You are on page 1of 1

Komentar artikel “Revolusi Paradigma Pembelajaran Perguruan Tinggi: Dari Penguliahan ke Pembelajaran”

Oleh Purwanto, Mahasiswa Pra-MM MM UGM

Perguruan tinggi merupakan sebuah tempat proses pembelajaran yang ideal, karena di tempat inilah
para peserta didik (mahasiswa) tidak hanya sebagai subjek yang menerima pengetahuan akan tetapi lebih dari
itu mahasiswa juga sebagai pemberi, pengolah dan pembelajar pengetahuan. Dalam lingkungan perguruan
tinggi pula mahasiswa bisa mengungkapkan ide-ide atau gagasan dan argumentasinya secara bebas.
Mahasiswa bisa berperan aktif untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam proses belajar mengajar.
Temu kelas bukan hanya agenda untuk mendengarkan ceramah dan mencatat apa yang disampaikan dosen,
tetapi lebih difungsikan sebagai ajang untuk diskusi, dialog, sharing pengetahuan dan pengalaman serta
penguatan pengetahuan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya dan mahasiswa dengan dosen. Interaksi
yang aktif dapat terbentuk melalui proses tersebut, dengan harapan peserta didik akan terlatih untuk berpikir
radikal tajam dan kritis serta memiliki keterampilan dalam mengungkapkan argumentasi secara ilmiah
dengan bahasa yang baik dan benar.
Faktanya pandangan tersebut tidak banyak terjadi dalam dunia pembelajaran khususnya di perguruan
tinggi di Indonesia. Perkuliahan tidak lebih dari agenda untuk memperoleh pengetahuan dari dosen
mendengar dan mencatat apa yang disampaikan dosen. Kuliah tidak ada bedanya dengan proses belajar
mengajar di lembaga pendidikan lainnya baik formal maupun non-formal. Hal ini tentu sudah menjadi
budaya belajar mengajar di lingkungan kita, dan nampaknya proses seperti ini masih sangat digemari baik
oleh mahasiswa maupun dosen, dengan alasan proses belajar mengajar terasa lebih mudah ringan dan santai.
Mahasiswa tidak perlu mempersiapkan perkuliahan dengan membaca dan mempelajari bahan-bahan
perkuliahan terlebih dahulu, karena nantinya akan diberikan oleh dosen pengajar. Besar kemungkinan
harapan yang digambarkan pada paragraf pertama tidak akan menjadi kenyataan. Hal ini disebabkan karena
tidak adanya kesiapan dan komitmen baik dari pihak penyelenggara perkuliahan maupun mahasiswa untuk
mempraktikkan proses belajar mengajar seperti yang telah disebutkan. Di samping itu juga SDM serta
fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang proses belajar dan tentunya juga biaya untuk menopang kegiatan
tersebut.
Perubahan proses belajar akan membawa pengaruh pada perubahan perilaku belajar individu maupun
kelompok. Perubahan perilaku belajar akan sangat tergantung pada individu itu sendiri dan lingkungan
tempat ia belajar terutama lingkungan belajar formal dalam hal ini perkuliahan. Dari individu itu sendiri ada
komitmen untuk mengikuti kegiatan belajar dengan kondisi belajar seperti yang disebutkan di awal paragraf
dengan serius dan baik. Lingkungan harus didesain sebisa mungkin untuk membuat suasana belajar berjalan
lebih interaktif, efektif, dan terkontrol dengan baik.
Dari gagasan artikel yang ditulis oleh Prof. Suwardjono, bagian mengenai “pengalaman belajar atau
nilai” menjadi hal yang menarik perhatian buat saya. Kedua hasil dari pembelajaran ini sulit untuk dipilih
mana yang lebih diutamakan untuk masa depan mahasiswa, karena mahasiswa cenderung lebih
memprioritaskan untuk memperoleh nilai yang baik daripada penambahan wawasan, penalaran dan
pengalaman belajar. Pertanyaan menurut saya adalah bagaimana cara terbaik untuk bisa memperoleh
keduanya dengan baik…? Sehingga tujuan pembelajaran yang sebenaranya dapat tercapai.
SDM dosen yang dibutuhkan untuk memenuhi harapan ini adalah dosen yang mampu mengatur dan
mengarahkan suasana kondisi belajar yang membedakan perguruan tinggi dengan lembaga pendidikan
formal maupun non-formal lainnya. Selain itu juga mampu mengevaluasi kegiatan pembelajaran dan hasil
belajar serta mengontrol suasana lingkungan sehingga kondisi belajar berjalan sesuai dengan harapan.

You might also like