Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh
Nama : Kanthi Puji Solehhati
N I M : 1314980978
Program Studi : Bimbingan dan Konseling
Kanthi Puji Solehhati, 2005. Persepsi Klien tentang Keefektifan Konselor dalam Melaksanakan
Konseling Individual ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Gender Konselor
di SMA Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2004/2005.
Pelaksanaan konseling individual hingga saat ini belum optimal, hal tersebut dapat dilihat
dari masih adanya konselor sekolah dalam melaksanakan konseling individual kurang
berprosedur/tidak sistematis. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
keefektifan dan perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan gender konselor menurut persepsi klien.
Penelitian ini menggunakan studi populasi, yaitu siswa di SMA Negeri se-Kota
Semarang yang sudah pernah memanfaatkan konseling individual dengan minimal dua kali tatap
muka dalam satu penyelesaian masalah yang berjumlah 99 responden. Variabel penelitian adalah
variabel tunggal yakni keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual. Metode
pengumpul data adalah skala psikologi, dengan alat pengumpul data skala persepsi. Skala
tersebut berisi pernyataan sebanyak 125 item, diberikan kepada 55 responden. Uji validitas
dengan menggunakan rumus Product Moment. Uji reliabilitas dengan menggunakan rumus
Alpha. Analisis data menggunakan Analisis Deskriptif dan Analisis Statistika Inferensial U Mann
Whitney dan Kruskal Wallis.
Hasil perhitungan penelitian mengatakan bahwa (1) Klien mempunyai persepsi yang
positif (baik) terhadap keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau
dari tingkat pendidikan (D3 BK = 2,66/67% dan S1 BK = 3,11/78%), pengalaman kerja (0 – 11
tahun = 2,62/66%, 12 - 23 tahun = 3,07/77%, dan > 24 tahun = 3,19/80%), dan gender konselor
(wanita = 3,01/75% dan pria 3,14/79%). (2) Ada perbedaan keefektifan konselor dalam
melaksanakan konseling individual ditinjau dari tingkat pendidikan konselor D3 dan S1
bimbingan dan konseling menurut persepsi klien (Zhitung = -2,561 < -Ztabel = -1,96) pada taraf
signifikan 5% dengan U = 19. (3) Ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan
konseling individual ditinjau dari pengalaman kerja konselor 0 tahun – 11 tahun dengan konselor
dengan masa kerja 12 tahun – 23 tahun dan > 24 tahun menurut persepsi klien (χhitung = 7,532 >
χ²tabel = 5,99) dan (Zhitung = -2,448 < -Ztabel = -1,96) pada taraf signifikan 5% dengan U = 9 dan
(Zhitung = -2,552 < -Ztabel = -1,96) pada taraf signifikan 5% dengan U = 1. (4) Tidak ada
perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari gender
konselor pria dan wanita menurut persepsi klien (Zhitung = -0,849 < Ztabel = 1,96) pada taraf
signifikan 5% dengan U = 87.
Simpulan: (1) Klien mempunyai persepsi yang positif terhadap keefektifan konselor
dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja
dan gender konselor. (2) Ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling
individual ditinjau dari tingkat pendidikan dan pengalaman kerja konselor menurut persepsi
klien. (3) Tidak ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari gender konselor menurut persepsi klien. Saran: Untuk meningkatkan
profesionalisme konselor di sekolah khususnya konselor dengan tingkat pendidikan D3 BK
dapat dilakukan melalui kegiatan ilmiah dalam bidang bimbingan dan konseling seperti seminar,
loka karya, penataran, work shop, diskusi-diskusi melalui MGBK (Musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling), maupun dengan melanjutkan studi ke jenjang S1 bimbingan dan
konseling. Pengetahuan, keterampilan dan kualitas kepribadian akan diperoleh melalui
pengalaman kerja, maka hendaknya konselor di sekolah dapat melaksanakan kegiatan bimbingan
dan konseling, khususnya konseling individual dengan sebaik-baiknya. Sedangkan bagi peneliti
lain sebagai dasar pijakan untuk penelitian lanjutan dengan menambah variabel yang diteliti
seperti motivasi kerja, sarana-prasarana, kerja sama antar konselor dan variabel yang lainnya,
sehingga diperoleh jawaban yang lebih jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual.
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan
Hari : Kamis,
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Anggota Penguji
Pembimbing I
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
1. “Dosa terbesar adalah ketakutan. Rekreasi terbaik adalah bekerja. Musibah terbesar
kesetiaan. Karunia terbesar adalah anak yang soleh. Sumbangan terbesar adalah
PERSEMBAHAN:
4. Almamater tercinta.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, inayah dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul: “Persepsi Klien tentang Keefektifan Konselor dalam
Melaksanakan Konseling Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan
Gender Konselor di SMU Negeri se-Kota Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Studi Strata 1 (S1)
pada Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan - Universitas
Negeri Semarang.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dan mendukung selama proses penyusunan skripsi dari awal hingga
terselesaikannya skripsi ini, kepada:
1. Dr. A. T. Soegito, SH, MM Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Siswanto, MM Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
3. Drs. Suharso, M.Pd Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang, yang telah membantu penulis menetapkan
judul skripsi.
4. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd Dosen Pembimbing I, yang telah
membimbing dan banyak memberikan pengarahan dan motivasi yang sangat berarti
bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Drs. Supriyo, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan banyak
memberikan pengarahan dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis dalam
menyusun skripsi ini.
6. Tim Penguji, yang telah memberikan masukan dan saran guna perbaikan skripsi ini.
v
7. Drs. Sri Santoso, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang dan Bp/Ibu Kepala SMA
Negeri se-Kota Semarang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan
penelitian.
8. Bapak/Ibu Guru Pembimbing di SMU Negeri se-Kota Semarang yang membantu
pelaksanaan penelitian dan siswa di SMA Negeri Se-Kota Semarang, sebagai
responden penelitian yang telah bersedia mengisi instrumen penelitian.
5. Kawan-kawan seperjuanganku angkatan 1998 Jurusan Bimbingan & Konseling FIP-
UNNES (khususnya Teguh: Ayo semangat!!!), yang telah bersama bahu membahu
dalam menuntut ilmu dibangku kuliah.
6. Teman-teman terbaikku di PILAR PKBI-JATENG (Staff & Fasilitator), yang telah
memberikan motivasi & perhatian pada diriku.
7. Ibu Kost & teman-teman terbaikku di Kost (Ika Brindil, Ova, Lina, Mba Alfi, Dwita,
Sani, Ika Doo…, You see & Rita), yang telah memberikan suasana kondusif dikost.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah banyak
membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, dari awal hingga terselesaikannya
skripsi ini.
Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini dari awal hingga akhir dengan
sebaik-baiknya, namun dengan penuh kesadaran penulis mengakui bahwa skripsi ini
masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu segala bentuk saran
dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan bagi perbaikan dan
kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi pembaca yang budiman serta bagi pengembang ilmu
pengetahuan.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
KATA PENGANTAR....................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Permasalahan ....................................................................... 6
C. Penegasan Istilah .................................................................. 7
D. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
E. Manfaat Penelitian ............................................................... 10
F. Sistematika Skripsi .............................................................. 11
B. Konselor Sekolah
1.................................................................................. Pengertian
Konselor............................................ 20
2.................................................................................. Persyarata
n Konselor......................................... 20
3.................................................................................. Tugas dan
Tanggung Jawab Konselor................ 28
C. Konseling Individual
1. Pengertian Konseling Individual ..................................... 30
vii
2.................................................................................. Tujuan
Konseling Individual ........................ 32
3.................................................................................. Langkah-
langkah Konseling Individual........... 33
4.................................................................................. Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Konseling Efektif
.......................................................... 35
D. Hipotesis .............................................................................. 64
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Individual .................................................................................................... 98
x
9. Keefektifan Konselor dalam Melaksanakan Konseling Individual
diTinjau Dari Gender Menurut Persepsi Klien pada setiap Indikator ...... 108
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Identitas Konselor ....................................................................................... 131
14. Surat Ijin Mencari Data Awal Dari Fakultas Ilmu Pendidikan–UNNES ... 243
15. Surat Ijin Penelitian Dari Fakultas Ilmu Pendidikan–UNNES ................... 244
16. Surat Ijin Penelitian Dari Diknas Kota Semarang ...................................... 245
17. Surat Keterangan Penelitian (Try Out) Dari SMA N 4 Semarang ............. 246
18. Surat Keterangan Penelitian (Try Out) Dari SMA N 12 Semarang ........... 247
19. Surat Keterangan Penelitian (Try Out) Dari SMA N 5 Semarang ............. 248
20. Surat Keterangan Penelitian (Try Out) Dari SMA N 10 Semarang ........... 249
xii
21. Surat Keterangan Penelitian (Try Out) Dari SMA N 2 Semarang ............. 250
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka usaha layanan bimbingan dan konseling serta pemberian bantuan
melalui usaha layanan konseling adalah merupakan bagian yang sangat penting.
Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa “layanan konseling adalah merupakan
jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the
heart of guidance program). Oleh karena itu para petugas dalam bimbingan dan
Konseling adalah merupakan suatu proses usaha untuk mencapai tujuan, dimana
tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah perubahan pada diri klien, baik
memungkinkan klien itu dapat menerima dirinya sendiri, serta pada akhirnya klien
setiap konselor selalu dituntut darinya untuk menguasai teknik yang satu ini dengan
tujuan agar konselor dapat secara optimal didalam membantu memecahkan masalah
Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik, sebagaimana tuntutan profesi
tersebut diatas, kunci utamanya tentu adalah konselor itu sendiri. Ini merupakan unsur utama untuk
bisa meraih hasil gemilang, artinya sebagai konselor harus memiliki bobot tertentu yang dapat
memperlancar relasi konseling, yaitu: Memiliki pengetahuan dasar menyangkut teori dan praktik
konseling, keterampilan wawancara konseling, yang bisa diperoleh baik secara pendidikan formal (dari
jurusan bimbingan dan konseling, penataran, kursus-kursus dan latihan berjangka dibidang bimbingan
xiv
dan konseling), maupun pendidikan non formal (dari pengalaman bekerja, usaha dan belajar melalui
bulletin, brosur-brosur yang sesuai dengan bidang bimbingan dan konseling), dan memiliki kualitas
kepribadian, sehingga bisa dikatakan bahwa konselor akan efektif dalam melaksanakan layanan
konseling individual.
tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan gender konselor sekolah dalam penelitian
ini ditemui adanya perbedaan tingkat pendidikan, masa kerja, dan gender konselor
sekolah di SMA Negeri se-Kota Semarang, yaitu konselor dengan tingkat pendidikan
dengan jumlah 45 orang, dimana antara tingkat pendidikan D3 dan S1 bimbingan dan
konselor 0 tahun - 11 tahun berjumlah 5 orang dan konselor dengan masa kerja 12 -
23 tahun berjumlah 38 orang serta konselor dengan masa kerja > 24 tahun berjumlah
10, dimana konselor dengan masa kerja yang relatif banyak sudah lama
individual, dibandingkan dengan konselor dengan masa kerja yang relatif sedikit.
Sedangkan konselor dengan jenis kelamin pria dengan jumlah 16 orang dan wanita
berjumlah 37 orang yang mendasarkan pada karakteristik konselor pria dan wanita
yang jelas-jelas mempunyai perbedaan baik dari segi biologis maupun non biologis,
xv
dimana konselor pria yang cenderung dapat berpikir rasional tidak dapat
melaksanakan layanan konseling individual dengan menempuh cara yang sama dari
konselor diatas, baik secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan
persepsi klien yang berbeda (sangat baik, baik, cukup baik, agak kurang baik dan
konseling individual, sehingga bisa dikatakan apakah konselor sudah sangat efektif,
efektif, cukup efektif, agak kurang efektif dan kurang efektif dalam melaksanakan
dibawah ini:
berprosedur/tidak sistematis.
Adanya siswa yang lebih suka datang untuk memanfaatkan konseling individual dengan konselor
dengan tingkat pendidikan S1 Bimbingan dan Konseling dan konselor yang lebih berpengalaman.
Konselor wanita lebih diminati oleh klien ketika akan memanfaatkan konseling individual.
Terlepas dari bagaimana klien (siswa), konselor sekolah sebagai pihak yang
memberikan bantuan mempunyai posisi yang harus mendapat perhatian dari berbagai
pihak. Perhatian ini terutama diarahkan kepada: apakah konselor sekolah sudah
secara sepenuh hati mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya dalam rangka
membantu mengentaskan permasalahan yang dialami klien (siswa). Dengan kata lain,
dalam memberikan layanan konseling individual kepada klien (siswa) ini bisa
xvi
(APKK), dimana alat ini akan menyoroti kemampuan konselor sekolah dalam hal
Cara lain untuk melihat keefektifan konselor sekolah dalam melaksanakan layanan
konseling individual adalah melalui ungkapan atau pendapat (persepsi) klien (siswa
oleh konselor. Rasionalnya adalah bahwa klien sebagai orang yang mengalami dan
dijalaninya.
proses kognisi dan efeksi untuk membentuk konsep tersebut (Hariyadi dkk, 1995:
112). Jadi persepsi dapat terjadi apabila seseorang melihat objek, peristiwa atau
stimulus dengan melibatkan pengalaman yang ada. Maka persepsi yang ada dalam
Bila dikaitkan dengan penelitian ini adalah jika persepsi klien tentang konseling
baik, baik, cukup baik, agak kurang baik atau kurang baik, maka konselor tersebut
sudah sangat efektif, efektif, cukup efektif, agak kurang efektif atau kurang efektif
dalam melaksanakan konseling invidual. Hal ini akan ditunjukan dengan adanya
kepuasan siswa (klien) terhadap konseling individual yang sudah dialaminya, dimana
permasalahan yang dialaminya bisa diselesaikan dengan baik, tuntas dan memuaskan,
sehingga siswa akan lebih terbuka, suka rela dan tidak mempunyai keraguan kepada
xvii
konselor dalam rangka pengentasan permasalahan yang dialaminya untuk dapat
Uraian diatas merupakan salah satu alasan utama yang mendasari penulis
memilih judul penelitian yang dianggap representatif untuk hal tersebut diatas, yaitu:
Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang diatas, maka masalah yang ingin diungkap melalui
konseling individual menurut persepsi klien di SMA Negeri se-Kota Semarang tahun
ajaran 2004/2005. Dalam pelaksanaannya, persepsi dari klien tersebut akan dilihat
dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan gender konselor. Ketiga faktor
tersebut diasumsikan ikut memberi kontribusi pada aktifitas konselor sekolah dalam
cukup efektif, agak kurang efektif dan kurang efektif. Atas dasar hal tersebut maka
dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan gender konselor menurut persepsi klien?
ditinjau dari masa konselor 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, > 24 tahun menurut persepsi
klien?
xviii
4. Apakah terdapat perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari jenis kelamin konselor pria dan wanita menurut persepsi klien?
Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda tentang istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka perlu ada penegasan istilah sebagai berikut:
1. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses penilaian seseorang atau sekelompok orang terhadap
objek, peristiwa atau stimulus dengan melibatkan pengalaman yang berkaitan
dengan objek tersebut. Dalam penelitian ini persepsi yang dimaksud adalah
proses penilaian siswa terhadap tingkat keefektifan konselor dalam melaksanakan
konseling individual ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan
gender konselor.
2. Klien
Yang dimaksud klien dalam penelitian ini adalah siswa yang lebih ditekankan
pada pelajar yang berada disebuah lembaga pendidikan tingkat atas yaitu SMA
Negeri yang pernah memanfaatkan konseling individual dari guru pembimbing
masing-masing disekolahnya, karena sedang mengalami suatu permasalahan baik
pribadi, sosial, belajar, karier, dan lain-lain, dengan minimal dua kali tatap muka
dalam satu penyelesaian masalah.
