Professional Documents
Culture Documents
gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak
sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan
dunia luar secara efektif.
Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 30 April 2009 16:56 ) Baca selengkapnya...
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan
yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk berkembang secara
optimal.
Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu
checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers).
Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua:
1. Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada
sesuatu?
3. Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada
orangtua?
4. Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5. Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke
arah mainan tersebut?
Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya
berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan
mendalami bidang autisme.
Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 30 April 2009 16:56 )
Kenali Autisme
Minggu, 28 September 2008 23:10 administrator
Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang
autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari
gejala-gejala ini :
Pemutakhiran Terakhir ( Minggu, 24 Mei 2009 23:30 ) Baca selengkapnya...
Fakta: Autisme memiliki manifestasi yang berbeda pada setiap orang. Simtom gangguan ini dapat
bervariasi secara signifikan dan meski beberapa anak memiliki kesulitan belajar yang berat,
beberapa anak lain dapat memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mampu menyelesaikan
materi pembelajaran yang sulit, seperti persoalan matematika. Contohnya, anak dengan sindrom
Asperger biasanya berhasil di sekolah dan dapat menjadi mandiri ketika ia dewasa.
Fakta: Banyak anak dengan autisme mampu melakukan kontak mata. Kontak mata yang
dilakukan mungkin lebih singkat durasinya atau berbeda dari anak normal, tetapi mereka mampu
melihat orang lain, tersenyum dan mengekspresikan banyak komunikasi nonverbal lainnya.
Fakta: Banyak anak dengan autisme mampu mengembangkan kemampuan berbahasa yang
fungsional. Mereka mengembangkan beberapa keterampilan berkomunikasi, seperti dengan
menggunakan bahasa isyarat, gambar, komputer, atau peralatan elektronik lainnya.
Fakta: Salah satu mitos tentang autisme yang paling menyedihkan adalah miskonsepsi bahwa
anak dengan autisme tidak dapat memberi dan menerima afeksi dan kasih sayang. Stimulasi
sensoris diproses secara berbeda oleh beberapa anak dengan autisme, menyebabkan mereka
memiliki kesulitan dalam menunjukkan afeksi dalam cara yang konvensional. Memberi dan
menerima kasih sayang dari seorang anak dengan autisme akan membutuhkan penerimaan untuk
menerima dan memberi kasih sayang sesuai dengan konsep dan cara anak.
Orang tua terkadang merasa sulit untuk berkomunikasi hingga anak mau mulai membangun
hubungan yang lebih dalam. Keluarga dan teman mungkin tidak memahami kecenderungan anak
untuk sendiri, tetapi dapat belajar untuk menghargai dan menghormati kapasitas anak untuk
menjalin hubungan dengan orang lain.
Mitos: Anak dan orang dewasa dengan autisme lebih senang sendirian dan menutup diri serta
tidak peduli dengan orang lain.
Fakta: Anak dan orang dewasa dengan autisme pada dasarnya ingin berinteraksi secara sosial
tetapi kurang mampu mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif. Mereka sering
kali sangat peduli tetapi kurang mampu untuk menunjukkan tingkah laku sosial dan berempati
secara spontan.
Mitos: Anak dan orang dewasa dengan autisme tidak dapat mempelajari keterampilan
bersosialisasi.
Fakta: Anak dan orang dewasa dengan autisme dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi jika
mereka menerima pelatihan yang dikhususkan untuk mereka. Keterampilan bersosialisasi pada
anak dan orang dewasa dengan autisme tidak berkembang dengan sendirinya karena pengalaman
hidup sehari-hari.
Fakta: Anak dengan autisme tidak dapat sembuh. Meski demikian, banyak anak dengan simtom
autisme yang ringan, seperti sindrom Asperger, dapat hidup mandiri dengan dukungan dan
pendidikan yang tepat. Anak-anak lain dengan simtom yang lebih berat akan selalu membutuhkan
bantuan dan dukungan, serta tidak dapat hidup mandiri sepenuhnya.
