You are on page 1of 38

Peter Kasenda

Soekarno, D. N. Aidit dan PKI

Peristiwa penculikan dan pembunuhan jendral-jendral senior Angkatan Darat di Jakarta pada dini
hari 1 Oktober 1965 telah memberi kesempatan kepada Soeharto untuk melayangkan pukulan
maut kepada legitimasi Soekarno sebagai perwujudan kehendak rakyat Indonesia. Soeharto,
ketika mengambil mayat-mayat para jendral yang dibunuh, belakangan mengaku bahwa pada
saat itulah dia menyadari bahwa “tugas utama saya adalah menghancurkan PKI, memberantas
perlawanan mereka di mana-mana, di ibu kota, di daerah, di tempat persembunyian mereka di
gunung-gunung…untuk membersihkan daerah-daerah tersebut dari benih-benih kejahatan .”

Pembantaian mengerikan yang terjadi di mana-mana mulai akhir 1965 dan berlanjut sampai
bulan-bulan pertama 1966, yang saat itu dan sesudahnya dianggap wujud keinginan rakyat, telah
menyudahi bab Soekarnois dalam pemahaman akan Indonesia. Ngerinya pembataian itu –
Jendral Soemitro belakangan mengenang bahwa “ Saya masih bisa melihat bagaimana Kali
Brantas penuh mayat yang mengambang, dan banyak lagi mayat yang menyangkut di cabang-
cabang pohon yang tumbuh di pinggir kali”- akan membentuk hakikat perilaku politik Indonesia
selama beberapa generasi. Upaya Soekarno membangun rasa kebangssaan yang utuh di atas
berbagai perseteruan dan ambisi yang penuh ketegangan, tanpa ampun, dan tak dapat didamaikan
akan segera digantikan konsepsi baru mengenai makna Indonesia, yang berdimensi satu tapi
ambisius.
Rezim yang dibangun Soeharto dan kolega-koleganya bersifat otoriter, enam puluh persen
anggota kabinet pertama yang dibentuk Soeharto pada Maret 1966 adalah anggota militer.
Namun akhirnya, rezim Soeharto didirikan di atas gagasan negara dan korporatisme sosial yang
sangat ampuh di atas keyakinan bahwa kestabilan politik Indonesia dan kemampuan Indonesia
menjalanani pertumbuhan ekonomi yang pesat harus dikelola dengan cara baru yang
menyeluruh. Visi Indonesia integralis Soeharto – bersatu, tanpa pertentangan, terkendali,
terarah, dengan penegakan kekuasaan – menjadi tema utama Orde Baru. ( RE Elson 2008, 358 –
361 )

Komunisme Bergerak
1
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Gerakan Komunis di Indonesia mengalami perjalanan panjang yang seringkali diwarnai


gelombang pasang surut. Dalam kurun waktu pergolakan pergerakan nasional pada awal abad
ke-20, gerakan komunis bersama dengan gerakan lainnya yang dilandasi oleh berbagai ideologi
seperti Islam dan nasionalisme, mengekspresikan diri dalam bentuk aksi perlawanan terhadap
penguasa kolonial.

Aksi perlawanan itu disalurkan melalui protes terhadap berbagai ketimpangan penguasa kolonial.
Yang paling kongkret berupa aksi konfrontasi secara frontal yang mengandalkan kekuatan fisik.
Keterlibatan PKI dalam pergulatan itu terlihat dengan meletusnya aksi perlawanan yang
dirancang dan sekaligus dilakukan oleh organisasi itu sepanjang tahun 1926-1927. ( Suhban Sd
1996 : 6 – 10 )

Tahun-tahun terakhir kekuasaan imperialis sesudah pemberontakan-pemberontakan komunis di


Jawa tahun 1926/1927, rezim kolonial Hindia Belanda membangun sebuah kamp pembuangan
massal yang kurang mendapatkan perhatian. Boven Digul, di pedalaman Papua yang penuh
nyamuk malaria di pinggiran wilayah Hindia Belanda untuk memaksa para interan hidup normal
di bawah kondisi yang tidak normal. Boven Digul, disebut demikian karena terletak di daratan
tinggi Sungai Digul. Boven Digul bukanlah sebuah koloni narapidana. Seperti dijelaskan oleh
pemerintah Hindia Belanda tempat pembuangan bukanlah sanksi yang dijatuhkan melalui proses
hukum (penal sanction) melainkan tindakan administrarif, ditetapkan oleh kewenangan istimewa
gubernur jendral, exorbitant rechten, yang bisa menentukan para interniran di tempat tertentu.

Digul juga bukan sebuah kamp konsentrasi, karena tempat ini berbeda dengan kamp konsentrasi
Nazi dalam hal bagaimana para penghuninya diperlakukan tak seorang pun di Digul disiksa atau
dibunuh seperti di kamp-kamp konsentrasi Jerman. Pemerintah Hindia Belanda, hanya
membiarkan para penghuni mati, menjadi gila, atau menjadi hancur.

Orang-orang Indonesia mengerti betul apa artinya diasingkan ke Digul. Tak ada pembatasan
informasi tentang Digul, praktis setiap pengiriman intern baru ke Digul dan setiap pembebasan
baru dari tempat yang sama diberitakan di koran-koran Melayu, sering kali diikuti dengan

2
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

penerbitan surat-surat intern dan wawancara yang bersangkutan kepada keluarga dan kawan-
kawan mereka. Pemerintah sengaja membiarkan orang Indonesia tahu tentang Digul, tak
diragukan lagi, untuk membuat mereka jera. (Takashi Shiraishi 2001 : 1 – 2 )
Akan tetapi penguasa kolonial Belanda berhasil menumpas aksi pemberontakan yang terjadi di
Banten dan Sumatra Barat. Penguasa kolonial kemudian melakukan penangkapan terhadap
mereka yang terlibat secara besar-besaran. Jumlahnya mencapai ribuan dan kemudian di
antaranya dibuang ke daerah incognito Boven Digul di pedalaman Papua.

Setelah proklamasi kemerdekaan, PKI illegal mulai bergerak dan melibatkan diri dalam
Peristiwa Tiga Daerah (Pemalang, Brebes dan Tegal). Tetapi secara nasional PKI melakukan
konsolidasi partai pertama dalam atmosfir republik, yaitu Kongres Nasional IV di Surabaya pada
bulan Januari 1947. PKI seolah-olah mendapat suntikan baru sejak kembalinya tokoh lama
Musso. Karena meletus pemberontakan 1926/1927, ia tertahan dan terus menetap di Rusia dan
baru kembali pada tanggal 11 Agustus 1948. Ia harus menyamar bernama Soeparto, sekretaris
Suripno. Dengan kembalinya Musso babak baru telah dimulai pada tanggal 25 Agsutus 1949
diadakan sidang partai dengan agenda antara lain pembentukan front nasional (Partai Buruh
Indonesia, Partai Komunis Indonesia dan Partai Sosialis) menjadi Partai Komunis Indonesia.
Dalam memperoleh kekuasaan, mereka menjalankan Jalan Baru yang dimaksudkan sebagai
koreksi, yang tidak hanya ditujukan kepada gerakan-gerakan komunis itu sendiri, tetapi sekaligus
melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan atau keputusan pemerintah RI.

Haluan politik PKI, tentu sangat berbeda dengan kekuatan politik lainnya, apalagi dalam
konstelasi awal republik, gerakan ideologi atauapun partai sangat mewarnai proses politik
Indonesia. Perbedaan pandangan dengan pemimpin itu, perlawanan terhadap pemimpin Islam,
serta kekecewaan terhadap masalah ketentaraan, membuat PKI semakin gusar dengan RI. Karena
itu, berbagai cara, agitasi, provokasi adalah taktik yang lazim digunakan PKI. Ini mencapai
klimaks dengan meletusnya peristiwa Madiun 1948. ( Subhan Sd 1996 :: 6 – 10 )

Berita pemberontakan PKI di Madiun baru diketahui oleh pemerintah di Yogyakarta pada
tanggal 18 September 1948, sore harinya. Kabinet segera bersidang untuk menentukan langkah-
langkah yang harus diambil untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Presiden Soekarno

3
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

atas persetujuan kabinet memberikan kekuasaan kepada Panglima Besar Sudirman untuk
menyelamatkan kehidupan negara. TNI segera mengadakan penangkapan terhadap para
pemimpin PKI di Yogyakarta seperti Tan Ling Djie, Abdul Madjid, Maruti Darusman, dan
Ngadiman.

Pada tanggal 19 September 1948 Presiden Soekarno mengucapkan pidato radionya. Soekarno
menjelaskan kepada rakyat akan pentingnya persatuan dan kesatuan menghadapi ancaman
Belanda dan pengacau dalam negeri. Ia juga mengatakan bahwa kerusuhan yang terjadi di Solo
dan akhirnya tentang PKI Musso yang telah mengadakan kup terhadap pemerintah yang sah
Presiden berseru kepada rakyat Indonesia,” …Rebut kembali Madiun Madiun harus lekas di
tangan kita kembali.”

Kemudian Musso menjawab pidato Presiden Soekarno pada malam harinya juga dengan
mengulangi lagi uraian-uraian kesalahan revolusi Indonesia. Selanjutnya Musso mencap
Soekarno sebagai budak-budak Jepang, penjual romusha dan menjual rakyat Indonesia kepada
imperialis Amerika. Musso menyatakan: Musso selamanya menghamba rakyat Indonesia. Hidup
merdeka! Menang perang “

Kemuidan rencana-rencana operasi dipersiapkan oleh Markas Besar Angkatan Perang Republik
Indonesia, yang Madiun harus sudah berhasil direbut dalam tempo dua minggu. Operasi
penumpasan PKI di Madiun dilaksanakan dari arah timur di bawah pimpinan Kolonel Sungkono
dengan Divisi Pertahanan Jawa Timurnya dan dari arah barat bergerak Divisi Siliwangi di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Sadikin. Pertumpahan darah tak tercegah. TNI yang pro-PKI bersama
Pesindo mengadakan perlawanan terhadap tentara pemerintah. Namun tentara pro-PKI dan
Pesindo tidak dapat mempertahankan Madiun sehingga tanggal 30 September 1948 kota Madiun
dapat diduduki kembali oleh TNI. Kekuatan PKI melarikan diri ke luar dan TNI terus
mengadakan pengejaran 30 Oktober 1948 Musso tertembak karena mengadakan perlawanan di
Ponorogo. Kemudian satu per satu pemimpin PKI dapat ditawan ataupun tertembak. Tanggal 29
November 1948 Djokosujono, Maruto Darusman, Sajogo berhasil ditangkap di Priangan, 10
kilometer sebelah barat dari Purwodadi. Djokosujono memberitahukan bahwa Amir dan Suripno
juga berada di Purwodadi sehingga TNI terus mencari kedua pemimpin itu. Pada hari itu juga 29

4
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

November Amir Sjarifoeddin dan Suripno ditangkap di desa Klambu, 20 kilometer sebelah barat
laut Purwodadi, pada hari Senen, jam 20.00. Dengan tertangkapnya Amir dan Suripno maka
semua pemimpin pemberontakan telah tertangkap atau tertembak dalam pertempuran kecuali
Aidit yang berhasil melarikan diri ke luar negeri. ( Frederiek Djara Wellem 1984 : 240 – 244.

Teori yang dikemukakan tentang Peristiwa Madiun dari pihak yang ditumpas (PKI) adalah teori
prvokasi. Menurut teori ini ketika pada puncak-puncak pertentangan politik antara Pemerintah
dan FDR, pihak Amerika mengadakan pendekatan kepada Soekarno-Hatta mengusulkan agar
Pemerintah membasmi komunis Indonesia. Mereka mencoba menyakinkan Pemerintah bahwa
Amerika Serikat menekan Belanda dalam persengketaan Indonesia-Belanda.

Katanya suatu malam diadakan pembicaraan-pembicaraan di Sarangan antara Gerald Hopkins,


Cuchrane (dua-duanya dari AS), Soekarno-Hatta, Natsir-Soekiman, Soekanto dan Mohammad
Roem. Dalam pembicaraan ini Soekarno meminta agar AS mendukung Indonesia karena cita-cita
Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita Indonesia adalah sesuai dengan cita-cita Declaration of
Independence, Dafayette, Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia dari Revolusi Perancis serta Pakta
Atlantik (Atlantic Charter), Hatta juga meminta hal yang sama dan memperlihatkan betapa
kayanya Indonesia dengan bahan-bahan mentahnya yang diperlukan oleh dunia Anglo Saxon.