3. Perbedaan
Perbedaan berasal dari kata beda yang artinya tidak sama, selisih, beda dan
terpaut antara dua atau lebih mengenai beberapa hal (Poerwardaminto, 1988:
104). Kaitannya dalam penelitian ini perbedaan yang dimaksud yaitu tentang
keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual, yang dibagi
menjadi 5 kategori yaitu: sangat efektif, efektif, cukup efektif, agak kurang efektif
dan kurang efektif
4. Keefektifan
Secara etimologi keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti tepat guna
(Depdikbud, 1994: 77). Jadi keefektifan adalah suatu hal yang dikerjakan dengan
waktu yang tepat dan tepat guna.
5. Konselor
Yang dimaksud konselor dalam penelitian ini adalah guru pembimbing, yaitu
personil sekolah yang ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik (Prayitno, 1995: 9).
6. Konseling Individual
Tingkat adalah jenjang tinggi rendah susunan yang berlapis-lapis (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2001: 1197). Dalam UU RI No 2 tahun 1989 mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
xix
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan
datang. Didalamnya juga disebutkan yang termasuk jalur pendidikan sekolah
terdiri dari tiga tingkatan yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan kaitannya dalam penelitian ini yaitu
tingkat pendidikan tinggi konselor sekolah yang kami batasi dalam dua kategori
yaitu: D3 BK dan S1 BK.
8. Pengalaman Kerja
Pengalaman adalah masa kerja sebagai seseorang yang ditandai dengan lamanya
seseorang melaksanakan tugas profesinya. Dalam tulisan ini yang akan dijadikan
penelitian adalah masa kerja konselor sekolah yang kami batasi menjadi tiga
bagian yaitu: 0 tahun - 11 tahun, 12 - 23 tahun, dan > 24 tahun.
9. Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yaitu Gender, yang berarti “jenis
kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan
tingkah laku. Dalam tulisan ini yang akan dijadikan penelitian adalah gender
konselor sekolah yang kami batasi menjadi dua karakteristik yaitu: pria dan
wanita.
10. Dari keterangan di atas diperoleh penegasan istilah secara utuh yaitu: “Persepsi
D. Tujuan Penelitian
Mengacu pada perumusan
ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan gender konselor menurut persepsi klien.
Untuk mengetahui perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau
xx
Untuk mengetahui perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau
dari pengalaman kerja konselor 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23, dan > 24 tahun menurut persepsi
klien.
Untuk mengetahui perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah manfaat praktis, yaitu:
1. Bagi konselor sekolah, yaitu sebagai pijakan untuk melakukan “self evaluation” terhadap
bimbingan dan konseling, khususnya konseling indivdidual. Hal ini sangat penting dalam upaya
meningkatkan dan mengembangkan kinerja atau unjuk kerja konselor yang selama ini mendapat
2. Bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian dengan masalah yang sejenis, hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai dasar pijakan penelitian yang akan dilakukan.
F. Sistematika Skripsi
Garis besar sistematika skripsi terdiri atas tiga bagian yaitu bagian awal,
bagian isi, dan bagian akhir skripsi.
Bagian Awal Skripsi, terdiri dari halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran.
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian,
Bab II Landasan Teori, berisi tentang Persepsi (terdiri dari: pengertian persepsi,
tugas dan tanggung jawab konselor), Konseling individual (terdiri dari pengertian
xxi
konselor dalam melaksanakan konseling individual, dan Perbedaan keefektifan
pengalaman kerja, dan gender konselor menurut persepsi klien (terdiri dari
karakteristik konselor ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan gender),
Bab III Metode Penelitian, yang meliputi jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian,
variabel penelitian, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, serta metode analisis
data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang berisi tentang proses perijinan, gambaran umum
populasi penelitian, rancangan alat pengumpul data, hasil uji coba instrumen, pengumpulan data, hasil
Bab V Simpulan dan Saran, berisi simpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.
xxii
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan menguraikan landasan teori penelitian mengenai perbedaan
pendidikan, pengalaman kerja, dan gender konselor menurut persepsi klien. Hal-hal yang
akan dikemukakan dalam bab ini adalah: Persepsi (terdiri dari: pengertian persepsi,
Konselor sekolah (terdiri dari pengertian konselor, persyaratan konselor, tugas dan
individual ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan gender konselor
menurut persepsi klien (terdiri dari karakteristik konselor ditinjau dari tingkat
A. Persepsi
1. Pengertian persepsi
individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Stimulus yang mengenai alat
xxiii
Persepsi seseorang selalu didasarkan pada aktifitas kejiwaan berdasarkan
rangsang yang diterima oleh inderanya. Disamping itu persepsi juga didasarkan
pada pengalaman dan tujuan seseorang pada saat terjadi persepsi. Hal senada juga
dikatakan bahwa persepsi adalah suatu pengalaman tentang objek, peristiwa atau
objek dari luar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu merespon dan
peristiwa-peristiwa.
Objek disekitar kita, kita tangkap dengan alat indera dan diproyeksikan
pada bagian-bagian tertentu diotak, sehingga kita dapat mengamati objek tersebut.
Sebagian besar tingkah laku dan penyesuaian diri individu ditentukan oleh
persepsinya. Jadi yang membuat orang lain bahagia atau sengsara dikarenakan
yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenai, tetapi juga
12).
diterima, agar proses pengamatan tersebut terjadi, maka perlu obyek yang
diamati, alat indera yang cukup baik dan perhatian. Itu semua merupakan
dengan tahap demi tahap, yaitu tahap pertama merupakan tahapan yang dikenal
xxiv
dengan proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya
stimulus oleh alat indera manusia. Sedangkan tahap kedua adalah tahap yang
yang diterima oleh persepstor keotak melalui syaraf-syaraf sensorik, dan tahap
menerima stimulus dari lingkungan dengan melibatkan panca indera dan aspek
apakah stimulus itu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apakah yang
a. Perhatian, biasanya tidak menangkap seluruh rangsang yang ada disekitar kita
sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja.
Perbedaan fokus perhatian antara satu orang dengan orang yang lain akan
b. Set, adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set
c. Kebutuhan, baik kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri individu akan
xxv
d. Sistem Nilai, dimana sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga
e. Ciri Kepribadian, dimana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan
Dikutip dari beberapa pendapat para ahli antara lain: David Krench dan
pengalaman masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita
xxvi
atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat
stimulus yang lainnya melemah (dalam Rakhmad, 1989: 52).
Tertarik tidaknya individu untuk memperhatikan satu stimulus
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a. faktor internal (kebiasaan, minat,
emosi, dan keadaan biologis), dan b. faktor eksternal (intensitas,
kebaruan, gerakan dan pengulangan stimulus). Proses terbentuknya
persepsi sangat kompleks dan ditentukan oleh dinamika yang terjadi
dalam diri seseorang. Ketika ia mendengar, mencium, melihat, merasa
atau bagaimana ia memandang suatu objek yang melibatkan aspek
psikologis dan panca inderanya.
3. Syarat-syarat terjadinya persepsi
xxvii
dipersepsikan individu dan akhirnya komponen konasi individu akan
berperan dalam menentukan terjadinya jawaban yang berupa sikap
dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada (Mar’at, 1981: 30).
Dalam kaitan dengan tingkah laku individu, persepsi
merupakan faktor yang menentukan terbentuknya sikap terhadap
sesuatu manapun perilaku tertentu. Kesan yang diterima sangatlah
tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperolehnya pada
masa lalu melalui proses berpikir dan belajar.
Persepsi klien di SMA Negeri se-Kota Semarang terhadap
tingkat keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling
individual ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan
gender konselor akan berbeda, karena pada hakikatnya siswa adalah
individu yang mandiri dengan “Individual Deferences”, baik
pengalaman, kemampuan dan cara berpikir, maka setiap klienpun
akan mempersepsi secara berbeda pula terhadap apa yang
dirasakannya ketika mengikuti konseling individual.
B. Konselor Sekolah
Pada prinsipnya bimbingan dan konseling adalah suatu profesi, karena bimbingan dan
konseling adalah suatu pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya dan
tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
peranan yang berbeda-beda dari situasi ke situasi yang lainnya. Pada situasi tertentu
kadang-kadang harus berperan sebagai seorang teman dan pada situasi berikutnya
atau peranan-peranan lain yang dituntut oleh klien dalam proses konseling. Oleh
konselor:
xxviii
1. Pengertian konselor
Perguruan Tinggi dan mencurahkan waktunya pada layanan bimbingan dan konseling (Wibowo,
1986: 4).
menguasai seperangkat
dalam pengetahuan,
xxix
2. Persyaratan konselor
Konselor sebagai
sikap/kepribadian sebagai
berikut:
dan latihan berjangka dibidang tersebut. yang juga meliputi berbagai ilmu
110).
adalah:
memiliki ijazah sarjana muda dari suatu pendidikan yang sah dan
xxx
b). Secara profesional seorang konselor sekolah hendaknya telah
xxxi
orang lain dan menunjukkan kemampuan memimpin yang baik
b. Keterampilan Konselor
Keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap konselor yakni: a). keterampilan antar pribadi
yaitu semua keterampilan yang dibutuhkan untuk membangun relasi dengan klien sehingga
klien dapat terlibat dalam proses konseling, yang terdiri dari keterampilan verbal (kualitas
vokal, alur verbal/menyesuaikan diri dengan topik pembicaraan klien, dan tanggapan verbal
pertanyaan tertutup dan terbuka), keterampilan non verbal (menghadapi klien secara sejajar,
memperlihatkan sikap tubuh terbuka, posisi tubuh ke depan, memperhatikan kontak mata, dan
bersikap rileks. b). keterampilan mengamati yaitu dimana konselor dituntut untuk sungguh-
sungguh sadar akan apa yang sedang dikatakan klien khususnya melalui gerakan-gerakan
tubuh mereka, raut wajah, kualitas vokal, dan ketidak sesuaian antara bahasa tubuh dengan
ungkapan-angkapan verbal klien. c). keterampilan intervensi yaitu dimana konselor mampu
melibatkan klien dalam pemecahan masalah. Dan d). keterampilan integrasi yaitu dimana
Dapat dijelaskan pula bahwa keterampilan yang sangat diperlukan untuk melakukan
tugas bimbingan dan konseling adalah: keterampilan untuk ikut merasakan (empati) keadaan
klien, ikut menghayati jalan pikiran klien, ikut memperhatikan (simpati) terhadap klien, dapat
menerima dan mengerti keadaan klien, berkomunikasi secara verbal, dan menggunakan alat
bimbingan baik yang tes maupun yang non tes (Hendrarno, dkk, 1987: 110).
Hal ini didukung pula bahwa keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor sekolah
mencakup keterampilan memahami sifat-sifat klien, menilai situasi apakah persoalan klien
mampu dibantu atau tidak, menciptakan rapport, melaksanakan proses konseling secara
efektif, atending meliputi: posisi badan yang baik, kontak mata yang baik dan mendengarkan
xxxii
contoh perilaku khusus sehingga penjelasan klien dapat dipahami dengan lebih baik,
paraprase yaitu menyatakan kembali suatu kata atau prase secara sederhana. Tujuannya
adalah untuk mengatakan kembali kepada klien esensi dari klien dari apa yang telah
dikatakan klien, identifikasi perasaan yaitu membantu klien untuk menjelaskan perasaan-
perasaannya sendiri, refleksi perasaan yaitu membantu klien dengan cara memahami
perasaanya dan sebagai pemeriksa persepsi yang yang baik, konfrontasi yaitu guna membantu
orang klien agar mengubah pertahanan yang telah dibangunnya guna menghindari
meringkaskan yaitu suatu proses untuk memadu berbagai ide dan perasaan dalam satu
menggunakan alat atau teknik pengumpulan data, memecahkan masalah dan pengambilan
c. Sikap/kepribadian
2). Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif dan simpatik.
3). Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik
dan lancar.
xxxiii
8). Respek terhadap orang lain.
sekolah yaitu: luwes, hangat, dapat menerima orang lain, terbuka, dapat
tidak mau menang sendiri, dan objektif, (dalam Prayitno, 1985: 29).
yaitu bijaksana, jujur, dan tulus, ramah, akrab, tidak berpura-pura, menghargai
dalam perasaan dan masalah klien, tenang dalam menghadapi masalah, dan
(menanggapi secara positif dan tidak mudah tersinggung), pribadi yang bebas
pribadi sebagai ibu, humoris, sederhana, rendah hati, hormat dan dapat
xxxiv
konselor berkaitan dengan karakter konselor ialah: interest terhadap orang
lain, sabar, peka terhadap berbagai sikap dan reaksi, memiliki emosi yang
dan konseling.
sekolah.
diri sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang makin lama
makin berkembang.
kumulatif siswa.
xxxv
j. Melaksanakan bimbingan dan konseling baik secara kelompok maupun
secara perorangan/individual.
masing-masing siswa.
dan terhadap siswa yang keluar sebelum tamat serta melakukan usaha
kunjungan rumah.
t. Melakukan referal kepada lembaga atau ahli yang lebih berwenang (dalam
C. Konseling individual
xxxvi
Konseling individual merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk
layanan yang paling utama dari semua bentuk layanan bimbingan yang ada. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih luas, dibawah ini akan dibahas tentang pengertian
persoalan/masalah (Winkel,
1997: 72).
xxxvii
dihadapinya (Prayitno dan
kehidupannya dengan
kesejahteraan hidupnya
pertemuan/hubungan timbal
xxxviii
dihadapinya (Thamtawy, 1993:
46).
suatu proses interaksi antara seorang dengan seseorang , orang yang satu dibantu
oleh yang lain, bantuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan
kepada individu yang sedang mengalami masalah (disebut klien) yang bermuara
hidupnya.
Bila kita perhatikan secara seksama konseling individual mempunyai tujuan sebagai
berikut:
a. Agar para siswa memperoleh perubahan tingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain,
situasi keluarga, prestasi akademik, sehingga para siswa menjadi lebih self actualited dan
lebih produktif.
b. Agar perkembangan mental murid-murid (individu) dapat berlangsung secara sehat tanpa
mengalami gangguan yang berarti, sehingga dapat terbentuk kepribadian yang sehat pula.
xxxix
d. Agar murid mampu memahali potensi, bakat dan minat serta kecakapan, sehingga dapat
membuat keputusan dan memnentukan program studi, bidang pekerjaan sesuai dengan
keadaan dirinya.
e. Agar murid mempunyai keefektifan personal atau pribadi yang efektif, artinya pribadi yang
sanggup memperhitungkan diri, waktu dan tenaganya dan bersedia memikul resiko-resiko
rasa benci, rasa takut, rasa bersalah, rasa cemas, sebagai konsekuensi dari cara
berfikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan mengajar
Dari dua rumusan tentang tujuan konseling individual diatas dapat diambil makna bahwa
konseling pada hakekatnya bertujuan untuk memberikan bantuan kepada konseli sehingga
hubungan yang terjadi dalam konseling adalah merupakan “helping relationship” (hubungan yang
bersifat membantu). Dalam proses pemberian bantuan ini berlangsung suasana yang menunjang
pencapaian tujuan melalui pertalian antara kepribadian dan keterampilan konselor dengan konseli.