Hal itu menyebabkan kekhawatiran bagi sebagian orang tua, terutama ketika mereka menyadari
bahwa mereka mungkin tidak dapat mendampingi anak memasuki masa dewasanya. Oleh karena
itu, anak dengan autisme membutuhkan bantuan.
Untuk itu, diperlukan suatu diagnosis yang tepat dan benar untuk seorang anak dikatakan sebagai
autisme. Setelah mendapatkan diagnosis yang tepat, anak tersebut dapat melakukan suatu terapi.
Anak dengan autisme dapat dibantu dengan memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Salah satu terapi yang dapat dilakukan adalah dengan terapi okupasi. (Dedy Suhaeri/"PR"/Winny
Soenaryo, M.A., O.T.R./L. Pediatric Occupational Therapist)***
Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi
yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara
berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak
realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.
04/09/2006
Oleh:
Dr Widodo Judarwanto SpA
telp : (021) 70081995 - 4264126 - 31922005
email : wido25@hotmail.com
htpp://www.alergianak.bravehost.com
ABSTRAK
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum
optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk
mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk
menghindari kejadian autis.
PENDAHULUAN
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada
seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada
umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian
yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan
situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak
berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang,
bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo
Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of
Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11
penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain,
mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.
Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota,
berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di
dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki
kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang
lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang
pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun
2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode
diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan
terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat
mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius
dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika
Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun.
Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000
orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal
tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat,
dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan
perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta,
hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun
diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 150 -- 200 ribu orang.
PENYEBAB AUTIS
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis
disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat
gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh
gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh
karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-
zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan
masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk
mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis
adalah : Genetik (heriditer), teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac),
kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas,
teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke Myelin
Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori
kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan
Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin
Protein: Orphanin
Tabel 1. Beberapa teori penyebab Autis
o Unsur Opioid-like
o Kekurangan enzyme Dipeptidyl peptidase
o Dermorphin Dan Sauvagine
o Opioids dan secretin
o Opioids dan glutathione
o Opioids dan immunosuppression
4. Kolokistokinin
5. Oksitosin Dan Vasopressin
6. Metilation
7. Imunitas Teori Autoimun dan Alergi makanan
8. Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar
9. Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi
10. Teori Sekretin
11. Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut)
12. Paparan Aspartame
13. Kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu
14. Orphanin Protein: Orphanin FQ/NOCICEPTIN ( OFQ/N)
Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya
sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan
dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa
penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan
netabolisme metalotionin.
Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh
dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam
berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas
tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam
metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.
Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis
yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield,
Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara
vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak
penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas
memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang
tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane
Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika :
kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak
penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh
reaksi dari vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya
dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna
secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang
menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat..
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah
ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan.
Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui
gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara
autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa
kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan
janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena
autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih
kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan
perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada
saat kelahiran bayi.
Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian
terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin
pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat
dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi
memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara
genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di
Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir
yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autis. Temuan ini
mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga
dapat dilakukan tindakan pencegahannya.
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam
bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial,
perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris.
Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh
misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola
pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama.
Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau
mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang
kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak
spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru
tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura.
Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin
yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas
sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila
bepergian harus melalui rute yang sama.
Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia
akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah.
Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung
terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau
membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat
pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa
alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide,
aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat
agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan
makan dan gangguan perilaku lainnya.
Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri,
menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper
tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering
mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya,
bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati)
dengan anak lain
PERIODE KEHAMILAN
Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai
dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan terutama infeksi
virus. Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan sebagai keadaan yang
berpotensi mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama kehamilan paling
sering disebabkan karena placental complications, diantaranya placenta previa,
abruptio placentae, vasa previa, circumvallate placenta, and rupture of the
marginal sinus. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen
dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan
awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat
rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah tampaknya juga merupakan resiko
tinggi terjadinya autis perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah
pemakaian obat-obatan yang diminum, merokok dan stres selama kehamilan
terutama trimester pertama. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu
kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi
melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat adanya Gerakan
bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam
kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi
terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi
ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan.
