You are on page 1of 28

Baterai Nuklir: Sumber Arus

Searah yang Perlu


Dikembangkan
Home
Halaman Muka

Sajian Utama
Komunikasi
Komputer
Elektronika

Peranan Kapasitor dalam


Penggunaan Energi Listrik

Pendahuluan
Untuk mendapatkan tenaga
listrik dari energi nuklir,
sejauh ini sudah banyak
dilakukan melalui PLTN
(Pusat Listrik Tenaga Nuklir)
dan manfaatnya sudah sangat
terasa bagi negara-negara
maju, terutama dalam
menggerakkan
perindustriannya disamping
untuk pemenuhan kebutuhan
energi listrik bagi rumah
tangga. Tenaga listrik yang
dihasilkan oleh PLTN adalah
berasal dari reaksi fisi
(pembelahan) yang
menghasilkan panas sangat
besar. Panas yang sangat
besar ini digunakan untuk
menghasilkan uap bertekanan
tinggi yang kemudian uap
tersebut digunakan untuk
menggerakkan turbin yang
dihubungkan ke generator,
sehingga akan diperoleh
tenaga listrik. Sedangkan
pemanfaatan energi nuklir
melalui reaksi fusi
(penggabungan) yang
panasnya jauh lebih besar
dari pada reaksi fisi, sampai
saat ini masih dalam taraf
penelitian mengingat belum
ditemukan bahan yang tahan
terhadap tekanan tingi dan
juga suhu tinggi dengan orde
ratusan ribu derajat Celcius.
Pemanfaatan energi nuklir
untuk menghasilkan tenaga
listrik sejauh ini memang
sudah terbukti dapat bersaing
dengan tenaga listrik yang
diperoleh secara
konvensional melalui
pemakaian energi primer
(batubara dan minyak)
maupun melalui pemakaian
energi terbarukan (air, panas
bumi dan matahari). Selain
dari itu, para ahli pada saat
ini juga akan melengkapi
kemampuan energi nuklir
dengan cara lain untuk
menghasilkan tenaga listrik
arus searah (tenaga
baterai/DC), tidak hanya
tenaga listrik arus bolak-balik
(AC) seperti yang sudah
dikenal selama ini melalui
PLTN. Cara lain yang
dimaksud adalah tidak
dengan memanfaatkan panas
dari hasil reaksi fisi maupun
fusi, akan tetapi
memanfaatkan proses
terjadinya reaksi peluruhan
(decay process) pada setiap
bahan radioaktif. Pada reaksi
peluruhan ini yang
dimanfaatkan adalah radiasi
nuklir itu sendiri yang
disertai dengan pelepasan
elektron atau muatan listrik
dan juga kemampuan
menumbuk bahan untuk
menghasilkan elektron
sekunder yang dapat diubah
menjadi tenaga listrik. Bila
hal ini bisa direalisasikan
maka tenaga listrik yang
diperoleh dari hasil proses
peluruhan zat radioaktif akan
dapat menambah sumber
tenaga listrik arus searah,
disamping sumber arus
searah (tanaga baterai) yang
telah dikenal secara
konvensional berupa baterai
kimia sel basah maupun sel
kering.
Proses Peluruhan Zat
Radioaktif
Proses peluruhan zat
radioaktif sebenarnya adalah
proses alami dari suatu zat
radioaktif atau radioisotop
dalam rangka keseimbangan
menuju kepada energi
dasarnya (ground state
energy). Proses peluruhan zat
radioaktif yang terjadi
berkaitan erat dengan jenis
radiasi nuklir dari suatu
radioisotop. Untuk itu, perlu
diketahui beberapa jenis
radiasi yang mengikuti
terjadinya proses peluruhan
tersebut. Jenis radiasi yeng
dimaksud sebenarnya ada 8
macam, namun yang akan
dijelaskan hanya yang dalam
proses peluruhannya
menghasilkan elektron atau
yang dapat menyebabkan
ionisasi langsung saja, yaitu
radiasi yang dipancarkan oleh
radioisotop yang digunakan
dalam baterai nuklir. Jenis
radiasi tersebut adalah : 1.
Radiasi Alpha (a)
Radiasi ini pada umumnya
terjadi pada elemen berat,
yaitu atom yang nomor
massanya besar (mohon
dilihat sistem periodik/tabel
berkala) yang tenaga ikatnya
rendah, yaitu tenaga ikat
antara elektron dan inti
atomya rendah. Radiasi
Alpha pada umumnya diikuti
juga oleh peluruhan radiasi
Gamma. Atom yang
mengalami peluruhan radiasi
Alpha, nomor massanya akan
berkurang 4 dan nomor
atomnya berkurang 2,
sehingga radiasi Alpha
disamakan dengan
pembentukan inti Helium
yang bermuatan listrik 2 dan
bermassa 4. Contoh
peluruhan radiasi Alpha
adalah peluruhan Plutonium
menjadi Uranium yang
reaksinya sebagai berikut:

94Pu239––>2He4 + 92U235
(2He4 = radiasi Alpha)

2. Radiasi Beta Negatif (b-)

Radiasi Beta Negatif


disamakan dengan
pemancaran elektron dari
suatu inti atom. Bentuk
radiasi ini terjadi pada inti
yang kelebihan elektron dan
pada umumnya juga disertai
juga dengan radiasi Gamma.
Pada radiasi Beta Negatif,
nomor atom akan bertambah
1, sedangkan nomor
massanya tetap. Contoh
peluruhan radiasi Beta
Negatif adalah :
56Ba140 ––>-1e0 +
57La140(-1e0 = elektron
negatif)

3. Radiasi Beta Positif (b +)

Radiasi ini sama dengan


pancaran positron (elektron
positif) dari inti atom. Bentuk
peluruhan ini terjadi pada inti
yang kelebihan proton.
Pancaran positron dapat
terjadi bila perbedaan energi
antara inti semula dengan inti
hasil perubahan (reaksi inti)
paling tidak sama dengan
1,02 MeV. Radiasi Beta
Positif akan selalu diikuti
dengan peristiwa annihilasi
atau peristiwa penggabungan,
karena begitu terbentuk zarah
Beta (+) akan langsung
bergabung dengan elektron
(-) yang banyak terdapat di
alam ini dan menghasilkan
radiasi Gamma yang lemah.
Contoh radiasi Beta Positif :

7N13 ––> +1e0 + 6C13


(+1e0 = elektron positif /
positron)

+1e0 + -1e0 ––>


200(menghasilkan 2 foton
Gamma)

Jenis radiasi lainnya (radiasi


Gamma, radiasi Neutron dan
lain sebagainya) tidak
dibahas dalam kaitannya
dengan baterai nuklir, karena
dalam peluruhannya tidak
menghasilkan elektron atau
muatan listrik yang langsung
dapat mengionisasi medium
yang pada akhirnya dapat
diubah menjadi tenaga listrik
arus searah. Selain dari itu,
radiasi Gamma dan Neutron
mempunyai daya tembus
yang sangat besar, sehingga
menyulitkan untuk
mengukungnya agar radiasi
tidak menembus dinding
baterai nuklir. Kalaupun
dinding baterai buklir dibuat
tebal, akan berdampak pada
masalah biaya dan secara
teknis akan kalah bersaing
dengan sumber radiasi Beta
(b-) yang banyak digunakan
dalam baterai nuklir.
Berbagai Macam Baterai
Nuklir
Pemanfaatan energi nuklir
untuk diubah menjadi tenaga
listrik arus searah (DC)
adalah karena timbulnya
elektron atau muatan listrik
pada peristiwa peluruhan zat
radioaktif. Oleh karena itu,
sumber arus searah baterai
nuklir ini berasal dari
radioisotop yang
memancarkan radiasi Alpha,
Beta Negatif maupun Beta
Positif. Mengingat daya
tembus radiasi Alpha sangat
kecil, maka radioisotop
pemancar Alpha jarang
digunakan, karena
menyulitkan dalam proses
pembuatannya, kecuali bila
akan dimanfaatkan untuk
mengionisasi langsung
medium baterai nuklir.
Radioisotop pemancar Beta
Positif (b+) jarang digunakan
sebagai sumber tenaga
baterai nuklir karena sumber
baterai nuklir adalah
radioisotop pemancar radiasi
Beta Negatif (b-).
Kemampuan sumber radiasi
untuk menghasilkan elektron
sekunder dalam tumbukannya
dengan medium baterai
nuklir, juga dipakai sebagai
bahan pertimbangan dalam
memilih sumber radioisotop.
Penelitian dan pengembangan
pembuatan baterai nuklir
sangat menarik perhatian
para ahli, karena tegangan
yang diperoleh dari baterai
nuklir relatif konstan dan bisa
mencapai orde beberapa ribu
volt, sehingga sangat
menguntungkan dalam
pemakaiannya. Sedangkan
umur pakainya sangat
panjang, bisa mencapai 2 kali
waktu paro radioisotop yang
digunakan. Namun demikian,
efisiensinya dan arus yang
dihasilkan sejauh ini masih
rendah, untuk itu perlu
ditingkatkan lebih jauh lagi.
Adapun rendahnya arus yang
dihasilkan karena adanya
pengaruh nuclear barrier
transmission (d) yang
dinyatakan dalam
persamaan :

di mana : X1 dan X2 = titik


partikel pada saat masuk dan
meninggalkan potensial
barrier.