Sebaliknya golongan yang anti-FDR menunjukkan bahwa PKI memang telah merencanakan
untuk merebut kekuasaan negara. Mereka mencoba merebut kekuasaan negara melalui cara-cara
parlementaris dan kalau perlu dengan kekerasan. Usaha kedua ini dilancarkan melalui fase rapat
umum anti Pemerintah, pemogokan-pemogokan, usaha-usaha menimbulkan kekacauan dan pada
akhirnya perebutan kekuasaan. Soal ini dihubungkan dengan garis keras Zhadnov setelah akhir
1947 dan pemberontakan-pemberontakan di Burma (Myanmar), Malaya (Malaysia), Filipina dan
Madiun. Hanya kaum komunis karena kecorobohannya (Musso) pada akhirnya menghancurkan
rencana-rencana mereka sendiri. (Soe Hok Gie 1997 : 267 – 272 )

Kebangkitan PKI

5
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

PKI bebas bergerak pertama kali sejak kegagalannya kedua, ialah atas izin Pemerintah RIS
dengan surat keputusan tertanggal 4 Februari 1950. saat itu pemimpinnya adalah Alimin, veteran
tua dari pemberontakan Madiun Aidit yang kemudian sebagai pemimpin PKI mengikuti Jalan-
Baru Musso dan berusaha mengembangkan organisasi buruh, pemuda dan Front Wanita.
Sedangkan Alimin belum juga mempunyai rencana seperti yang dilakukan oleh Musso.

DN Aidit yang kembali dari pelariannya di luar negeri tahun 1950, bersama Lukman
menggantikan pimpinan Alimin. Usahanya yang pertama saat itu ialah menyatuhkan kembali
semua potensi komunisme Indonesia. PKI sejak kegagalannya kedua pada masa itu terpecah
menjadi PKI-ilegal yang berpusat di Yogya di bawah pimpinan Djaitun, Partai Sosialis dipimpin
oleh Tan Liang Djie dan Partai Buruh Indonesia serta PKI yang bergerak di bawah tanah. Dan
dengan munculnya Nyoto dalam bulan Januari 1951, serta Sudisman, maka barisan muda ini
memimpin dan mengkonsolidasikan kembali partai. ( Arbi Sanit 2000 : 64 – 66 )

Selain mendapatkan kembali pengaruh yang pernah dimiliki sebelum insiden Madiun, PKI telah
berkembang pesat sedemikian rupa sehingga kehadirannya di Indonesia pada saat itu menjadi isu
yang paling penting dalam kehidupan politik bangsa. Sampai munculnya Aidit sebagai pimpinan
PKI, yang dimulai dengan kegagalan perebutan kekuasaan kedua kalinya, partai ini belum
pernah memainkan peranan yang sepenting sewaktu PKI dipimpin oleh Aidit, balik di tingkat
daerah maupun di tingkat nasional.

Di awal tahun 1950, PKI harus menempuh jalan panjang untuk membangun kembali dirinya
sebagai sebuah partai politik serta membuang semua kejelekan yang masih disangkutpautkan
dengan nama partai akibat pemberontakan Madiun. Menjelang tahun 1951, PKI jelas-jelas
diperhitungkan di antara partai-partai kuat di dalam negeri, memasuki tahun 1954, PKI
mengklaim punya anggota sebanyak 150.000 orang dan pada bulan September 1955, hasil
Pemilu menunjukkan bahwa PKI tidak hanya sebagai partai besar keempat di Indonesia, tapi
juga bahwa dengan afiliasi serikat dagangnya dan partai-partai kecil di sekitarnya, PKI telah
meraih tingkat kekuatan politik dan kemampuan bergerak yang tinggi dan tidak terduga
sebelumnya.

6
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Orang-orang komunis kembali mendapatkan posisinya dengan berbagai macam cara. Dengan
memperluas kontrol dan pemgaruh mereka pertama-tama terhadap gerakan-gerakan serikat
dagang, lalu terhadap organisasi –organisasi petani dan pemuda dari sejumlah partai kecil yang
mewakili isu-isu daerah atau ras tertentu (seperti Cina), dengan bermesraan dan bermain-main
dengan faksi-faksi dalam kepemimpinan PNI ; dengan tidak henti-hentinya berkampanye untuk
menyingkirkan Masyumi di samping juga berusaha mengangkat nama PSI; dengan
mengeksploitisir sejumlah krisis dan perpecahan yang menimpa para pemimpin nasional
termasuk terjadi di dalam Angkatan Bersenjata ; dengan memelihara hubungan baik dengan
Presiden Soekarno sampai-sampai Soekarno tidak bisa lagi menimbang keuntungan dan kerugian
dukungan PKI ini; dengan memanfaatkan sebuah jalur propaganda yang dikonsumsi oleh rakyat
banyak yang, gara-gara perpindahan Kominform ke Sayap Kanan pada tahun 1952 – 1953,
membuat mereka dengan rapinya mengolah sentimen umum tentang isu-isu dalam dan luar
negeri terutama yang berkenan dengan perdamaian dunia dan sikap anti-imperialisme.

Kemenangan pertama PKI pascaperang dicapai dalam SOBSI yang terus didominasi oleh tokoh-
tokoh komunis meskipun ada bencana kasus Madiun. Di dalam tubuh SOBSI, PKI dengan cepat
mampu mengambil alih kembali kendali atas orang-orang yang sempat lepas dari genggaman
gara-gara peristiwa Madiun tersebut. Keresahan masyarakat pada bulan-bulan pertama rukunnya
para pejabat setelah peralihan kekuasaan tampak dalam sikap-sikap perlawanan, pemogokan, dan
kekacauan yang terjadi di dalam sejumlah serikat dagang. PKI melakukan sedikit usaha di
kalangan tokoh SOBSI untuk mengkonsolidasi situasi-situasi tersebut menjadi pemogokan-
pemogokan yang terencana dan terorganisir secara rapi. Pada paruh tahun 1950, kerusuhan buruh
mencapai tingkat di mana pemerintahan Natsir harus menangkap sejumlah pemimpin serikat
buruh. Kendati demikian, ketika serikat-serikat SOBSI meneruskan rencana pemogokannya,
pada bulan Februari 1951 pemerintah memberlakukan larangan sementara terhadap pemogokan-
pemogokan di instansi-instansi vital. Sampai pada tingkat ini, strategi PKI-SOBSI berubah
menjadi pemogokan-pemogokan massal, sabotase terhadap hasil-hasil perkebunan dan bongkar
muat barang-barang di pelabuhan dan insiden-insiden serupa untuk memelihara dan
meningkatkan keresahan di dalam negeri serta memperburuk ekonomi terutama di daerah-daerah
terpencil di mana pemerintah sulit mengirim pasukan ke sana. Sementara itu serikat-serikat
buruh terus menuntut kenaikan upah, pemendekan jam kerja dan bonus lebaran yang lebih besar.

7
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Marah karena keputusan-keputusan yang dibuat oleh unit-unit kebijakan resmi yang didirikan
pemerintah, membuat loyalitas para anggota serikat terhadap SOBSI semakin bertambah dan
pengaruh kepemimpinan serikat terhadap buruh semakin kuat.

Dijamin oleh massa pengikut yang besar sejak memanfaatkan SOBSI, PKI kemudian
mengalihkan perhatiannya kepada sejumlah kelompok tani dan organisasi-organisasi pemuda
yang masih berhubungan dengan asosiasi-aosiasi mereka. Dalam kedua macam kelompok ini,
PKI dengan efektif mampu memegang kendali komando pusat dari kelompok-kelompok
terpenting seperti BTI dan Pemuda Rakyat atau pengganti Pesindo, salah satu kelompok pemuda
sosialis.

Tidaklah sulit untuk menjelaskan keberhasilan PKI dalam menarik para pemuda. Para pemuda
pascarevolusi yang tidak puas, marah dan benci, cepat sekali bereaksi terhadap pemimpin
manapun yang menyebabkan ketidaksenangan mereka dan siapa saja yang menawari para
pemuda itu tempat untuk menumpahkan perlawanan mereka terhadap status quo. Awal
keberhasilan PKI dalam segmen masyarakat petani berasal dari kondisi-kondisi yang sama, yaitu
meluasnya ketidakpuasan dan keresahan masyarakat terhadap kehidupan desa yang lepas dari
nilai-nilai terutama di daerah-daerah yang banyak ditimpa peperangan. Meskipun agak
mengabaikan kebijakan tanah dan masalah-masalah petani selama beberapa tahun (dalam
sejarahnya, PKI baru mengadakan Konferensi Petani Nasional pada bulan April 1959), PKI tetap
mendapat dukungan luas melalui kemenangan slogan-slogannya yang memikat dan heboh, di
antaranya “ tanah untuk petani “ dan sebagainya. Dengan dukungan massa yang didapat dan
hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh kunci dalam ajaran BTI, maka mudah sekali bagi PKI
untuk menyempurnakan dan mengukuhkan pengambilialihan organisasi-organisasi petani yang
sudah maju.

Sementara itu, wakil-wakil PKI di Parlemen sudah cukup aktif sejak partai ini mulai menfaatkan
percecokan antara Masyumi dengan PNI untuk mengadakan kerjasama dengan PNI di tingkat
Parlemen. Contoh pertama untuk itu adalah dukungan orang-orang komunis terhadap PNI pada
bulan Oktober 1950 yang menuntut agar Kabinet diganti dengan sebuah koalisi yang lebih luas,
meskipun manuver PKI ini gagal, dukungan yang diperoleh PNI dan PKI amat membantu

8
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

meningkatkan hubungan antara sejumlah tokoh PNI dan PKI. Inilah strategi yang selalu dipakai
PKI dalam berbagai kesempatan.

Selain itu, kendatipun masih terus mencela sebagian besar partai-partai nasionalis dan
keagamaan sebagai partai-partai kamp imperialis pada pertengahan tahun 1951. PKI berusaha
mengkonsolidasi kekuatan-kekuatannya dengan membela diterimanya Program Persatuan
Nasional melalui kerjasama dengan PSI, Partai Buruh, dan Partai Rakyat Indonesia Usaha PKI
untuk membangun sebuah front persatuan terbatas juga gagal. Terhalangi dalam beberapa
kegiatannya gara-gara larangan pemerintah pada bulan Februari 1951 tentang pemogokan
perusahaan-perusahaan vital seperti perkebunan dan perkapalan, serta dihadapkan pada
penahanan yang dilakukan oleh pemerintahan Sukiman terhadap sejumlah besar orang-orang
komunis dan asosiasi-asosiasi mereka pada musim panas 1951, PKI mulai merancang panggung
untuk permainan berikutnya. Pembelaan rakyat terhadap peran PKI dalam peristiwa Madiun.
Cara ini diambil demi untuk menghapus isu tersebut dari perpolitikan masa depan. Usaha partai
ini dilakukan dengan menerbitkan sebuah “ buku putih “ tentang Madiun.

Dokumen ini lebih jauh mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa yang melahirkan pemberontakan
Madiun juga meliputi serangan-serangan terhadap orang-orang PKI dan penculikan-penculikan
serta eksekusi yang dilakukan oleh Divisi Siliwangi, sebuah kesatuan yang paling dipuji dan
disegani dalam Angkatan Bersenjata. Kesiapan untuk menyerang Divisi ini mendorong
keyakinan sebagian tokoh PKI untuk selanjutnya membuat serangan terhadap Presiden
Soekarno. Dokumen itu menyebutkan bahwa persiapan terakhir dibantu oleh Soekarno sendiri
yang “mempercepat“ pertempuran yang dmulai pada tanggal 19 September : “ Rakyat dan
tentara yang tetap anti imperialis akhirnya dipaksa untuk melindungi dirinya akibat pidato
Presiden Soekarno pada malam 19 Desember 1948. Dalam pidatonya itu, Presiden
memerintahkan sebuah serangan umum bersenjata dan menahan serta membantai secara brutal
orang-orang dicap sebagai pengacau .” Pernyataan ini adalah sebuah tantangan terbuka terhadap
Soekarno yang tampaknya sudah menduga bahwa pada masa itu, tatkala wibawanya masih
belum tertandingi, orang-orang komunis akan merasa cukup kuat untuk mengeritiknya. Pada saat
yang sama, orang-orang komunis mundur dari alur propaganda sebelumnya yang menyebut
Soekarno sebagai “kolaborator “ Fasis Jepang.