Infeksi saluran kencing, panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan
penelitian terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209
tanpa autism. Ditemukan kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan
depresi pada ibu tampak jumlahnya bermakna pada kelompok ibu dengan anak
autism.
PERIODE PERSALINAN
Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang
terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko
untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk
terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat
badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan
metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar,
sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot
atipikal, kelemahan otot.
PENCEGAHAN
Adapun cara untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang sejak dalam
kehamilan tersebut diantaranya adalah periksa dan konsultasi ke dokter spesialis
kebidanan dan kandungan lebih awal, kalu perlu berkonsultasi sejak
merencanakan kehamilan. Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap
terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes
atau hepatitis). Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan
kandungan secara rutin dan berkala, dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk
dokter dengan baik.
Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang
diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan
penulis, bila dilihat adanya gerakan bayi gerakan refluks oesefagial
(hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi
malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan
aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik
lainnya selama kehamilan. Bila gerakan bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada
janin yang berlebihan terutama pada malam hari serta terdapat gejala alergi atau
sensitif pencernaan salah satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu menghindari
atau mengurangi makanan penyebab alergi sejak usia kehamilan di atas 3 bulan.
Hindari asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap
rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi serta selalu
mendekatkan diri dengan Tuhan.
Beberapa hal yang terjadi saat persalinan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya perkembangan dan perilaku pada anak, sehingga harus diperhatikan
beberapa hal penting. Melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan
dan kebidanan tentang rencana persalinan. Dapatkan informasi secara jelas dan
lengkap tentang resiko yang bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat resiko
dalam persalinan harus diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan
dokter spesialis anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi
Intensive Care Unit) bila dibutuhkan.
Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu cepat,
asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR SCORE
rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi
saat lahir tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya
dilakukan pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia dini.
Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang harus
diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan
intervensi secara dini bila sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda
gangguan perkembangan. Adapun beberapa tindakan pencegahan yang dapat
dilakukanl
Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut
meliputi : sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di
atas usia 2 minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering
kembung, rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang
angin. Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering
adalah alergi makanan dan intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi
ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan menghindari
makanan penyebab keluhan tersebut. Gangguan saluran cerna yang
berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak.
Demikian pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala,
kejang (bukan kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita
harus lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan.
Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat
riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang
beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda
adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan sebagainya.
Bila terdapat faktor resiko tersebut pada periode kehamilan atau persalinan maka
kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan
semakin besar kemungkinan terjadi autism. Selanjutnya kita harus mengamati
secara cermat tanda dan gejala autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala
autism pada usia dini, kalau perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal
pencegahan dan pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism
dapat kita cegah atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul. Bila
resiko itu sudah tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus kita
minimalkan bahkan kalau perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat
badan harus betul-betul dicari penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan
terbaik untuk mencari penyebab kelainan tersebut.
Demikan pula gangguan alergi makanan dan gangguan pencernaan pada bayi,
harus segera dicari penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi
makanan atau intoleransi makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk
susu bayi. Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab
gangguan alergi atau gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal adalah kita
harus menghindari makanan penyebab gangguan tersebut tanpa bantuan obat-
obatan. Obat-obatan dapat diberikan sementara bila keluhan yang terjadi cukup
berat, bukan untuk selamanya.
PENUTUP
Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini
masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor
resikonya. Sehingga strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal.
Saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar
gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian
autis. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap secara jelas misteri
penyebab gangguan autis sehingga nantinya dapat dilakukan strategi pencegahan
agar seorang anak dapat tercegah gangguan autis.
DAFTAR PUSTAKA
3. APA: Diagnostic and statistic manual of mental disorders. 4th ed. Washington,
DC: American Psychiatric Association; 1994.
4. Bettelheim B: The Empty Fortress: Infantile Autism and the Birth of the Self.
New York, NY: Free Press; 1977.
5. Brett EM: Paediatric Neurology. 2nd ed. London: Churchill Livingstone; 1991.
9. Burd L, Severud R, Kerbeshian J, Klug MG: Prenatal and perinatal risk factors
for autism. J Perinat Med 1999; 27(6): 441-50.