M= massa partikel.
V(x)= potensial energi
sebagai fungsi barrier.
T= energi kinetik partikel.
h= konstanta Planck.
Mengingat bahwa nuclear
barrier transmission
merupakan fungsi dari massa
radioisotop yang digunakan
dan energi kinetik radiasi
yang dipancarkan, maka
usaha untuk meningkatkan
arus harus memperhatikan
sumber radioisotop yang
digunakan dan juga energi
kinetik radiasinya.

Berbagai macam model


baterai nuklir yang sudah
dikembangkan sejauh ini
adalah sebagai berikut;

1. Baterai nuklir “high speed


electrons battery”:

Baterai ini dinamakan juga


dengan baterai nuklir Beta,
sesuai dengan jenis radiasi
yang dipancarkan oleh
radioisotop yang digunakan.
Baterai nuklir ini bisa
menghasilkan tegangan
sampai beberapa ribu volt.
Tegangan yang tinggi ini
dipengaruhi oleh kerapatan
isolator yang digunakan,
sehingga tidak terjadi
kebocoran yang dapat
menimbulkan ionisasi udara
di sekitar terminal
elektrodenya. Arus yang
dihasilkan masih rendah dan
perlu dinaikkan lagi dengan
memperhatikan masalah
nuclear barrier transmission
seperti yang diuraikan di atas.
Radioisotop yang digunakan
dalam baterai ini adalah
Strontium-90 (Sr90) yang
mempunyai waktu paro 28
tahun, sehingga umur pakai
baterai nuklir jenis ini bisa
dua kali waktu paronya, yaitu
56 tahun. Bagan baterai
nuklir jenis ini dapat dilihat
pada Gambar 1.

2. Baterai nuklir “contact


potential difference battery”

Baterai nuklir ini sering


disingkat dengan baterai CPD
(Contact Difference
Potential). Elektrode yang
digunakan adalah 2 jenis
bahan logam yang
mempunyai sifat “work
function” yang sangat
berbeda. Work function suatu
bahan adalah energi yang
diperlukan untuk
membebaskan elektron keluar
orbitnya. Bahan elektrode
yang mempunyai sifat work
function yang sangat jauh
berbeda adalah Seng (Zn) dan
Karbon. Ruang diantara
kedua elektrode, yaitu antara
bahan logam yang
mempunyai sifat “work
function” tinggi dan bahan
logam yang mempunyai
“work function” rendah, diisi
medium berbentuk gas, yaitu
Tritium yang setiap saat
dapat diionisasikan oleh
radioisotop menghasilkan
elektron dan ion positif. Hasil
ionisasi (elektron dan ion)
akan menuju ke masing-
masing elektrodenya sesuai
dengan muatan listrik yang
dibawanya. Penyerahan
muatan listrik ke masing-
masing elektrode akan
menimbulkan arus listrik
searah secara
berkesinambungan.
Radioisotop yang digunakan
sama dengan baterai nuklir
pertama, yaitu Strontium 90
(Sr90). Bagan baterai nuklir
CPD dapat dilihat pada
Gambar 2.

3. Baterai nuklir PN junction

Baterai nuklir ini


memanfaatkan sifat
radioisotop yang dapat
menimbulkan berondongan
elektron (avalanche) pada
salah satu elemen diode
semikonduktor yang dipasang
di dalam wadah baterai.
Bahan semikonduktor yang
dapat menghasilkan
berondongan elektron akibat
terkena radiasi adalah
Antimon. Sedangkan untuk
elektrode positifnya
digunakan Silikon.
Berondongan elektron yang
terbentuk akan ditarik oleh
elektrode positif dan pada
saat penyerahan muatan
listrik akan timbul arus listrik
searah seperti yang terjadi
pada baterai nuklir CPD.
Baterai nuklir PN junction ini
walaupun tegangannya
rendah tapi arus yang
dihasilkan jauh lebih besar
dari pada baterai nuklir
lainnya. Sumber radioisotop
yang digunakan adalah
Prometium 147 (Pm147)
yang mempunyai waktu paro
2,5 tahun, sehingga umur
pakai baterai nuklir jenis ini
bisa mencapai 5 tahun. Bagan
baterai nuklir PN junction ini
dapat dilihat pada Gambar 3.

4. Baterai nuklir termokopel


Baterai nuklir jenis ini
memanfaatkan panas yang
ditimbulkan oleh radioisotop
yang ditempatkan pada
bagian dalam wadah yang
dilengkapi dengan dua jenis
logam yang bersifat sebagai
termokopel. Arus yang
timbul dari adanya
termokopel dapat menjadi
tenaga baterai. Bagan baterai
nuklir jenis termokopel dapat
dilihat pada Gambar 4.

