tertentu. Organ subsider yang

dimaksud tersebut ialah Departement Of PeaceKeeping Operation (DPKO). Organ

ini dikepalai oleh wakil Sekretaris Jenderal dimaksudkan untuk menangani kegiatan-

kegiatan administratif seperti mengatur manajemen dan menyuplai berbagai

kebutuhan – bahan-bahan logistik – yang diperlukan dalam operasi peacekeeping,

serta memberikan berbagai informasi penting terhadap operasi yang sedang

dijalankan agar operasi yang sedang dilaksanakan dapat berjalan lebih optimal. 64

DPKO juga mengkoordinasikan semua kegiatan Perserikatan Bangsa-bangsa

berkaitan dengan ranjau darat, dan mengembangkan serta mendukung program

pembersihan ranjau.65 Dengan demikian, berdasarkan Piagam PBB beserta pasal-

64
Misi Perdamaian Internasional, www.google.com, diakses pada 23 Juni 2007, Pkl. 13:00
WIB.
65
Pengetahuan Dasar Tantang Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNIC, Jakarta, 2007, h. 31.
pasalnya mengenai kewenangan dan fungsi dari Dewan Keamanan, dapat dikatakan

bahwa Dewan Keamanan-lah yang bertanggung jawab untuk mempertahankan

perdamaian dan keamanan internasional.

B. 1. Upaya yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam mewujudkan

Perdamaian di Bosnia Herzegovina

Dalam upayanya menjadi pihak ketiga dalam penyelesaian permasalahan di

Bosnia, PBB mendelegasikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) untuk menjadi penengah

dalam setiap pertemuan-pertemuan diantara para pihak yang bertikai guna

tercapainya kesepakatan perdamaian di kedua belah pihak. Dalam hal ini sekjen PBB

yang pada tahun 1992 dijabat oleh Boutros Boutros Ghali mengutus Cyrus Vance

(Amerika Serikat) sebagai perwakilan khusus Sekretaris Jenderal (special

representative of secretary general); April 1992 – Mei 1993 yang kemudian

digantikan dengan Tholvast Stolenberg yang aktif sampai dengan bulan Januari 1994

dan Yashusi Akashi dari jepang; Januari 1994 – tahun 1995, untuk membantu tugas-

tugas dari Sekretaris Jenderal dalam melaksanakan misi good offices-nya di Bosnia.

Good offices atau jasa-jasa baik Sekretaris jenderal dalam hal penyelesaian konflik di

Bosnia adalah dengan menjadi fasilitator berbagai pertemuan dan negosiasi antara

pihak-pihak yang bertikai (etnis Serbia-Bosnia, etnis Kroasia-Bosnia, dan etnis

Muslim-Bosnia) yang masing-masing diwakili oleh pemimpinnya. Selain itu

Sekretaris Jenderal akan memberikan laporannya mengenai situasi dan kondisi yang

yang terjadi di Bosnia, yang akan dijadikan sebagai pertimbangan bagi ketetapan-

ketetapan terbaru mengenai Bosnia.


Upaya pertama yang dilakukan oleh perwakilan Sekretaris Jenderal dari PBB

di Bosnia dimulai ketika pecahnya perang di bekas negara Yugoslavia tersebut yakni,

pada bulan April 1992. Pada bulan tersebut Sekretaris Jenderal melakukan pertemuan

dengan para pemimpin dari pihak-pihak yang bertikai untuk membicarakan mengenai

penyelesaian terhadap konflik, serta melakukan peninjauan di Bosnia. Hal ini

dilakukan agar nantinya PBB terutama Dewan Keamanan dapat menentukan langkah

selanjutnya untuk menyelesaikan perdamaian di wilayah Bosnia. Sepanjang bulan ini

Sekretaris Jenderal melaporkan hasil pertemuan yang dilakukan dengan para

pemimpin Serbia, Kroasia, dan Bosnia untuk membicarakan mengenai pertikaian

antar etnis di Bosnia. Para pemimpin tersebut mengatakan bahwa perang sipil yang

terjadi di Bosnia merupakan suatu tragedi yang tidak dapat dimenangkan oleh pihak

manapun, dan mereka mengatakan bahwa pembicaraan diantara ketiga pihak yang

diupayakan oleh ME tidak dapat berjalan dengan efektif. 66 Dilain sisi Presiden Serbia

menyatakan bahwa apa yang terjadi di Bosnia merupakan tanggung jawab dari

Presiden Bosnia Herzegovina dan kekerasan yang terjadi di sana disebabkan oleh

tindakan pasukan Kroasia. Sehingga satu-satunya cara, menurut pemimpin Serbia

dalam menyelesaikan permasalah tersebut ialah melakukan kantonisasi (pembagian

wilayah) berdasarkan garis etnis yang telah ada. Lebih lanjut perwakilan sekjend

tersebut melaporkan situasi perkembangan di Bosnia yang sejak diberlakukannya

gencatan senjata pada 12 April oleh ME, pertikaian masih tetap terjadi terutama di

66
Year Book of The United Nations 1992, Vol. 42, Department of Public Information United
Nations, New York, 1993, h. 347.
daerah Sarajevo, dan menyarankan untuk segera menempatkan pengamat militer di

beberapa lokasi yakni kota Capljina, Mostar, Stolac, dan Trebinje. Berdasarkan

laporan dari staf khusus sekjend tersebut, Dewan Keamanan pada awal Mei 1992

mengeluarkan resolusi 749 yang sudah dilakukan penambahan terhadap beberapa

keputusan mengenai keharusan dari setiap pihak yang bertikai untuk mengormati

secara penuh perjanjian yang dilakukan pada 12 April lalu dan memerintahkan para

pihak yang bertikai untuk segera menghentikan baku tembak. Dewan Keamanan juga

memerintahkan kepada pihak-pihak luar (Serbia dan Kroasia) yang turut serta dalam

perang di Bosnia untuk menghentikan segala tindakan yang dapat mempengaruhi

perilaku etnis Serbia dan etnis Kroasia yang berada di Bosnia.

Pada bulan Juni 1992, perwakilan khusus Sekretaris Jenderal berhasil

mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk melakukan negosiasi mengenai

situasi yang terjadi di wilayah Sarajevo dan daerah sekitarnya. Pertemuan tersebut

berlangsung pada tanggal 5 Juni 1992, dan menghasilkan perjanjian yang

menyepakati untuk menghentikan pertempuran disekitar wilayah bandara Sarajevo

dan segera membuka kembali tempat tersebut untuk bantuan kemanusiaan, serta para

pasukan dari pihak-pihak bertikai yang berada di sekitar wilayah bandara Sarajevo

untuk ditarik meninggalkan lokasi tersebut serta menyerahkan berbagai persenjataan

berat terutama senjata anti serangan udara kepada PBB dan berada di bawah

pengawasan UNPROFOR.67 Sebelum terjadinya kesepakatan 5 Juni, telah

berlangsung pertemuan yang diadakan atas prakarsa Sekretaris Jenderal di Jenewa,

67
Year Book of The United Nations 1992, op.cit., h. 356.
pada tanggal 21-23 Mei 1992.68 Pertemuan tersebut terjadi akibat dari adanya

pemblokade-an atas jalur-jalur utama yang digunakan untuk memberikan bantuan

kemanusiaan ke lokasi-lokasi di Bosnia. Pertemuan tersebut menghasilkan

kesepakatan mengenai kebebasan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan baik yang

dilakukan oleh PBB maupun organisasi internasional lainnya, serta kebebasan

terhadap pengamat militer PBB untuk melakukan pemantauan terhadap perjanjian

gencatan senjata yang telah disepakati sejak 12 April. Dengan demikian perjanjian

yang disepakati pada 5 Juni, merupakan upaya penegasan kembali terhadap perjanjian

yang diadakan di Jenewa.

Peran serta PBB dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia tidak hanya

mengutus Sekretaris Jenderal dan Dewan Keamanan saja, PBB juga mengadakan

kerjasama dengan organisasi regional yang turut serta dalam menjaga perdamaian dan

keamanan internasional. Setidaknya cukup banyak kerjasama yang dilakukan oleh

PBB dalam menyelesaikan suatu konflik serta mewujudkan perdamaian dan

keamanan internasional, diantaranya adalah mengadakan kerjasama dengan

komunitas Ekonomi negara-negara Afrika Barat dalam mewujudkan perdamaian di

Liberia dan Sierra Leone, Organisasi Negara-negara Amerika pada kasus Haiti dan

tentunya di negara-negara bekas Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah

Bosnia, PBB bekerjasama dengan Komunitas Masyarakat Eropa. Tindakan yang

dilakukan oleh PBB ini berdasarkan pada Bab VIII Pasal 52 ayat 1, Piagam PBB

yang pada intinya menjelaskan mengenai penyelasaian masalah yang bertalian

68
Ibid., h. 351.
dengan perdamaian dan keamanan dapat ditangani menurut cara-cara yang sesuai

bagi kawasan yang bersangkutan. Dalam pasal tersebut juga menjelaskan berbagai

upaya dan tindakan yang dilakukan untuk mewujudkan perdamaian dan kemananan

serta proses-proses penyelesaian suatu pemasalahan yang dilakukan oleh

badan/organisasi regional tersebut tidak bertentangan dan sesuai dengan prinsip-

prinsip serta tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.69 Dengan arti lain bahwa

PBB turut mendukung dan bekerjasama dengan berbagai organisasi regional dalam

memelihara perdamaian dan kemanan internasional, seperti yang dilakukan oleh

masyarakat eropa (ME) di negara-negara bekas Yugoslavia khususnya di wilayah

Bosnia.