10. Cohen DJ, Volkmar FR: Handbood of Autism and Pervasive Developmental
Disorders. NY: Wiley; 1996.
14. Johnson MH, Siddons F, Frith U, Morton J: Can autism be predicted on the
basis of infant screening tests? Dev Med Child Neurol 1992 Apr; 34(4): 316-20.
16. Lamb JA, Moore J, Bailey A: Autism: recent molecular genetic advances.
Hum Mol Genet 2000 Apr 12; 9(6): 861-8.
21. Prior MR, Tress B, Hoffman WL, Boldt D: Computed tomographic study of
children with classic autism. Arch Neurol 1984 May; 41(5): 482-4.
22. Singer HS: Pediatric movement disorders: new developments. Mov Disord
1998; 13 (Suppl 2): 17.
23. Skjeldal OH, Sponheim E, Ganes T, et al: Childhood autism: the need for
physical investigations. Brain Dev 1998 Jun; 20(4): 227-33.
24. Stern JS, Robertson MM: Tics associated with autistic and pervasive
developmental disorders. Neurol Clin 1997 May; 15(2): 345-55.
25. Taylor B, Miller E, Farrington CP, et al: Autism and measles, mumps, and
rubella vaccine: no epidemiological evidence for a causal association. Lancet
1999 Jun 12; 353(9169): 2026-9.
27. Volkmar FR: DSM-IV in progress. Autism and the pervasive developmental
disorders. Hosp Community Psychiatry 1991 Jan; 42(1): 33-5.
28. Volkmar FR, Cicchetti DV, Dykens E, et al: An evaluation of the Autism
Behavior Checklist. J Autism Dev Disord 1988 Mar; 18(1): 81-97.
29. Volkmar FR, Cohen DJ: Neurobiologic aspects of autism. N Engl J Med 1988
May 26; 318(21): 1390-2.
32. Vrono MS, Bashina VM: [Problem of adaptation of patients with the
syndrome of early childhood autism]. Zh Nevropatol Psikhiatr Im S S Korsakova
1987; 87(10): 1511-6.
34. Wilkerson DS, Volpe AG, Dean RS, Titus JB. Perinatal complications as
predictors of infantile autism. Int J Neurosci 2002 Sep;112(9):1085-98
• Home
• Misi kami
• Informasi Autisme
• Lokasi Rekan
• Rubrik foto
• Puisi & Prosa
• Makalah autisme
• Family Gathering
• Support Group
• Info Buku
• Situs English
• Buku Tamu
oleh: LudiPNK
Pengarang : Dr Widodo Judarwanto SpA
Irfansiswanto's Blog
Just another WordPress.com weblog
« Perjuangan Menghadapi Pergolakan Dalam Negeri
Peranan Remaja Kristen Dalam Pembangunan Nasional »
Autisme
By irfansiswanto
Autisme
Autisme adalah suatu keadaan (kondisi) mengenai seseorang yang sejak lahir
ataupun saat balita yang mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan sosial
atau komunikasi yang normal dengan sesamanya.
Akibatnya si anak tersebut merasa terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam
dunia repetitive, aktivitas, dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen,1993)
Untuk memeriksa apakah seseorang anak menderita autis atau tidak digunakan
standar International tentang autis, ICD-10 (International Classification Of
Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994
merumuskan kriteria diagnosis untuk Autis Infantil yang isinya sama, yang saat
ini dipakai di seluruh dunia.
Kriteria tersebut adalah : Untuk hasil diagnosa, diperlukan total 6 gejala atau lebih
dari no. (1), (2), dan (3), termasuk setidaknya 2 gejala dari no. (1) dan masing-
masing 1 gejala dari no.(2) dan (3).
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik : Tidak mampu
menjalin interaksi sosial yang cukup memadai; Kontak mata sangat kurang;
Ekspresi wajah mati; Gerak-gerik kurang tertuju.
