You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah dan Pengolahannya

Limbah berdasarkan nilai ekonomisnya dirinci menjadi limbah yang mempunyai

nilai ekonomis dan non ekonomis. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah

dengan proses lanjut akan memberikan nilai tambah. Misalnya molasse (tetes) yang

merupakan limbah pabrik gula, molasse dapat menjadi bahan baku untuk pabrik alkohol.

Ampas tebu dapat dijadikan bahan baku untuk pabrk kertas, sebab ampas tebu melalui

proses sulfinisasi dapat menghasilkan bubur pulp. Banyak lagi limbah pabrik tertentu

yang dapat diolah untuk menghasilkan produk baru dan menciptakan nilai tambah..

Limbah non ekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses bentuk apapun

tidak akan memnerikan nilai tambah, kecuali mempermudah sistem pembuangan.

Limbah jenis ini yang sering menjadi persoalan pencemaran dan merusakkan lingkungan

(Sugiharto, 1987).

Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa

pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau paling

tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat lebih dahulu

dengan jalan mengidentifikasikan sumber pencemaran, kegunaan jenis bahan, sistem

pengolahan, banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan bahan beracun dan berbahaya

yang terdapat dalam pabrik (Ginting, 1992).

Universitas Sumatera Utara


Program pengendalian dan penanggulangan pencemaran dapat dibuat. Sebab

limbah tersebut baik dalam jumlah besar maupun sedikit, dalam jangka waktu panjang

maupun pendek dapat membuat perubahan terhadap lingkungan, maka diperlukan

pengolahan agar limbah yang dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan.

Ada beberapa jenis limbah yang perlu diolah dahulu, sebab mengandung polutan yang

dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Limbah diolah dengan tujuan untuk

mengambil bahan-bahan berbahaya didalamnya dan atau mengurangi / menghilangkan

senyawa-senyawa kimia atau non kimia yang berbahaya dan beracun.

Pengolahan limbah berkaitan dengan sistem pabrik. Ada pabrik yang telah

menggunakan peralatan dengan kadar buangan rendah sehingga buangan yang dihasilkan

tidak lagi perlu mengalami pengolahan. Pengolahan limbah sering kali harus

menggunakan kombinasi dari berbagai metode, terutama limbah erat yang banyak

mengandung jenis parameter. Pilihan peralatan berkaitan dengan biaya, pemeliharaan,

tenaga ahli dan kualitas lingkungan. Untuk beberapa jenis pencemar telah ditetapkan

metode pengolahannya.

Menurut sifat limbah, proses pengolahan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)

bagian, yaitu proses fisika, kimia dan biologi. Proses ini tidak berjalan secara sendiri-

sendiri tapi terkadang harus dilakukan secara kombinasi antara satu dengan lainnya.

Proses fisika merupakan perlakuan pada pre-treatment mengutamakan proses

pendahuluan dalam rangka proses pengolahan lanjut. Bila hasil proses tidak memuaskan

maka proses kimia akan menyempurnakan efisiensinya. Boleh jadi proses fisika tidak

dibutuhkan, maka digunakan proses biologi. Kemungkinan untuk menggabung ketiga

proses dalam upaya mencapai efisiensi pengolahan yang maksimal.

Universitas Sumatera Utara


Tahapan pengendalian dan pengoperasian limbah molasse pada sistem kolam

adalah sebagai berikut :

1. Pendinginan

Air limbah yang keluar dari pabrik umumnya panas (30 - 50°C) dan diperlukan

pendinginan sehinggan sesuai dengan kondisi pengendalian limbah oleh bakteri.

2. Kolam pembiakkan bakteri

Kolam ini digunakan untuk mengaktifkan bakteri pada awal pengoperasian. Bakteri

yang digunakan untk mengolah limbah molasse ialah bakteri Inola.

3. Kolam pengendapan

Limbah molasse dialirkan kekolam ini untuk diendapkan lumpur yang kasar. Kolam

ini dibersihkan 1 kali seminggu atau endapannya dibuang 1 kali seminggu. Endapan

lumpur yang dihasilkan banyak mengandung lumpur.

4. Kolam ekualisasi

Limbah dari kolam pengendapan distabilkan dikolam ini dengan menggunakan 2

(dua) aerator apung.