Kerjasama yang dilakukan oleh PBB bersama Masyarakat Eropa di wujudkan

melalui pertemuan tingkat internasional yang dikenal dengan International

Conference on former yugoslvia (ICFY). Konferensi internasional untuk negara bekas

Yugoslavia ini diikuti oleh negara-negara Eropa Barat, Sekretaris Jenderal, negara-

negara anggota OKI, serta lima anggota tetap Dewan Keamanan. Kerjasama ini

terjadi pada 26 Agustus 1992, yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri Inggris, John

Major (saat itu sedang menjabat sebagai presiden ME) dan Sekjen PBB, Boutros-

Boutros Ghali, yang kemudian sekjen menunjuk Cyrus Vance (special representative

of secretary general) dalam menangani masalah penyelesaian Bosnia dikonferensi

internasional untuk negara-negara bekas Yugoslavia. Sedangkan ME menunjuk Lord

Carrington yang kemudian digantikan oleh David Owen sebagai utusan khusus ME.

69
Pengetahuan Dasar Tentang PBB, Ibid., h. 34.
Utusan-utusan dari dua organisasi tersebut menempatkan diri sebagai mediator netral

dari pihak-pihak yang berperang serta menjadi steering commitee (SC) untuk ICFY.

Adapun hasil-hasil yang dicapai dari konferensi ini adalah pengakuan internasional

terhadap kedaulatan Bosnia kembali ditegaskan, menekankan pentingnya

menegakkan prinsip-prinsip perdamaian di negara-negara bekas Yugoslavia,

penghormatan terhadap hak-hak individual dan minoritas, serta persetujuan untuk

melarang perubahan garis-garis perbatasan kecuali lewat negosiasi. Konferensi ini

juga menekankan akan pentingnya gencatan senjata secepatnya di Bosnia dan

pembukaan kamp-kamp tawanan bagi inspeksi internasional.70

Dengan tercapainya kesepakatan yang diadakan di London tersebut,

diharapkan dapat segera terwujud penyelesaian konflik Bosnia yang lebih luas dan

mengikat. Sejak saat tercapainya kesepakatan diantara para pihak yang bertikai itu,

Cyrus Vance yang mewakili PBB dan David Owen utusan khusus ME dengan aktif

mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para pihak yang bertikai guna lebih

mengoptimalkan perwujudan perdamaian di Bosnia, terutama yang menyangkut

penegasan terhadap perjanjian gencatan senjata. Pada tanggal 30 September 1992

kedua utusan dari organisasi tersebut bertemu dengan ketiga pemimpin pihak yang

bertikai yakni Alija Ijetbigovic (Bosnia), Mate Boban (Kroasia-Bosnia),dan Radovan

Karadjic (Serbia-Bosnia) dibawah pengawasan UNPROFOR dan ICFY dan

melakukan negosiasi yang berlanjut hingga 23 Oktober di bandara Sarajevo.

70
Syamsul Hadi, Op.cit., h. 63.
Pertemuan tersebut menyepakati pemberlakuan gencatan senjata yang efektif berlaku

mulai 11 November diseluruh Bosnia.71

Sejak konferensi internasional yang diadakan di London dan berbagai

kesepakatan yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang bertikai tersebut terjadi,

ternyata belum dapat meredakan perang di wilayah Bosnia. Oleh karena itu, kedua

utusan PBB dan ME yang ditunjuk untuk membantu menyelesaikan pertikaian

membuat rencana perdamaian yang sekiranya dapat membawa ketiga pihak yang

bertikai untuk menghentikan peperangan di Bosnia. Rencana yang akan dibuat oleh

Vance-Owen berdasarkan pada realitas yang terjadi dilapangan (medan perang),

yakni pembagian wilayah Bosnia atas dasar penguasaan wilayah yang telah dikuasai

oleh etnis Serbia-Bosnia, etnis Kroasia-Bosnia dan etnis Bosnia. Langkah awal yang

dilakukan oleh Vance-Owen dilakukan dengan mengadakan pertemuan dengan ketiga

pihak yang bertikai. Pertemuan tersebut berlangsung pada 2 Januari sampai dengan 2

Mei 1993, di tiga tempat yang berbeda yakni di Jenewa, New York, dan di Athena.

Pertemuan tersebut kemudian disepakati oleh ketiga pihak tersebut yang

menghasilkan pembagian wilayah Bosnia Herzegovina menjadi sepuluh propinsi72,

pemantauan perbatasan dan penarikan pasukan, perbaikan infrastruktur, pembukaan

rute-rute dan demilitarisasi kota Sarajevo.73 Kesepakatan tersebut kemudian dikenal

dengan Vance-Owen Plan. Rencana Vance-Owen ini merupakan dasar bagi isi

71
Year Book of The United Nations 1992, op.cit., h. 345.
72
Untuk pembagian wilayah-wilayah Bosnia Herzegovina berdasarkan rencana Owen-Vance
lihat lampiran 1.
73
Year Book of the United Nations 1993, Vol. 47, Departement of Public Information United
Nations, New York 1994, h. 468.
kesepakatan Dayton pada tahun 1995, yang mengakhiri perang saudara selama 3

tahun di Bosnia Herzegovina yang telah memakan korban jiwa cukup banyak di

awal-awal tahun 1990-an. Perjanjian Dayton merupakan inisiatif yang dilakukan oleh

Amerika Serikat dan di tandatangani pada 14 Desember 1995 di Paris.74

Rencana Vance-Owen yang telah disepakati pada 2 Mei 1993 itu ternyata

belum dapat menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan jalan pada

perdamaian di Bosnia. Pertempuran malah semakin tak dapat dihindari dan mencapai

puncaknya pada tahun 1994. Guna mencegah semakin jatuhnya banyak korban dan

menghentikan peperangan, Sekretaris Jenderal bersama dengan UNPROFOR

melakukan negoisasi dengan pihak yang bertikai di Jenewa pada bulan Juni 1994.

Berdasarkan laporan dari Sekretaris Jenderal kepada Dewan Keamanan bahwa

pertemuan tersebut kemudian menyepakati bahwa ketiga pihak yang bertikai tersebut,

tidak akan terlibat dalam pertempuran atau tindakan provokasi yang dapat

menimbulkan pertempuran kembali. Dalam perjanjian tersebut juga membahas

mengenai pembebasan terhadap para tawanan perang dengan bantuan palang merah

internasional.75 Di tahun 1994 ini perjanjian gencatan senjata setidaknya terjadi lagi

pada akhir Desember 1994 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1995. perjanjian

gencatan senjata tersebut merupakan hasil dari misi diplomatik mantan Presiden

Amerika Serikat, Jimmy Carter. Perundingan tersebut dihadiri oleh Perwakilan

74
Syamsul Hadi, op.cit., h. 127.
75
Information Notes: United Nations Peacekeeping, Departement of Public Information
United Nations, New York, 1995, h. 93.
Khusus Sekretaris Jenderal, Yasushi Akashi dan panglima militer UNPROFOR,

Michael Rose.76

Selama periode 1992-1995, Sekretaris Jenderal tidak hanya melakukan

negosiasi dengan para pihak yang bertikai, tetapi juga memberikan laporan-laporan

yang terjadi dilapangan mengenai perkembangan situasi di Bosnia serta memberikan

berbagai rekomendasi kepada Dewan Keamanan terutama yang menyangkut pasukan

perdamaian UNPROFOR. Rekomendasi yang diberikan Sekretaris Jenderal kepada

Dewan Keamanan secara garis besar antara lain yakni, mengenai penambahan jumlah

personil UNPROFOR, penempatan pengamat militer di berbagai wilayah di Bosnia,

dan perluasan atas tugas-tugas UNPROFOR, serta mengenai penggunaan senjata

yang melibatkan North Atlantic Treaty Organization (NATO).

B. 2 Upaya-upaya yang dilakukan United Nations Protection Force

(UNPROFOR) di Bosnia Herzegovina

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa upaya yang dilakukan oleh

PBB dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia adalah mengirim operasi perdamaian

melalui Dewan Keamanan. Penggelaran operasi perdamaian ini bertujuan untuk

memantau situasi dan pelaksanaan berbagai kesepakatan yang telah disepakati oleh

pihak-pihak yang bertikai. Salah satu bentuk dari operasi perdamaian yang digelar

oleh PBB adalah dengan menerjunkan pasukan penjaga perdamaian (Peacekeeping)

diberbagai wilayah konflik. Setidaknya telah banyak penggelaran operasi perdamaian

yang dilakukan oleh PBB sejak awal berdirinya organisasi internasional tersebut,

76
Bosnia Menyambut 1995 Dengan Senjata, Suara Karya, 2 Januari 1995.
seperti penggelaran operasi perdamaian di Bosnia Herzegovina yang dimulai pada

tahun 1992, yang juga menerjunkan pasukan penjaga perdamaian yang dikenal

dengan nama UNPROFOR (united nations protection force). Kehadiran UNPROFOR

di bekas negara Yugoslavia tersebut terjadi ketika perang berkecamuk antara Etnis

Bosnia (Muslim), Etnis Kroasia dan Etnis Serbia. Sebelum ditempatkan di Bosnia,

UNPROFOR menjalankan tugasnya hanya di wilayah Kroasia guna menyelesaikan

pertikaian antara Serbia dan Kroasia. Namun, setelah konflik yang terjadi tersebut

mulai meluas ke daerah Bosnia akibat dari diadakannya referendum yang menyatakan

bahwa seluruh rakyat Bosnia ingin melepaskan diri dari Yugoslavia, maka konflik

yang awalnya terjadi di Kroasia meluas ke Bosnia. Oleh karena itulah UNPROFOR

yang berada di Kroasia sebagian dialihkan ke Bosnia Herzegovina. Markas utama

dari pasukan perlindungan PBB ini bertempat di Zagreb, Kroasia. dan mandat awal

yang diberikan kepada UNPROFOR di Bosnia berlangsung selama 12 bulan,

terhitung ketika resolusi yang menyatakan mengenai penempatan pasukan

perdamaian di keluarkan, pada bulan Februari 1992. Dengan kata lain bahwa

UNPROFOR yang diterjunkan oleh PBB di Bosnia sama dengan UNPROFOR yang

berada di Kroasia.