Tidak mampu menjalin persahabatan dengan sesamanya. Tidak ada rasa simpati
dan empati di dalam dirinya (tidak dapat merasakan apapun yang dirasakan oleh
orang lain)
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi : Perkembangan bicara terlambat
atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha berkomunikasi secara
non-verbal. Bila anak bisa berbicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk
berkomunikasi. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan sering mengulang-
ulang kata-kata yang sama. Lalu cara bermainnya kurang variatif, kurang
imajinatif, dan tidak dapat meniru pembicaraan orang lain.
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dalam hal minat, perhatian, dan
kegiatan. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas
dan berlebihan. Fokus dan hanya memikirkan kegiatan yang ritualistic atau
rutinitas yang tidak berguna.
Sering memperhatikan benda-benda yang aneh.
Penyebab Autis
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis
disebabkan karena multifaktor. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat
gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh
gangguan psikiatri/kejiwaan. Ahli lainnya berpendapat bahwa autism disebabkan
oleh penggabungan makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi
dengan zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar sehingga
menyebabkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah yang telah dikemukakan
untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab
autis adalah :
- Teori Kelebihan Opiloid - Teori Kolokistokinin
- Teori Gulten-Casein - Teori Oksitosin Dan Vasopressin
- Teori Genetik (Heriditer) - Teori Metalotionin
- Teori Imunitas - Teori Autoimun dan Alergi Makanan
- Teori Zat Darah - Teori Infeksi
- Teori Sekretin - Teori Kelainan Saluran Cerna
- Teori Paparan Aspartame - Teori Kekurangan Vitamin
Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya
sebagian kecil saja yang mengalami gejala autis. Hal ini sangat berkaitan dengan
teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa
penelitian anak autis tampaknya ditemukan adanya gangguan metabolism
metalotionin.
Metalotionin merupakan sistem utama yang dimiliki oleh tubuh dalam
mendoktisifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat
memiliki afinitas yang berbeda terhadap Metalotionin. Berdasarkan afinitas
tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuat terhadap Metalotionin
daripada logam yang lainnya.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan
bahwa gangguan Metalotionin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
- Difisiensi Zinc (Zn)
- Jumlah Logam Berat yang berlebihan
- Difisiensi Sistein
- Malfungsi regulasi element Logam
- Kelainan genetic
Perdebatan yang terjadi berkisar tentang kemungkinan penyebab autis disebabkan
oleh vaksinasi anak. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Andrew Wakefield
(Inggris), Bernand Rimland (AS) mengenai hubungan antara vaksinasi terutama
MMR (Measles, Mumps, Rubella) dan autis. Didapat bahwa pemberian MMR
tidak menyebabkan autis. Tetapi penelitian ini mendapat banyak pertentangan dari
masyarakat Amerika Serikat.
Banyak pula ahli yang mengatakan bahwa bibit autis telah ada sebelum bayi
dilahirkan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa
keluarga melalui gen autism. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika Serikat
mengatakan korelasi antara autisme dan cacat lahir disebabkan oleh thalidomide,
menyimpulkan bahwa kerusakan otak terjadi paling awal 20 hari pada saat
pembentukan janin.
Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autis ada
bagian otak yang mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih kecil
daripada anak normal. Peneliti ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan
otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran
bayi.
Karin Nelson, ahli neoroly Amerika menyelidiki proten otak dari contoh darah
bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar
protein yang lebih kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein
tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini
berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan
autism terjadi sebelum kelahiran bayi.
Penyembuhan
Penyakit autis kemungkinan besar dapat disembuhkan, tergantung dari kadar
penderitanya. Kabar terakhir di Indonesia, dua orang penderita autis dapat
disembuhkan dan anehnya mereka berprestasi, di Amerika penderita autis sangat
ditangani dengan serius oleh pemerintah.
This entry was posted on February 28, 2010 at 7:45 am and is filed under Uncategorized. You can
follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or
trackback from your own site.
1. irfansiswanto Says:
February 28, 2010 at 7:46 am | Reply
Leave a Reply
Name (required)
Website
Submit Comment
Blog at WordPress.com.
Entries (RSS) and Comments (RSS).
Autisme
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel.
Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa
menjamin bahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman
ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.
Autisme
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan
masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen,
1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6
gangguan dalam bidang:
• interaksi sosial,
• komunikasi (bahasa dan bicara),
• perilaku-emosi,
• pola bermain,
• gangguan sensorik dan motorik
• perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak
berusia 3 tahun.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 8 Pranala luar
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah
(severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya.
Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan
keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan
tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal),
memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya
minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low
functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan
intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif
serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan
sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan
sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun
model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya
melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang
autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik
pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki
intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi,
apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera
diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang
berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak,
kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat
sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat.
Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam
mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan
adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog,
psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi,
pekerja sosial dan lain sebaginya.
[sunting] Gejala
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua
dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan
kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta
berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat
sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima
panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan).
Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-
goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku
dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah
sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap
normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-
ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang
juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang
tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-
suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan
rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati
pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang
teringan hingga terberat sekalipun.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi
para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-
gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human
Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang
harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut
menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat
beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner
yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan
profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat
menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal
terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah
bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat
psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme
bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama
dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning.
Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam
penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu
perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga
perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai
inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu
mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple
Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir
yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan,
Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat
seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson
seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan
kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan
mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita
bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna
bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai
kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan
kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan
membawa manfaat apapun.
Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi anak dengan
autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan pengembangan-
pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-penelitan dilakukan.
Perkembangan studi mengenai autisme kemudian disampaikan oleh Rogers, Sally
J., sebagaimana disebutkan di bawah ini:
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan
ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui
saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali
treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional
dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang
lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para
penyandangnya.
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka
sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat
meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan
autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung
berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta
menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme.
Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan
gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada
didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol.
Sangat tidak mungkin mengontrol semua variabel yang ada sehingga data yang
dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak
akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya
dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara
multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan
terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu
mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini.
Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga
sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu
jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau
kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi.
Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara
konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk
intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan
kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.
Peralatan pribadi
• Fitur baru
• Masuk log / buat akun
Ruang nama
• Halaman
• Pembicaraan
Varian
Tampilan
• Baca
• Sunting
• Versi terdahulu
Tindakan
• ↑
Cari
Navigasi
• Halaman Utama
• Perubahan terbaru
• Peristiwa terkini
• Halaman sembarang
Komunitas
• Warung Kopi
• Portal komunitas
• Bantuan
Wikipedia
• Tentang Wikipedia
• Pancapilar
• Kebijakan
• Menyumbang
Cetak/ekspor
• Buat buku
• Unduh sebagai PDF
• Versi cetak
Kotak peralatan
• Pranala balik
• Perubahan terkait
• Halaman istimewa
• Pranala permanen
• Kutip halaman ini
Bahasa lain
• Afrikaans
• العربية
• Azərbaycanca
• Žemaitėška
• Беларуская
• Български
• বাংলা
• Brezhoneg
• Bosanski
• Català
• Česky
• Cymraeg
• Dansk
• Deutsch
• ް ަދިވެހިބ
ސ
• Ελληνικά
• English
• Esperanto
• Español
• Eesti
• Euskara
• فارسی
• Suomi
• Français
• Gaeilge
• Galego
• עברית
• िहनदी
• Hrvatski
• Magyar
• Հայերեն
• Interlingua
• Ido
• Italiano
• 日本語
• Lojban
• ქართული
• 한국어
• Kurdî
• Latina
• Lietuvių
• Latviešu
• Македонски
• മലയാളം
• Bahasa Melayu
• Nederlands
• Norsk (bokmål)
• Polski
• Português
• Română
• Русский
• Srpskohrvatski / Српскохрватски
• Simple English
• Slovenčina
• Slovenščina
• Shqip
• Српски / Srpski
• Svenska
• Kiswahili
• தமிழ்
• ไทย
• Tagalog
• Türkçe
• Українська
• Tiếng Việt
• Walon
• 中文
• Kebijakan privasi
• Tentang Wikipedia
• Penyangkalan