5. Baterai nuklir “secondary


emitter”

Baterai nuklir jenis ini


menggunakan radioisotop
yang dapat menumbuk bahan
target yang peka terhadap
radiasi, sehingga akan
menimbulkan elektron
sekunder akibat tumbukan
tersebut. Elektron sekunder
ini akan dikumpulkan oleh
elektrode yang tidak peka
terhadap radiasi. Perbedaan
tegangan pada kedua
elektrode tersebut akan
menghasilkan arus listrik
yang besarnya proporsional
dengan energi yang dibawa
oleh elektron sekunder.
Skema baterai nuklir jenis ini
dapat dilihat pada Gambar 5.

6. Baterai nuklir fotolistrik

Baterai nuklir fotolistrik ini


memanfaatkan sifat bahan
sintilator yang akan
mengeluarkan pendar cahaya
(foton) bila terkena radiasi.
Pendar cahaya (foton) yang
timbul kemudian diubah
menjadi tenaga listrik oleh
bahan semikonduktor yang
peka terhadap foton cahaya.
Foton cahaya dapat juga
diubah menjadi tenaga listrik
oleh sel fotolistrik. Bahan
sintilator yang digunakan
dapat berupa Posfor, Natrium
Iodida yang diberi Thalium.
Gambar 6 menunjukkan
skema baterai nuklir jenis
fotolistrik yang dimaksud.

7. Baterai nuklir “photon


junction”

Baterai nuklir ini


menggunakan posfor
radioaktif (P32) sebagai
sumber radioisotopnya yang
diapit oleh bahan
semikonduktor. Bahan
semikonduktor diletakkan
berhimpitan dengan
“semiconductor surface
layer” agar dapat terjadi
perpindahan “electron hole”
akibat terkena radiasi P32.
Adanya perpindahan electron
hole pada bahan
semikonduktor ini akan
menimbulkan pulsa listrik
yang besarnya sama dengan
energi pendar cahaya yang
terjadi. Tegangan baterai
nuklir ini relatif konstan.
Gambar 7 menunjukkan
skema baterai nuklir jenis
“photon junction”.
Penutup
Berdasarkan uraian di muka
tampak bahwa penelitian dan
pengembangan pembuatan
baterai nuklir dari berbagai
macam jenis yang pernah
dibuat, masih perlu
ditingkatkan lagi untuk
memperoleh efisiensi baterai
nuklir yang lebih baik dan
juga untuk dapat menaikkan
arus listriknya agar diperoleh
daya keluaran yang lebih
baik. Umur paro radioisotop
yang digunakan akan sangat
mempengaruhi umur pakai
baterai dan juga kestabilan
tegangan baterai nuklir.
Bahan radioisotop pemancar
radiasi Beta yang dapat
digunakan menjadi sumber
energi baterai nuklir bisa
diperoleh dari hasil fisi yang
dihasilkan oleh reaktor nuklir
maupun oleh akselerator.
Produk radioisotop yang
sampai saat ini sudah
dipasarkan menjadi baterai
nuklir adalah dari deret
Lantanida, yaitu Prometium
(Pm147) yang bisa mencapai
umur pakai lebih dari 5 tahun
per baterai. Bila umur paro
radioisotop yang digunakan
panjang, maka wadah baterai
nuklir harus dibuat
sedemikian rupa agar supaya
tidak bocor selama dalam
pemakaian, karena hal ini
menyangkut masalah
keselamatan lingkungan dan
proteksi radiasi. Satu hal
yang perlu diketahui bahwa
baterai nuklir yang sudah
tidak dipakai tidak boleh
dibuang sembrangan,
mengingat di dalamnya
mengandung bahan
radioaktif, sehingga
pembuangannya memerlukan
pengaturan tersendiri sesuai
dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Untuk Indonesia
pengaturan masalah ini
ditetapkan oleh Badan
Tenaga Nuklir atau
BAPETEN yang
berkedudukan di Jakarta.
Daftar Acuan

1. Wisnu Arya Wardhana:


“Radioekologi”, Andi Offset,
Yogyakarta, 1996.
2. Wisnu Arya Wardhana:
“Aplikasi Teknologi Nuklir”,
PATN-BATAN, Yogyakarta,
1989.
3. Samuel Glasstone:
“Source Book On Otomic
Energy”, Van Nostrand, New
Jersey, 1971.
4. Irving Kaplan: “Nuclear
Physics”, Addison Wesley,
London, 1979.
5. Ronald Allen Knief:
“Nuclear Energy
Technology”, Mc Graw Hill,
New York, 1981.
6. Robert I. Sarbacher:
“Encyc. Dic. of Electronics
and Nuclear Engineering”,
Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New
Jersey.q

Wisnu Arya Wardhana,


Widyaiswara BATAN

You might also like