9
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Meskipun ternyata bahwa Buku Putih itu tampaknya tidak berusia panjang setelah PKI berusaha
membangun sebuah jalan baru bersama, Tan Malaka dan para pengikutnyalah yang dituduh
menyebarkan informasi keliru tentang program dan rencana FDR, informasi yang diduga ikut
mendorong keluarnya pidato Soekarno. Alkhirnya,”Insiden Madiun“ terang-terangan
disebutkan“ sama sekali bukanlah kudeta seperti yang dengan keliru, dikatakan oleh orang-orang
reaksioner dalam luar negeri .” Selanjutnya, berbeda dengan pernyataan resmi Soviet pada tahun
1948, dokumen tersebut menyebutkan : “ Untuk melegalkan aksi Soekarno barangkali perlu
dibuktikan (bahwa) pada waktu tertentu pada malam tanggal 19 September 1948, pemerintahan
Soviet telah dibangun di Madiun .”

Dalam penulisan ulang sejarah ini, sebuah eulogi tentang Musso memuat indikasi-indikasi bahwa
tidak hanya insiden Madiun tetapi juga beberapa kesalahan orang-orang komunis sebelumnya
juga perlu diperbaiki. Oleh karena itu, eulogi itu menyebutkan : “ Dari awal, Musso dan rakyat
Soviet tidak percaya kepada tuduhan Belanda bahwa Republik ini diinspirasi oleh Jepang karena
fakta menyebutkan bahwa revolusi jelas-jelas bersifat anti imperialis.” Dan” kawan Musso
secara ksatria telah menerbitkan proklamasi kemerdekaan di ibukota Soviet .”

Dokumen tersebut diakhiri dengan sebuah pembelaan bahwa peringatan insiden Madiun setiap
tahun menjadi tanda kelanjutan ruh front persatuan nasional. Komisi Pusat PKI pada tanggal 6
Februari 1951 menyatakan bahwa keberhasilan rencana provokasi pemerintah Soekarno-Hatta
mengakibatkan perpecahan kesatuan anti imperialis yang sudah dibangun PKI berdasarkan
sebuah program nasional yang disepakati oleh semua partai dan organisasi massa. Rusaknya
kekuatan anti imperialis revolusioner di antaranya disebabkan oleh pembunuhan dan penahanan
36.000 orang yang menjadi tulang punggung revolusi. Insiden tersebut ikut membantu serangan
Belanda selama Agresi Kedua dan kebijakan-kebijakan pemerintah Soekarno-Hatta untuk
menyerah kepada Belanda.

Meskipun marah karena dokumen itu muncul di beberapa kalangan terpelajar, orang-orang
komunis cukup berhasil menfaatkan dokumen tersebut untuk memperbaiki nama mereka yang
dulu tercemar. Kecuali untuk orang-orang yang berjuang di Madiun melawan orang-orang

10
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

komunis dan orang-orang yang terus memantau situasi internal dengan baik, detail-detail insiden
Madiun semakin kabur dalam ingatan orang Indonesia yang jauh dari arena tersebut dan mereka
yang tidak lama setelah itu terperangkap oleh agresi Belanda pada bulan Desember 1948.

Setelah melancarkan kampanye untuk membersihkan nama mereka dan menyusun kembali
sejarah pemberontakan Madiun, PKI terus maju dalam usaha-usaha untuk meraih dukungan
massa dalam aktivitas-aktivitas parlementer mereka, terus mengumpulkan kekuatan di Parlemen
melalui ketidakpuasan orang terhadap penanganan Kabinet Sukiman atas Pakta Perdamaian
Jepang pada paruh tahun 1951, serta menuai keuntungan dari penanganan Subardjo yang janggal
atas insiden Mutual Security Act pada bulan Februari 1952. Segera setelah peristiwa yang
membuat Sukiman jatuh ini. PKI membuat permohonan untuk membentuk sebuah front nasional
yang luas, sebuah tawaran yang ditujukan kepada unsur-unsur kepemimpinan PNI yang tidak
puas dan pindah ke sayap Wilopo untuk menggulingkan pemerintahan. Rencana-rencana baru
yang diperkenalkan pada bulan Mei 1952 dengan alasan bahwa “ orang-orang borjuis nasional
yang lari dari kamp demokratik pada tahun 1948, sekarang benar-benar bebas dari sekutu-sekutu
imperialis mereka sehingga pemulihan kerjasama empat kelas sekarang menjadi sesuatu yang
mungkin.

Inilah masa-masa yang menguntungkan bagi PKI. Kinipun Masyumi dan PNI sudah terwakili di
kabinet, Masyumi ternyata semakin terhalangi oleh salah satu sayap PNI yang merasa tersingkir
dari kabinet PNI yang dipimpin oleh Sidik, mau bekerja sama dengan fraksi parlementer PKI
meskipun itu merugikan partainya sendiri. Lalu pada tahun 1952, terjadilah “ peristiwa 17
Oktober 1952 “ yang mempengaruhi nasib PSI. Kabinet lemah PNI yang dipimpin oleh sayap
Wilopo-Mukarto berusaha berjalan dengan susah- payah sampai bulan Juni 1953. Pada saat itu,
kabinet ini dijatuhkan oleh mosi Kertapati tentang pengusiran para pemukim liar dari lahan
minyak di Sumatra, sebuah isu yang direkayasa oleh tokoh-tokoh PNI lokal dan dibawa ke
tingkat nasional oleh PNI. Pada titik inilah strategi PKI untuk bekerja sama dengan beberapa
tokoh PNI mulai menunjukkan hasil Kabinet Ali Sastroamidjojo I dibentuk pada bulan Juli 1953
dengan restu Presiden dan dukungan PKI. Dalam hal ini, kunci untuk duduk di kabinet adalah
Menteri Pertahanan yang baru, yaitu Iwa Kusumasumantri yang kemudian menjadi anggota
Partai Progresif, salah satu kelompok kecil di bawah sayap PKI. Penguasaannya atas Departemen

11
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Pertahanan menunjukan bahwa ia tidak menyadari kekuatan PKI yang sebenarnya dan berharap
bisa menfaatkan para pejabat yang berorientasi komunis yang bisa ia tempatkan di pos-pos
kunci untuk kepentingannya sendiri. Ia juga merevisi pandangan –pandangannya pada tahun
1946 serta pada waktu terjadinya peristiwa Madiun dan sesudahnya, sehingga ia sekarang siap
untuk bekerja sama dengan PKI.

PKI mengumumkan bahwa meskipun mereka tidak berpartisipasi dalam pemerintahan, mereka
tetap mendukung Kabinet Ali. Karena masih mendapat kritik gara-gara peristiwa Madiun, PKI
memerlukan ikatan kuat dengan salah satu partai nasionalis yang dipimpin oleh tokoh-tokoh
masyarakat yang disegani dan kesetiaannya kepada Republik sudah tidak diragukan lagi. Lebih
dari itu, dengan para pengikut yang dibina di desa-desa terutama di daerah-daerah di mana
orang-orang komunis tidak pernah mendapat tempat, serta dengan lini depan para pendukungnya
yaitu para pegawai pemerintah, PNI memberikan sebuah basis baru yang kuat bagi kelihatan PKI
dalam mengelola propaganda. Pada saat yang sama, PKI memberi PNI sumber dukungan
melalui SOBSI dan melalui pemberian sebuah lini kanan yang selalu lebih dekat kepada prang-
orang nasionalis ketimbang kepada PKI.

Ada dua cara lain di mana kerjasama PKI-PNI memakai bentuk-bentuk yang saling
menguntungkan. Salah satunya adalah sikap antipati yang keras dari sayap PNI yang duduk
dalam Kebinet Ali terhadap PSI. PKI kemudian ikut serta dalam kericuhan di Parlemen ini dalam
rangka melanjutkan serangannya terhadap PSI sebagai “pengekspor orang-orang kapitalis “
karena PKI tahu bahwa serangan tersebut akan didukung penuh oleh juru bicara pemerintah.
Tampaknya, tidak pernah ada keraguan dalam pikiran para pemimpin PKI mengenai kelompok
mana yang menjadi lawan berat ideologi mereka tidak lama setelah peralihan kekuasaan, dalam
beberapa kesempatan. Sjahrir menyatakan bahwa satu-satunya yang bisa mencegah para
mahasiswa untuk bergabung dengan PKI adalah keberadaan PSI sebagai tempat berkumpul
orang–orang yang menentang para tokoh dan partai nasionalis lama. Ketika hasil Pemilu 1955
menunjukkan bahwa PSI tampak sekali pesimis dengan jumlah pengikutnya dan mengeluarkan
sedikit kemampuan dalam berkampanye, maka PKI menyadari bahwa pimpinan pusat PSI masih
memiliki pengaruh di luar lingkaran keanggotannya atau para pendukungnya yang sedikit.

12
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Bentuk lain dari kerjasama baru dan terbuka antara PKI dan PNI ini adalah usaha untuk menutup
telinga Presiden dan pada saat itu pula memanfaatkan wibawanya yang berlebihan. Banyak
anggota Kabinet Ali yang menjadi teman dan sahabat Presiden sejak masa-masa sebelum perang.
Meskipun ada sedikit keraguan bahwa para pemimpin PKI sanggup menunaikan tugas public
relation mereka, yaitu merayu Presden, tidak disangsikan lagi bahwa PKI dengan cepat dan
mudah memanfaatkan pintu-pintu menuju istana Presiden yang terbuka dengan sedikit usaha dari
para menteri PNI. Maka PNI mulai memainkan peran baru dari para pendukung pemerintahan
untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan Presiden melalui sebuah pendekatan yang
bersahabatan. Sementara itu, pada yang sama di belakang layar, PKI sedang memamerkan
kekuatannya yang semakin besar untuk mengingatkan Presiden bahwa baik di depan maupun di
belakang pintu, PKI berniat untuk masuk ke dalam perkarangan istana. ( Jeane S Mintz 2002 :
186 – 209 )

Soekarno, Angkatan Darat dan PKI

Yang paling sering dan berulang-ulang menjadi menjadi bahan pertentangan antara tentara dan
presiden adalah soal PKI. Ini sebagian disebabkan perbedaan orientasi ideologis. Perbedaan-
perbedaan itu juga mencerminkan kedudukan ideologi kelompok-kelompok itu masing-masing
yang berusaha memperoleh perwakilan politiknya itu melalui presiden. Selain itu
ketidaksepakatan itu didasarkan pada perbedaan yang antara kedua mitra itu dalam hal
memperhitungkan faktor waktu. Presiden Soekarno yang lahir pada tahun 1901 mengutamakan
pola kekuasaan pada masa kekuasaan pada masa kehidupannya sendiri. Presiden kemungkinan
besar percaya bahwa selama ia masih hidup, kaum komunis tidak akan merupakan ancaman bagi
pemerintah. Di lain pihak, para pemimpin tentara yang sebagian besar berusaha sekitar empat
puluhan tahun, didesak oleh bawahannya untuk memikirkan kepentingan tentara dalam jangka
panjang. Dalam rangka pemikiran itulah mereka melihat kaum komunis sebagian besar di masa
mendatang bagi mereka sendiri, bagi tentara dan rezim.

Soekarno, memang memerlukan dukungan kaum komunis dalam rangka mempertahankan


kekuasaannya dalam situasi pasca 1958 ini. Selama kurun waktu ini, presiden benar-benar hanya
memiliki kekuatan kecil saja yang terorganisasi baik. Diakui, ia mempunyai kekuasaan pribadi

13
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

yang efektif terhadap aparat sejumlah departemen, terutama Departemen Pendidikan dan
Departemen Penerangan. Akan tetapi, kekuasaannya terhadap satuan-satuan bersenjata selalu
kecil dan ternyata semakin merosot di sepanjang tahun-tahun ini. Dalam tahun 1958 ada
sejumlah panglima wilayah yang memihak presiden dalam beberapa persoalan antara presiden
dan Angkatan Darat tetapi mereka telah dipindahkan dari posnya pada tahun 1961. Soekarno
memperoleh dukungan besar dari Angkatan Udara, tetapi pengaruhnya terhadap angkatan itu
telah mengalami kemunduran, terutama sejak Markesal Omar Dhani menggantikan Marsekal
Suryadarma sebagai kepala staf pada bulan Januari 1962.