Langkah-langkah dalam
sebagai berikut:
xl
a. Persiapan, meliputi: kesiapan fisik dan psikis konselor, tempat dan lingkungan
b. Rapport, yaitu menjalin hubungan pribadi yang baik antara konselor dan klien
adanya rasa aman, bebas, hangat, saling percaya dan saling menghargai.
agar bersedia menceritakan persolan yang dihadapi dengan bebas dan terbuka.
masalah sampingan, serta masalah yang dihadapi klien sendiri maupun yang
xli
dicapai oleh klien, selanjutnya konselor menentukan tindak lanjut secara lebih
tepat, yang dapat berupa meneruskan suatu cara yang sedang ditempuh karena
telah cocok maupun perlu dengan cara lain yang diperkirakan lebih tepat
individual, yaitu: a. persiapan, yaitu tahapan dimana konselor mempersiapkan konseli untuk
masuk kedalam konseling. Tujuan dari persiapan ini ialah menciptakan perasaan-perasaan
tenang, bebas, tanpa tekanan dalam diri klien dan untuk membangun hubungan yang baik
dengan klien. Keterampilan dalam langkah ini yang harus dimiliki oleh konselor untuk
dengan tujuan melibatkan konseli dalam proses konseling, yang terdiri dari: menunjukkan
tahapan dimana konselor mulai memberi bantuan-bantuan konseling dalam arti yang
dimana konselor mampu mengartikulasikan pengalaman dan alasan dari perasaan tersebut,
serta mampu membahasakan konten dari ekspresi konseli, ketika konselor menyampaikan
kembali kepada konseli alasan dari perasaannya, dengan tujuan menunjukkan pemahaman
yang empatik terhadap pengalaman perasaan konseli dan membangun kontak psikologis yang
baik dengan konseli, memfasilitasi penelitian diri oleh konseli sendiri dengan
mengidentifikasi perasaan yang dinyatakan oleh konseli dan sebab-sebab yang ia sampaikan,
mencek taraf kemampuan konselor dalam hal memahami perasaan konseli, membangun dasar
dimana konselor dapat mempersonalisasi pemahaman konseli mengenai dirinya pada langkah
dengan tujuan untuk memungkinkan konseli memahami tujuan yang ingin ia capai dan apa
yang menjadi kebutuhannya berkenaan dengan situasinya, yang terdiri dari: meletakkan dasar
bagi tukar menukar tanggapan, personalisasi arti/maksud, masalah, perasaan dan tujuan (goal)
xlii
yang akan menghantarkan konseli dari tempat dia berada ke tempat dimana ia akan menjadi,
menunjukkan hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dan dengan meletakkan
langkah-langkah spesifik sedimikian rupa sehingga konseli sadar bahwa tujuan yang mau
dan menampilkan diri secara penuh ketika menerima dan berhadapan dengan
konseli baik secara verbal maupun non verbal, peka dalam menangkap dan
konseli), dan upaya belajar dari konseli dalam memberikan umpan balik
Ada lima hal yang yang harus disiapkan untuk keefektifan konseling
yaitu:
xliii
dengan konseli, toleransi terhadap klien, menunjukkan kematangan, sabar.
yang ideal dan hubungan terapiutik akan lebih rapat dan 4) keterampilan
klien akan memilih jalan yang yang baik untk mengatasi masalahnya,
dan manfaat bagi diri klien, 3) kecakapan intelektual klien, dimana makin
xliv
d. Kesiapan dari segi tempat dan lingkungan yang meliputi kondisi dan
dengan baik.
e. Kesiapan dari segi waktu yang meliputi kapan konseling akan dilakukan
Untuk menentukan apakah seorang konselor dapat dikatakan sebagai konselor yang efektif,
kurang efektif dan tidak efektif dalam melaksanakan konseling individual tidak sesederhana dan
semudah ungkapannya. Hal ini dikarenakan banyak sekali faktor yang mendukung dalam proses
konseling itu sendiri. Kualitas pribadi, sikap dasar, pengetahuan dan ketrampilan konselor sekolah
Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor sekolah mencakup keterampilan memahami
sifat-sifat klien, menilai situasi apakah persoalan klien mampu dibantu atau tidak, menciptakan
rapport, melaksanakan proses konseling secara efektif, atending meliputi: posisi badan yang baik,
kontak mata yang baik dan mendengarkan klien dengan baik, mengundang pembicaraan terbuka
meliputi membantu memulai wawancara, membantu klien menguraikan masalahnya dan membantu
memunculkan contoh-contoh perilaku khusus sehingga penjelasan klien dapat dipahami dengan lebih
baik, paraprase yaitu menyatakan kembali suatu kata atau prase secara sederhana. Tujuannya adalah
untuk mengatakan kembali kepada klien esensi dari klien dari apa yang telah dikatakan klien,
identifikasi perasaan yaitu membantu klien untuk menjelaskan perasaan-perasaannya sendiri, refleksi
perasaan yaitu membantu klien dengan cara memahami perasaanya dan sebagai pemeriksa persepsi
yang yang baik., konfrontasi yaitu guna membantu klien agar mengubah pertahanan yang telah
dibangunnya guna menghindari pertimbangan bidang tertentu dan untuk meningkatkan komunikasi
terus terang, meringkaskan yaitu suatu proses untuk memadu berbagai ide dan perasaan dalam satu
pernyataan pada akhir suatu wawancara konseling, menafsirkan, penerimaan, memberi ketenangan,
xlv
memimpin secara umum, mendengarkan, mengarahkan, memberi informasi, menghayati pikiran,
perasaan, dan cita-cita klien, menyimpulkan, memberikan dorongan, menggunakan alat atau teknik
pengubahan tingkah laku, menggunakan berbagai pendekatan konseling (Wibowo, 1986: 95-96).
kontak dengan klien yaitu: kepribadian yang matang dan penyesuaian diri yang baik,
memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif dan simpatik, memiliki
kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar, memahami
batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, memiliki minat yang
sosial, dan fisik, peka terhadap berbagai sikap dan reaksi, respek terhadap orang lain,
1986: 97-98).
Beberapa ahli, Brammer (1979), Carkhuf (1969), Shertzer dan Stone (1980) memberikan
rumusan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, menyatakan bahwa ada indikasi
xlvi
yang kuat, bahwa: “Keefektifan konseling yang dilakukan oleh konselor yang efektif berhubungan
dengan ciri-ciri kepribadian konselor itu sendiri” (dalam Hariyadi, 2000: 7). Lebih lanjut Brammer
mengemukakan ciri-ciri kepribadian konselor yang hendaknya dimiliki adalah: kesadaran akan nilai-
nilai, kemampuan menganalisis perasaan sendiri, kemampuan untuk berfungsi sebagai model dan
influencer, altruisme, perasaan yang kuat terhadap etika, dan tanggung jawab. Sedangkan hasil
penelitian Shertzer dan Stone menyimpulkan bahwa efektifitas konseling berkaitan erat dengan
karakteristik kepribadian konselor yakni: toleransi terhadap ambigiutas, kematangan, pemahaman diri,
kemampuan untuk memelihara jarak emosional dengan klien, dan kemampuan untuk memelihara
bahwa “Pada umumnya disepakati ada ciri-ciri pribadi yang berhubungan dengan
keberhasilan melaksanakan konseling” (dalam Hariyadi, 2000: 7). Akan tetapi tidak
disebutkan secara rinci pola kepribadian yang mana yang disepakati itu. Tyler sendiri
berpendapat bahwa sifat pribadi yang paling penting bagi konselor adalah sikap-
Dibawah ini akan di kemukakan tentang ciri-ciri konselor yang efektif sebagai
berikut:
dan mengikuti agenda klien serta memberikan alternatif-alternatif sarana dan arah
terhadap kasus).
yang luas).
4. Teori-teori psikologi dan konseling (memahami teori-teori dan bekerja atas dasar
xlvii
5. Pemahaman budaya (mampu berkomunikasi dengan klien dari berbagai latar
belakang budaya).
klien dalam wawancara dan tidak menyimpang ke hal-hal yang tidak relevan).
10. Teori umum (dengan aktif terlibat kedunia klien, dengan menguasai teori,
135-137)
Dari beberapa pendapat mengenai keefektifan konseling (konselor yang efektif dalam
kesimpulan secara umum dan luas bahwa: konselor yang efektif dalam melaksanakan konseling
individual ialah apabila konselor dapat melaksanakan tugas membantu klien dengan baik, dengan
sehingga masalah yang dihadapi klien (siswa) dapat terpecahkan secara memuaskan. Mengenai hal ini
maka dapat disusun tentang Konselor yang Efektif yang berdasarkan pada pengelompokkan atribut-
1. Keterampilan konselor
a. Memahami sifat-sifat klien, yang meliputi tahu gerak-gerik/tingkah laku klien, dan karakter
klien.
c. Menciptakan rapport yaitu menjalin hubungan pribadi yang baik antara konselor dan klien
xlviii
d. Melaksanakan proses konseling (persiapan, pendekatan masalah, pengungkapan masalah,
e. Atending yaitu menunjukkan kehadiran secara penuh dengan tujuan melibatkan konseli
dalam proses konseling yang meliputi: kualitas vokal, posisi badan yang baik, kontak mata
g. Paraprase yaitu menyatakan kembali suatu kata atau prase secara sederhana. Tujuannya
adalah untuk mengatakan kembali kepada klien esensi dari klien dari apa yang telah
dikatakan klien.
i. Refleksi perasaan yaitu membantu klien dengan cara memahami perasaanya dan sebagai
j. Konfrontasi yaitu guna membantu klien agar mengubah pertahanan yang telah dibangunnya
guna menghindari pertimbangan bidang tertentu dan untuk meningkatkan komunikasi terus
terang.
k. Meringkaskan yaitu suatu proses untuk memadu berbagai ide dan perasaan dalam satu
2. Sikap/Kepribadian konselor
Seorang konselor di
xlix
sifat-sifat kepribadian tertentu,
di antaranya:
c. Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan
lancar.
kalem/tenang, rendah hati, sabar, humoris, cerdas, kuat etika, wawasan luas,
Dari uraian di atas diketahui bahwa konselor yang efektif terletak pada
dimiliki dan dilaksanakannya secara baik atau tidak dari kedua atribut yakni:
l
a. Pengertian tingkat pendidikan
satu arah yang sama. Jika pengertian tersebut diperhatikan dan dibandingkan, maka dapat
dianalisis: Tingkat pendidikan adalah usaha seorang individu untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang diperoleh di bangku sekolah. Hal tersebut
diharapkan setelah lulus individu dapat menjadi anggota masyarakat yang memiliki ilmu,
cerdas, terampil, kreatif, penuh tanggung jawab, berbudi luhur, mencintai sesama manusia
non formal, dimana keduanya sama-sama berperan membentuk sikap dan tingkah laku
1). Pendidikan formal adalah pendidikan dari satuan pendidikan, lembaga pendidikan yang
diatur dalam Undang-Undang yang berlaku saat ini (UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem
2). Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh tidak melalui lembaga
keterampilan komunikasi efektif antara orang tua dan remaja di organisasi PKK.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini yang dimaksud dengan tingkat pendidikan
adalah tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh konselor dalam jenjang pendidikan
tinggi. Adapun pendidikan tinggi jurusan bimbingan konseling FIP-UNNES meliputi: D3, S1,
li
a). Pendidikan terdiri dari akademik dan profesional.
b). Sekolah tinggi, Institut, Universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau
profesional.
c). Akademik dan politeknik menyelenggarakan profesional (Ekosusilo dan Kasiadi, 1993:
130).
sekolah pada diri seseorang, juga unsur pendidikan dan pengalaman kerja memegang peranan
Konselor sekolah (School Counselor), ialah tenaga profesional, pria atau wanita
yang mendapat pendidikan khusus Bimbingan dan Konseling, secara ideal berijazah sarjana
dari FIP-IKIP, Jurusan/Program Studi Bimbingan dan Konseling atau Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, serta jurusan-jurusan/Program Studi yang sejenis. Para tamatan
tersebut setelah disekolah adalah menjadi tenaga khusus. Tenaga ini dapat disebut “Full-time
guidance counselor”, karena seluruh waktu dan perhatiannya dicurahkan pada pelayanan
bimbingan dan karena dialah menjadi penyuluh utama disekolah”, W.S Winkel, 1981 (dalam
telah memiliki pendidikan setingkat sarjana muda dari suatu lembaga pendidikan yang sah
dan memenuhi syarat untuk menjadi guru dalam tingkat sekolah di tempat dia ditugaskan.
Secara profesional seorang guru pembimbing hendaknya telah mencapai tingkat sarjana
pendidikan dengan mengikuti studi dalam bidang bimbingan. Dalam masa pendidikannya
seorang guru pembimbing harus menempuh mata kuliah tentang prinsip-prinsip dan praktik
bimbingan. Bidang yang harus dikuasainya meliputi bidang utama yang terdiri atas proses
konseling, pemahaman individu, informasi dalam bidang pendidikan dan jabatan, administrasi
bimbingan, prosedur penelitian, dan penilaian bimbingan. Bidang lain yang harus pula
dikuasai oleh seorang guru pembimbing sebagai bidang tambahan meliputi psikologi,
lii
Kaitannya dengan penelitian ini hanya akan dibahas lebih luas tentang pendidikan
formal. Lebih khusus lagi adalah pendidikan formal yang memiliki jenjang/tingkatan-
tingkatan tertentu seperti yang diatur dalam UU No. 2 tahun 1989. Inipun dibatasi hanya satu
Mengacu pada teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persyaratan formal dari
seorang konselor sekolah ada 2 yaitu minimal sarjana muda BK (D3 BK), dan sarjana BK (S1
BK) itu sendiri, dimana dilihat dari lama pendidikan, SKS yang harus ditempuh, persyaratan
kelulusan dan tujuan pendidikan antara D3 BK dan SI BK berbeda. Maka diasumsikan akan
berbeda pula keefektifan konselor dalam melaksanakan layanan konseling antara konselor
dengan tingkat pendidikan S1 BK akan lebih efektif dalam melaksanakan layanan konseling
melakukan kegiatan atas dasar pengalaman yang telah dimilikinya, seseorang akan
liii
Pengalaman-pengalaman itu menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan yang
selalu memberitahukan kepada diri untuk menentukan sikap perilaku yang diinginkan
atas dasar pengalaman masa lalunya. Namun demikian pengalaman seseorang bisa
menjadi guru dalam hidupnya dan bisa pula hanya menjadi sekedar kenangan sehingga
Pengalaman kerja sebagai konselor sekolah adalah masa kerja yang ditandai
dengan lamanya seorang konselor sekolah melaksanakan tugas profesinya. Masa kerja
ini memiliki peranan penting terhadap keefektifan konselor dalam melaksanakan tugas-
tugasnya.
objek psikologis cenderung akan membentuk suatu sikap negatif terhadap objek tersebut”
atau unjuk kerja yang negatif, karena perilaku pada umumnya merupakan manifestasi
dari sikap seseorang. Perilaku yang negatif ini akan melahirkan ketidakefektifan konselor
Fazio dan Zana (1978) juga mengemukakan “Sikap yang terbentuk melalui
pengalaman langsung mengenai suatu objek hasilnya lebih kuat dan lebih melekat”
pengalaman langsung ternyata lebih tahan terhadap perubahan daripada sikap yang
pengalaman kerja konselor 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, dan > 24 tahun
liv
individu, termasuk didalamnya pembentukan sikap dan perilaku. Interaksi sosial yang
positif akan melahirkan sikap dan perilaku yang positif. Jika sikap dan perilaku kerjanya
positif maka hal ini akan mengantarkannya kepada konselor yang efektif, begitu juga
pengalaman mengajar atau praktik bimbingan dan konseling selama dua tahun, ditambah
satu tahun pengalaman kerja diluar bidang persekolahan, tiga bulan sampai enam bulan
praktik konseling yang diawasi dan pengalaman-pengalaman yang baik dalam kegiatan
Kaitannya dalam penelitian ini, pengalaman kerja langsung bisa dilihat dari
masa kerja konselor di sekolah. Masa kerja adalah menunjuk kepada berapa lama
bermacam-macam, yang terdiri dari: “Cadet Teacher, Executive Teacher, Lead Teacher,
Teacher, Special Teacher, Teacher Assiten, Teacher Intern dan Team Leader”,
Semua jenis guru mata pelajaran tersebut bertanggung jawab untuk mengajar,
kendati tingkat otoritasnya tidak sama. Dari semua jenis staf profesional tersebut dibagi
1). Guru Provisional (Provisional Teacher), merupakan anggota staf yang telah
menempuh program pendidikan guru, tetapi belum memiliki atau masih kurang
pengalaman mengajar. Tingkatan guru ini sering disebut sebagai regular teacher,
guru baru (beginning teacher), atau teacher provisional. Guru mata pelajaran yang
masuk pada kategori ini yaitu guru dengan masa kerja 0 tahun - 14 tahun.
menyusun rencana dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari yang menjadi tugas staf
lv
pengajar. Guru dalam jenis ini harus memiliki pengalaman mengajar dikelas. Guru
mata pelajaran yang masuk pada kategori ini yaitu guru dengan masa kerja 15 tahun
- 24 tahun.