Melalui resolusi 743 tahun 1992, Dewan Keamanan memerintahkan untuk

segera menempatkan operasi perdamaian (UNPROFOR) di wilayah Bosnia. Tindakan

awal yang dilakukan oleh UNPROFOR adalah mengajak pihak-pihak yang bertikai

untuk segera menghentikan dan menyelesaikan pertikaian yang terjadi dengan cara-

cara damai serta melakukan pengawasan kondisi di Bosnia yang kemudian dilaporkan
ke Dewan Keamanan untuk dijadikan referensi terhadap tindakan yang akan

dilakukan selanjutnya. Sebelumnya, ketika terjadi pertikaian di negara-negara bekas

Yugoslavia, Dewan Keamanan telah memberikan sanksi kepada pihak Serbia yang

telah melakukan penyerbuan terhadap wilayah Kroasia dan Slovenia. Sanksi awal

yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB ialah penerapan embargo senjata

terhadap seluruh negara-negara bekas Yugoslavia melalui resolusi 713 tahun 1991.

Adapun sanksi-sanksi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan di Bosnia sepanjang

tahun 1992-1994 77 adalah :

1. Resolusi 757. 30 Mei 1992

- Dewan Keamanan memutuskan untuk memberikan sanksi perdagangan

terhadap Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) untuk segala barang-barang

produksi baik yang dari wilayah Yugoslavia maupun yang datang dari

luar. Sanksi tersebut tidak termasuk suplai obat-obatan dan makanan.

2. Resolusi 787 tahun 1992

- Larangan terhadap pengiriman produk-produk tertentu seperti minyak

mentah, produk minyak dan gas bumi, batubara, besi, baja dan jenis

lainnya, bahan kimia, kendaraan, pesawat terbang dan semua motor jenis

lainnya, kecuali mendapatkan izin dari komite pengawasan sanksi.

3. Resolusi 819 tahun 1993

77
www.un.org, diakses pada 15 April 2007, Pkl 13:00 Wib
- Dewan Keamanan memperintahkan Yugoslavia (Serbia dan Montenegro)

untuk segera menghentikan segala pasokan perlatan senjata kepada unit-

unit paramiliter Serbia-Bosnia yang berada di wilayah Bosnia

Herzegovina. Resolusi ini merupakan bagian dari penegasan sanksi

embargo senjata yang telah ditetapkan oleh PBB sejak tahun 1991.

4. Resolusi 942 tahun 1994

- Didalam resolusi ini, Dewan Keamanan membekukan semua aset

diwilayah Bosnia Herzegovina yang dikuasai oleh pihak Serbia-Bosnia,

kecuali untuk jalur telekomunikasi dan jasa pelayanan pos.

Dengan diberlakukannya sanksi tersebut diharapkan dapat segera

menghentikan pertikaian di wilayah negara-negara bekas Yugoslavia dan merupakan

suatu bentuk tekanan terhadap para pihak yang bertikai untuk segera menyelesaikan

pertikaian yang terjadi dengan cara-cara damai. Keberadaan UNPROFOR tidak

hanya untuk memfasilitasi berbagai pertemuan yang dilakukan oleh PBB dengan

pihak-pihak yang bertikai dalam upayanya menciptakan perdamaian di Bosnia tetapi

juga menjalankan tindakan kemanusiaan di Bosnia.78 Sepanjang tahun 1992

UNPROFOR berupaya untuk mencegah berbagai tindakan yang sekiranya dapat

menghambat upaya perdamaian di Bosnia, upaya yang dilakukan oleh UNPROFOR

di Bosnia sepanjang tahun 1992 sampai tahun 1995, ialah untuk menjalankan

operasional bandara Sarajevo dan melakukan pengawasan terhadap penarikan

pasukan serta senjata berat di lokasi tersebut berdasarkan perjanjian pada 5 Juni 1992

78
Year Book of The United Nations 1992, op.cit., h. 345.
(resolusi 758, 8 Juni 1992), memberikan perlindungan terhadap bantuan kemanusiaan

dalam hal ini UNPROFOR bekerjasama dengan UNHCR (United Nations High

Commissioner for Refugees) dan palang merah internasional (resolusi 776 14

September 1992), pengawasan terhadap zona larangan terbang yang telah

diberlakukan oleh PBB terhadap wilayah udara Bosnia (resolusi 781, 9 Oktober

1992), mengawasi perbatasan Bosnia sejak diberlakukannya embargo senjata di

Yugoslavia pada tahun 1991 penugasan ini berdasarkan resolusi 787 (16 Oktober

1992), serta melindungi wilayah-wilayah aman (safe areas) yang ditujukan untuk

para pengungsi yang terusir dari rumah-rumah mereka sepanjang perang berlangsung

(resolusi 836, 4 Juni 1993). Safe areas ditetapkan oleh PBB pada Mei 1993 melalui

resolusi 824, yang terdiri dari kota Sarajevo, Srebenica, Tuzla, Zepa, Goradze dan

Bihac. Upaya-upaya inilah yang sekiranya dapat mengoptimalkan segala bentuk

implementasi dari semua resolusi-resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB dalam

usahanya untuk mewujudkan perdamaian di Bosnia, dan upaya-upaya inilah yang

terus dilakukan oleh UNPROFOR sampai pertengahan 1995.

Pada tahun 1993, laporan yang diterima oleh Dewan Keamanan menyatakan

bahwa UNPROFOR telah berhasil menjaga bandara Sarajevo agar tetap terbuka

untuk bantuan kemanusiaan. Setelah berhasil mengoperasionalkan kembali bandara

Sarajevo, tindakan pasukan perlindungan juga berencana untuk membuka dan

melakukan pengawasan terhadap bandara yang terletak di kota Tuzla. Pengoperasian


bandara Tuzla dimaksudkan untuk mendaratkan pesawat kargo bantuan kemanusiaan

(makanan, obat-obatan, dll) serta aktivitas operasi perdamaian saja.79

Jika dalam upayanya menjaga perdamaian di Bosnia Sekretaris Jenderal

bekerjasama dengan ME, maka dalam hal ini UNPROFOR bekerjasama dengan

organisasi regional NATO. Kerjasama yang dilakukan oleh pasukan perlindungan

PBB tersebut dalam hal membantu pasukan perdamaian untuk mengoptimalkan

terlaksananya mandat-mandat yang diberikan kepada UNPROFOR oleh Dewan

Keamanan dan hanya sebatas pada koordinasi dalam melakukan penyerangan udara

terhadap beberapa wilayah di Bosnia yang dikuasai oleh pihak etnis Serbia-Bosnia,

karena pada pertengahan 1992-1994, UNPROFOR kerap mendapatkan serangan dari

milisi-milisi Serbia yang melakukan penyerangan terhadap beberapa wilayah-wilayah

aman yang dijaga oleh UNPROFOR dan terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan

yang dilakukan oleh UNHCR dengan pengawalan UNPROFOR. Keberadaan pasukan

perlindungan PBB di Bosnia berlangsung hingga akhir 1995 dan dilakukan secara

bertahap. Jika pada mandat awal UNPROFOR hanya berlangsung selama 12 bulan di

Bosnia yang berarti selesai pada Februari 1993, melalui resolusi 871 tahun 1993

Dewan Keamanan memperpanjang mandat UNPROFOR hingga 31 maret 1994

kemudian berlanjut hingga 30 September 1994 (resolusi 908). Pada periode tahun

1995 perpanjangan mandat UNPROFOR dilakukan sebanyak dua kali, yakni batas

akhir pada 30 November 1995 (resolusi 982) dan 31 Januari 1996 (resolusi 1026). 80

79
Information Notes: United Nations Peacekeeping, op.cit., h. 89.
80
Year Book Of The United Nations 1995, Vol. 49, Departement of Public Information
United Nations, New York, 1996, h. 535-541.
Untuk perpanjangan mandat kedua (Januari 1996) ini dilakukan atas saran dari

Sekretaris Jenderal dan hal tersebut digunakan untuk penarikan sebagian pasukan

UNPROFOR yang digantikan dengan pasukan multi nasional Implementation Force

(IFOR). Pasukan multi nasional ini tetap dibawah kendali Dewan Keamanan, dan

bertugas untuk mengawasi perwujudan perdamaian yang telah disepakati melalui

perjanjian Dayton 14 Desember 1995.