Soekarno yang tidak mempunyai parpolnya sendiri, memang wajar apabila hanya memiliki
sedikit dukungan politik terorganisasi. Betapapun ia pernah berharap akan penting dan perlunya
sebuah partai politik negara yang monolitik, dalam kenyatannya harapan itu tetap tinggal
harapan. Memang benar Soekarno berhasil mendirikan Front Nasional pada tahun 1960. Tetapi
karena ia memerlukan parpol-parpol yang ada itu sebagai kekuatan politik pengimbang terhadap
tentara, maka ia diharuskan memberi konsesi yang besar kepada parpol-parpol sebagai
pembentuk dan sekaligus anggota front itu sehingga Front Nasional ini tidak lebih dari semacam
konfederasi longgar kelompok-kelompok pendukung pemerintah. Memang, kemudian timbul
satu keraguan, apakah sesungguhnya Presiden Soekarno itu benar-benar menghendaki adanya
sebuah partai politik negara yang bersatu-padu ? Sebab selalu ada resiko organisasi semacam itu
akan diambil alih tentara. Ini suatu kemungkinan yang masuk akal.

Karena kurangnya kekuatan pendukung yang terorganisasi, maka Soekarno selalu menghadapi
bahaya bahaya lebih bergantung kepada tentara daripada sebaliknya. Maka ia terpaksa
mengimbangi kekuatan kelompok-kelompok lain. Jadi, inilah yang mendorong ia sering kali
mencari dukungan dari jajaran-jajaran parpol, khusunya PKI, NU dan PNI. Yang khusus penting
dalam hubungan Soekarno – Angkatan Darat ini bahwa Soekarno selalu berusaha untuk
memberikan kedudukan kepada PKI yang sama derajat dengan PNI dan NU. Selain itu,
Soekarno mengerem berbagai upaya pihak tentara membatasi kegiatan politik PKI. Pokok
persoalan di sini sebenarnya bukan bahwa Soekarno itu pro-Komunis. Anggapan itu paling
banyak hanya mengandung kebenaran separuh saja. Agaknya yang lebih tepat ialah bahwa
Soekarno bergantung kepada PKI, di dalam usaha mempertahankan posisinya menghadapi

14
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

tentara. Di sini ada tiga faktor yang berperan. Pertama, berdasarkan hasil pemilu yang diadakan
di Jawa pada tahun 1957 PKI merupakan partai yang terbesar. Kedua, PKI mempunyai
perlengkapan keorganisasian yang paling luas dan cermat di kalangan penduduk pedesaan dan
kelas–kelas bawah di perkotaan. Ketiga, PKI paling mampu dan tangkas mengerahkan massanya
ke rapat-rapat umum di mana Soekarno berbicara. Bila dilihat dari kepentingan PKI, maka
sebenarnya ketergantungan Soekarno kepada PKI ini bersifat timbal-balik. Setiap kali tentara
berusaha membatasi kebebasan PKI dan PKI merasa cemas menghadapi kemungkinan tindakan–
tindakan represif tentara yang lebih besar lagi, maka PKI selalu lari ke Soekarno. Maka PKI
bukan hanya sekutu Soekarno yang kuat, tetapi yang paling dapat diandalkan karena
kecemasannya yang selalu besar terhadap tentara.

Pada pertengahan tahun 1958, untuk pertama kalinya Presiden Soekarno berusaha melindungi
PKI dari berbagai tindakan pembatasan pihak tentara terhadap kegiatan politiknya. Persaingan
ini semakin menghemat terutama pada akhir tahun 1958, ketika Pemimpin Angkatan Darat
berusaha menghalangi terselenggaranya Kongres ke-6 PKI di Jakarta. Mereka memaksa parpol
itu menunda kongresnya untuk beberapa waktu. Akan tetapi, terutama berkat campur tangan
presiden. kongres tersebut akhirnya dapat terselenggarakan Presiden Soekarno sendiri
memberikan amanatnya dengan nada simpati.
Pada pertengahan tahun 1960, isu komunis itu secara khusus menjadi sangat gawat. Pada tanggal
8 Juli, genap setahun usia kabinet pimpinan Soekarno ini. Politbiro Comite Central PKI
mengeluarkan pernyataan yang mengecam pemerintah, sejumlah pimpinan dan
kebijaksanaannya. Hanya presiden-perdana menteri yang mendapat pujian. Sedangkan Angkatan
Darat dituduh tidak bersungguh-sungguh dalam usahanya menghancurkan pemberontakan
PRRI/Permesta, Menteri Luar Negeri Dr Subandrio dikecam keras sebagai perusak hubungan
Indonesia –Tiongkok (RRC) serta dituduh menjalankan politik yang lebih “membutuhkan
imperialisme daripada melawannya “ . Menteri Perburuhan Ahem Erningpradja dikecam sebagai
tidak membela kepentingan kaum buruh dan lain sebagainya.

Tanggapan pihak tentara terhadap pernyataan PKI yang blak-blakan dan tidak terduga itu cukup
hebat. Mereka segera melarang diperbanyak dan diserbarluaskannya pernyataan itu. Mereka
memanggil dan melakukan interogasi terhadap para anggota politibiro CC PKI. Pada bulan

15
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Agustus, panglima tentara di tiga daerah yang golongan Islamnya kuat, yakni Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan dan Sumatra Selatan /Jambi dengan tegas melarang semua kegiatan
PKI di wilayah kekuasaanya masing-masing. Bersamaan dengan itu, sejumlah pimpinan PKI dan
organisasi massanya di “Tiga Selatan “ itu ditangkap. Kejadian tersebut mendorong
berlangsungnya pertentangan yang lama antara presiden dan Angkatan Darat, di mana presiden
berupaya keras bagi pencabutan kembali larangan di tiga daerah tersebut. Maka terjadilah
pengaturan sementara yang bersifat kompromi, di mana kegiatan semua parpol untuk sementara
dilarang Akhirnya pada bulan Desember 1960 dan Agustus 1960 larangan tersebut dicabut.
Biarpun demikian, kegiatan PKI di “Tiga Selatan“ tetap saja mengalami pembatasan dan
hambatan berat, begitu pula di sejumlah daerah lainnya.

Pada akhir tahun 1960, awal dan pertengahan tahun 1961, dan awal 1962, Presiden Soekarno
lagi-lagi mengulangi usahanya memasukkan PKI ke dalam kabinet. Kali ini dengan semboyan
NASAKOM, persatuan dari Nasionalis-Agama-Koumunis. Agaknya Presiden Soekarno
mempunyai kepentingan khusus untuk memberi jabatan menteri keuangan kepada orang
komunis. Mungkin saja dengan perhitungan agar kaum komunis ikut serta memikul beban
kesalahan di bidang ekonomi yang semakin merosot itu. Usaha Soekarno ini terus menerus
ditentang pihak Angkatan Darat. Namun, pada bulan Maret 1962, ketua PKI D.N. Aidit dan
Wakil Ketua M.H. Lukman memperoleh status sebagai menteri kabinet. Terhadap semua ini,
jelas telah terjadi konflik antara presiden di satu pihak dan pimpinan Angkatan Darat di pihak
lain. Akan tetapi bila diamati secara cermat apa yang telah terjadi dengan PKI sebagai akibat
politik Soekarno terhadap Angkatan Darat sejak tahun 1958, mau tidak mau akan teringat
kembali bahwa ia ini adalah konflik antara dua mitra dalam kekuasaan. Jadi sama sekali bukan
persaingan dari satu kelompok lainnya.

Dengan sepintas lalu melihat posisi PKI dalam tahun 1962, mungkin terkesan PKI telah berjalan
dengan baik sekali. PKI menyaksikan masih lamanya yang terbesar, Masyumi dan PSI, dilarang
pada tahun 1960. Jadi satu penghalang penting tersingkir. PKI mengklaim jumlah anggotanya
meningkat luar biasa, sehingga menobatkannya menjadi partai komunis terbesar di luar kubu
sosialis atau blok Russia-Cina dengan pengaruhnya yang besar terhadap gerakan buruh, tani,
wanita dan organisasi pemuda. Apabila pada saat itu parpol-parpol lain umumnya sibuk

16
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

mempertahankan keutuhan struktur organisasinya, maka PKI telah berhasil mendidik ratusan
ribu anggotanya di dalam kursus-kursus kader dan memperoleh usaha-usaha indoktrinasinya
kepada masyarakat umum. Para simpatisan PKI kini menduduki jabatan wakil Gubernur Jawa
Tengah, Jawa Barat dan Jakarta-Raya, dan banyak anggota PKI yang menjadi walikota dan
bupati di kota-kota besar dan kecil Selain itu, PKI kini terwakili dengan baik dalam lembaga-
lembaga tinggi negara, seperti Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perancang Nasional
(Depernas), dan sejak Maret 1962 dalam Badan Musyawarah Pimpinan Nasional.

Bagaimanapun bila keberhasilan ini mau disebut sebagai keberhasilan, memang merupakan
sesuatu yang lebih besar dibandingkan kerugian-kerugian yang dialami selama ini. Demi
menjaga keabsahan partai, PKI mencantumkan Pancasila ke dalam program partai dan
menggunakan semboyan-semboyannya, seperti “ kepentingan nasional di atas kepentingan
kelas.“ Dengan pedang Danoecles tergantung di atas kepala mereka, para pemimpin PKI harus
menjadi juru kampanye aktif ideologi negara Presiden Soekarno. Sedangkan harian dan media
massa PKI terpaksa menahan diri tidak terlalu mengecam pemerintah Seperti parpol-parpol
lainnya, PKI juga harus menyerahkan daftar anggotanya kepada pemerintah Ormas veterannya
telah dilebur ke dalam Legium Veteran Republik Indonesia, ormas kepanduannya telah dilebur
ke dalam Gerakan Pramuka-nya pemerintah. Pemogokan kaum buruh benar-benar dilarang di
mana saja. Dalam tahun-tahun terakhir ini nilai riel rupiah mengalami kemerosotan serius terus-
menerus. Sebenarnya tidak sedikit dari organisasi partai yang berbeda di bawah pengawasan
tidak langsung pihak tentara. Rapat-rapat umum mulai jarang, dan bila diadakan harus terlebih
dulu memperoleh izin pihak tentara Selain itu skore penangkapan terhadap aktivis dan
simpatisan komunis di daerah-daerah adalah sesuatu kejadian yang lumrah. Karena pengaruh
simpatisan komunis di dalam korps perwira sejak tahun 1958 dikurangi terus-menerus, maka kini
dipercaya tinggal sedikit. Hampir semua majalah berkala politik yang secara tidak langsung
kepunyaan PKI juga dilarang sejak akhir 1960. Sedangkan hariannya bertahan hidup, dengan
jatah kertas koran yang banyak dikurangi. Para anggota dan simpatisan PKI yang duduk dalam
parlemen (DPRGR) dan Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil pengangkatan itu atau
yang menjabat walikota, bupati, wakil gubernur atau anggota-anggota berbagai dewan tinggi
tinggi semuanya memikul beban tanggung jawab tetapi tidak mempunyai kekuasaan yang
berarti. Sehingga kedudukannya itu tidak membantu PKI memperoleh pijakan kuat dalam

17
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

birokrasi. Di pihak lain, ternyata mengakibatkan sebagian orang-orang PKI tersebut terpaksa
melunakkan semangat revolusionernya sebagai dampak kedudukannya yang berstatus tinggi itu .

Jadi dalam tahun 1962 itu, barangkali PKI justru lebih jauh dari kekuasaan ketimbang pada tahun
1958, sekalipun terjadi kemerosotan ekonomi yang sangat cepat dalam tahun-tahun intervensi
asing dan penerimaan bantuan yang semakin besar dari blok Soviet kepada pemerintah. Memang
benar bahwa PKI telah melatih sebagian besar dari dua juta anggota yang diklaimnya itu. Akan
tetapi, latihan itu diberikan dalam bentuk aksi-aksi massa dalam kerangka strategi front
persatuan nasional yang bersifat sedang atau tahu batas. Kini patut diragukan, apakah PKI benar-
benar mempunyai sejumlah kader dan anggota yang militan dan terlatih, bahkan beberapa ribu
saja yang akan dibutuhkan untuk pengambialihan kekuasaan tipe Bolshewik Dengan politik
mendukung Presiden Soekarno,PKI berhasil menyelamatkan diri dari dinyatakan terlarang.
Akan tetapi, kebebasan ini telah dibayar dengan benar-benar menjalani pengebirian.