3). Guru Profesional (Professional Teacher), senior teacher, master teacher dan
merupakan seseorang yang telah menempuh program pendidikan guru dan telah
berpengalaman dalam mengajar dalam waktu yang lama. Guru-guru ini diharapkan
dan dikulifikasikan untuk mengjar dikelas yang besar dan bertindak sebagai
pimpinan bagi para anggota staf lainnya. Guru mata pelajaran yang masuk dalam
Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, masa kerja kerja konselor
1). Konselor dengan masa kerja rendah, yaitu konselor sekolah dengan masa kerja 0
tahun - 11 tahun.
2). Konselor dengan masa kerja sedang, yaitu konselor sekolah dengan masa kerja 12
tahun - 23 tahun.
3). Konselor dengan masa kerja tinggi, yaitu konselor sekolah dengan masa kerja > 24
tahun.
Rasional dibagi menjadi tiga kategori masa kerja konselor (rendah, sedang dan
tinggi) dengan jarak masing-masing masa kerja selama 11 tahun, yaitu dihitung dari
masa kerja konselor seluruhnya selama 35 tahun, yang diperoleh dari masa kerja
terakhir/masa pensiun konselor (65 tahun), dikurangi dengan masa kerja pertama
konselor (25 tahun), setelah mahasiswa berada pada semester terakhir (semester XIV)
dan mempunyai kesempatan yang terakhir untuk menuntut ilmu S1 dalam sebuah
Perguruan Tinggi.
konselor sekolah meskipun mempunyai pengertian yang sama, namun dari segi masa
tanggung jawab dan tugas pekerjaan sendiri-sendiri, dan menuntut kompetensi yang
lvi
serasi dengan tugasnya, maka diasumsikan akan berbeda pula keefektifan konselor dalam
melaksanakan layanan konseling individual antara konselor sekolah dengan masa kerja 0
tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, dan > 24 tahun menurut persepsi klien. Dimana
konselor sekolah dengan masa kerja tinggi yaitu > 24 tahun akan lebih efektif dalam
masa kerja sedang yaitu 12 tahun - 23 tahun, dan dengan konselor sekolah dengan masa
a. Pengertian gender
yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat” (Umar, 1999: 33). Pendapat ini sejalan dengan pendapat
H.T Wilson dalam Sex and Gender yang mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk
menentukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan
kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini
Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari konstruksi sosial dan budaya. Ia menekankannya sebagai konsep
analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. Berbeda
halnya dengan pendapat Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender:
dan perempuan (Cultural Expectations For Women and Men) (Umar, 1999: 40).
Bahasa Indonesia, namun istilah tersebut sudah lazim digunakan khususnya di kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Gender disini diartikan
sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yaitu laki-laki dan
lvii
perempuan. Gender biasanya digunakan untuk menunjukan pembagian kerja yang
kedudukannya sebagai warga negara. Namun betapapun hebat perjuangan feministis ini,
fundamental antara kaum pria dan wanita (Kartono, 1992: 177). Perbedaan-
1). Betapapun baik dan cemerlangnya intelengensi wanita, namun pada intinya wanita
itu hampir tidak pernah mempunyai intersse menyeluruh pada soal-soal seperti
kaum laki-laki. Hal ini antara lain bergantung pada struktur otaknya serta misi
hidupnya. Jadi wanita itu pada umumnya lebih tertarik pada hal yang praktis dari
pada teoritis.
2). Kaum wanita lebih praktis, lebih langsung dan meminati segi-segi kehidupan
Sedang kaum pria pada umumnya cuma mempunyai interesse, jika peristiwanya
tendensi tertentu, sesuai dengan minat pria, atau ada kaitannya dengan diri sendiri.
konkrit, sedang kaum laki-laki lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang bersifat
abstrak.
3). Wanita pada umumnya sangat bergairah, vivid dan penuh vitalitas hidup, karena
itu wanita lebih spontan dan impulsif. Sehubungan dengan hal ini mereka disebut
sebagai makhluk yang memiliki keremajaan dan penuh kelincahan hidup. Sehingga
tepat kiranya bila wanita berfungsi sebagai teman bergaul bagi kaum laki-laki,
lviii
karena laki-laki pada umumnya selalu tertarik pada keremajaan dan kesegaran
sifat-sifat wanita.
4). Wanita pada hakikatnya lebih bersifat hetero-sentris dan lebih sosial, karena itu
lebih ditonjolkan sifat kesosialannya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
terutama pada “penderitaan” orang lain. Karena itu mencari obyek perhatiannya
diluar dirinya sendiri, terutama suami dan anak-anaknya, juga berminat pada
lebih suka berfikir pada hal-hal yang zakelijk. Mereka lebih obyektif dan essensial.
Memang adakalanya kaum pria mengerahkan dirinya pada partnernya (Aku lain),
sekejap/sebentar saja selanjutnya kembali pada diri sendiri, yakni memikirkan diri
sendiri.
5). Wanita lebih mengarah keluar, kepada subyek lain. Pada setiap kecenderungan
kewanitaannya, misalnya pada caranya bergaya dan berhias, secara primer wanita
seks lain. Karena itu kebebasan dan suka berhias dalam batas-batas normal
merupakan bukti bahwa dalam dirinya terdapat instelling sosial yang murni
feminim dan sehat. Sebab wanita yang sudah tidak berhasrat lagi untuk
memperindah dirinya, dan tidak mau berhias sama sekali, lagi pula acuh tak acuh
penampakan dirinya, wanita semacam ini tidak memiliki daya tarik lagi. Ia adalah
anaknya harus dituntun dengan penuh rasa keibuan dan diarahkan. Oleh karena itu
wanita senantiasa terbuka hatinya bagi orang lain dan lebih mudah mengakseptir
(Aku lain). Sehubungan dengan sosialitasnya ini, wanita cepat bersedia membuka
diri bagi aku lain. Karena itu ia dikenal dengan sebutan “terminus terpercaya”
6). Kaum laki-laki disebut lebih egosentris/self oriented. Pria cenderung berperan
lix
khususnya bagi kemajuan, dan menganggap dunia ini sebagai miliknya, sebagai
ruang untuk berprestasi dan siap kerja. Segenap kegiatan dan hidupnya senantiasa
dikaitkan pada macam-macam proyek dan material dari karyanya. Dia selalu
berusaha mengejar cita-citanya dengan segala macam sarana dan upaya, baik upaya
yang luhur maupun yang jahat. Oleh karena itu hidupnya dianggap sebagai
substansi yang otonom; juga dilihat sebagai satu prospek yang mengarah pada
masa jauh ke depan. Berkaitan dengan ini kegiatan kaum laki-laki itu bersifat
ekspanif dan agresif; yaitu penuh daya serang untuk menguasai situasi dan ruang
sebaliknya biasanya ia tidak agresif. Sifatnya lebih pasif, lebih “besorgent”, lebih
manusia lain. Oleh fungsinya sebagai “pemelihara” itu wanita dibekali oleh alam
dengan sifat-sifat kelembutan dan keibuan, tanpa mementingkan diri sendiri, dan
7). Menurut Prof. Heymans, perbedaan antara laki-laki dan perempuan terletak pada
Pada kaum wanita fungsi sekunderitasnya tidak terlihat dibidang intelek, akan
tetapi pada perasaan. Oleh karena itu nilai perasaan dari pengalaman-
8). Kebanyakan wanita kurang berminat pada masalah politik; terlebih-lebih politik
yang menggunakan cara-cara licik, munafik, dan kekerasan. Sikap tidak berminat
ini disebabkan oleh karena tindak politik itu di anggap kurang sesuai dengan nilai-
nilai etis dan perasaan halus wanita. Juga dari bidang intelek, kaum wanita lebih
memilih bidang dan pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi emosional
dan pembentukan perasaan. Misalnya pekerjaan guru, juru rawat, pekerja sosial,
bidan, dokter, seni, dan lain sebagainya. Oleh emosi yang kuat, wanita lebih cepat
lx
mereaksi dengan penuh ketegasan; dia lebih cepat berkecil hati, bingung, takut, dan
cemas. Akan tetapi jika menghadapi bahaya yang benar-benar laten, apalagi jika
dalam menghadapi bahaya tersebut biasanya bersifat tabah dan kuat. Sehubungan
dengan hal ini tampaknya seperti terdapat “kontra indikasi” pada kehidupan
perasaan wanita. Yaitu ada kalanya bersifat mudah tegang, cemas, akan tetapi juga
9). Wanita juga sangat peka terhadap nilai estetis. Hanya saja pada umumnya mereka
kurang produtif. Hal ini terutama disebabkan oleh sangat kurangnya kesempatan
halus dan unsur keibuan yang penuh kelembutan, pada umumnya wanita kurang
berminat pada pelontaran kritik-kritik tajam dibidang politik, kesenian, dan budaya.
Mereka lebih suka menikmati hasil seni yang “indah” dari ketiga bidang itu.
10). Dalam kehidupan sehari-hari, wanita lebih aktif dan resolut tegas. Diantara
seorang wanita sudah memilih sesuatu dan telah memutuskan untuk melakukan
selanjutnya. Hal ini berbeda sekali dengan kaum laki-laki yang masih saja bimbang
hati, dan masih saja terombang ambing diantara pilihan menolak dan menyetujui.
Dengan begitu, wanita pada hakikatnya lebih spontan, dan lebih mempunyai
11). Pada kaum pria terdapat garis pemisah yang jelas, antara kehidupan psikis dengan
kehidupan indrawi, dan antara interesse pribadi dengan tugas kewajiban yang
formal sehari-hari. Dia menghayati pemisahan ini sebagai elemen yang terintegrasi
demi kepribadiannya. Ia menyadari, betapa eratnya diri sendiri itu terkait pada
Oleh kesadaran itu ia ingin lebih berdiri diluar pagar sebagai “pengamat” dan
lxi
ingin lebih otonom. Bahkan seringkali bersikap agresif menghadapi kontraindikasi-
12). Kesatuan totalitas dari tingkah laku wanita bukan terletak pada kesadaran obyektif
menuju pada satu tujuan, akan tetapi lebih terletak pada pada kehidupan
perasaannya, yang didorong oleh efek-efek dan sentimen-sentimen yang kuat. Jika
dan mengadili semua tingkah laku serta pribadi yang dibencinya. Dia tidak
bisa/tidak mau membedakan antara person/pribadi orang yang dibenci itu dengan
tingkah laku/perbuatan orang tersebut. Dari segala sesuatu yang keluar dari orang
yang dibencinya itu, baik/buruk, pasti diterima dengan prasangka dan rasa antipati.
14). Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, perbedaan kaum laki-laki dan wanita itu
bukan terletak pada adanya perbedaan yang essential dari temperamen karaternya,
masyarakat. Jadi ada perbedaan dalam nuansa kualitatif dan bukan perbedaan
lxii
(tingkatan), grup-grup terstruktur, yang berkaitan dengan tugas
kelompok semacam ini (Prihatono, 1986: 37). Hal yang sama juga
(Satmoko,1995: 449).
Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang
timbul akibat perbedaan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologi (sex)
kelamin inilah yang disebut gender. Adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki
tidak dapat disangkal, itulah kodrat masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari
segi biologis, Al-Quran mengingatkan: “Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan
yang dianugerahkan Allah terhadap sebagian kamu atas sebagian yang lain. Laki-laki
mempunyai hak atas apa atas apa yang diusahakannya” (Q.S An-Nisa/4: 32).
Perbedaan yang ada tentu mengakibatkan perbedaan fungsi utama yang harus masing-
masing emban. Secara umum Al-Quran mengakui adanya perbedaan (distinction) antara
(diskrimination) yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya.
dibedakan oleh identitas jenis kelamin, bentuk, anatomi biologis lainnya, melainkan juga
faktor interaksi sosial budaya dalam masyarakat. Pengaruh perbedaan ini sangat
mempengaruhi pola kehidupan dan sikap dari masing-masing, bahwa laki-laki memiliki
harapan/keinginan yang lebih tinggi dari perempuan dalam jalan kehidupannya adalah
sah saja, begitu pula sebaliknya. Seorang laki-laki karena pertimbangan struktur sosial
budaya dalam masyarakat dituntut untuk memiliki harapan terhadap peran sosial yang
lxiii
kelompok. Pertama teori yang mengatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan ditentukan oleh faktor biologis atau biasa disebut teori nature. Perbedaan
tersebut melahirkan pemisahan fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan. Kedua teori yang mengatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan ditentukan oleh faktor budaya atau biasa disebut dengan teori nurture (Umar,
1999: 31-39).
Mengacu pada kedua teori yang disampaikan oleh Nasaruddin Umar dapat
ditarik kesimpulan bahwa perbedaan kedua jenis kelamin antara pria dan wanita bukan
semata-semata ditentukan oleh faktor biologis, tetapi lebih dari itu sesungguhnya
perbedaan kedua jenis kelamin antara pria dan wanita dikonstruksikan oleh budaya
dalam melaksanakan konseling individual antara konselor pria dan wanita menurut
persepsi klien.
Berbicara tentang keefektifan konselor sekolah dalam melaksanaan tugasnya adalah berbicara
“performance” (unjuk kerja konselor). Tentang bagaimana “performance” (unjuk kerja) seorang konselor
di sekolah akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal ialah semua hal yang bersumber dari dalam diri konselor itu sendiri, sedangkan faktor
eksternal adalah semua hal yang bersumber dari luar diri konselor.
Disamping kedua atribut yang menandai konselor yang efektif seperti tersebut
diatas, beberapa faktor internal yang menurut penulis ikut memberi kontribusi terhadap
unjuk kerja konselor, sehingga mengantarkannya sebagai konselor yang sangat efektif,
efektif, cukup efektif, agak kurang efektif dan kurang efektif yaitu: tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, dan gender konselor.
F. Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari
2. Ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari masa
kerja konselor 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, dan > 24 tahun menurut persepsi klien.
lxiv
3. Ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari
lxv
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian. Penelitian dilakukan untuk mengumpulkan data secara obyektif dan dilakukan
dengan prosedur yang jelas dan dapat dilacak secara empiris berdasarkan pada bukti-
bukti yang memungkinkan. Bukti-bukti tersebut dikumpulkan melalui metode yang jelas
dan sistematis. Metode penelitian sebagaimana kita kenal sekarang memberikan garis-
garis yang sangat cermat dan mengajukan syarat-syarat yang keras pula. Maksudnya
adalah untuk menjaga agar pengetahuan yang dicapai dari suatu penelitian mempunyai
diperlukan dalam penelitian. Dengan kata lain, metode penelitian akan memberikan
Penggunaan metode penelitian harus tepat dan mengarah pada tujuan penelitian,
serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berikut akan dibahas mengenai jenis
penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, metode dan alat pengumpulan data,
A. Jenis Penelitian
Pada dasarnya jika melihat judul penelitian ini maka tergolong penelitian
komparatif sebab bertujuan guna membandingkan dua atau tiga jenis kelompok,
lxvi
Penelitian komparasi adalah jenis penelitian deskriptif yang ingin menjawab
secara mendasar tentang sebab akibat yang dijadikan dasar pembanding, namun
suatu ide atau suatu prosedur. Dapat juga membedakan pandangan group atau negara
Dalam penelitian ini adalah mencari jawaban secara mendasar sebagai dasar
1. Dua kelompok tingkat pendidikan konselor yaitu D3 Bimbingan dan Konseling dan S1
2. Tiga kelompok masa kerja konselor yaitu 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, dan >
24 tahun.