Dalam perkembangannya, UNPROFOR juga mengalami perubahan yang

sekiranya cukup signifikan. Jika pada awalnya seluruh pasukan perdamaian PBB

yang bertugas di negara-negara bekas Yugoslavia bernama sama yakni UNPROFOR,

maka ditahun 1995 PBB melakukan restrukturisasi terhadap pasukan perdamaian

tersebut. Restrukturisasi tersebut berupa pembagian UNPROFOR menjadi tiga bagian

yang terpisah dengan nama yang berbeda tetapi satu sama lain saling berhubungan,

untuk pasukan perdamaian di Kroasia berganti nama dengan United Nations

Confidence Restoration Operation (UNCRO), UNPROFOR yang bertugas di

Macedonia menjadi United Nations Preventive Deployment Force (UNPREDEP),

dan pasukan perdamaian yang bertugas di Bosnia tetap bernama UNPROFOR.

Perubahan itu dilakukan guna lebih memfokuskan dan mengoptimalkan seluruh peran

pasukan perdamaian yang berada di Bosnia. Komponen yang ada dalam UNPROFOR

terdiri dari pasukan dan pengamat militer, polisi sipil, serta dibantu oleh staf sipil baik

lokal maupun internasional. Di bawah ini merupakan perincian mengenai personil

UNPROFOR yang bertugas di Bosnia :


Komponen United Nations Protection Forces yang bertugas di Bosnia

Herzegovina (per 20 Desember 1995)

Lokasi Bosnia Herzegovina


Markas Zagreb, Kroasia
Jangka Waktu Februari 1992-Desember 1995
30.574 tentara
Jumlah Personil 278 pengamat militer
17 polisi sipil
Argentina, Banglades, Belgia, Kanada,
Colombia, Republik Ceko, Denmark,
Mesir, Finlandia, Perancis, Jerman,
Ghana, Indonesia, Irlandia, Jordania,
Kontributor Personil Sipil (polisi dan Kenya, Malaysia, Nepal, Belanda,
staf), dan Militer Selandia Baru, Nigeria, Norwegia,
Pakistan, Polandia, Portugal, Rusia,
Senegal, Spanyol, Swedia, Swiss,
Tunisia, Turki, Ukraina, Inggris, dan
Amerika Serikat
Korban Jiwa 210 jiwa
Sumber UN Peacekeeping : 50 Years 1948-1998, United Nations Department of Public Information,
New York, 1998.

C. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Perwujudan Perdamaian di Bosnia

Herzegovina

Sejak pecahnya perang di Bosnia pada tahun 1992 hingga tahun 1995 yang

telah memakan korban jiwa tidak saja dari ketiga pihak yang bertikai melainkan juga

dari personil UNPROFOR, tentunya mendatangkan keprihatinan dari masyarakat

internasional hingga banyak pihak yang mengecam tindakan kekerasan yang

dilakukan oleh para milisi dan tentara Federal Yugoslavia terhadap warga Bosnia,

terutama yang dialami oleh etnis Bosnia yang mayoritas beragama Islam.

Pembunuhan dan pemerkosaan terhadap para perempuan Bosnia mewarnai perang


antar etnis tersebut. Kehancuran sarana dan prasarana yang berada diseluruh kota di

bekas negara Yugoslavia hampir semuanya hancur dan tidak dapat dipergunakan.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional pun tidak dapat

menyelesaikan permasalahan tersebut secara efektif dan malah terkesan tidak dapat

menundukkan kekerasan yang terjadi di negara tersebut. Banyak pihak yang menilai

bahwa peperangan tersebut adalah perang agama sebagaimana yang telah dijelaskan

pada awal pembahasan dari skripsi ini, yakni antara Kristen dan Islam. Tetapi bila

dilihat secara lebih jauh lagi konflik yang terjadi tersebut bukanlah sekedar konflik

agama murni, karena sejak zaman pemerintahan Tito seluruh masyarakat Yugoslavia

dapat hidup secara rukun, adanya perselisihan pun hanya pada tingkat tataran elit

politik dipemerintahan saja, tidak sampai pada perpecahan yang benar-benar

menimbulkan perang. Dan ketika Presiden Tito wafat barulah muncul pertikaian-

pertikaian diantara negara-negara bagian di Republik Yugoslavia yang kemudian

berujung dengan perang.

Pertikaian yang muncul sejak mangkatnya Tito semakin besar dan saat itulah

Slobodan Milosevic menginginkan untuk memipin seluruh negara-negara bagian

Yugoslavia dan berujung pada pembentukan Serbia Raya, yakni menyatukan seluruh

etnis Serbia yang hidup terpisah dibeberapa wilayah Yugoslavia ke dalam satu

wilayah negara besar. Untuk mencapai tujuan itu, Slobodan Milosevic

mempergunakan cara-cara yang dapat menghasut seluruh etnis Serbia. Cara-cara

yang dipergunakan tersebut ialah dengan membangkitkan sejarah lama dimana Serbia

selalu menjadi pihak yang tertindas yakni mulai dari abad pertengahan sampai pada
masa perang dunia kedua dan ini menimbulkan sentimen-sentimen etnis dan agama.

Sekiranya hal inilah yang harus diperhatikan oleh PBB dalam upayanya mewujudkan

perdamaian di Bosnia. Seperti yang dijelaskan diatas mengenai upaya-upaya yang

dilakukan oleh PBB dan posisinya sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan

pertikaian tersebut, setidaknya telah memberikan kontribusi terhadap situasi di bekas

negara Yugoslavia itu. Meski berakhirnya perang tersebut dilakukan atas inisiatif

Amerika Serikat dengan membawa pihak-pihak yang berseteru menandatangani

perjanjian Dayton pada bulan Desember 1995, bukan berarti tindakan yang dilakukan

oleh PBB menjadi sia-sia. Memang, banyak upaya yang dilakukan oleh organisasi

internasional tersebut yang berakhir dengan berbagai macam pelanggaran dan tidak

begitu efektif seperti embargo senjata dan perekonomian, pelarangan penyerangan

terhadap safe areas, zona larangan terbang dan gencatan senjata semua itu belum

dapat menyelesaikan pertikaian di Bosnia Herzegovina dan hal ini terkait mengenai

kekuatan yang dimiliki oleh PBB sendiri.

Seperti yang diketahui bahwa PBB bukanlah suatu organisasi internasional

yang dapat memberikan pengaruh kuat terhadap para pihak yang bertikai di Bosnia

dan PBB bukanlah suatu pemerintahan dunia yang memiliki kedaulatan di atas

kedaulatan negara-negara anggotanya81 dan negara lainnya. Oleh karena itu dalam

usahanya menjaga serta mewujudkan perdamaian dan keamanan setidaknya

memerlukan bantuan dari negara-negara besar yang tergabung dalam anggota tetap

81
Tubagus Erif Faturahman, Peran PBB dalam Menjaga Perdamaian Global, dalam Global:
Jurnal Politik Internasional, Vol. II, No. 8, Jakarta, 2001, h. 66.
Dewan Keamanan dan seluruh anggotanya untuk memberikan pengaruhnya. Jadi

faktor utama kefektifan PBB dalam menekan para pihak agar berkomitmen

menjalankan segala kesepakatan dan larangan yang dikeluarkan melalui resolusi

Dewan Keamanan ialah keterlibatan langsung para negara-negara anggota PBB

dalam menggunakan pengaruhnya untuk menekan para pihak agar segera

menyelesaikan pertikaian tersebut dengan cara-cara damai. Cukup sulit dan mungkin

terdengar mustahil mengandalkan para anggota PBB yang mempunyai pengaruh luas

di panggung politik internasional untuk menekan para pihak yang bertikai di Bosnia

agar mau mengikuti segala perjanjian dan resolusi yang telah dikeluarkan, apalagi

setiap negara memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain. Kepentingan

tersebutlah yang sedikit banyaknya memberikan pengaruh terhadap sikap suatu

negara dalam melihat fenomena tertentu khususnya pada apa yang terjadi di Bosnia.

Dengan berbagai upaya dan kendala yang dihadapi oleh PBB, dapat dilihat bahwa

dalam menciptakan perdamaian di Bosnia dan bekas negara Yugoslavia lainnya tidak

dapat mengandalkan atau bergantung pada satu institusi internasional (PBB) yang

memang identik dengan penyelesaian suatu perang dan permasalahan yang dialami

oleh negara-negara di dunia tetapi juga dilakukan secara bersama-sama. Hal itu tentu

dilakukan agar suatu perang dan pertikaian tidak sampai berlarut-larut dalam waktu

yang sangat lama dan dapat terwujudnya penyelesaian secara damai tanpa harus

menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa.