Memang, ada pula kesan yang lain. PKI sedang “ membangun prestisenya sebagai satu-satunya
organisasi rakyat yang modern, berdisiplin tinggi, tujuannya jelas, utuh bersatu, kekuatan politik
yang cakap dan mahir di dalam negeri “, singkatnya“ sebuah kekuatan yang mampu
menggantikan keputusasaan manakala semua kemungkinan pemecahaan lainnya adalah telah
memenuhi kegagalan ? Kesan itu menyimpulkan. “ PKI mempunyai peluang nyata untuk
mendaki sampai ke puncak kekuasaan melalui cara damai dengan menampilkan dirinya bagaikan
sebuah mercu suar kekuatan di tengah-tengah kekacauan.” Sekalipun begitu dan biarpun ada
retorika Demokrasi Terpempin, seperti misalnya NASAKOM, persatuan golongan nasionalis –
golongan agama – golongan komunis , namun sebagian terbesar elite politik tetap saja
menganggap kaum komunis itu sebagai di luar kalangan Memang benar bahwa PKI mempunyai
organisasi yang baik, terbebas dari konflik klik yang nyata, para anggotanya tinggi disiplin moral
dan pengabdiannya kepada tugas, dan popularitasnya di kalangan petani, buruh, pengrajin,
pedagang kecil dan guru sungguh luar biasa dan dikagumi di mana-mana. Akan tetapi
bagaimanapun sangatlah mustahil, bahwa kekaguman itu sendiri dapat membawa partai ke
tampuk kekuasaan. Kemungkinan terakhir ini bisa saja terjadi, hanya apabila terjadi
perkembangan internasional dan lain-lainnya benar-benar sampai mengakibatkan hilangnya

18
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

keinginan berkuasa sebagian besar kelompok-kelompok yang berkuasa pada kurun waktu
sekarang ini.
Menjelang tahun 1960, terdapat jelas tekanan-tekanan dari dalam partai untuk meninggalkan
strategi pro-Soekarno, Ir Sakirman, anggota Politibiro CC PKI berpendapat perlunya
menentramkan para anggota partai yang mengajukan persoalan apakah Demokrasi Terpimpin itu
“ sesungguhnya bukan sebuah sistem demokrasi liberal. Betapun menjelang waktu itu, suatu
peralihan strategi yang lebih militan pasti menemui berat karena terhalang berkembangnya
kekuasaan tentara. Sikap yang militan inilah yang melahirkan reaksi keras pihak tentara terhadap
pernyataan politbiro CC PKI 8 Juli 1960. Dengan menunjuk reaksi tentara ini, maka Aidit dan
para pendukungnya di dalam partai memperoleh alasan bahwa suatu strategi yang lebih militan
akan mendatangkan penindasan terhadap partai sesegara mungkin.

Strategi pro-Soekarno masih tetap dijalankan PKI. Mungkin saja benar, sebagaimana terpikirkan
oleh sementara orang, bahwa Aidit dan para pendukungnya menenui kenyataan semakin
berusaha payahnya mempertahankan strategi pro-Soekarno tersebut , dan bahwa suatu peralihan
ke strategi Yenan – “ daerah yang dibebaskan “ – mulai nampak kejauhan. Ada sedikit kesan,
tetapi masuk akal bahwa penampilan Aidit yang bersahabat dengan Peking dalam masalah
Moskow-Peking, terutama simpatinya kepada Stalin dan Albania sebagaimana banyak terungkap
dalam kebanyakan pidatonya pada akhir 1961. mungkin saja konsesi yang diperlukan untuk
menanggapi kecaman-kecaman sayap kiri dalam partai. Konon, sayap kiri dipimpin oleh
Lukman dan Sudisman. Sedangkan upaya Presiden Soekarno untuk membawa PKI ke dalam
kabinet mungkin saja bermaksud untuk melemahkan kecaman kekuatan-kekuatan sayap kiri itu.

Sekalipun boleh jadi demikian, tetapi yang jelas PKI memang menghadapi pilihan yang pelik,
ibarat makan buah simalakama, dipersiapkan untuk memberontak. Jadi dalam keadaan sekarang
tidaklah mungkin menarik keuntungan dari strategi sayap kiri kecuali mungkin di dalam jangka
panjang seperti halnya dengan strategi pro-Soekarno sekarang ini. Selain itu, para pemimpin
PKI mencemaskan datangnya sang waktu bilamana Presiden Soekarno tidak lagi di arena politik.
Mungkin saja mereka akan mengalami penindasan yang hebat atau barangkali terdorong ke
dalam posisi terpaksa berontak pada suatu saat yang menjadi pilihan para pemimpin Angkatan
Darat. Kemungkinan lain, bisa saja PKI menyetujui peralihan Akan tetapi, tidaklah mungkin

19
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

bagi PKI meraih kekuasaan pada awal dari salah satu kejadian itu, kecuali apabila memperoleh
bantuan yang menentukan dari perkembangan di luar perbatasan Indonesia. Sumber harapan
utama PKI rupanya ialah bahwa “ suatu bisa diketemukan “ apabila cukup sabar menanti dan
tetap mempertahankan keutuhan dan semangat juangnya yang tinggi.

Rupanya tentara dan Soekarno bersama-sama telah mencapai suatu yang hebat, yang tidak
satupun dari mereka herdua itu sanggup sendirian mencapainya. Mereka telah berhasil
mengurangi sedikit demi sedikit kekuatan kedok PKI. Perlindungan sepihak yang diberikan
presiden setiap kali ada kasus yang merugikan PKI telah ikut memperlemah unsur-unsur keras
dalam tubuh PKI yang menghendaki kebebasan sikap terhadap pemerintah. Hal ini
mengakibatkan pemerintah tidak perlu lagi berurusan dengan pemberontakan komunis.
Tuntutan-tuntutan pihak tentara juga terpenuh. Kaum komunis telah berada di bawah
pengawasannya yang ketat. Sampai taraf tertentu PKI berhasil diperlemah, memang berarti
Presiden Soekarno kehilangan sebagian dari pengaruh kekuasaannya. Akan tetapi satu hal,
Presiden Soekarno masih mampu menggunakan PKI untuk mendapatkan konsesi dari pihak
Angkatan Darat. ( Herbert Feith 1995 : 42 – 49 )

Soekarno dan PKI

Karena PKI tidak diberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif politik, dan ketidakpuasan
serta pemberontakan yang makin memuncak di dalam negeri, Soekarno dan Angkatan Darat
bertindak menyingkirkan pemerintahan parlementer dan menyatakan berlakunya sistim
Demokrasi Terpimpin. Sekali lagi, perubahan sosial yang mendasar dikalahkan oleh keperluan
untuk menyusun kembali lembaga-lembaga yang ada dengan tekanan yang kuat pada tuntutan-
tuntutan neotradisional dan nasionalis Pada waktu yang sama, Soekarno memotong dasar-dasar
bagi program radikal PKI dengan melakukan beberapa upaya untuk mencegah timbulnya
keresahan ekonomis di kalangan unsur-unsur terpenting dalam masyarakat. PKI, terperangkap
antara kerja sama Soekarno – Angkatan Darat dan para pemberontak di daerah yang anti
komunis, tidak melihat adanya pilihan selain menyesuaikan strategi koalisinya dengan situasi, di
mana Soekarno adalah tokoh utama dalam usahanya untuk memperoleh jaminan keamanan. Mau

20
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

tidak mau, keputusan ini menyebabkan akomodasi yang lebih lanjut dan meluas dengan
kekuatan-kekuatan tradisional .

Soekarno membentuk daya tariknya dengan menggunakan gambaran-gambaran yang


menimbulkan pengabdian yang mendalam dari segala lapisan masyarakat Indonesia, terutama
golongan abangan Jawa. Semboyan-semboyan yang digunakannya – perampungan revolusi
nasional, persatuan bangsa, identitas bangsa Indonesia, sikap antimperialisme, demokrasi
terpimpin – semuanya memberikan getaran yang mendalam bagi aliran tersebut. Kebanggaan
nasional ingin diperkuat dengan memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh Jawa zaman
dahulu yang diambil dari berbagai legenda wayang di mana secara tradisional penekanan
diberikan bagi keserasian, penyelesaian konflik dengan permusyawaratan, gotong royong, dan
rasa keteraturan. Semua ini digabungkan oleh Soekarno dengan ide-ide modern yang
membentuk suatu konsepsi dinamis tentang keserasian masa depan yang didasarkan atas nilai
kepribadian dan kebudayaan Jawa Bahkan kerakyatannya bersifat modern karena paham itu
menjanjikan keikusertaan dari seluruh rakyat, tapi paham tersebut juga bersifat otoriter karena
paham itu menjajikan keikutsertaan dari seluruh rakyat, tapi paham tersebut juga bersifat otoriter
karena membenarkan adanya pemimpin bagi rakyat jelata yang merupakan pemimpin yang suci
dan agung. Resep Soekarno bagi persatuan nasional melalui Nasakom, walaupun memberikan
persamaan bagi setiap suku, dalam prakteknya menganjurkan persatuan menurut pengertian Jawa
karena diberikannya halangan bagi ambisi-ambisi kedaerahan dan diperkuatnya peranan dari
pusat politik; Nasakom memberikan tempat terpenting dalam politik kepada tokoh-tokoh yang
pintar berbicara dan kepada putra-putra asli yang menganut paham tradisional atau yang berpura-
pura asli yang menganut paham tersebut; konsep ini memperkuat birokrasi yang merupakan alat
bagi orang-orang Jawa untuk melawan otonomi daerah .

Analisa dan resep Soekarno tersebut mempunyai daya tarik yang besar. Sifat-sifat otoriter yang
ada di dalamnya, kalaupun ada, disambut baik oleh sebagian besar masyarakat politik karena
praktek-praktek politik dari Demokrasi Barat telah terbukti sangat mengecewakan mereka dan
mereka bersedia mematuhi seorang pemimpin yang mempunyai kharisma dan resep untuk
mengatasi segala kekurangan. Daya tarik Soekarno terutama sangat efektif bagi mereka yang
21
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

mersa tersingkir dan terasing serta golongan abangan, yang melihat adanya tanda–tanda di dalam
pemikiran Soekarno tentang akan datangnya seorang penguasa yang kuat dan adil yang akan
mengembalikan kestabilan dan kemakmuran negara dan menjadikan keraton, atau istana, sebagai
pusat kekacauan dan daya tarik. Ideologinya berhasil menyatukan berjuta rakyat secara
psikologis ke dalam suatu perjuangan untuk menciptakan negara sejahtera.

Campuran antara unsur-unsur yang berorinetasikan masa lampau dan unsur-unsur yang
berinteraksikan masa depan dalam ideologi Soekarno tercermin dalam struktur sistim politiknya.
Banyak di antara lembaga-lembaga resmi pemerintahan yang kelihatannya modern dan
“progresif “ dari luar walaupun semuanya mempunyai keyakinan tentang kesatuan bangsa dan
pengarah dari penguasa yang berasal dari tradisi-tradisi sebelum zaman kolonial. Tetapi yang
lebih penting adalah bahwa struktur yang lain, terutama cara-cara informal pengambilan
keputusan yang lebih penting dari perangkatan insititusional, adalah jelas bersifat tradisional.
Kalangan pemerintahan yang berkuasa, priyayi modern yang memimpin unit-unit birokrasi dan
yang merupakan pendukung penguasa, ketentuan bahwa kesetiaan adalah ukuran untuk segala-
galanya – semuanya ini, bersama-sama dengan pemulihan kembali kejayaan dan kekuasaan
pamong praja seperti di zaman dahulu, merupakan pencerminan dari masa kejayaan kerajaan-
kerajaan Jawa dahulu kala.

Dengan memberikan dukungan kepada ideologi dan struktur politik Soekarno, mengagung-
agungkan peranan nasionalnya, dan setuju untuk menyesuaikan diri dengan garis-garis besar
haluan negara, golongan komunis ditarik ke arah akomodasi yang lebih jelas terhadap tradisi.
Ada beberapa dasar pragmatis bagi alinasi golongan komunis dengan Soekarno yang
memberikan perlindungan baik terhadap Angkatan Darat, dan harapan yang paling baik untuk
memperoleh kedudukan penting kekuasaan yang dahulunya tidak akan mereka peroleh tanpa
adanya perjuangan yang sengit . Pada waktu yang sama, ada beberapa alasan yang lebih dari
alasan-alasan pragmatis yang menyebabkan mereka bersatu dan saling menguntungkan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, baik Soekarno maupun PKI memperoleh dukungan
yang kuat dari lapisan masyarakat yang sama – kelas bawah di daerah perkotaan yang
terperangkap di antara pengaruh tradisi dan pengaruh modern, dan yang mencari pegangan yang
kuat kepada siapa mereka akan memberikan dukungan „ dan, secara lebih mendalam lagi, dari
22
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kalangan golongan abangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang merindukan kesamaan dan
janji-janji tentang kehidupan yang lebih baik. Adalah tidak terlalu berlebih-lebihan untuk
mengatakan bahwa Soekarno maupun PKI, dalam cara-cara yang tidak jauh berbeda, berusaha
untuk menyuarakan kebutuhan dan kepentingan lapisan masyarakat tersebut. Mereka
memberikan pesan-pesan yang utopis bagi masyarakat perkotaan untuk mengatasi kekacauan
psiko-kultural ; sedangkan kepada golongan abangan mereka memberikan keyakinan bahwa
kebutuhan materiil mereka akan dapat dipenuhi dan nilai-nilai budaya mereka akan
dipertahankan terhadap tantangan Islam.