Populasi Penelitian
populasi dibatasi sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai
sifat yang sama (Hadi, 1988: 220). Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian
(Arikunto, 1998: 115). Disebutkan pula bahwa populasi maknanya berkaitan dengan
elemen, yaitu unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bisa berupa
lxvii
organisasi. Dengan kata lain populasi adalah kumpulan dari sejumlah elemen
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi adalah sejumlah individu dalam
wilayah individu penelitian yang mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama.
Populasi dapat dibedakan berdasarkan keanggotaanya, sifatnya, dan idealismenya, antara lain
sebagai berikut:
1). Populasi finit, yaitu populasi dengan jumlah individu tertentu dan pasti.
2). Populasi infinit, yaitu populasi dimana jumlah anggota dalam populasi tidak pasti.
1). Populasi homogen yaitu sumber data yang unsurnya memiliki sifat yang sama sehingga tidak
2). Populasi heterogen yaitu sumber data yang unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang
bervariasi sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
1). Populasi target yaitu populasi dimana peneliti ingin menggeneralisasikan hasil penelitian
secara ideal.
2). Populasi realistis yaitu populasi dimana peneliti memilih objek penelitian.
b. Studi populasi akan memberikan hasil penelitian yang lebih akurat, karena semua
sekolah diteliti.
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh siswa di SMA Negeri se-Kota
Semarang tahun ajaran 2004/2005. Adapun ciri-ciri tentang siswa yang dimaksud, sebagai berikut:
a. Siswa sudah pernah mengikuti konseling individual dikarenakan sedang mengalami permasalahan
baik pribadi, sosial, karir dan lainnya dari masing-masing konselor disekolahnya.
lxviii
b. Kelas bebas, jenis kelamin bebas, masalah yang diatasi bebas, prosedur konseling bebas.
c. Dalam proses konseling individual minimal siswa sudah dua kali (2X) pertemuan/tatap muka
dalam satu penyelesaian masalah. Hal ini dimaksudkan supaya siswa telah memiliki pengalaman
ditempuh karena hanya guru pembimbimbinglah yang mengetahui secara pasti siapa-
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan lengkap mengenai jumlah
populasi siswa dengan ciri-ciri yang sudah disebutkan diatas yang tersebar di 16
SMA Negeri se-Kota Semarang tahun ajaran 2003/2004 dapat dilihat pada tabel 1, 2
lxix
4. SMA N 4 Semarang 6 siswa 6 siswa 12
5. SMA N 5 Semarang - 18 siswa 18
6. SMA N 6 Semarang - 6 siswa 6
7. SMA N 7 Semarang - 9 siswa 9
8. SMA N 8 Semarang 3 siswa - 3
9. SMA N 9 Semarang - 9 siswa 9
10. SMA N 10 Semarang - 6 siswa 6
11. SMA N 11 Semarang - 15 siswa 15
12. SMA N 12 Semarang - 3 siswa 3
13. SMA N 13 Semarang 6 siswa - 6
14. SMA N 14 Semarang - 9 siswa 9
15. SMA N 15 Semarang - 10 siswa 10
16. SMA N 16 Semarang - 3 siswa 3
J u m l a h 24 siswa 130 siswa 154
lxx
5. SMA N 5 Semarang 6 siswa 12 siswa 18
6. SMA N 6 Semarang 3 siswa 3 siswa 6
7. SMA N 7 Semarang 3 siswa 6 siswa 9
8. SMA N 8 Semarang - 3 siswa 3
9. SMA N 9 Semarang 6 siswa 3 siswa 9
10. SMA N 10 Semarang - 6 siswa 6
11. SMA N 11 Semarang 6 siswa 9 siswa 15
12. SMA N 12 Semarang - 3 siswa 3
13. SMA N 13 Semarang - 6 siswa 6
14. SMA N 14 Semarang 3 siswa 6 siswa 9
15. SMA N 15 Semarang - 10 siswa 10
16. SMA N 16 Semarang - 3 siswa 3
J u m l a h 46 siswa 108 siswa 154
C. Variabel Penelitian
variabel:
1. Jenis Variabel
Variabel dalam sebuah penelitian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu variabel
bebas (independen variable) dan variabel tergantung (dependen variable), yang masing-
masing diberikan lambang “X” dan “Y” (Suharsimi Arikunto, 1998: 101). Variabel
bebas atau “X” adalah variabel yang menjadi sebab terjadinya variabel tergantung atau
Berdasarkan pada pengertian variabel diatas dan judul dalam penelitian ini, maka
dalam penelitian ini tidak ada variabel bebas maupun variabel terikatnya, karena variabelnya
tunggal. Selain itu penelitian ini hanya ingin meneliti tentang Perbedaan, dan bukan meneliti
tentang ada tidaknya hubungan ataupun meneliti tentang ada tidaknya pengaruh. Variabel yang
Seperti diuraikan diatas bahwa dalam penelitian ini hanya ada satu veriabel yakni
tersebut dalam penelitian ini akan menjadi bahasan yang akan diungkap dari populasi
penelitian yakni siswa yang sudah pernah mendapatkan konseling individual dari
pribadi, sosial, belajar dan karier, dengan minimal 2X tatap muka dalam satu
penyelesaian masalah. Jadi dalam penelitian ini tidak ada hubungan antar variabel.
lxxii
D. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data merupakan suatu cara yang ditempuh oleh peneliti
untuk memperoleh data yang akan diteliti. Data merupakan faktor yang penting, karena
dengan adanya data dapat ditarik suatu kesimpulan. Untuk memperoleh dan
menyimpulkan data digunakan suatu cara atau alat yang tepat agar kesimpulan yang
diambil tidak menyesatkan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk
psikologi merupakan alat ukur aspek psikologis atau atribut afektif (Azwar, 2000: 2).
memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subyek yang
c. Respon tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan dari
pertanyaan/pernyataan.
Karena penelitian ini akan mengungkap aspek psikologis yakni persepsi, maka
alat pengmpulan datanya menggunakan skala persepsi. Skala persepsi berujud kumpulan
lxxiii
pernyataan-pernyataan persepsi yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa,
sehingga respon seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor atau angka
yang kemudian dapat diinterpretasikan. Skala persepsi tidak hanya terdiri dari satu
stimulus atau satu pernyataan saja, namun bisa selalu berisi banyak item (Azwar, 2000:
105).
Skala persepsi harus dirancang dengan hati-hati, metode kontruksi yang benar dan
ketepatan memberikan skor atas respon. Karena sebagai instrumen psikologis skala
persepsi dituntut memenuhi kualitas dasar alat ukur yang standar, baik validitas,
Dalam penelitian ini skala persepsi yang digunakan adalah skala persepsi model
pendapat yang positif dan negatif. Dalam penskalaan yang akan dikembangkan adalah
mengikuti model Skala Likert dengan lima buah pilihan alternatif jawaban atas
pernyataan yang ada, yakni: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS) Tidak
Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sementara dalam penelitian ini guna
menghindari responden yang cenderung pasif dan cenderung memilih posisi aman tanpa
memberikan jawaban yang pasti, maka pilihan jawaban “Kurang Sesuai” (KS) tidak
dijadikan salah satu bagian pilihan, sehingga responden akan menilai pernyataan dengan
jawaban, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Adapun jawaban untuk masing-masing soal dibuat skalanya menurut rangkaian
kesatuan (kontinum) yang terdiri dari empat point dengan memberikan skor tertentu, dan
lxxiv
penskorannya sangat tergantung kepada jenis pernyataan, apakah unfavorable (negatif)
atau favorable (positif). Jika pernyataan unfavorable (negatif) skornya dari nilai yang
Sesuai (S) :2
yang paling tinggi ke nilai yang paling rendah, yaitu jika jawaban:
Sesuai (S) :3
Dengan dasar obyek persepsi dalam penelitian ini serta rambu-rambu penyusunan
skala persepsi tersebut diatas, maka dapat disusun rancangan atau kisi-kisi instrumen
lxxv
lxxvi
lxxvii
lxxviii
lxxix
E. VALIDITAS DAN RELIABILITASI
Agar memenuhi kriteria instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting
yaitu: valid dan reliabel. Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang seiring berkaitan dan sangat
atau kesahihan suatu instrumen, maka dengan ini suatu instrumen valid atau sahih
juga dikatakan mempunyai validitas yang tinggi (Arikunto, 1998: 160). Untuk
mendapatkan alat pengumpul data yang baik khususnya skala psikologi perlu
disusun diuji cobakan. Suatu instrumen disebut valid jika data yang dihasilkan
secara keseluruhan. Jenis validitas dalam penelitian ini adalah validitas konstruksi
karena item diturunkan dari teori. Dengan kata lain ditetapkan terlebih dahulu definisi
subjek yang sama atau berbeda (Danim, 1997: 199). Reliabilitas juga
lxxx
dipercaya dan diandalkan sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 1998:
171).
Untuk menentukan validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini, maka dapat dilakukan
1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas internal, yaitu
suatu instrumen disebut valid jika data yang dihasilkan menunjukkan adanya kesesuaian
antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Adapun jenis uji
validitas internal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas butir, yaitu sebuah
instrumen yang memiliki validitas tinggi jika butir-butir yang membentuk instrumen
Validitas instrumen sebagai alat ukur diuji dengan homogenitas item yaitu dengan
mengkorelasikan antara skor item/butir dengan skor total, dan mengkorelasikan skor faktor
dengan skor total. Untuk itu rumus yang digunakan yaitu rumus korelasi “Product Moment” oleh
N (Σ XY) – (ΣXY)
rxy =
[ NΣ X2 – (ΣX)2 ] [ NΣY2 – (ΣY)2 ]
Keterangan:
N = banyaknya subyek
lxxxi
Y² = Kuadrat dari skor total (Arikunto, 1996 : 160)
2. Uji Reliabilitas
k Σσb2
r11 = [ ] [ 1 − ]
2
(k–1) σt
Keterangan:
2
σt = Varians total (Suharsimi Arikunto, 1996: 191)
Hasil perhitungan reliabilitas yang telah diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan r tabel,
Kriteria reliabilitas:
lxxxii
0,400 – 0,599 kriteria cukup
Metode analisis data merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mengolah data hasil penelitian guna memperoleh kesimpulan. Ada dua analisis yang
dapat digunakan yaitu analisis statistik dan analisis non statistik (Hadi, 1984: 221).
Sesuai dengan tujuan penelitian, jenis pengukuran skala variabel, instrumen yang
dikembangkan, serta hipotesis yang dikembangan maka penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian
yang jenis datanya bersifat kuantitatif yang sifatnya numerikal. Maknanya belum menggambarkan apa
adanya sebelum dilakukan pengolahan dan analisis lebih lanjut. Salah satu cara untuk mengolah dan
menganalisis data kuantitatif adalah statistika. Menurut Hadi (1984: 221) analisis statistika adalah
variabel yang diteliti. Dalam hal ini variabel yang akan diteliti dengan menggunakan
a). Bagaimanakah keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari
b). Bagaimanakah keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari
pengalaman kerja konselor 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, > 24 tahun menurut
persepsi klien.
lxxxiii
c). Bagaimanakah keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual ditinjau dari
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis persentase dengan
penskoran model Likert, dengan skor tertinggi 4 dan skor terendah 1, yang digunakan
konseling individual ditinjau dari tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan gender
Mean tertinggi = 4
Mean terendah = 1
Banyak kelas = 5 (kurang efektif, agak kurang efektif, cukup efektif, efektif dan sangat
efektif)
Tabel 5.
Teknik persentase untuk analisis Desakriptif tentang Tingkat
keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling
individual
No Interval Mean Interval persentase skor Kriteria
1 1,0 – 1,6 25,00% - 40,00% Kurang efektif
2 1,7 – 2,2 40,01% - 55,00% Agak kurang
efektif
3 2,3 – 2,8 55,01% - 70,00% Cukup efektif
4 2,9 – 3,4 70,01% - 85,00% Efektif
5 3,5 – 4,0 85,01% - 100,00% Sangat efektif
Analisis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebagaimana
dijelaskan pada bab sebelumnya. Mengenai uji hipotesis ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hipotesis pertama
lxxxiv
“Ada perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
Untuk menguji hipotesis tersebut diatas digunakan uji statistik U Mann Whitney, dengan
rumus:
U – (1/2.n1.n2)
z =
1/12.n1.n2.(n1 + n2 + 1)
b. Hipotesis kedua
ditinjau dari pengalaman kerja konselor 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 23 tahun, > 24
tahun menurut persepsi klien di SMA Negeri se-Kota Semarang tahun ajaran
2004/2005”.
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji statistik Kruskal Wallis yang dilanjutkan
12
U = + [ Σ Rj² / nj ] – 3 [n + 1]
n (n + 1)
Yang kemudian dilanjutkan dengan uji statistik U Mann Whitney, dengan rumus:
U – (1/2.n1.n2)
z =
1/12.n1.n2.(n1 + n2 + 1)
c. Hipotesis ketiga
ditinjau dari gender konselor pria dan wanita menurut persepsi klien di SMA Negeri se-
Kota Semarang tahun ajaran 2004/2005”. Untuk menguji hipotesis tersebut diatas
U – (1/2.n1.n2)
z =
1/12.n1.n2.(n1 + n2 + 1)
lxxxv
BAB IV
Pada bab ini akan diuraikan dan dilaporkan hasil penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Desember 2004 dan Januari 2005 di SMA Negeri
se-kota Semarang tahun ajaran 2004-2005. Laporan ini terdiri dari dua
data, hasil uji coba instrumen, pengumpulan data dan hasil analisis data, dan
A. Hasil Penelitian
1. Proses Perijinan
kota Semarang.
lxxxvi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian Populasi. Dalam penelitian
ini ada 2 yaitu populasi lokasi dan populasi responden yang sudah pernah
tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan gender konselor. Populasi ini sekaligus
orang, jumlah klien yang konseling individual dengan konselor yang mempunyai
orang, jumlah klien yang konseling individual dengan konselor yang mempunyai
masa kerja 12 tahun - 23 tahun = 58 orang, dan jumlah klien yang konseling
individual dengan konselor yang mempunyai masa kerja > 24 tahun = 27 orang.