C. 1 Kendala-kendala yang dihadapi oleh PBB dalam mewujudkan

perdamaian di Bosnia Herzegovina


Dalam melaksanakan upayanya mewujudkan perdamaian di Bosnia selama

periode 1992 hingga 1995, PBB tentunya tidak terlepas dari adanya kendala-kendala

yang sekiranya cukup menyulitkan organisasi internasional tersebut untuk

mengoptimalkan fungsinya sebagai pihak ketiga dalam mengembalikan kondisi yang

stabil seperti sedia kala. Kendala-kendala tersebut bukan mustahil datang dari luar

dan dalam organisasi internasional tersebut. Perdebatan mengenai penggunaan senjata

untuk menunjukkan ketegasan terhadap pihak-pihak yang bertikai terutama terhadap

pihak Serbia-Bosnia yang kerap melanggar perjanjian yang telah disepakati sepanjang

tahun 1992 hingga akhir 1994, membuat terhambatnya upaya PBB dalam memaksa

para pihak untuk tetap berkomitmen atas semua perjanjian yang telah disepakati

bersama. Permasalahan mengenai penggunaan senjata dalam penggelaran operasi

perdamaian di Bosnia muncul ketika terjadinya penyerangan terhadap kota-kota yang

ditetapkan oleh PBB sebagai safe areas dan peringatan mengenai penarikan pasukan

Serbia-Bosnia pada saat penyerangan di wilayah-wilayah aman tidak dilaksanakan

secara penuh. Sekretaris Jenderal berpendapat bahwa penggunaan senjata dalam

menyelesaikan pertikaian di Bosnia hanya menambah persoalan dan membuat perang

semakin besar dan tak terkendali. Meskipun penggunaan senjata diperkenankan

dilakukan dalam melaksanakan operasi perdamaian namun hal tersebut tetap menjadi

pertimbangan dan merupakan pilihan terakhir apabila memang benar-benar

mendesak.

Kendala yang dihadapi oleh PBB selain mengenai permasalahan penggunaan

senjata pada operasi perdamaian di Bosnia juga datang dari salah satu anggota tetap
Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat (AS). Negara adidaya tersebut tidak turut

berperan serta secara maksimal di PBB untuk mewujudkan perdamaian di Bosnia.

Peran yang tidak begitu optimal itu terlihat dari keengganan AS dalam menyertakan

tentaranya pada pasukan perdamaian UNPROFOR.82 Lebih jauh lagi, Presiden AS

yang saat itu dijabat oleh Bill Clinton hanya memberikan janji-janji untuk membantu

Bosnia dengan memberikan bantuan ekonomi setelah pemerintah Bosnia sepakat

untuk bergabung dengan etnis Kroasia-Bosnia membentuk Republik Federasi Bosnia

Herzegovina.83 Meski AS berhasil mempertemukan pihak yang bertikai untuk

menandatangani perjanjian damai pada bulan Desember 1995 dan membuat

kesepakatan antara etnis Kroasia-Bosnia dengan pemerintah Bosnia untuk bergabung

membentuk sebuah negara federasi Bosnia, bukan berarti peranan AS dapat dikatakan

maksimal terhadap perwujudan perdamaian di Bosnia. Karena tindakan yang

dilakukan AS terkesan begitu telat tidak seperti ketika pecahnya perang antara Irak

dengan Kuwait (perang teluk 1), yang serta merta AS dengan sigap menyikapi

pertikaian tersebut dengan membantu Kuwait menyerang Irak. Faktor lain yang

membuat AS begitu tidak maksimal dalam menjalankan perannya sebagai kekuatan

tunggal setelah berakhirnya perang dingin, ialah Rusia. AS begitu

mempertimbangkan posisinya dalam penyelesaian permasalahan di kawasan Balkan

dan khususnya di Bosnia, ini terkait mengenai dengan demokratisasi perekonomian

dan politik di bawah pemerintahan Boris Yeltsin. 84

82
Bosnia Sesudah Tiga Tahun, Kompas 19 Maret 1995.
83
PBB, Bosnia, dan Paradoks Dunia Barat, Op.cit.
84
Edy Prasetyono, op.cit., h, 219.
Kendala-kendala yang dialami oleh PBB selain hal yang telah dijelaskan juga

berasal dari adanya penyerangan-penyerangan terhadap UNPROFOR dan UNHCR

dalam melaksanakan kegiatan kemanusiaan di Bosnia yang memakan korban jiwa.

Tercatat pada periode 1992-1995 korban jiwa dipihak UNPROFOR sebanyak 210

orang.85 Tidak hanya UNPROFOR saja yang memiliki kendala dalam upayanya

menjalankan setiap mandat yang diberikan oleh Dewan Keamanan, Sekretaris

Jenderal juga memiliki kendala yang tentunya berbeda dengan apa yang dialami oleh

pasukan perlindungan itu. Meski kendala tersebut tidak berupa penyerangan namun

kendala seperti sulitnya mempertemukan para pihak yang bertikai adalah suatu hal

yang sekiranya cukup menghambat proses terciptanya perdamaian di wilayah Bosnia.

Untuk lebih mengetahui mengenai kendala-kendala yang dialami oleh Sekretaris

Jenderal dan UNPROFOR berikut ini akan dijelaskan kendala-kendala yang dialami

oleh Sekretaris Jenderal dan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) pada bagian

sub bab ini.

C. 1.1 Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Sekretaris Jenderal dalam

Mewujudkan Perdamaian di Bosnia Herzegovina

Sebagai mediator dalam pihak ketiga yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal

merupakan suatu tugas yang tidak mudah. Karena selain harus dapat bersikap netral

dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang bertikai, Sekretaris Jenderal beserta

perwakilan khususnya harus memiliki keahlian dalam membujuk serta memberikan

85
UN Peacekeeping : 50 Years 1948-1945, United Nations of Public Information, New York,
1998, h. 65.
rekomendasi terhadap berbagai usulan agar pihak-pihak yang bertikai mau

membicarakan permasalahannya dimeja perundingan hingga akhirnya tercapai suatu

kesepakatan dan perdamaian-pun terjadi. Hal utama yang harus dimiliki oleh seorang

mediator/penengah dalam menyelesaikan suatu permasalahan ialah kelihaian dalam

berdiplomasi. Tugas-tugas tersebut memang tidak tidak mudah karena pihak-pihak

yang bertikai belum tentu mau menerima apa yang ditawarkan oleh mediator tersebut.

Seperti halnya yang terjadi di Bosnia Herzegovina. Salah satu upaya yang dilakukan

oleh Sekretaris Jenderal ialah untuk mempertemukan ketiga pihak untuk menyepakati

usulan dari perwakilan khusus Sekretaris Jenderal yakni rencana Owen-Vance.

Kendala yang dihadapi untuk mewujudkan rencana Owen-Vance ialah adanya

penolakan dari pemerintah Bosnia untuk menandatangani perjanjian yang diajukan

oleh kedua perwakilan khusus organisasi internasional itu. Enggannya presiden

Bosnia, Alija Ijetbigovic untuk menandatangani perjanjian tersebut akibat dari isi

perjanjian tersebut yang menurutnya menghilangkan negara Bosnia secara halus

yakni dengan pembagian wilayah berdasarkan garis etnis yang telah terjadi selama

pertempuran. Dengan terbaginya wilayah Bosnia menjadi tiga bagian yang dikuasai

oleh masing-masing etnis maka tak ada lagi suatu negara Bosnia yang bersatu. Ketika

disepakatinya rencana Owen-Vance oleh ketiga pihak, sebulan kemudian kesepakatan

tersebut dilanggar dan pertempuran-pun kembali terjadi. Ini merupakan bentuk dari

kendala yang sekiranya menghambat terwujudnya perdamaian di Bosnia.

Dilanggarnya kesepakatan tersebut terjadi akibat dari keinginan pihak Serbia-Bosnia

yang menginginkan seluruh negara Bosnia menjadi bagian dari Serbia secara utuh,
dan ini ditunjukkan oleh pernyataan dari salah seorang tokoh partai Sosialis di Serbia,

Mihaljo Markovic bahwa peperangan dan krisis ekonomi akan terus berlangsung,

sampai semua warga Serbia bersatu dalam satu negara besar.86

Kendala yang dihadapi oleh Sekretaris Jenderal juga terjadi ketika ingin

melakukan pertemuan untuk membicarakan mengenai penyelesaian terhadap

pertikaian di Bosnia. Ketika itu Sekretaris Jenderal gagal bertemu dengan pemimpin

Serbia-Bosnia Radovan Karadjic. Ketidak berhasilan Sekretaris Jenderal bertemu

dengan pemimpin Serbia-Bosnia dan sulitnya untuk bernegosiasi dengan pihak yang

bertikai itu terjadi karena menurut pemimpin etnis Serbia-Bosnia, bahwa keberadaan

PBB hanya menyulitkan dan merugikan pihak Serbia-Bosnia. Dirinya juga

menganggap resolusi yang telah dikeluarkan untuk tercapainya perdamaian tidak ada

lagi dan pihak Serbia-Bosnia hanya akan mengambil bagian-bagian dari resolusi yang

menguntungkan bagi pihak Serbia-Bosnia.87 Pernyataan dari pemimpin etnis Serbia-

Bosnia tersebut merupakan suatu sebab utama mengapa tidak dianggapnya segala

bentuk perjanjian yang telah disepakati, baik itu rencana Owen-Vance, perjanjian

gencatan senjata, serta memberikan kebebasan bagi para personil UNPROFOR dalam

melaksanakan tugasnya di Bosnia. Kendala utama dalam mencapai suatu kesepakatan

terutama dalam perjanjian gencatan senjata ialah adanya rasa saling tidak percaya

diantara pihak-pihak yang bertikai, hal ini terlihat ketika adanya perpanjangan waktu

gencatan senjata yang telah disepakati pada akhir Desember 1994. Pihak Serbia-

86
Apa pun, Pokoknya Serbia Raya, Tempo, 1 Januari 1995
87
Radovan Karadjic : Persetan Dengan PBB, Koran Merdeka, 8 Mei 1995
Bosnia menginginkan penarikan pasukan pemerintah Bosnia dari wilayah

pegunungan Igman yang merupakan daerah zona demiliterisasi, dilain sisi pemerintah

Bosnia mau menyepakati perpanjangan perjanjian gencatan senjata jika pihak Serbia

menerima suatu rencana perdamaian internasional yang membagi dua Bosnia. 88

Memang, hal yang tersulit dalam melaksanakan suatu kesepakatan bersama adalah

memunculkan kepercayaan diantara pihak yang bertikai karena bagaimanapun juga

apabila pihak-pihak yang bertikai sudah tidak mempunyai rasa saling percaya maka

mustahil dapat mencapai suatu kata sepakat, akibatnya pertikaian pun dapat terjadi

kembali bahkan mungkin tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara damai.