Perubahan kecil, namun penting, yang terjadi dalam ideologi PKI selama periode ini
menunjukkan sejauh mana golongan komunis menyesuaikan diri dengan kaadaan baru dengan
mengorbankan kesetiaan terhadap doktrin mereka. Pada tahun 1960, doktrin tentang kelas
dinomorduakan demi aliansi nasional untuk melawan musuh dari luar dan sekutu-sekutunya di
dalam negeri. Rakyat menjadi sumber dari segala aspirasi dan kebajikan nasional secara terus-
menerus semenjak masa prakolonial sampai ke masa depan yang sosialistis. Aliran, bukannya
pengelompokan atas dasar kelas, menjadi titik pusat dari program front persatuan nasional.
Spektrum masyarakat Indonesia dipahami atas dasar pengelompokan : golongan kiri, kanan, dan
tengah“ yang bersifat politis dan yang secara sosiologis netral; jadi bukannya atas dasar konsep
kelas. Perjuangan untuk menjatuhkan imperialisme di Asia Tenggara dan di seluruh dunia
menjadi perhatian yang utama dari kebijaksanan dan tindakan PKI, jadi bukan perjuangan untuk
mengadakan perombakan masyarakat Indonesia.

Karena tidak adanya bukti-bukti langsung, kita harus menggunakan prinsip-prinsip umum dari
analisa budaya untuk menduga bagaimana para petani di Jawa menafsirkan kerjasama ideologi
Soekarno-PKI. Apabila bisa dikatakan dalam radikalisme agraria tradisional mempunyai empat
ciri simbolis – “ masyarakat yang adil dan makmur, gerakan ratu adil, penonjolan nilai-nilai asli
(navitism), dan kepercayaan akan Perang Suci – lalu hubungan antara pemikiran Soekarno dan
PKI adalah sangat bersifat dugaan. Untuk memuaskan rangsangan–rangsangan tradisional
mengenai masyarakat adil dan makmur “ yang bentuknya adalah kekuatan modern dari kerajaan

23
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

yang ada dalam cerita lama. PKI, walaupun tetap menahan diri agar tidak menerangkan sifat-
sifat dari tujuan-tujuan masa depan komunis yang selalu diulang-ulang, namun telah membuat
dua hal menjadi jelas : PKI akan mengembangkan tradisi desa yang non-Islam seperti gotong
royong, kerja sama , dan tegang rasa ; dan partai itu akan memberikan kepada rakyat jelata bahan
makanan yang melimpah, pakaian yang cukup , kebebasan dari beban rakyat yang menindas,
dan pembagian yang sama atas tanah pertanian sebagaimana disebutkan dalam ramalan-ramalan
mengenai akan datangnya masyarakat adil dan makmur. Unsur-unsur ratu adil hanya terdapat
dalam karisma Soekarno, paling tidak pada tingkat nasional ; meskipun foto-foto Aidit dapat
dijumpai dalam jumlah yang besar di setaip desa-desa di Jawa yang telah dikuasai PKI, dan
peranan pribadinya selalu ditonjol-tonjolkan oleh mesin propaganda PKI, Aidit sendiri tidak
pernah mencapai status yang dapat dihubungkan dengan mistik walaupun di kalangan pengikut
PKI yang paling setia sekalipun. Navitism telah dicakup sepenuhnya oleh sikap anti
imperialisme yang radikal, semboyan anti asing yang penting dalam pemikiran politik Soekarno
maupun ideologi PKI. Akhirnya, dengan adanya kampanye-kampanye untuk membebaskan Irian
Barat dan konfrontasi dengan Malaysia , orang Jawa memperoleh sejenis Perang Suci yang
bersifat sekuler dan non-Islam, dan potensinya sebagai sumber dukungan bagi pemerintah dan
PKI dibuktikan oleh adanya semangat yang ditimbulkan oleh perang suci tersebut dan oleh
timbulnya ketakutan di kalangan yang anti komunis terhadap langkah yang diambil PKI dalam
rangka kampanye tadi. Adapun maksud dari pimpinan PKI dan hal ini hanya bisa diduga sebagai
tindakan ragu-ragu atau, yang lebih mungkin, persetujuan diam-diam, kelihatannya golongan
komunis memberikan kepada unsur-unsur yang radikal dalam kalangan petani banyak
kesempatan dan sarana yang sesuai dengan pandangan dan aspirasi mereka yang tradisonal .

Namun, walaupun terdapat persamaan antara kedua ideologi atau kepentingan (dari Soekarno
dan PKI), ada konflik yang terselubung antara keduanya dalam hal tujuan yang ingin dicapai
masing-masing pihak. Jika Soekarno, sebagai sumber kekuasaan dan perwujudan nilai-nilai
priyayi, berusaha untuk menggabungkan massa orang-orang Jawa dengan massa dari suku suku
lainnya menjadi satu kesatuan yang secara sosial bersifat konservatif dan yang dipimpin oleh
para pemimpin mereka ; golongan komunis, sebagai pihak yang haus kekuasaan dan juru bicara
dari kaum abangan kelas rendah, mencoba memobiilisir massa untuk menumbangkan kesatuan

24
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

sosial seperti yang diinginkan Soekarno. Dalam prakteknya, konflik tersebut dapat ditekan
sedemikian rupa oleh sifat-sifat Soekarno. Walaupun ia menjaga dengan ketat hak-hak
istimewanya dan barangkali ia berpendapat bahwa seluruhnya di Jawa tidak terdapat perbedaan
kecenderungan-kecenderungan Jacobin yang romantis yang ada padanya yang membuatnya
lebih banyak menilai perubahan dan “ revolusi “ dari bentuknya , dan bukan dari kenyataannya.
Jelas bahwa dukungan PKI bagi Soekarno ditujukan untuk memperoleh ruang gerak dan
kegunannya sebagai imbangan terhadap kekuatan Angkatan Darat, dan ia merasa senang
membiarkan para pejabat pemerintah dihina dan dicacimaki karena tidak melibatkan diri
sepenuhnya ke dalam pencapaian cita-cita yang dihormatinya. Hal ini memberikan kesempatan
kepada golongan komunis untuk menentang konsolidasi struktur kekuasaan “ kapitalis-birokrat
“ yang baru dengan melancarkan kampanye dan agitiasi secara terus-menerus terhadap “kaum
reaksioner“ dan “ kaum hipokrit “ di tingkat tinggi. Dengan segala taktik gerilya politik mereka,
mereka tidak mampu menguasai proses sosial-ekonomi, dan menemukan bahwa penggabungan
birokrasi sipil-militer sangat menentang ambisi mereka.

Akhirnya PKI merasa lebih baik untuk memisahkan diri dari konsensus dan pola neotradisonal
untuk mencegah tertutupnya sama sekali kemungkinan untuk memperoleh kekuasaan jika
Soekarno meninggal dunia atas mengundurkan diri. Adalah suatu keuntungan bagi golongan
komunis bahwa pada bulan September 1963 perjuangan anti imperialisme yang dilancarkan
Soekarno mempercepat terjadinya konflik langsung dengan Federasi Malaysia yang didukung
oleh angkatan bersenjata Inggris, dan Indonesia dikuasai oleh radikalisme yang menyala-nyala
yang ditunjukan oleh Soekarno secara hebat dibandingkan dengan orang lain. PKI merumuskan
suatu “offensif revolusioner“ untuk memojokan dan menghancurkan kekuatan-kekuataan anti
komunis dan membuang rantai yang menghambat mereka untuk ikut serta dalam pemerintahan .
Inti dari usaha PKI ditujukan kepada para petani, dan masalah yang dipilih adalah land reform.
Berdasarkan kegagalan-kegagalan pemerintah dalam melaksanakan undang-undang land-reform
tahun 1959 dan 1960, pada bulan-bulan pertama tahun 1964 PKI melancarkan kampanye “aksi
sepihak“ melalui para petani yang berusaha melaksanakan undang-undang tersebut dengan
kekuatan yang terorganisir dan, dalam beberapa hal, dengan cara yang lebih jauh yaitu dengan
mengajukan tuntutan-tuntutan yang lebih radikal mengenai masalah tersebut. Kaum komunis
berhasil menimbulkan aksi yang meluas, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan
tujuan untuk memberikan kesan yang baik dari sekutu-sekutunya dan menimbulkan rasa takut di
25
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kalangan musuhnya dengan menunjukkan kemampuan mereka untuk mengawasi daerah


pedesaan. Tujuan mereka dengan kampanye itu adalah untuk menimbulkan radikalisme dan
disiplin di kalangan pengikut mereka sehingga dapat mencipta sejenis kelas yang terdiri dari
kekuatan-kekuatan petani miskin dan pekerja yang tidak memiliki tanah yang melibatkan diri
dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut . ( Rex Mortimer 1974 : 26 – 34 )

Komunis dan Nasionalis

Kenyataannya PKI tidak memimpin perang kemerdekaan atau kemudiannya memerintah. Sebab
itu dalam kerangka sejarah Aidit harus beralih dari perjuangan rakyat ke suatu perjuangan
bersama antara proletar dan borjuis nasional, antara gerakan Komunis dan Nasionalis. Namun,
selanjutnya ini pun tidak bisa membawa kepada tujuan logis dari pembedaan kelas dan konflik
sosial, karena kepemimpinan Aidit tidak mau mengakui peranan yang kurang mengakui peranan
yang kurang menentukan dari PKI dalam perang menentang Belanda juga ia bersedia
mengumumkan tertutupnya kemungkinan-kemungkinan revolusioner karena kekurangan
persenjataan kelas. Sebab itu, seperti telah kita lihat, citra berubah lagi, dan diskusi yang
sesungguhnya tentang revolusi dielakkan.

Apa yang akhirnya disahkan bukanlah PKI, tetapi negara-bangsa dan pengalaman revolusioner
yang tidak dikuasai partai. Aidit dan kawan-kawannya pasti tidak menyadari kekaburan ini
karena walaupun politik mungkin mendiktekan beberapa ketidaktetapan, mereka jelas tidak
mungkin secara sadar memalsukan model sejarah, yang mitos kedalamannya tidak bisa bertahan,
dan yang bukannya membawa orang lebih dekat kepada PKI, sebaliknya menjauhkan orang dari
PKI.

Walaupun apa yang dibangun PKI, tentu menurut ukuran Indonesia, adalah gerakan yang padat
dan terorganisasikan secara sangat rapi, kenyataan bahwa partai tidak memiliki kekuatan negara
dan memilih jalan damai untuk memperolehnya, berarti bahwa ia harus membujuk suatu bagian
yang penting di kalangan mereka yang berkuasa untuk memberikan tempat bagi mereka. Strategi

26
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

ini tampaknya dapat dilaksanakan, sebagian disebabkan karena tidak ada pilihan lain yang lebih
baik di masa pasca revolusi, dan sebagian karena bagi Aidit dan kawan-kawan tampaknya yang
masuk akal hanya apabila patriot-patriot sejati dapat melihat hal-hal itu sebagaimana dilihat
mereka. Menurut pikiran mereka, analisa Leninis tentang imperialisme, yang sejak lama dianut
kaum nasionalis, memperlihatkan bahwa hanya dengan jalan menolak sepenuhnya kapitalisme
dari Barat, suatu jajahan baru benar-benar dapat membebaskan diri; mereka yang keahlian teknik
dan budayanya mengandaikan hubungan dengan Barat dideskreditkan dan diasingkan dari
mentor-mentor mereka. Dan dapatkah seorang bicara tentang angkatan pasca-revolusi dengan
begitu cepat- sedangkan begitu banyak di antara mereka yang berkuasa itu baru saja menjadi
kaum gerilya dan belum punya cukup waktu untuk menyelamatkan diri mereka dengan bentuk
dan tuntutan suatu kelas penguasa ? Keturunan, naluri, dan faktor kebetulan telah menjadikan
Aidit dan kawan-kawannya menjadi seorang komunis, tetapi mereka mengetahui benar betapa
tipis batas mengenai kelas dan sikap yang memisahkan mereka dengan yang lain yang menjadi
dewasa dalam politik tahun 1945. Mereka sama-sama membagi kekayaan revolusi dan
pengalaman bangsa, suatu bangsa yang muda dan belum masuk perhitungan yang sama-sama
telah mereka awali bersama. Jelaslah bahwa orang-orang seperti ini tidak mungkin dipandang
sebagai kelas penguasa yang keras, atau sebagai stereotype “ kaum nasionalis borjuis “ , mereka
belum terbentuk dalam hal asal sosial, ide-ide, dan soal kedudukan ekonomis mereka. Jadi,
Madiun harus dilihat sebagai suatu kesalahpahaman yang tragis dan bukannya sebagai suatu
pernyataan kesengajaan yang nyata antara mereka yang ingin memperbaharui masyarakat dan
mereka yang ingin memerintahnya. Bahayanya tidak terletak dalam kegagalan menarik garis
kelas secara jelas, tetapi dalam memecahkan perjuangan bersama demi kemerdekaan.
Demikianlah Aidit dan kawan-kawannya bertahan bahwa ”kita harus mengawal kesatuan
nasional sebagai buah hati kita,” dengan menekankan bahwa Revolusi Agustus masih belum
dipenuhi dan mendesak kaum revolusionis di luar partai untuk mengakui satu-satunya jalan
untuk mencapainya, dengan memperlihatkan kepada mereka bahwa komunisme bukanlah iblis
internasional seperti yang dituduhkan lawan-lawannya, melainkan mahkota dan peruntungan
yang telah ditentukan bagi negara-bangsa Indonesia. Partai dengan kader-kadernya harus selalu
ingat dan wajib menempa setiap rumusan mereka ke arah undangan agung ini, seperti yang
diutarakan dalam Masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia. Demikianlah, ketika tahun 1965

27
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kesatuan nasional terpecah dan kaum komunis berdiri sendiri, mereka tidak apa-apa lagi untuk
mengesahkan keterpisahan mereka itu.