Dan jumlah klien yang konseling individual dengan konselor jenis kelamin pria =
37 orang, jumlah klien yang konseling individual dengan konselor jenis kelamin
wanita = 62 orang.
orang
lxxxvii
b. Dilihat dari kelas klien: kelas I = 23, kelas II = 43, kelas III IPA = 19, kelas III
c. Dilihat dari jumlah konseling dalam satu penyelesaian masalah: satu kali (1X)
= 3, dua kali (2X) = 15, tiga kali (3X) = 51, empat kali (4X) = 22, lima kali
(5X) = 8
komposisi responden hampir seimbang dilihat dari jenis kelaminnya. Dilihat dari
individual adalah II, III, dan I. Hal ini menunjukkan bahwa responden dari kelas
II sangat rentan mengalami permasalahan. Dilihat dari jumlah tatap muka dalam
besar adalah masalah pribadi dan masalah pribadi, belajar. Hal ini merupakan
seringkali masalah pribadi ini terkait erat dengan masalah belajar. Kelima, dilihat
lxxxviii
sebagian besar responden mempunyai kemauan sendiri untuk menemui konselor
bidang studi dengan penekanan tugas yang berbeda. Lebih dari itu hal tersebut
akan memberikan dampak yang positif bagi siswa yang lain untuk memiliki
juga cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa konselor sekolah sangat peduli
berikut:
wanita = 24 orang
instrumen yang dijabarkan dari kajian teori maka final dari alat
pengumpul data yang berupa skala persepsi ini adalah 139 item
pernyataan.
dengan jumlah responden 154 orang, maka uji coba intrumen yang
xc
beberapa sekolah yang merupakan perwakilan dari masing-masing
wilayah tengah) dengan jumlah konselor 6 dan jumlah klien 18, SMA
xci
tanggal 23 Desember 2004 di SMA N 10, dan tanggal 24 Desember di
a. Validitas
kebenaran dari alat ukur ditinjau dari segi kecocokan dengan teori
sehingga dapat diketahui item yang valid dan tidak valid setelah
dinyatakan tidak valid yaitu nomor 2, 8, 10, 16, 17, 20, 24, 27, 31,
32, 37, 54, 98, dan 119, dengan masing-masing rhitung sebesar 0,262,
0,248. 0,207, -0,037, -0,027, 0,249, 0,130, 0,130, -0,260, 0,222, 0,253, -
0,005, 0,048, dan 0,083 kurang dari rtabel 0,266, yang selanjutnya
telah terwakili.
xcii
b. Reliabilitas
diperoleh r11 = 0.963 > r tabel = 0.266 pada taraf kesalahan 5%,
5. Pengumpulan Data
Negeri 7, SMA Negeri 8, SMA Negeri 9, SMA Negeri 10, SMA Negeri 11, SMA
Negeri 13, SMA Negeri 14, SMA Negeri 15 dan SMA Negeri 16 di Kota
Semarang.
xciii
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Desember di SMA N 15 dan
Desember 2004 di SMA N 7 dan SMA N 14, tanggal 10 Januari 2005 di SMA N
prestasi belajar, prosedur atau cara pengisian, seperti tercantum dalam instrumen
Dalam penelitian ini analisis data ditempuh dengan metode: analisis deskriptif
dan analisis Kruskal Wallis. Berikut akan disajikan kedua analisis tersebut:
xciv
a. Analisis Deskriptif
Mean tertinggi = 4
Mean terendah = 1
Tabel 6.
Kriteria Tingkat Keefektifan Konselor
dalam melaksanakan konseling individual
xcv
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa,
Tabel 7.
Keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari tingkat pendidikan menurut persepsi klien
pada setiap sub variabel
xcvi
Sub Variabel Tingkat Jumlah Mean % Kriteria
Pendidikan konselor
D3 5 2,59 65% Cukup efektif
Keterampilan
S1 28 3,07 77% Efektif
Kepribadian D3 5 2,73 68% Cukup efektif
S1 28 3,15 79% Efektif
Efektivitas D3 5 2,66 67% Cukup efektif
S1 28 3,11 78% Efektif
xcvii
dalam melaksanakan konseling individual dalam kategori
cukup efektif, sedangkan untuk tingkat pendidikan S1
bimbingan dan konseling dalam kategori efektif. Untuk
lebih jelasnya keefektifan konselor dalam melaksanakan
konseling individual dapat dilihat pada setiap indikator
yang tercantum pada tabel 8 dibawah ini:
xcviii
Tabel 8.
Keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari tingkat pendidikan menurut persepsi klien
pada setiap indikator
D3 S1
No Indikator
Mean Ket Mean Ket
1 Paham sifat-sifat klien 2,18 AKE 2,96 E
2 Menilai situasi 2,63 CE 3,11 E
3 Raport 2,38 CE 3,16 E
4 Proses konseling 2,69 CE 3,11 E
5 Attending 2,56 CE 3,06 E
6 Mengundang pembicaraan terbuka 2,45 CE 2,89 E
7 Paraprase 2,80 CE 3,17 E
8 Identifikasi perasaan 2,83 E 3,12 E
9 Refleksi perasaan 2,90 E 3,13 E
10 Konfrontasi 2,60 CE 3,19 E
11 Meringkaskan 2,70 CE 3,06 E
12 Menafsirkan 2,60 CE 3,10 E
13 Penerimaan 2,83 E 3,36 E
14 Memberi ketenangan 2,80 CE 3,17 E
15 Memimpin secara umum 2,83 E 3,19 E
16 Mendengarkan 2,00 AKE 2,75 CE
17 Mengarahkan 2,80 CE 3,26 E
18 Memberi informasi 2,67 CE 3,16 E
19 Menghayati pikiran, perasaan dan cita-cita 2,77 CE 3,14 E
20 Menyimpulkan 2,90 E 3,15 E
21 Memberi dorongan 2,70 CE 3,26 E
22 Menggunakan alat/ teknik pengumpul data 2,73 CE 3,01 E
23 Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan 2,52 CE 3,14 E
24 Menggunakan teknik pengubahan tingkah laku 2,41 CE 2,96 E
25 Menggunakan berbagai pendekatan konseling 2,37 CE 2,87 E
26 Kepribadian matang dan penyesuaian diri 2,83 E 3,22 E
27 Pemahaman terhadap orang lain 2,97 E 3,28 E
28 Mengadakan hubungan dan kerjasama 3,04 E 3,19 E
29 Batas kemampuan 2,58 CE 3,05 E
30 Perhatian dan minat pada masalah klien 2,81 E 3,20 E
31 Kedewasaan pribadi, mental, sosial dan fisik 2,58 CE 3,09 E
32 Peka terhadap berbagai sikap dan reaksi 2,70 CE 3,19 E
33 Respek terhadap orang lain 2,57 CE 3,12 E
34 Kemampuan komunikasi 2,59 CE 3,08 E
35 Tidak mementingkan diri sendiri 2,62 CE 3,08 E
xcix
pendidikan D3 bimbingan dan konseling menurut
c
pendidikan S1 bimbingan dan konseling menurut
dibawah ini:
Tabel 9.
Keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari pengalaman kerja menurut persepsi klien
Sub Pengalaman Jumlah Mean % Kriteria
Variabel kerja konselor
ci
0-11 th 4 2,57 64% Cukup Efektif
Keterampila
12-23 th 21 3,03 76% Efektif
n
> 24 th 8 3,14 79% Efektif
0-11 th 4 2,66 67% Cukup Efektif
Kepribadian 12-23 th 21 3,11 78% Efektif
> 24 th 8 3,23 81% Efektif
0-11 th 4 2,62 66% Cukup Efektif
Efektivitas 12-23 th 21 3,07 77% Efektif
> 24 th 8 3,19 80% Efektif
kategori efektif.
ciii
menurut persepsi klien pada setiap indikator dapat
civ
Tabel 10.
Keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari pengalaman kerja menurut persepsi klien
pada setiap indikator
cv
(yaitu berkaitan dengan paham sifat-sifat klien, rapport,
cvi
konselor dalam melaksanakan konseling individual
ini.
Tabel 11.
Keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari gender menurut persepsi klien
cviii
Tabel 12.
Keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
ditinjau dari gender menurut persepsi klien
pada setiap indikator
Wanita Pria
No Indikator
Mean Ket Mean Ket
1 Paham sifat-sifat klien 2,76 CE 3,06 E
2 Menilai situasi 2,98 E 3,19 E
3 Raport 2,95 E 3,27 E
4 Proses konseling 3,02 E 3,10 E
5 Attending 2,96 E 3,06 E
6 Mengundang pembicaraan terbuka 2,78 CE 2,96 E
7 Paraprase 3,09 E 3,19 E
8 Identifikasi perasaan 3,06 E 3,12 E
9 Refleksi perasaan 3,09 E 3,12 E
10 Konfrontasi 3,09 E 3,12 E
11 Meringkaskan 2,95 E 3,15 E
12 Menafsirkan 3,05 E 2,97 E
13 Penerimaan 3,22 E 3,43 SE
14 Memberi ketenangan 3,05 E 3,30 E
15 Memimpin secara umum 3,08 E 3,30 E
16 Mendengarkan 2,57 CE 2,81 E
17 Mengarahkan 3,16 E 3,27 E
18 Memberi informasi 3,09 E 3,08 E
19 Menghayati pikiran, perasaan dan cita-cita 3,06 E 3,15 E
20 Menyimpulkan 3,11 E 3,12 E
21 Memberi dorongan 3,10 E 3,39 E
22 Menggunakan alat/ teknik pengumpul data 2,94 E 3,03 E
23 Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan 2,98 E 3,22 E
24 Menggunakan teknik pengubahan tingkah laku 2,87 E 2,87 E
25 Menggunakan berbagai pendekatan konseling 2,76 CE 2,89 E
26 Kepribadian matang dan penyesuaian diri 3,13 E 3,22 E
27 Pemahaman terhadap orang lain 3,20 E 3,32 E
28 Mengadakan hubungan dan kerjasama 3,18 E 3,14 E
29 Batas kemampuan 2,94 E 3,09 E
30 Perhatian dan minat pada masalah klien 3,08 E 3,30 E
31 Kedewasaan pribadi, mental, sosial dan fisik 2,97 E 3,13 E
32 Peka terhadap berbagai sikap dan reaksi 3,05 E 3,29 E
33 Respek terhadap orang lain 3,01 E 3,12 E
34 Kemampuan komunikasi 2,97 E 3,09 E
35 Tidak mementingkan diri sendiri 2,98 E 3,11 E
cix
dalam kategori efektif, namun ada beberapa indikator
seperti yang dikemukakan pada bab III. Hasil pengujian hipotesis tersebut
klien”
cx
Tabel 13.
Hasil analisis perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan
konseling individual ditinjau dari tingkat pendidikan
menurut persepsi klien menggunakan U Mann-Whitney
Test Statistics b
dengan Z hitung = –2,561 dan signifikansi 0,010. Pada taraf kesalahan 0,05
diperoleh nilai Ztabel sebesar 1,96. Tampak bahwa nilai Z hitung (–2,561) <
dari -Ztabel (-1,96) dan nilai signfikansi < dari α = 0,05, sehingga
Tampak bahwa nilai Z hitung (-2,711) < dari -Z tabel (-1,96) dengan taraf
cxi
kesalahan 5% yaitu –1,96 dan nilai probabilitasnya < dari 0,05, yang
probabilitas 0,16 < 0,05, yang berarti signifikan. Hal ini menunjukkan
klien”
Tabel 14.
Hasil analisis perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan
konseling individual ditinjau dari masa kerja
menurut persepsi klien menggunakan Uji Kruskall Wallis
cxii
Test Statistics a,b
0,023 < taraf kesalahan 0,05, yang berarti hipotesis yang menyatakan ada
diterima.
6,554 dengan probabilitas 0,038 < 0,05, yang berarti signifikan dan
konselor.
diperoleh nilai chi kuadrat sebesar 7,561 dengan probabilitas 0,023 <
cxiii
kerja 0 tahun - 11 tahun, 12 tahun - 24 tahun dan > 24 tahun dapat dilihat
Tabel 15.
Hasil Uji U Mann Whitney
Perbedaan Sumber variasi Keterampilan Kepribadian Keefektifan
antara
Nilai U 9 11 9
0-11 tahun
Z -2.448 -2.298 -2.446
dengan
Sign. 0.014 0.022 0.014
12-23 tahun
Kriteria Berbeda Berbeda Berbeda
Nilai U 1 2 1
0-11 tahun
Z -2.552 -2.378 -2.548
dengan
Sign. 0.011 0.017 0.011
> 24 tahun
Kriteria Berbeda Berbeda Berbeda
Nilai U 69 71 68.5
12-23 tahun
Z -0.732 -0.634 -0.756
dengan
Sign. 0.464 0.526 0.449
> 24 tahun
Kriteria Tidak berbeda Tidak berbeda Tidak berbeda
serta antara konselor dengan masa kerja 0 tahun - 11 tahun dan > 24 tahun
menurut persepsi klien, yang ditunjukkan dari nilai probabilitas < dari
0,05, namun antara konselor dengan masa kerja 12 tahun - 23 tahun dan >
Tabel 16
cxiv
Hasil analisis perbedaan keefektifan konselor dalam melaksanakan
konseling individual ditinjau gender menurut persepsi klien
menggunakan U Mann-Whitney
Test Statistics b
dengan Z hitung = –0,849 dan signifikansi 0,396. Pada taraf kesalahan 0,05
diperoleh nilai Ztabel sebesar 1,96. Tampak bahwa nilai Z hitung pada daerah
–1,96 sampai 1,96 dan nilai signfikansi > dari α = 0,05, sehingga hipotesis
Dengan kata lain tidak ada perbedaan keefektifan yang signifikan antara
menurut persepsi klien. Hasil uji U-Mann Whitney untuk sub variabel
probabilitas 0,396 > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan keterampilan
B. Pembahasan
dirumuskan diatas ternyata dari ketiga hipotesis yang diajukan terdapat dua hipotesis
cxv
yang teruji kebenarannya/diterima secara signifikan, dan satu hipotesis yang tidak
bahwa Z hitung (-2,561) < -Ztabel (-1,96). Dengan demikian hipotesis kerja diterima
Sehubungan dengan hal tersebut tidak ada kesenjangan antara teori dengan
hasil penelitian karena telah terbukti ada perbedaan yang signifikan keefektifan
pendidikan konselor menurut persepsi klien. Hal ini sejalan dengan pendapat
Winkel, 1981 yang menyatakan bahwa konselor sekolah (School counselor), ialah
Para tamatan tersebut setelah disekolah adalah menjadi tenaga khusus. Tenaga ini
cxvi
Secara profesional seorang konselor sekolah hendaknya telah mencapai
bersangkutan seorang konselor harus menempuh mata kuliah atau bidang studi
tentang prinsip-prinsip dan praktik bimbingan. Dan bidang yang harus dikuasai
samping bidang tersebut diatas, perlu juga dikuasai bidang-bidang lainnya seperti:
cxvii
berada pada kategori efektif, sedangkan secara nyata keefektifan
kepribadiannya.
Tabel 17.
Perbedaan Karakteritik Tingkat Pendidikan D3 BK dan S1 BK
Karakteristik D3 BK S1 BK
Lama pendidikan 3 tahun (minimal) 4 tahun (minimal)
Jumlah SKS yang 105 152
harus ditempuh
Syarat kelulusan Menyusun TA Menyusun skripsi
Tujuan Menyelenggarakan Menyelenggarakan
pendidikan akademik yang pendidikan akademik yang
diarahkan terutama pada diarahkan terutama pada
pengusaan ilmu pengetahuan pengusaan ilmu pengetahuan
yang lebih mendalam
cxviii
sehingga konselor dengan tingkat pendidikan S1 BK mampu
(Rakhmad, 1998: 51). Dalam persepsi ini klien dirangsang oleh suatu masukan
atau stimulus dari konselor, sehingga klien akan memberikan respon dan
ada.
cxix
sekaligus, tetapi hanya memfokuskan pada satu atau dua objek
1982: 49).
individual.