C. 1.2 Kendala-kendala yang Dihadapi oleh United Nations Protection Forces

(UNPROFOR) dalam Mewujudkan Perdamaian di Bosnia Herzegovina

Tugas-tugas dalam misi operasi perdamaian yang diemban oleh UNPROFOR

tentunya mengandung resiko yang tidak kecil, kapan dan dimana pun bahaya akan

selalu mengintai bahkan tak jarang mengancam nyawa dari setiap personil

UNPROFOR. Meski pasukan perdamaian ini dilengkapi dengan persenjataan untuk

membela diri dalam setiap tugasnya, namun belum dapat menjamin keselamatan

mereka di Bosnia. Kendala-kendala yang dihadapi oleh UNPROFOR dalam

melakukan pengawalan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan dan patroli rutin untuk

mengawasi berbagai perjanjian dan resolusi yang telah ditetapkan ialah adanya

pemblokadean terhadap rute-rute baik yang menuju lokasi pengiriman bantuan

kemanusiaan maupun rute umumnya, dan ini dilakukan oleh ketiga pihak yang

88
Bosnia Tolak Perpanjangan Gencatan Senjata PBB, Kompas 1 Mei 1995
bertikai di Bosnia. Pemblokadean yang dilakukan tersebut bertujuan untuk

memeriksa isi muatan yang akan diberikan kepada warga Bosnia diwilayah-wilayah

yang terjebak dalam pertempuran serta wilayah-wilayah aman yang telah ditetapkan

PBB. Tidak jarang pengawalan terhadap bantuan kemanusiaan itu mendapatkan

serangan. Ketika mengadakan patroli pun pasukan UNPROFOR harus melewati hal

yang seperti itu, bahkan harus melewati jalur-jalur yang telah ditanamkan ranjau oleh

kedua pihak tersebut, seperti yang terjadi pada tahun 1993 ketika UNPROFOR

mengadakan patroli disekitar wilayah Sarajevo, aktivitas tersebut terhambat akibat

jalur yang dilalui dari Sarajevo menuju kota Kiseljak ditanami ranjau dan terpaksa

harus disingkirkan sendiri oleh UNPROFOR dan di rute inilah salah satu personil

UNPROFOR dari Belgia tewas tertembak oleh penembak gelap.89

Memang mandat yang diberikan dalam penugasannya di wilayah Bosnia

UNPROFOR diberikan hak menggunakan senjata hanya untuk membela diri namun

persenjataan yang dimiliki oleh pasukan perdamaian tersebut tidak dapat

mengimbangi senjata yang dimiliki oleh pihak Serbia-Bosnia, bahkan tank berwarna

putih yang dimiliki oleh UNPROFOR tidak boleh dipergunakan dalam perang di

Bosnia.90 Hal lain yang tentunya menjadi kendala pasukan perdamaian PBB ini

adalah mengenai masalah telekomunikasi yang dimiliki oleh UNPROFOR. Semenjak

diputuskan aliran listrik dan kehabisan bahan bakar untuk menjalankan generator

pembangkit listrik diberbagai wilayah Bosnia, secara langsung memutuskan jaringan

89
Kesaksian Seorang Perwira, Tempo, 15 Januari 1994
90
PBB, Bosnia Dan Paradoks Dunia Barat, op.cit.
telekomunikasi dan ini menghambat koordinasi antar pos-pos PBB yang tersebar

diberbagai kota di wilayah Bosnia. Brigadir Roderick Cordy Simpson salah satu

kepala staff UNPROFOR di kota Kiseljak misalnya, harus meninggalkan kantornya

itu untuk berkoordinasi dengan komandannya, Jenderal Phillipe Morillon yang berada

di Sarajevo dan ini cukup memakan waktu lama. 91 Lebih lanjut dirinya mengatakan

bahwa komando atas para pasukan UNPROFOR tidak sepenuhnya berada dibawah

PBB melainkan berada dalam perintah negara-negara anggota PBB yang

berkontribusi mengirimkan tentaranya untuk bergabung dalam UNPROFOR. Hal

tersebut tentu saja cukup membingungkan, dimana terdapat faktor lain yang

berpengaruh dalam setiap perintah yang dikeluarkan untuk pasukan perdamaian.

Kendala lain yang menyebabkan terhambatnya segala aktifitas UNPROFOR

ialah adanya serangan-serangan dari milisi Serbia-Bosnia terhadap iring-iringan

konvoi bantuan kemanusiaan dan bahkan Serbia-bosnia berani melakukan pemboman

terhadap barak-barak pasukan perdamaian di Bosnia yang dihuni oleh pasukan yang

berasal dari Perancis dan Spanyol, serangan ini menewaskan dua personil

UNPROFOR dari kedua negara tersebut. 92 Tak hanya melakukan penyerangan

terhadap pasukan perlindungan PBB, etnis Serbia-Bosnia juga menyandera para

personil UNPROFOR. Tindakan menahan pasukan PBB tersebut berawal ketika

adanya ultimatum NATO yang ditujukan agar pihak Serbia-Bosnia menghentikan

pengeboman terhadap wilayah aman serta segera menarik pasukannya sekaligus

91
Brigadir Roderick Cordy-Simpson, UN Operations in Bosnia-Herzegovina, dalam
Peacekeeping : Challenges For the Future, Australian Defence Studies Centre, Canberra, 1993, h. 106.
92
Sebelum Bosnia Habis, Tempo, 7 Agustus 1993.
menyerahkan persenjataannya dibawah pengawasan PBB dalam waktu sepuluh hari.

Ultimatum tersebut terjadi menjelang akhir tahun 1994. Penahanan tersebut kemudian

berlanjut ketika NATO mengancam akan melakukan serangan udara kembali pada

tahun 1995 akibat terjadinya pelanggaran mengenai penyerangan terhadap safe areas.

Menyikapi hal tersebut etnis Serbia-Bosnia yang dipimpin oleh Jenderal Ratko

Mladic menyatakan akan tetap menyandera pasukan UNPROFOR apabila NATO

tetap melakukan serangan udara terhadap etnis Serbia-Bosnia, lebih buruk lagi

pemimpin pasukan Serbia-Bosnia akan mengancam membunuh seluruh pasukan

UNPROFOR apabila tindakan penyelamatan terhadap para tawanan perang tersebut

dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan setidaknya sekitar 370 personil

UNPROFOR berada dalam tahanan pihak Serbia-Bosnia.93

Setidaknya memang cukup berat dan penuh resiko tugas yang diemban oleh

pasukan perdamaian PBB yang berada di Bosnia. Para personil UNPROFOR tidak

saja memberikan perlindungan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan sekaligus

beberapa wilayah safe areas, pengawasan terhadap perbatasan dan zona larangan

terbang tetapi juga harus memperhatikan aspek keselamatan diri masing-masing

personil pasukan perdamaian dari segala ancaman yang setiap waktu dapat terjadi.

Hal-hal tersebutlah sekiranya menjadi kendala-kendala UNPROFOR dalam

menjalankan berbagai tugas-tugasnya yang diberikan oleh Dewan Keamanan selama

3 tahun pecahnya perang di Bosnia Herzegovina yang kemudian diakhiri dengan

ditandatanganinya perjanjian Dayton pada Desember 1995.

93
Serbia Ancam Membantai ratusan Personel PBB, Suara Pembaruan, 2 Juni 1995.
C. 2 Efektifitas upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB dalam Mewujudkan

Perdamaian di Bosnia Herzegovina

Merupakan suatu tindakan mulia menyelesaikan suatu pertikaian yang terjadi

diantara negara-negara di dunia, sehingga dapat mewujudkan perdamaian dan

keamana internasional serta dapat menjamin keberlangsungan hidup umat manusia.

Adalah kewajiban bagi organisasi internasional yang fondasi utama pembentukannya

untuk mencegah terjadinya perang dengan skala besar sebagaimana yang pernah

terjadi di masa lalu agar tidak terulang kembali pada masa-masa yang akan datang.

Akan tetapi, dalam menjalankan tujuannya untuk menjaga perdamaian dan keamanan

internasional bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Sistem internasional yang

memiliki sifat dinamis-lah serta aktor-aktor rasional yang memiliki berbagai

kepentingan berbeda satu dengan lainnya merupakan salah satu sebab dari kesulitan

itu, sehingga menyebabkan kurang optimalnya berbagi upaya dalam menyelesaikan

persengketaan, baik yang terjadi antar negara (inter-state) maupun yang terjadi

didalam suatu negara (intra-state). Faktor tersebutlah yang sekiranya menghambat

terbukanya gerbang perdamaian di Bosnia Herzegovina yang dilakukan oleh PBB

sejak akhir April 1992.