Akhirnya, para pemimpin PKI dari Angkatan DN Aidit hanyalah merupakan anak-anak dari
zamannya, yang dikuasai sejarah dan sekaligus menciptakannya. Mereka memandang diri
mereka sebagai bagian dari suatu gerakan akbar demi perwujudan kemerdekaan Indonesia dan
keagungannya . Mereka mendesakkan peranan partai mereka dalam pembangunan gerakan itu
bersama-sama dengan kaum nasionalis yang nonkomunis dan memang adalah adalah hak mereka
untuk menganggap diri selaku pewaris kepemimpinan ;tetapi, dalam memusatkan perhatian pada
pengabsahan diri selaku nasionalis, mereka cenderung makin menerima kerangka acuan yang
sebenarnya bukan kepunyaaan mereka sehingga dengan demikian memberi tekanan lebih dari
pada kesamaan daripada persaingan antara tujuan mereka dan tujuan nasionalisme borjuis. Pada
waktu yang sama, mereka tidak melepaskan mereka ; tampilnya mereka kembali secara cepat
pada waktu batasan sosial ekonomis sedang meningkat, sambil melihat lebih jelas kemungkinan-
kemungkinan yang terbuka dalam situasi, lebih daripada hanya melihat keterbatasannya, mereka
dirasuki optimisme sejarah, yang dengan populeritas mereka yang makin meluas dan kelak
kebaikan Soekarno menambah memperkuat diri mereka. Walaupun mereka telah mengerahkan
banyak energi dalam pemikiran dan aksi untuk mendamaikan moyang nasionalis dan komunis
mereka, mereka tidak pernah berhasil, dan setiap kali kedunya bertubrukan, selalu keabsahan
pihak nasionalislah yang diterima, dengan segala akibatnya. Itulah sebabnya “ Revolusi Agustus
“ menghimpun menjadi satu kelompok “ Rakyat “, yang telah menggantikan “ Proletar “. ( Ruth
McVey, 1983 : 181 – 184 )

Kegagalan PKI

Pada akhirnya, kampanye tersebut adalah suatu kegagalan. Barisan yang menentang komunis,
meskipun ada perlindungan dari Soekarno, adalah pejabat-pejabat sipil dan militer di daerah,
cabang-cabang PNI dan para pendukungnya, yang yang sangat keras “tokoh-tokoh Islam dan
para pengikutnya. Radikalisme yang dilancarkan PKI di beberapa propinsi penting bukanlah
merupakan tandingan bagi golongan yang anti komunis ini. Pada akhirnya, para petani abangan,

28
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

yang mempunyai sikap politik moderat, dipimpin biasanya oleh penduduk desa yang berada,
takut akan sikap golongan Islam yang tidak kenal kompromi, dan sering mendapat dukungan
PKI sendiri dalam hal kepercayaan mereka terhadap keserasian dan penghormatan terhadap
penguasa, takut akan akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan mereka sendiri dan memaksa PKI
untuk mundur suara hati-hati .

Ini adalah waktu yang nyata bahwa PKI telah gagal untuk menyatukan perbedaan secara vertikal
dari pengelompokan-pengelompokan sosial, untuk menanamkan kesadaran kelas yang kuat di
kalangan penduduk desa yang miskin, atau memperluas basis dari mana dukungan massa bagi
petani ini bersumber – kemanapun partai ini untuk melindungi para pengikutnya terhadap
kemarahan para pejabat dan orang-orang Islam dan memberikan keuntungan bagi mereka tanpa
biaya yang setimpal.

Mulai sejak itu sampai saat kehancuran PKI setelah perebutan kekuasaan tahun 1965, PKI
membatasi kegiatannya pada waktu untuk merobah keseimbangan kekuasaan agar supaya bisa
bergerak di kalangan tingkat tinggi di Jakarta dengan menggantikan kampanye massa mereka
yang menggebu-gebu di desa-desa pada tahun 1964 dengan usaha yang gagal untuk mendirikan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Rakyat dalam rangka memerangi kepercayaan kepada takhyul dan
takdir.

Percobaan perebutan kekuasaan itu sendiri telah ditafsirkan sebagai suatu reaksi dari nilai-nilai
asli yang ada di kalangan perwira-perwira militer abangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur
terhadap sikap atasan mereka yang korupsi, mementingkan diri sendiri, dan tidak patriotik – hal
ini adalah celaan terhadap kepentingan para atasan dan bagi konsep tradisional tentang kesucian
dan pengabdian para ksatria. Apapun penilaian terakhir tentang periode ini, jika ada, tidak ada
keraguan bahwa pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang komunis dan para pengikut
mereka merupakan suatu babak baru dari konflik yang berulang kali terjadi antara golongan
santri dan golongan abangan dimana golongan santri didukung oleh kekuatan-kekuatan

29
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

pemerintah dan Angkatan Darat yang memperoleh kemenangan yang lebih besar dari
kemenangan mereka pada tahun 1948. ( Rex Mortimer 1974 : 34 – 36 )

Ketika pembunuhan-pembunuhan tetap berlanjut, Presiden Soekarno di Jakarta berbicara


menentang kejadian-kejadian yang merupakan “epilog” dari insiden Gerakan 30
September.”Epilog ini “ katanya,” telah menganggu sukmaku, telah membuatku sedih,
membuatku khawatir ….Dengan terus terang kukatakan aku meratap kepada Allah, bertanya
kepada Tuhan, bagaimana ya Allah , Robbi , bagaimana semua ini bisa terjadi. “ Ketika
diketahui mayat-mayat orang komunis ditinggalkan di bawah pohon-pohon, dipinggir sungai-
sungai, dilempar seperti bangkai mati. Di kesempatan yang lain, Soekarno menyatakan,” Kalau
kita melanjutkan keadaan seperti ini, saudara-saudaraku kita akan masuk ke dalam neraka, benar-
benar kita akan masuk neraka.”

Walaupun tak perlu diragukan bahwa Soekarno benar-benar ngeri melihat bayangan suatu
bangsa yang bersatu diremukan oleh pemandangan di mana orang-orang Indonesia membunuh
secara kejam orang-orang Indonesia lainnya, namun ia juga sepenuhnya sadar akan implikasi
politik dari semangat anti-PKI itu. Nasakom mempunyai arti yang lebih daripada konsep
kesatuan nasional, dengan mengakui peranan integral dari PKI, ini merupakan syarat utama dari
sistem politik yang menjadi dasar pemerintahan Soekarno. Dengan bergerak melenyapkan PKI
sebagai suatu kekuatan politik, Angkatan Darat juga menumbangkan sistem yang memberikan
kekuasaan kepada Soekarno. Tanpa adanya PKI untuk mengimbangi kekuasaan Angkatan Darat,
maka peranan presiden sendiri akan menjadi terbatas. ( Harlod Crouch 1986 : 172 – 174 )

Kendati ada desakan untuk membubarkan PKI, Presiden Soekarno tetap tidak bergeming.
Menurut penuturan Roeslan Abdulgani, Presiden Soekarno memiliki alasan tersendiri mengapa
tidak membubarkan PKI. “ Saya belum bubarkan saja sudah ratusan ribu rakyat yang mati
dibunuh. Saya tidak mau kepemimpinan saya berlumuran darah. Cinta saya bukan kepada
kedudukan ,tetapi adalah kepada rakyat, bangsa, dan negaraku.” Di samping itu membubarkan

30
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

PKI bertentangan dengan prinsip Soekarno yang gandrung pada persatuan. Antara ditunjukan
dalam Pidato di depan Sidang Umum PBB ke 15 dengan judul .” To Build The World Anew” (
Membangun Dunia Baru ), Presiden Soekarno memamerkan seluruh anggota delegasinya kepada
sidang, seperti Jendral Nasution, KH Idham Chalid (NU), D.N Aidit (PKI), Kol. (Tituler) Mgr
J.P.H. Padmosepoetro, Pr (Katolik), Rumambi ( Protestan ), dan Ali Sastroamidjojo (PNI).

“ Lihat, lihatlah delegasi yang mendukung saya? Delegasi itu bukan terdiri dari pegawai-pegawai
negeri atau politikus-politikus professional. Delegasi ini mewakili bangsa Indonesia. Dalam
delegasi ini ada prajurit-prajurit. Mereka menerima Pancasila, ada seorang ulama Islam yang
besar, yang merupakan soko guru bagi agamanya. Ia menerima Pancasila. Selanjutnya ada
pemimpin Partai Komunis Indonesia yang kuat. Ia menerima Pancasila. Seterusnya ada wakil-
wakil dari golongan-golongan Katolik dan Protestan, dari Partai Nasionalis dan organisasi-
organisasi buruh dan tani, ada pula wanita-wanita, kaum cendikiawan dan pejabat-pejabat
pemerintahan. Semuanya, ya semuanya, menerima Pancasila.” Membubarkan PKI bagi Presiden
Soekarno bertentangan dengan prinsip persatuan yang dianutnya. Oleh karena itu, Presiden
Soekarno bersikeras dengan jalannya sendiri. ( JB Soedarmanta 2004 : 121 – 122 )

Dalam wawancara dengan penulis biografinya, Bernhard Dahm, Presiden Soekarno menyatakan
bahwa dirinya tidak bisa membubarkan suatu partai secara keseluruhan karena kesalahan
beberapa orang. Tetapi Bernhard Dahm mengatakan pada Presiden Soekarno bahwa ia telah
melakukannya dalam 1960, ketika ia melarang Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI)
dengan alasan bahwa mereka tidak menghukum anggota–anggota mereka yang tidak terlibat
dalam Pemerintah Revolusioner RI (PRRI), yang dalam 1958 mengangkat senjata terhadap
Republik.

Menurut Presiden Soekarno bahwa Masyumi dan PSI telah merintangi penyelesaian revolusi
Indonesia. Akan tetapi, PKI merupakan pelopor kekuatan-kekuatan revolusi. Kami
membutuhkannya bagi pelaksanaan keadilan sosial dan masyarakat yang makmur. Presiden

31
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Soekarno masih merasa yakin bahwa konsep-konsepnya mengenai Nasakom, konsep


pemersatuan golongan-golongan nasionalis, agama dan komunis, pada dasarnya benar.

Presiden Soekarno berbicara tentang keharusan historis untuk menggabungkan semua kekuatan
revolusioner ( artinya, semua kekuatan anti imperialis ) , seperti di tahun-tahun sebelum
Peristiwa G 30 S . Ketegangan-ketegangan yang eksplosif, yang telah berkembang di bawah
Demokrasi Terpimpin-nya di antara kaum komunis dan anti-komunis tidak menggoyahkan
keyakinannya, bahwa masih mungkin di galang suatu persatuan yang kukuh di antara golongan-
golongan nasionalis, agama, dan komunis. “Aliran-aliran ini, “ katanya,” merupakan faktor-
faktor obyektif dalam masyarakat Indonesia. Dan jika kita ingin mengadakan perubahan dalam
masyarakat itu, kita harus mempersatukan mereka.”