Selain itu dengan adanya persepsi yang baik dari klien tentang konseling
cxx
berjalannya program layanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan
yang nantinya akan bermuara pada tercapainya aktualisasi pada dirinya, dengan
ditinjau dari tingkat pendidikan konselor menurut persepsi klien di SMA Negeri
chi kuadrat 7,532 dengan probabilitas 0,023 < 0,05, dengan demikian hipotesis
kerja diterima yang berarti ada perbedaan yang signifikan keefektifan konselor
persepsi klien.
konseling individual ditinjau dari masa kerja konselor menurut persepsi klien. Hal
ini sejalan dengan pendapat Middlebrook yang menyatakan bahwa tidak adanya
membentuk suatu sikap negatif terhadap objek tersebut (dalam Hariyadi, 2000:
10).
cxxi
Sedangkan menurut Baron (1988) sikap yang negatif akan melahirkan
perilaku atau unjuk kerja yang negatif, karena perilaku pada umumnya
merupakan manifestasi dari sikap seseorang. Perilaku yang negatif ini akan
melalui pengalaman langsung mengenai suatu objek hasilnya lebih kuat dan lebih
sikap yang terbentuk melalui pengalaman tidak langsung (dalam Hariyadi, 2000:
10).
tahun - 11 tahun sebesar 2,62 atau 66% dengan ketegori cukup efektif, konselor
dengan masa kerja 12 tahun - 23 tahun sebesar 3,07 atau 77% dengan kategori
efektif dan konselor dengan masa kerja > 24 tahun sebesar 3,19 atau 80% dengan
kategori efektif. Hal ini berarti bahwa siswa dan siswi di SMA Negeri se-Kota
tahun lebih rendah daripada keefektifan konselor dengan masa kerja antara 12
tahun - 23 tahun dan > 24 tahun dalam melaksanakan konseling individual. Hal
ini juga dapat dilihat dari rata-rata kualitas keterampilan dan kepribadian konselor
cxxii
dengan masa kerja > 24 tahun dan konselor dengan masa kerja 11 tahun - 23
tahun lebih baik daripada konselor dengan masa kerja 0 tahun - 11 tahun.
Perbedaan ini disebabkan karena semakin tinggi masa kerja konselor, semakin
banyak pula jumlah dan jenis-jenis permasalahan yang sudah ditangani, sehingga
ditinjau dari pengalaman kerja menurut persepsi klien di SMA Negeri se-Kota
bahwa Z hitung (-0,849) berada di antara -Ztabel (-1,96) dan Z tabel (1,96). Dengan
persepsi klien ditolak yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan
Sehubungan dengan hal tersebut ada kesenjangan antara teori dengan hasil
penelitian karena telah terbukti tidak ada perbedaan yang signifikan keefektifan
menurut persepsi klien, yaitu teori yang menyatakan bahwa wanita cenderung
lebih tertarik pada hal praktis dan teoritis, wanita lebih dekat dengan masalah-
cxxiii
masalah kehidupan yang praktis konkrit, wanita pada umumnya penuh kelincahan
hidup. Wanita mempunyai sifat heterosentris dan lebih sosial terutama pada
mementingkan orang lain dan ikhlas dalam memberikan pertolongan. Wanita juga
lebih peka terhadap nilai estetis, lebih akurat dan mendetail (Kartono,1992: 177),
berlaku sampai kapan saja, dimana saja, suku bangsa apa saja,
cxxiv
dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut,
perbedaan seks dan gender bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 18
Perbedaan Seks dan Gender
Seks Gender
Tidak bisa berubah Bisa berubah
Tidak bisa dipertukarkan Bisa dipertukarkan
Berlaku sepanjang masa Tergantung musim
Berlaku dimana saja Bergantung budaya
Berlaku bagi kelas dan warna Berbeda antara satu kelas
kulit apa saja. dengan kelas lain
Ditentukan oleh Tuhan atau Bukan kodrat Tuhan, tapi
kodrat. buatan masyarakat.
(Imran, 2000:
19)
cxxv
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat tokoh
sebesar 3,01 atau 75% dengan ketegori efektif, sedangkan konselor dengan jenis
kelamin pria sebesar 3,14 atau 79% dengan kategori efektif. Hal ini berarti bahwa
siswa dan siswi di SMA Negeri se-Kota Semarang mempunyai persepsi yang
cxxvi
positif terhadap keefektifan konselor dalam melaksanakan konseling individual
Dengan adanya persepsi yang baik pada diri klien tentang pelaksanaan
konseling individual yang sudah dijalaninya dari konselor dengan jenis kelamin
baik wanita maupun pria, maka konselor tersebut dikatakan efektif dalam
individual ditinjau dari gender menurut persepsi klien di SMA Negeri se-Kota
cxxvii
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja dan Gender Konselor menurut Persepsi Klien di
SMA Negeri se-Kota Semarang tahun ajaran 2004/2005 dapat disimpulkan sebagai
berikut:
kerja 12-23 tahun serta lebih dari 24 tahun lebih efektif daripada konselor dengan
konseling individual. Menurut persepsi klien antara konselor pria dan wanita
B. Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini maka dapat diajukan saran-saran yang
bisa diterapkan untuk masukan kepada konselor sekolah di SMA Negeri se-Kota
Semarang, Ilmu Bimbingan dan Konseling dan peneliti lain sebagai berikut:
cxxviii
1. Bagi konselor di SMA Negeri se-Kota Semarang
bidang bimbingan dan konseling seperti seminar, loka karya, penataran, work
konseling.
sebaik-baiknya.
2. Peneliti Lain
seperti motivasi kerja, sarana-prasarana, kerja sama antar konselor dan variabel
yang lainnya, sehingga diperoleh jawaban yang lebih jelas tentang faktor-faktor
individual.
cxxix
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Syaifudin. 2000. Sikap Manusia dan teori pengukurannya. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar
Handayani, Tri Sakti dan Sugiarti, 2002. Konsep dan Penelitian Gender. Malang:
UMM Press
Hariyadi Sugeng. 1999. Laporan Penelitian tentang Persepsi Siswa SMA terhadap
tingkat keefektifan konselor dalam memberikan layanan Konseling
Individual (Penelitian di SMA Negeri se-Kodia Semarang)
Hendrarno, Eddy dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Semarang: Bina
Putra
cxxx
Prayito dan Amti Erman. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Depdikbud
Santoso Singgih. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo
Sudjana dkk, 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Sukardi, Ketut Dewa. 1984. Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia
Winkel. 199. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta:
PT Gramedia Wediasmara Indonesia
cxxxi
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111
112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137
138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150
151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163
164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176
177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189
190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202
203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215
216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228
229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241
242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254
255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267
cxxxii
Identitas Bp/Ibu Guru Pembimbing
1. Nama : ………………………………………………..
cxxxiii
SKALA PSIKOLOGI
cxxxiv
IDENTITAS SISWA
A. Nama : ………………………………………………..
B. Kelas : ………………………………………………..
PETUNJUK MENGERJAKAN
cxxxv
selamat bekerja dan terima kasih atas partisipasinya !
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Berdasarkan pengalaman saya selama proses
konseling, guru pembimbing bisa mengetahui gerak-
gerik/tingkah laku saya.
2. Guru pembimbing sok tahu dalam mengartikan tingkah
laku dan permasalahan saya.
3. Perlakuan guru pembimbing kepada saya sesuai
dengan karakter saya.
4. Guru pembimbing bisa menilai dengan tepat bahwa
permasalahan saya termasuk dalam kategori sedang
(tidak berat), sehingga bisa diselesaikan dengan baik.
5. Selama proses konseling, hubungan saya dengan guru
pembimbing sangat dekat dan akrab sehingga saya
merasa nyaman.
6. Selama proses konseling, guru pembimbing menjaga
jarak dengan saya.
7. Tempat/Ruang konseling sangat kondusif sehingga
membuat saya merasa nyaman selama proses
konseling.
8. Ketika proses konseling guru pembimbing tidak fokus
krn sering berbicara dengan orang lain.
cxxxvi
konsentrasi.
13. Guru pembimbing membantu saya untuk menentukan
orang-orang yang terlibat dalam masalah saya.
14. Pertemuan konseling/sekali tatap muka sangat lama (>
1 jam) sehingga saya jadi bosan dan jemu.
15. Guru pembimbing dan saya menyusun rencana
alternatif-alternatif pemecahan masalah yang sedang
saya hadapi
16. Setelah mengikuti proses konseling saya merasakan
permasalahan saya jadi semakin ruwet.
17. Guru pembimbing dan saya juga menyusun beberapa
konsekwensi/resiko yang akan dihadapi dari beberapa
alternatif bagi pemecahan masalah saya.
18. Setelah mengikuti proses konseling saya menjadi
semakin bingung dan pusing menghadapi
permasalahan saya.
cxxxvii
26. Guru pembimbing tidak memperhatikan saya, dimana
guru pembimbing sering melihat kesana-kemari (tidak
mengadakan kontak mata dengan saya).
27. Guru pembimbing melontarkan beberapa pertanyaan
untuk merangsang berfikir saya.
cxxxviii
37. Guru pembimbing tidak bisa memimpin/memandu
proses konseling dengan baik, sehingga membuat saya
malas selama proses konseling.
38. Selama proses konseling, guru pembimbing
mendengarkan pembicaraan saya dengan baik,
sehingga tahu permasalahan yang sedang saya alami.
39. Selain itu guru pembimbing juga lebih
banyak berbicara dari pada memberikan
rangsangan supaya saya bisa bercerita
dengan lengkap.
40. Selama proses konseling, guru pembimbing
mengarahkan saya dengan baik, sehingga proses
konseling berjalan dengan lancar.
41. Guru pembimbing memberikan
informasi yang sesuai dengan
pemecahan bagi permasalahan yang
sedang saya alami.
42. Selama proses konseling, guru pembimbing
memusatkan perhatian pada pemikiran-pemikiran saya
yang sebenarnya.
43. Dalam proses konseling, guru pembimbing
banyak memperhatikan data, informasi
dan keterangan yang tidak penting dari
saya.
44. Dalam proses konseling, guru pembimbing
memusatkan perhatian pada perasaan-perasaan saya
yang sebenarnya.
cxxxix
47. Dalam proses konseling, guru pembimbing
memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman
saya yang sesungguhnya.
48. Guru pembimbing menyimpulkan permasalahan yang
sudah saya ceritakan dengan benar menggunakan
bahasanya sendiri secara sederhana.
49. Guru pembimbing memberikan dorongan/motivasi
kepada saya kearah terpecahkannya masalah saya.
50. Guru pembimbing mengerti dan mengetahui diri saya
dengan baik dan benar.
51. Guru pembimbing menyerahkan sepenuhnya kepada
saya untuk mengambil keputusan/pemecahan bagi
masalah saya.
52. Guru pembimbing memaksakan saya untuk mengikuti
kemauan/pilihannya.
53. Guru pembimbing menggunakan berbagai macam
teknik pengubahan tingkah laku.
54. Guru pembimbing kurang terampil/kurang menguasai
ketika menggunakan teknik pengubahan tingkah laku.
55. Teknik pengubahan tingkah laku yang diberikan oleh
guru pembimbing pada saya sangat cocok.
56. Guru pembimbing hanya menggunakan
satu macam saja pendekatan konseling.
No. Pernyataan SS S TS STS
57. Guru pembimbing sangat terampil (menguasai)
menggunakan beberapa pendekatan konseling.
58. Pendekatan konseling yang diberikan oleh guru
pembimbing terhadap permasalahan yang sedang saya
alami tidak cocok.
59. Guru pembimbing menunjukkan sikap
fleksibel (tidak kaku) dengan teknik
pengubahan tingkah laku yang dipilihnya.
60. Guru pembimbing menunjukkan sikap
yang kaku (tidak fleksibel) dengan
pendekatan konseling yang dipilihnya.
61. Guru pembimbing mempunyai sikap mawas diri/hati-
cxl
hati dalam membantu penyelesaian masalah saya.
62. Menurut saya guru pembimbing sering
berbohong/ingkar janji.
63. Menurut saya guru pembimbing mempunyai sadar diri
(self control) yang bagus.
64. Saya juga merasa tidak nyaman karena perilaku guru
pembimbing tidak wajar/dibuat-buat.
65. Guru pembimbing mempunyai sikap optimis dalam
membantu pemecahan masalah saya, dimana saya bisa
mengalami perubahan dalam diri saya kearah yang
lebih baik.
66. Selama proses konseling saya merasa tidak nyaman
karena guru pembimbing tidak menyenangkan.
cxli
kelamin antara saya dengan guru
pembimbing.
76. Guru pembimbing menerima saya apa adanya
(objektif).
77. Guru pembimbing pilih-pilih dalam membantu
pemecahan permasalahan siswa.
cxlii
No. Pernyataan SS S TS STS
87. Dalam membantu memecahkan masalah saya, guru
pembimbing menampakkan adanya sikap memaksakan
diri dengan segala daya upaya sekalipun sudah tidak
mampu lagi.
88. Menurut saya guru pembimbing sangat menaruh
perhatian pada permasalahan yang sedang saya alami.
89. Dalam membantu pemecahan masalah saya, guru
pembimbing terlihat sangat terpaksa.
90. Saya merasa nyaman ketika mengikuti konseling
karena guru pembimbing sangat ramah.
91. Menurut saya konselor tidak bersungguh-sungguh
dalam membantu pemecahan masalah saya.
92. Menurut saya guru pembimbing tulus memberikan
konseling kepada saya.
93. Selama proses konseling, rasa ingin tahu guru
pembimbing terhadap permasalahan saya sangat kecil.
94. Guru pembimbing sangat ulet ketika membantu
pemecahan bagi masalah saya.
95. Saya merasakan kalau guru pembimbing kurang
berminat membantu pemecahan masalah saya.
96. Guru pembimbing juga sangat teliti dalam membantu
pemecahan saya.
97. Selama mengikuti konseling saya merasa nyaman
karena guru pembimbing kalem dan tenang.
No. Pernyataan SS S TS STS
98. Ketika proses konseling, guru pembimbing sering
marah-marah.
99. Selama proses konseling, guru pembimbing
menunjukkan sikapnya yang rendah hati.
100. Saya merasa jemu konselor tidak bisa membuat proses
konseling lebih kreatif/tidak monoton.
101. Guru pembimbing sangat sabar selama membantu saya
menyelesaikan masalah.
102. Penampilan guru pembimbing yang kurang rapi dan
bersih membuat saya merasa tidak nyaman ketika
mengikuti konseling.
cxliii
103. Saya sangat senang mengikuti konseling karena guru
pembimbing humoris sehingga suasananya tidak
menegangkan.
104. Guru pembimbing tidak nyambung dengan
permasalahan yang saya ceritakan.
105. Dalam membantu pemecahan masalah saya, guru
pembimbing mempunyai kecerdasan yang baik,
sehingga proses konseling berjalan dengan lancar.
106. Menurut pandangan saya, guru pembimbing tidak
memiliki wawasan yang cukup luas ketika memberikan
konseling kepada saya, sehingga konseling berjalan
tidak lancar.
107. Selama proses konseling, guru pembimbing memegang
kuat etika/norma yang ada.
108. Selama proses konseling, hubungan saya dengan guru
pembimbing terjalin sangat dingin dan kaku.
No. Pernyataan SS S TS STS
109. Selama proses konseling, guru pembimbing
menunjukkan sikap yang sederhana.
110. Selama proses konseling, guru pembimbing adalah
figur ibu yang baik bagi saya.
111. Menurut saya, guru pembimbing turut merasakan
(empati) permasalahan yang sedang saya alami.
112. Guru pembimbing cuek dengan permasalahan yang
sedang alami.
113. Guru pembimbing sangat peduli dengan permasalahan
yang sedang alami.
114. Saya merasa guru pembimbing tidak bisa menghargai
dan mengerti saya.
115. Selama proses konseling, guru pembimbing sangat
peka (sensitif) dengan perilaku dan keinginan saya.
116. Guru pembimbing tidak menghormati saya.
117. Guru pembimbing memberikan tanggapan yang positif
terhadap apa yang saya kemukakan.
118. Tanggapan guru pembimbing terhadap masalah saya,
selalu menyalahkan saya.