Keterlibatan organisasi internasional PBB dalam membantu menyelesaikan

pertikaian di Bosnia Herzegovina guna mewujudkan perdamaian di bekas negara

Yugoslavia itu tentunya memiliki berbagai kendala sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya pada sub bab dalam skripsi ini. Dari berbagai kendala itu dapat dilihat

bahwa keterlibatan organisasi internasional PBB di Bosnia terkesan sangat tidak


optimal. Meski berbagai upaya telah dilakukan, seperti embargo senjata dan

perekonomian, upaya perjanjian gencatan senjata dan penarikan pasukan, namun

pertempuran di Bosnia tak kunjung padam. Rencana (Owen-Vance Plan) yang

ditawarkan oleh perwakilan khusus Sekretaris Jenderal PBB, Cyrus Vance dan

perwakilan khusus Masyarakat Eropa, David Owen, tidak dapat meredam tindakan

penyerangan yang dilakukan oleh pihak Serbia terhadap wilayah-wilayah Bosnia

yang belum dikuasai Serbia. Memang, rencana Owen-Vance, perjanjian gencatan

senjata serta penarikan pasukan Serbia dari Bosnia merupakan suatu resolusi konflik

yang mempertemukan pihak-pihak bertikai dalam level elit atau pimpinan secara

politik, namun dalam membantu memberikan jalan keluar dalam penyelesaian suatu

pertikaian harus lah bertindak secara netral dalam hal ini PBB sebagai pihak ketiga

memberikan tawaran yang bekerjasama dengan ME lebih cenderung tidak

memperlihatkan adanya win-win solution terhadap para pihak yang bertikai. Tidak

terlihatnya ketidak adilan tersebut akibat dari pembagian wilayah Bosnia

Herzegovina menjadi tiga bagian dan hal ini dilakukan berdasarkan realitas medan

pertempuran, dimana etnis Serbia-Bosnia telah menguasai 70% wilayah Bosnia

sedangkan Bosnia hanya menguasai kurang lebih 35% dari wilayahnya sendiri. Selain

itu dalam Owen-vance Plan letak geografis dari wilayah Bosnia terpisah-pisah dan

terkurung diantara etnis Serbia-Bosnia dan etnis Kroasia-Bosnia serta tidak adanya

akses ke laut adriatik, yang merupakan salah satu akses jalur perdagangan dari Bosnia

akibat akses tersebut masuk dalam wilayah kekuasaan etnis kroasia-Bosnia.


Faktor negara anggota baik dalam Dewan Keamanan maupun negara anggota

yang memberikan kontribusi dalam UNPROFOR, juga memiliki unsur penting

optimalnya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PBB dalam mewujudkan

perdamaian di Bosnia. Seperti yang diketahui bahwa negara memiliki kepentingan

dan dari kepentingannya mencerminkan tindakannya di dunia internasional. Pada

kasus di Bosnia Herzegovina, faktor inilah yang sekiranya sangat mempengaruhi

mengapa begitu terhambatnya perwujudan perdamaian. Seperti pada penjelasan pada

sub bab kendala-kendala yang di hadapi oleh PBB yang menjelaskan sikap Amerika

Serikat yang terlalu berhati-hati dalam mengambil tindakan terhadap etnis Serbia-

Bosnia karena kedekatan Rusia dengan Serbia secara agama dan bangsa (bangsa

Slav). Kedekatan Rusia dengan Serbia terlihat dari adanya dukungan dari salah satu

anggota parlemen negara tersebut yang mengunjungi Beograd, ibukota Serbia dan

mengatakan akan mengirimkan pasukan sukarela ke Bosnia untuk bertempur di sisi

Serbia bila pesawat-pesawat NATO [dibawah perintah PBB] jadi mengebom. Selain

itu di Dewan Keamanan sendiri dalam hal krisis Bosnia, Rusia tidak memberikan

suara bila ada keputusan yang merugikan pihak Serbia, 94 sehingga menyebabkan

kesulitan memaksa pihak Serbia untuk segera menuruti segala bentuk perjanjian yang

telah disepakati dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara-cara damai

hingga akhirnya pertempuran kerap terjadi kala dicapainya kesepakatan.

Tidak hanya hal yang telah dijelaskan diatas saja yang menyebabkan lamanya

proses perdamaian di Bosnia terwujud. Kurangnya ketegasan dari PBB dalam

94
Faktor Yeltsin di Sarajevo, Tempo, 5 Maret 1994.
memaksa etnis Serbia-Bosnia untuk segera mengikuti segala sesuatu yang telah

disepakati dalam perjanjian-perjanian pun tidak ditanggapi oleh pihak Serbia, hal ini

terlihat ketika terjadinya penyerangan terhadap lima kota yang ditetapkan sebagai

wilayah aman dan PBB dengan UNPROFOR-nyapun tidak dapat memberikan

perlindungan terhadap wilayah-wilayah aman tersebut. Ketidak-mampuan pasukan

perlindungan PBB itu terkait erat dengan penggunaan senjata, karena hal itu

tercantum dalam piagam PBB dan terlihat bahwa peacekeeping operations generasi

ini masih terikat dengan larangan penggunaan senjata dalam menyelesaikan suatu

permasalahan. Suatu dilema yang memberatkan tentunya ketika melihat adanya

kesewenangan tepat didepan mata, PBB tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti,

akibat terbenturnya oleh hukum-hukum yang tercantum di dalam piagam PBB yang

menegaskan bahwa penyelesaian suatu pertikaian haruslah secara damai serta

larangan ketidak berpihakan (netral) dengan salah satu pihak yang bertikai. Dengan

kata lain jika PBB memerintahkan untuk melakukan penyerangan terhadap Serbia,

maka sifat netral yang ada dalam PBB akan hilang.


BAB V

KESIMPULAN

Konflik antar etnis yang terjadi pada tahun 1992 di Bosnia Herzegovina yang

kemudian berujung pada perang saudara itu, disebabkan oleh terpisahnya negara

tersebut dari Yugoslavia, serta adanya keinginan dari Serbia untuk menjadi penerus

dari Yugoslavia sebagai cara untuk mengatasi krisis politik yang telah terjadi ketika

Joseph Broz Tito meninggal. Konflik yang terjadi di Bosnia Herzegovina tidak saja

melibatkan etnis Bosnia, Serbia-Bosnia dan etnis Kroasia-Bosnia saja melainkan juga

telah melibatkan dua negara pusat yakni, Kroasia dan Serbia yang ingin memperluas

wilayah kekuasaannya. Dengan keterlibatan dua negara tersebut secara langsung telah

membuat perseteruan semakin panjang diantara ketiga etnis yang hidup di Bosnia.

Keinginan pihak Serbia untuk memimpin seluruh negara bagian Yugoslavia

dijalankan melalui program Serbia Raya.

Dalam usahanya menyatukan Bosnia di bawah pemerintahan Serbia dilakukan

dengan bekerjasama dengan etnis Serbia-Bosnia serta menyebar propaganda akan

bahaya Islam serta etnis Kroasia-Bosnia, hal ini tentu saja telah menyulut perang

yang semakin parah. Faktor sejarah yakni, pada abad pertengahan dan sebelum

perang dunia pertama, Bosnia berada dalam wilayah kekuasaan kerajaan Serbia serta

Kroasia dan adanya pabrik-pabrik senjata yang tersebar di wilayah Bosnia juga

menjadi sebab mengapa Serbia ingin menguasai Bosnia. Pertikaian yang terjadi di
Bosnia juga diikuti dengan pembersihan etnis yang dilakukan oleh pihak Serbia

terhadap etnis Bosnia.

Dengan situasi dan kondisi pada awal-awal pecahnya perang saudara di bekas

negara Yugoslavia itu yang buruk, menyebabkan Presiden Bosnia, Alija Ijetbigovic

meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk ambil bagian dalam menyelesaikan

konflik antar etnis tersebut. Berdasarkan pada permintaan pemimpin Bosnia-lah PBB

menggelar operasi perdamaian (peacekeeping operations) dengan menerjunkan

pasukan penjaga perdamaian United Nations Protection Force (UNPROFOR) pada

30 April 1992 yang ditetapkan melalui resolusi 743 (1992) oleh Dewan Keamanan.

Pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Bosnia merupakan suatu

implementasi tujuan didirikannya organisasi internasional tersebut guna memelihara

perdamaian dan keamanan internasional. Pasukan penjaga perdamaian yang

diterjunkan di Bosnia bertugas yang pada awalnya hanya mengajak para pihak yang

bertikai untuk segera menyelesaikan pertikaian tersebut dengan cara-cara damai serta

melakukan pemantauan terhadap situasi dan kondisi di Bosnia Herzegovina. Namun

akibat semakin memburuknya keadaan di negara bekas Yugoslavia tersebut – adanya

penyerangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan yang dibawa oleh UNHCR dan

terhadap wilayah aman (safe areas) oleh etnis Serbia – maka tugas yang diemban

oleh pasukan perdamaian UNPROFOR bertambah yakni, memberikan perlindungan

terhadap bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh UNHCR terhadap warga sipil

yang terjebak dalam perang saudara di Bosnia. Selain memberikan perlindungan

melalui pengawalan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan UNPROFOR juga


bertugas menjaga beberapa kota yang ditetapkan oleh PBB sebagai wilayah-wilayah

aman (safe areas), pengawasan tehadap perbatasan Bosnia dan perjanjian-perjanjian

yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang bertikai.