Kata-katanya itu dengan jelas sekali mengingatkan akan Soekarno dari awal dasawarasa 1920-
an, yang telah tampil ke depan sebagai seorang pemimpin pergerakan Indonesia dengan kata-
kata yang hampir sama. Jelaslah bahwa cara yang dipakainya untuk menangani masalah-
masalah masyarakatnya sendiri yang majemuk, tidak pernah berubah. Demikian pula sikapnya
terhadap musuh-musuh masyarakatnya itu, kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian,
maka pesannya pun tak pernah berubah, di satu pihak, memerangi imperialisme sampai akhir,
dan di pihak lain, membangun suatu tatan baru dengan melebur ideologi-ideologi yang berbeda
menjadi suatu keseluruhan yang harmonis. ( Berhard Dahm 1987 : xlv – xlvi)

Soeharto menggunakan G-30-S sebagai dalih untuk merongrong legitimasi Soekarno, sambil
melambungkan dirinya ke kursi kepresidenan. Pengambilalihan kekuasaan negara oleh Soeharto
secara bertahap yang dapat disebut sebagai kudeta merangkak, dilakukannya di bawah selubung
usaha untuk mencegah kudeta. Kedua belah pihak tidak berani menunjukkan ketidaksetiaan
terhadap presiden. Jika bagi Presiden Soekarno aksi G-30-S itu sendiri disebutnya sebagai “riak
kecil di tengah samudra besar Revolusi (nasional Indonesia),” sebuah peristiwa kecil yang dapat
diselesaikan dengan tenang tanpa menimbulkan guncangan besar terhadap struktur kekuasaan,

32
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

bagi Soeharto peristiwa itu merupakan tsunami penghianatan dan kejahatan , yang
menyingkapkan adanya kesalahan yang sangat besar pada pemerintahan Soekarno. Soeharto
menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) mendalangi G-30-S, dan selanjutnya menyusun
rencana pembantaian terhadap orang-orang yang terkait dengan partai itu. Tentara Soeharto
menangkapi satu setengah juta orang lebih. Semuanya dituduh terlibat dalam G-30-S. Dalam
salah satu pertumpahan darah terburuk di abad keduapuluh, ratusan ribu orang dibantai Angkatan
Darat dan milisi yang berafiliasinya dengannya, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali,
dari akhir 1965 sampai pertengahan 1966. Dalam suasana darurat nasional tahap demi tahap
Soeharto merebut kekuasaan Soekarno dan menempatkan dirinya sebagai presiden de facto
(dengan wewenang memecat dan mengangkat para menteri ) sampai Maret 1966. Gerakan 30
September, sebagai titik berangkat rangkaian kejadian berkait kelindan yang bermuara pada
pembunuhan massal dan tiga puluh dua tahun kediktatoran, merupakan salah satu di antara
kejadian-kejadian penting dalam sejarah Indonesia, setara dengan pergantian kekuasaan negara
yang terjadi sebelum dan sesudahnya proklamasi kemerdekaan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus
1945 dan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998. ( John Rossa 2008 : 5 )

Gerakan 30 Sepember merupakan peristiwa signifikan dan bukan hanya bagi Indonesia Duta
Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia pada 1965 , Marshall Green, berpendapat bahwa G-
30-S merupakan salah satu saat yang paling berbahaya bagi AS semasa perang dingin . Ia
menafsirkan gerakan itu sebagai “usaha kudeta komunis“, yang jika berhasil, dapat mengubah
Indonesia menjadi negara komunis yang bersekutu dengan Uni Soviet dan/atau Tiongkok.

Walaupun tersita oleh urusan Indochina pada 1965, Washington sangat gembira ketika tentara
Soeharto mengalahkan G-30-S dan merangkak menghantam kaum komunis. Ketidakberpihakan
Soekarno dalam perang dingin dan kekuatan PKI yang semakin besar telah dibikin tamat dengan
sekali pukul. Tentara Soeharto melakukan apa yang tidak mampu dilakukan negara boneka AS di
Vietnam Selatan meskipun telah dibantu dengan jutaan dollar dan ribuan pasukan AS, yaitu
menghabisi gerakan komunis di negerinya. Menurut Noam Chomsky bahwa pembantaian di
Indonesia merupakan “ pembantaian bermaksud baik “ dan “ terror yang kontruksif “ karena

33
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

melayani kepentingan politik luar negeri AS. Sementara Washington mengemukakan setiap
pelanggaran hak asasi manusia di blok Soviet sebagai bukti kejahatan musuhnya dalam perang
dingin, ia mengabaikan, memberi pembenaran, atau bahkan bersekongkol dalam kejahatan yang
dilakukan oleh pemerintah-pemerintah yang bersekutu dengan AS. ( John Rossa 2008 : 15 – 19
)

Penutup

Tujuan dari pembantaian tersebut harus dilihat bukan saja untuk membabat habis sayap-Kiri
yang terorganisir, yakni PKI dan kelompok-kelompok lainnya yang mengikuti arah yang
dianjurkan Soekarno. Pembantaian tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri proses revolusi
nasional. Itu artinya menghentikan politik pergerakan, yaitu semua gagasan dan metode yang
telah menjadi bagian integral revolusi nasional Indonesia antara 1900 hingga tahun 1965. Jadi,
tidak begitu sulit untuk mengerti mengapa Soeharto dan para pemimpin lainnya yang melakukan
penyerangan kontra revolusi tersebut merasa butuh membabat habis gagasan dan metode tersebut
Mereka sedang menghadapi revolusi sosial yang sudah di ambang kemenangan Lebih dari
setengah penduduk yang berhak mencoblos secara aktif dimobilisasi untuk menuntut dan, bila
terpenuhi, akan menghilangkan sama sekali keistimewaan posisi tentara-pengusaha yang baru
muncul serta para tuan tanah. Gerakan yang menuntut kendali buruh atas perusahaan-perusahaan
negara, reformasi tanah, nasionalisasi ekonomi lebih lanjut dan kerjasama yang lebih erat di
antara negeri-negeri non-blok, berkembang sebagai kelanjutan dari revolusi nasional itu sendiri.
dan sebagai perluasan ranah perjuangan untuk mengkonsolidasikan Indonesia sebagai bangsa
yang stabil dan berdaulat. Gagasan dasar revolusi nasional – aksi protes jalanan, mogok, rapat
akbar, rapat massa, sarikat, berontak, semangat, pemuda, massa, rakyat, revolusi dan sama rata
sama rasa, berdaulat, kepribadian nasional – tak bisa dipisahkan dari gerakan yang mengancam
revolusi sosial

Kontra revolusi yang dilancarkan Soeharto pada Oktober 1965, bukan saja bermakna penindasan
massal terhadap organisasi-organisasi Kiri dan revolusi sosial, tapi penindasan terhadap revolusi
nasional itu sendiri. Bagian pertama dari kontra-revolusi tersebut dimengerti dengan jelas oleh

34
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

pihak-pihak yang melakukannya. Seruan yang menyimbolkan adalah “ Ganyang PKI”.


Sementara dalam aspek kedua, mereka mungkin gagal melihat dampak penghancuran yang
mereka lakukan terhadap revolusi nasional Indonesia, walaupun dalam dekade-dekade
berikutnya terlibat bahwa mereka jelas hanya memiliki sedikit konsep dan komitmen sejati untuk
membangun bangsa Indonesia.

Teror, pembunuhan dan penangkapan besar-besaran merupakan tahap pertama untuk mengakhiri
politik mobilisasi terbuka. Pelenyapan secara fisik dan penghancuran psikologi gerakan itu
sendiri hingga ke akar rumput, merupakan tugas pertama Penyingkiran lawan yang dilakukan
oleh Soeharto bukan hanya bertujuan memisahkan kepemimpinan gerakan. Bukan juga ditujukan
sekadar untuk mengkombinasikan upaya memisahkan kepemimpinan gerakan dengan “terapi
kejutan : kecil agar gerakan selebihnya bisa didemoralisasikan dan diporak-porandakan. Lebih
dari itu, kekerasan ditujukan pada basis kelas gerakan itu sendiri. Pabrik-pabrik dengan reputasi
militansi yang tinggi hampir seluruh buruhnya dibantai. Pedesaan yang mendukung gerakan Kiri
dibabat habis. Tentu saja, kebijakan tersebut diterapkan secara tak merata, tergantung dan
intensitas konflik sosisl di tingkat lokalnya. Bagaimanapun juga, kebijakan fundamental di balik
pembunuhan adalah memengal kepemimpinan gerakan, membabat habis aktivis di basis, dan
menteror jutaan simpatisan PKI, sayap-Kiri PNI dan semua organisasi massa yang berafiliasi
padanya – pendeknya, semua pendukung Soekarno. ( Max Lane 2007 : Hlm. 39 – 41 )

Dengan penumpasan PKI, pemikian komunis umumnya telah menghilang dari pembicaraan
politik publik. Pemikiran itu masih terus diungkapkan untuk beberapa waktu oleh berbagai
penerbitan kaum asing di luar negeri, tetapi pengaruh penerbitan itu di Indonesia sedikit. Itu ada
kaitan dengan represi yang dialami oleh sisa PKI di Indonesia , dan ada kaitan pula dengan
menurunnya daya tarik komunisme sebagai akibat dari beberapa perkembangan di luar negeri,
seperti perang-perang Cina-Vietnam dan Vietnam–Kambodia, invasi Soviet ke Afghanistan, dan
yang tidak kurang penting pembaruan intern di Republik Rakyat Cina (RRC) dan Uni Soviet,
yang banyak ditafsirkan sebagai bergerak kapitalisme. ( Herbet Feith & Lance Castles 1988 ;
Hlm .xxv – xxvi )

35
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Perbedaan yang paling jelas antara sebelum dan sesudah tahun 1965 adalah

Boleh dikatakan lenyapnya kelompok kiri. Tidak hanya PKI yang disingkirkan, anggota-anggota
PNI, tentara, dan beberapa partai kecil Soekarnois juga dibersihkan dan ini sungguh-sungguh
mengikis peredaran nasionalisme radikal. Suatu konsekuensi dari kekalahan kelompok kiri ialah
bahwa kelompok politik tengah beralih secara tajam ke kanan. Namun dengan tersingkirnya
komunisme dan ekonomi mengalami perbaikan, koalisi-koalisi kepentingan baru segera muncul
dan bersamaan dengan koalisi-koalisi itu timbullah garis-garis pembelahan baru, atau paling
tidak, mengalami perubahan. ( David Bouchier dan Vedi R Hadiz 2006 : 11 )

36
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Bibliografi

Bouchier, David dan Vedi R Hadiz (ed) . 2006. Pemikiran Sosial dan

Politik Indonesia – Periode 1965 - 1999. Jakarta : Pustaka Utama

Grafiti, Hlm. 11.

Crouch, Harlod . 1986. Militer dan Politik di Indonesia . Jakarta : Sinar

Harapan .

Dahm, Bernhard . 1987. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan . Jakarta :

LP3ES.

Elson, RE. 2008 . The Idea of Indonesia. Sejarah Pemikiran dan Gagasan .

Jakarta : Serambi.

Feith, Herbet & Lance Castles (Ed), 1988. Pemikiran Politik Indonesia

1945-1965 . Jakarta : LP3ES.

Gie, Soe Hok. 1997. Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan . Yogyakarta

Bentang .

Lane, Max . 2007. Bangsa Belum Yang Selesai. Indonesia, Sebelum dan

Sesudah. Jakarta : Reform Insitute .


37
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Mintz, Jeanne S. 2002. Muhammad , Marx, Marhaen . Akar Sosialisme

Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Roosa , John . Dalih Pembunuhan Massal . Gerakan 30 September dan

Kudeta Soeharto. Jakarta : Institut Sejarah Sosial Indonesia dan

Hasta Mitra.

Sanit, Arbi. 2000. Badai Revolusi . Sketsa Kekuatan Politik PKI di Jawa

Tengah dan Jawa Timur . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Soedarmanta, JB. 2004 . Tengara Orde Baru. Kisah Harry Tjan Silalahi.

Jakarta : Gunung Agung .

Sd, Subhan . 1996 . Langkah Merah . Gerakan PKI 1950 – 1955 .

Yogyakarta : Bentang .

Wellem, Frederik Djara Wellem. 1984 . Amir Sjarifoeddin . Pergumulan

Imannya dalam Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : Sinar Harapan .

38
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com

You might also like