119. Guru pembimbing juga memberikan tanggapan-
tanggapan yang sesuai dengan masalah/ungkapan yang
cxliv
saya sampaikan
120. Tanggapan guru pembimbing terhadap masalah saya,
selalu menyudutkan saya.
121. Selama proses konseling, pertanyaan guru pembimbing
sangat relevan/sesuai dengan permasalahan saya.
No. Pernyataan SS S TS STS
122. Tanggapan guru pembimbing terhadap masalah saya
selalu mengadili saya.
123. Selama proses konseling guru pembimbing sangat
menguatamakan kepentingan saya
124. Selama proses konseling, guru pembimbing tidak
toleransi terhadap pilihan saya pada alternatif
pemecahan masalah saya.
125. Selama proses konseling perilaku guru pembimbing
sangat kaku/tidak luwes.
cxlv
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Berdasarkan pengalaman saya selama proses
konseling, guru pembimbing bisa mengetahui gerak-
gerik/tingkah laku saya.
2. Guru pembimbing menyamaratakan karakter saya
dengan teman-teman yang lain.
3. Perlakuan guru pembimbing kepada saya sesuai
dengan karakter saya.
4. Guru pembimbing sok tahu dalam mengartikan tingkah
laku dan permasalahan saya.
5. Guru pembimbing bisa menilai dengan tepat bahwa
permasalahan saya termasuk dalam kategori sedang
(tidak berat), sehingga bisa diselesaikan dengan baik.
6. Selama proses konseling, hubungan saya dengan guru
pembimbing sangat dekat dan akrab sehingga saya
merasa nyaman.
7. Selama proses konseling, guru pembimbing menjaga
jarak dengan saya.
8. Selama proses konseling guru pembimbing tampak
benar-benar sangat ahli (profesional).
9. Ketika proses konseling guru pembimbing tidak fokus
krn sering berbicara dengan orang lain.
cxlvi
14. Guru pembimbing dan saya membuat kesepakatan
pertemuan dan waktu pertemuan(sekitar 45 menit
dalam sekali tatap muka) yang akan di tempuh selama
proses konseling.
15. Pertemuan konseling/sekali tatap muka sangat lama (>
1 jam) sehingga saya jadi bosan dan jemu.
16. Guru pembimbing menjelaskan tujuan yang akan
dicapai yaitu untuk membantu mengatasi/memecahkan
masalah saya dengan menggunakan potensi yang saya
miliki.
17. Pertemuan konseling/sekali tatap muka sangat singkat
(< 1 jam) sehingga saya tidak bisa mengungkapkan
permasalahan saya dengan baik.
18. Guru pembimbing selalu
mendorong/memotivasi saya untuk
menceritakan masalah saya secara
bebas dan terbuka.
cxlvii
26. Guru pembimbing dan saya menyusun rencana
alternatif-alternatif pemecahan masalah yang sedang
saya hadapi
cxlviii
39. Guru pembimbing tidak bisa membantu menguraikan
masalah saya dengan memberikan contoh perilaku-
perilaku khusus.
40. Guru pembimbing bisa mengulang suatu kata dari saya
dengan tepat, menggunakan bahasanya sendiri secara
sederhana.
41. Guru pembimbing membantu saya memahami
perasaan-perasaan pada diri saya sendiri.
42. Guru pembimbing membantu saya untuk menjelaskan
perasaan-perasaan yang ada pada diri saya.
43. Guru pembimbing membantu saya mempertegas
kejelasan antara kata dan tingkah laku saya yang tidak
sesuai.
44. Guru pembimbing meringkas
permasalahan yang sudah saya
ceritakan dengan tepat, menggunakan
bahasanya sendiri secara sederhana.
45. Guru pembimbing menafsirkan permasalahan yang
sedang saya alami dengan tepat, menggunakan
bahasanya sendiri secara sederhana.
cxlix
banyak berbicara dari pada memberikan
rangsangan supaya saya bisa bercerita
dengan lengkap.
51. Selama proses konseling, guru pembimbing
mengarahkan saya dengan baik, sehingga proses
konseling berjalan dengan lancar.
52. Guru pembimbing memberikan
informasi yang sesuai dengan
pemecahan bagi permasalahan yang
sedang saya alami.
53. Selama proses konseling, guru pembimbing
memusatkan perhatian pada pemikiran-pemikiran saya
yang sebenarnya.
cl
bahasanya sendiri secara sederhana.
61. Guru pembimbing memberikan dorongan/motivasi
kepada saya kearah terpecahkannya masalah saya.
62. Guru pembimbing mengerti dan mengetahui diri saya
dengan baik dan benar.
63. Guru pembimbing menyerahkan sepenuhnya kepada
saya untuk mengambil keputusan/pemecahan bagi
masalah saya.
64. Guru pembimbing memaksakan saya untuk mengikuti
kemauan/pilihannya.
65. Guru pembimbing menggunakan berbagai macam
teknik pengubahan tingkah laku.
No. Pernyataan SS S TS STS
66. Guru pembimbing kurang terampil/kurang menguasai
ketika menggunakan teknik pengubahan tingkah laku.
67. Teknik pengubahan tingkah laku yang diberikan oleh
guru pembimbing pada saya sangat cocok.
68. Guru pembimbing hanya menggunakan
satu macam saja pendekatan konseling.
69. Guru pembimbing sangat terampil (menguasai)
menggunakan beberapa pendekatan konseling.
70. Pendekatan konseling yang diberikan oleh guru
pembimbing terhadap permasalahan yang sedang saya
alami tidak cocok.
71. Guru pembimbing menunjukkan sikap
fleksibel (tidak kaku) dengan teknik
pengubahan tingkah laku yang dipilihnya.
72. Guru pembimbing menunjukkan sikap
yang kaku (tidak fleksibel) dengan
pendekatan konseling yang dipilihnya.
73. Guru pembimbing mempunyai sikap mawas diri/hati-
hati dalam membantu penyelesaian masalah saya.
74. Menurut saya guru pembimbing sering
berbohong/ingkar janji.
75. Menurut saya guru pembimbing mempunyai sadar diri
(self control) yang bagus.
cli
76. Saya juga merasa tidak nyaman karena perilaku guru
pembimbing tidak wajar/dibuat-buat.
No. Pernyataan SS S TS STS
77. Guru pembimbing mempunyai sikap optimis dalam
membantu pemecahan masalah saya, dimana saya bisa
mengalami perubahan dalam diri saya kearah yang
lebih baik.
78. Selama proses konseling saya merasa tidak nyaman
karena guru pembimbing tidak menyenangkan.
79. Guru pembimbing mempunyai tanggung jawab yang
besar dengan menyelesaikan masalah saya sebaik-
baiknya.
80. Saya merasakan selama proses konseling, guru
pembimbing memberikan pengaruh yang negatif
kepada saya.
81. Guru pembimbing bisa menyesuaikan diri dengan
perbedaan budaya saya.
82. Guru pembimbing sangat tertutup/tidak mau terbuka
terhadap saya.
83. Guru pembimbing bisa menyesuaikan diri dengan
perbedaan agama saya.
84. Ketika proses konseling, guru pembimbing canggung
dengan adanya perbedaan budaya antara saya dengan
guru pembimbing.
85. Guru pembimbing bisa menyesuaikan diri dengan
perbedaan jenis kelamin antara saya dan guru
pembimbing.
clii
88. Guru pembimbing menerima saya apa adanya
(objektif).
89. Guru pembimbing pilih-pilih dalam membantu
pemecahan permasalahan siswa.
90. Selama proses konseling, kerjasama antara guru
pembimbing dengan saya sangat bagus (saling
membantu).
91. Guru pembimbing menceritakan
kehidupan saya kepada orang lain
tanpa seijin saya.
92. Guru pembimbing menampakkan usaha yang sungguh-
sungguh untuk meyakinkan saya bahwa segala sesuatu
yang dibicarakan akan dirahasiakan dan hanya milik
berdua saja.
93. Guru pembimbing menceritakan masalah saya pada
orang lain tanpa seijin saya.
94. Dalam kenyataannya, guru pembimbing benar-benar
dapat menjaga kerahasiaan masalah saya (tidak ada
satupun orang yang mengetahuinya selain guru
pembimbing).
95. Selama proses konseling, guru pembimbing tidak
tertib.
96. Guru pembimbing menjelaskan kepada saya, bahwa
walaupun ia siap membantu memecahkan masalah
saya, ia juga memiliki keterbatasan-keterbatasan
tertentu.
cliii
100. Guru pembimbing juga menawarkan bantuan kepada
ahli yang lainnya, jika seandainya ia tidak dapat
membantu masalah saya.
101. Menurut saya guru pembimbing sangat menaruh
perhatian pada permasalahan yang sedang saya alami.
102. Dalam membantu pemecahan masalah saya, guru
pembimbing terlihat sangat terpaksa.
103. Saya merasa nyaman ketika mengikuti konseling
karena guru pembimbing sangat ramah.
104. Menurut saya konselor tidak bersungguh-sungguh
dalam membantu pemecahan masalah saya.
105. Menurut saya guru pembimbing tulus memberikan
konseling kepada saya.
106. Selama proses konseling, rasa ingin tahu guru
pembimbing terhadap permasalahan saya sangat kecil.
No. Pernyataan SS S TS STS
107. Guru pembimbing sangat ulet ketika membantu
pemecahan bagi masalah saya.
108. Saya merasakan kalau guru pembimbing kurang
berminat membantu pemecahan masalah saya.
109. Guru pembimbing juga sangat teliti dalam membantu
pemecahan saya.
110. Selama mengikuti konseling saya merasa nyaman
karena guru pembimbing kalem dan tenang.
111. Ketika proses konseling, guru pembimbing sering
marah-marah.
112. Selama proses konseling, guru pembimbing
menunjukkan sikapnya yang rendah hati.
113. Saya merasa jemu konselor tidak bisa membuat proses
konseling lebih kreatif/tidak monoton.
114. Guru pembimbing sangat sabar selama membantu saya
menyelesaikan masalah.
115. Penampilan guru pembimbing yang kurang rapi dan
bersih membuat saya merasa tidak nyaman ketika
mengikuti konseling.
cliv
menegangkan.
clv
132. Tanggapan guru pembimbing terhadap masalah saya,
selalu menyalahkan saya.
133. Guru pembimbing juga memberikan tanggapan-
tanggapan yang sesuai dengan masalah/ungkapan yang
saya sampaikan
134. Tanggapan guru pembimbing terhadap masalah saya,
selalu menyudutkan saya.
135. Selama proses konseling, pertanyaan guru pembimbing
sangat relevan/sesuai dengan permasalahan saya.
136. Tanggapan guru pembimbing terhadap masalah saya
selalu mengadili saya.
137. Selama proses konseling guru pembimbing sangat
menguatamakan kepentingan saya
138. Selama proses konseling, guru pembimbing tidak
toleransi terhadap pilihan saya pada alternatif
pemecahan masalah saya.
139. Selama proses konseling perilaku guru pembimbing
sangat kaku/tidak luwes.
clvi
Tabel Kisi-Kisi Instrumen
Keefektifan Konselor Dalam Melaksanakan Konseling Individual
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Jumlah
+ − + − Total
Keefektifan Konselor A. Keterampila a. Paham sifat-sifat 1,3 2 2 1 3
dalam melaksanakan n Konselor klien
Konseling Individual
b. Menilai situasi 4 - 1 - 1
c. Rapport 5 6 1 1 2
f. Mengundang 27 28 1 1 2
pembicaraan terbuka
ii
g. Paraprase 29 - 1 - 1
h. Identifikasi perasaan 30 - 1 - 1
i. Refleksi perasaan 31 - 1 - 1
j. Konfrontasi 32 - 1 - 1
k. Meringkaskan 33 - 1 - 1
l. Menafsirkan 34 - 1 - 1
m. Penerimaan 35 - 1 - 1
n. Memberi ketenangan - 36 - 1 1
o. Memimpin secara - 37 - 1 1
umum
p. Mendengarkan 38 39 1 1 2
q. Mengarahkan 40 - 1 - 1
r. Memberi informasi 41 - 1 - 1
t. Menyimpulkan 48 - 1 - 1
iii
+ − + − Total
u. Memberi dorongan 49 - 1 - 1
v. menggunakan alat/ 50 - 1 - 1
teknik pengumpulan
data
w. Pemecahan masalah 51 52 1 1 2
dan pengambilan
keputusan
iv
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Jumlah
+ − + − Total
2. Pemahaman 76 77 1 1 2
terhadap orang lain
3. Mengadakan hub. 78,80,82 79,81,83 3 3 6
dan kerjasama
4. Batas kemampuan 84,86 85,87 2 2 4
5. Perhatian dan minat 88,90,92,94,96 89,91,93,95 5 4 9
pada masalah klien
6. Kedewsaan pribadi, 97,99,101,103,105, 98,100,102,104, 8 6 14
mental, sosial, dan 107,109,110 106,108
fisik
a. Kalem/tenang
b. Rendah hati
c. Sabar
d. Humoris
e. Cerdas
f. Kuat etika
g. Wawasan luas
h. Sederhana
i. Hangat
j. Figur ibu
7. Peka terhadap 111 112 1 1 2
berbagai sikap dan
reaksi
8. Respek terhadap 113,115 114,116 2 2 4
orang lain
9. Kemampuan 117,119,121 118,120,122 4 2 6
komunikasi
10. Tidak 123 124,125 1 2 3
mementingkan diri
sendiri
v
J u m l a h 74 51 125
2.
3.
4.
5.
6.
7.
vi
Tabel Kisi-Kisi Instrumen
Keefektifan Konselor Dalam Melaksanakan Konseling Individual
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Jumlah
+ − + − Total
vii
Keefektifan Konselor A. Keterampila 1. Paham sifat-sifat 1,3 2,4 2 2 4
dalam melaksanakan n Konselor klien
Konseling Individual
2. Menilai situasi 5 - 1 - 1
3. Rapport 6 7 1 1 2
6. Mengundang 38 39 1 1 2
pembicaraan terbuka
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Jumlah
+ − + − Total
viii
7. Paraprase 40 - 1 - 1
8. Identifikasi perasaan 41 - 1 - 1
9. Refleksi perasaan 42 - 1 - 1
10. Konfrontasi 43 - 1 - 1
11. Meringkaskan 44 - 1 - 1
12. Menafsirkan 45 - 1 - 1
13. Penerimaan 46 - 1 - 1
16. Mendengarkan 49 50 1 1 2
17. Mengarahkan 51 - 1 - 1
20. Menyimpulkan 60 - 1 - 1
ix
+ − + − Total
21. Memberi dorongan 61 - 1 - 1
x
Variabel Sub Variabel Indikator No. Item Jumlah
+ − + − Total
2. Pemahaman 88 89 1 1 2
terhadap orang lain
3. Mengadakan hub. 90,92,94 91,93,95 3 3 6
dan kerjasama
4. Batas kemampuan 96,98,100 97,99 3 2 5
5. Perhatian dan minat 101,103,105,107,109 102,104,106,108 5 4 9
pada masalah klien
6. Kedewsaan pribadi, 110,112,114,116,118, 111,113,115,117, 8 7 15
mental, sosial, dan 120,122,124 119,121,123
fisik
a. Kalem/tenang
b. Rendah hati
c. Sabar
d. Humoris
e. Cerdas
f. Kuat etika
g. Wawasan luas
h. Sederhana
i. Hangat
j. Figur ibu
7. Peka terhadap 125 126 1 1 2
berbagai sikap dan
reaksi
8. Respek terhadap 127,129 128,130 2 2 4
orang lain
9. Kemampuan 131,133,135 132,134,136 3 3 6
komunikasi
10. Tidak 137 138,139 1 2 3
mementingkan diri
sendiri
xi
J u m l a h 77 62 139
xii