Selain menerjunkan pasukan perdamaian, Dewan Keamanan Juga

menjatuhkan sanksi embargo senjata (ditujukan kepada seluruh wilayah Yugoslavia)

dan ekonomi terhadap negara Serbia, hal ini dilakukan agar pihak yang bertikai mau

menyelesaikan permasalahannya dengan cara-cara damai agar tercapainya

perdamaian di Bosnia. Dalam peran serta sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan

masalah di bekas negara Yugoslavia, organisasi internasional tersebut juga

bekerjasama dengan negara-negara eropa barat yang tergabung dalam Masyarakat

Eropa (ME). Upaya yang dilakukan oleh PBB dalam menyelesaikan pertikaian yang

terjadi di Bosnia tidak saja dengan menempatkan UNPROFOR tetapi juga melalui

upaya mediasi yang dilakukan melalui Sekretaris Jenderal dan perwakilan khususnya

(special representative secretary general). Upaya mediasi yang dilakukan oleh

Sekretaris Jenderal adalah dengan mengajak para pihak yang bertikai untuk

melakukan pembicaraan dan negosiasi mengenai penyelesaian masalah Bosnia.

Sebagai mediator, PBB menawarkan jasa-jasa baik (good offices)-nya kepada ketiga

etnis yang bertikai di Bosnia yang dapat dijadikan sebagai solusi. Upaya yang

dilakukan oleh PBB sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan perdamaian adalah

dengan tercapainya perjanjian-perjanjian gencatan senjata diantara pihak yang

bertikai serta tawaran jasa-jasa baik (good offices) yaitu, rencana Vance-Owen yang

dilakukan oleh Sekretaris Jenderal melalui perwakilan khususnya, Cyrus Vance yang
bekerjasama dengan David Owen perwakilan khusus dari Masyarakat Eropa yakni

mengenai pembagian atas wilayah Bosnia menjadi sepuluh propinsi kepada ketiga

etnis yang bertikai di negara bekas Yugoslavia itu dan di tandatangani pada 2 Mei

1993. Namun, upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB tidak begitu efektif, karena

tidak dapat memaksa pihak yang bertikai – terutama Serbia – untuk segera

menghentikan perang dan menyelesaikan pertikaian tersebut dengan cara-cara damai,

bahkan perang saudara di Bosnia tetap terjadi. Tidak efektifnya upaya yang dilakukan

oleh PBB dalam mewujudkan perdamaian di Bosnia terlihat dari banyaknya kendala-

kendala yang dihadapi oleh organisasi internasional tersebut. Kendala tersebut antara

lain mengenai permasalahan penggunaan senjata dalam menanggapi pelanggaran-

pelanggaran yang dilakukan Serbia terhadap perjanjian yang telah disepakati, rasa

saling tidak percaya diantara para pihak yang bertikai dalam menyikapi kesepakatan

terutama rencana Vance-Owen, serta masalah hubungan antara Amerika Serikat

dengan Rusia.

Berdasarkan hal-hal tersebut, upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB dalam

mewujudkan perdamaian di Bosnia Herzegovina tidak begitu efektif, hal ini terlihat

dari adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Serbia terhadap

kesepakatan-kesepakatan yang diwujudkan melalui berbagai perjanjian, serta tetap

berlangsungnya pertempuran di berbagai wilayah Bosnia Herzegovina.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anwar, Chairul, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,


Djambatan, Jakarta,1989

Ayoob, Mohammed, The Third World Security Predicament:State Making, Regional


Conflict, and The International System”, Lynne Rienner Publisher. Inc, United
State Of America, 1995

Glenny, Misha, The Fall Of Yugoslavia :The Third Balkan War, Penguin Books,
USA, 1996

Hadi, Syamsul, Politik Standar Ganda Amerika Serikat Terhadap Bosnia, FoDIS
Jakarta, 1997

Holsti, K. J, Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis (alih bahasa Wawan


Juanda), Binacipta, Bandung, 1987

Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007

Huntington, Samuel. P, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia,
Qalam, Yogyakarta, Cetakan Ketujuh, 2003

Information Notes: United Nations Peacekeeping, Departement of Public Information


United Nations, New York, 1995

Inter Ethnic Conflict and War in Former Yugoslavia, Institute European Studies,
1993

Jackson, Robert & Georg Sorenson, Pengantar Studi Hubungan Internasional,


Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

Kountur, Ronny, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM,
Jakarta, 2005

Malcolm, Noel, Bosnia A Short History, New York Press, New York, 1994

Mas’oed, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, LP3ES,


1990
Mauna, Boer, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, P.T. Alumni, Bandung, 2003

Miall Oliver Ramsbotham, Hugh & Tomm Woodhause, Resolusi Damai Konflik
Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000

Moleong, Lexy J, Metoda Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1989

Nasution, S, Metode Researh: Penelitian Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2006

Peacekeeping : Challenges For the Future, Australian Defence Studies Centre,


Canberra, 1993

Pengetahuan Dasar Tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNIC, Jakarta, 2005

Perwita, Anak Agung Banyu, dan Yanyan Mochamad Yani, PengantarIlmu


Hubungan Internasional, PT Remaja Rosdakarya, bandung, 2005

Plano, Jack C. dan Roy Olton, Kamus Hubungan Internasional (alih bahasa oleh
Wawan Juanda), Abardia, Bandung, 1990

Rudi, Teuku May, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama,


Bandung, 1998

________, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang


Dingin, Refika Aditama, Bandung, 2002

________, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global, Isu,


Konsep, Teori dan Paradigma, Refika Aditama, Bandung, 2005

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, Metoda Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta,
1989

UN Peacekeeping : 50 Years 1948-1945, United Nations of Public Information, New


York, 1998

Year Book of The United Nations 1992, Vol. 42, Department of Public Information
United Nations, New York, 1993

Year Book of The United Nations 1993, Vol. 47, Departement of Public Information
United Nations, New York 1994
Year Book of The United Nations 1995, Vol. 49, Departement of Public Information
United Nations, New York, 1996

Jurnal

Analisis CSIS, Tahun XXIV, No. 3, Mei-Juni 1995

Current History, Vol. 92, No. 557, November 1993.

Global: Jurnal Politik Internasional, Vol. II, No. 8, Jakarta, 2001

Third World Quaterly, Vol. 15, No. 3, September 1994

The Economist, 30 Mei 1992

Media Cetak (Majalah dan Koran)

Majalah Tempo, 7 Agustus 1993.

________, 15 Januari 1994

________, 5 Maret 1994

________, 1 januari 1995

Majalah Angkasa Edisi Koleksi XXIV, Dirty War

Harian Suara Karya, 2 Januari 1995.

Harian Kompas, 19 Maret 1995.

________, 1 Mei 1995

Harian Merdeka, 8 Mei 1995

Harian Suara Pembaruan, 2 Juni 1995

Harian Republika, 11 Juli 1995

Sumber Lain (Enslikopedia, Booklet dan Internet)

Ensiklopedia Negara dan Bangsa Eropa-Amerika Utara, Grolier International Inc,


Jakarta, 1989
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional, United
Nation Information Centre (UNIC), Jakarta, 2004

Disintegrasi Yugoslavia
http ://id.wikipedia.org/wiki/disintegrasi_Yugoslavia, diakses pada 15 April
2007, pkl 13:45 WIB.

Konflik
http://id.wikipedia.org/wiki/konflik, diakses pada 24 januari 2007, Pkl. 15:00
WIB

Map of Bosnia (Vance-Owen Plan)


www.wikipedia.org, diakses pada 24 Juli 2007, Pkl. 12:00 WIB

Profile Republic of Bosnia Herzegovina


http://www.atlapedia.com/online/countries/bosnia.htm, Diakses Pada 1 Juni
2007. Pkl 14:30 WIB

www.google.com, diakses pada 23 Juni 2007, Pkl. 13:00 WIB.

www.un.org, diakses pada 15 April 2007, Pkl 13:00 WIB


Lampiran. 1. Peta Pembagian wilayah Bosnia Herzegovina Berdasarkan
Rencana Owen-Vance

Keterangan :

Merah : Etnis Serbian


Biru : Etnis Kroasia
Hijau : Etnis Bosnia
Putih : Ibu Kota Republik Bosnia Herzegovina dengan komposisi etnis campuran
Sumber : www.wikipedia.org. Diakses pada 24 Juli 2007, Pkl 12:00 WIB.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Sendy


Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Maret 1983
Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jl. P. Tidore V No. 67. Perumnas III Bekasi Timur
Pendidikan Formal : SDN Duren Jaya Bekasi
SMPN 2 Bekasi
SMU Bani Saleh Bekasi
Orang Tua : M. Saidi. Bsc
Cholila
Pengalaman Organisasi :

- 2001 Ketua Panitia Perlombaan Hari Kemerdekaan Indonesia


- 2001- sekarang Dewan Kehormatan Ambalan Pramuka SMU Bani Saleh
- 2004 Dokumentasi Panitia Sunatan Massal Masjid Al-Falah,
Perumnas III Bekasi Timur

Jakarta, 2007

Muhammad Sendy

You might also like