5. Kolam oksidasi

Limbah dari kolam ekualisi mengalir ke kolam oksidasi. Dengan waktu yang

bersamaan dialirkan lumpur aktif dari kolam pembiakkan. pH dijaga tetap minimal 7.

Di dalam kolam oksidasi digunakan 1 (satu) aerator oksidasi.

Universitas Sumatera Utara


6. Kolam klarifier

Kolam ini trdapat ditengah–tengah kolam oksidasi. Kolam ini berfungsi menyaring

lumpur halus.

7. Kolam saring pasir

Kolam pengendapan yang mengalir secara terus–menerus berfungsi untuk

memisahkan cairan dari lumpur yang berasal dari kolam klarifier / oksidasi (Ginting,

1992).

2.2. Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi mengandung berbagai jenis

senyawa organik dan anorganik dan berdasarkan sifat-sifat fisika dan kimia maka

komponen limbah cair tersebut dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya.

2.2.1. Sifat Fisika

Berdasarkan sifat-sifat yang ada maka komponen organik mempunyai

karakteristik sebagai berikut :

a. Total solid.

Seluruh bahan padatan yang ada di limbah cair dan merupakan residu dari limbah

cair yang merupakan bahan padat dari tersuspensi atau terlarut yang diperoleh bila limbah

cair diuapkan pada suhu 103 – 105°C selama 3 jam. Partikel-partikel dari limbah yang

termasuk total solid umumnya mempunyai diameter sekitar 1 micron. Partikel-partikel

Universitas Sumatera Utara


yang dalam total solid ada 2 tipe yaitu : partikel yang hidropobi dan partikel yang

hidropilik. Partikel-partikel ini akan saling berinteraksi dengan air dan pada umumnya

molekul-molekul air akan mengadopsi partikel-partikel hidropilik.

b. Bau.

Bau disebabkan oleh produksi gas karena pecahnya bahan-bahan organik menjadi

lebih sederhana dari limbah cair. Bau dapat dijadikan parameter bahwa telah terjadi

proses kimia atau biologi baik karena proses pengolahan limbah maupun secara alamiah

di dalam limbah cair yang menghasilkan gas H 2 S, NH 3 . Timbulnya bau, juga dapat

disebabkan gas-gas dalam jumlah tertentu seperti gas NO 2 .

c. Suhu.

Suhu limbah cair pada umumnya lebih tinggi dari suhu air minum. Tingginya

suhu air limbah cair karena penambahan air panas dari aktifitas industri dan merupakan

salah satu parameter penting karena efek penyebab berkurangnya kehidupan

mikroorganisme dan mahluk-mahluk air lainnya yang mempunyai habitat di dalam air.

Perubahan laju reaksi biokimia diikuti dengan bertambahnya suhu dan menyebabkan

berkurangnya jumlah oksigen dalam air.

d. Warna.

Warna limbah cair umumnya berbeda dengan air dan biasanya berwarna gelap.

Warna yang terjadi akibat reaksi kimia antara senyawa-senyawa organik dan atau

anorganik dan reaksi yang berupa reaksi oksidasi, sebstansi, adisi dan reaksi reduksi

Universitas Sumatera Utara


ataupun pecahannya senyawa-senyawa organik oleh bakteri sehingga oksigen terlarut

akan berkurang menjadi nol dan warna berubah menjadi hitam. Warna gelap disebabkan

oleh proses oksidasi terhadap tokoferol. Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada

minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat

pula terjadi karena reaksi molekul protein yang disebabkan oleh karena aktifitas enzim-

enzim seperti phenol oxidase, polyphenol oksidase dan sebagainya.

e. Kelarutan.

Berdasarkan kelarutannya senyawa-senyawa organik maupun senyawa anorganik

dapat dibagi atas 3 bagian :

- Terlarut mempunyai diameter partikel < 0 – 5 mm

- Koloid mempunyai diameter partikel 10 – 6 mm

- Padatan tersuspensi mempunyai diameter partikel > 10 – 3 mm

2.2.2. Sifat Kimia

Sifat-sifat kimia dari limbah cair dilatarbelakangi atas gugus fungsional yang ada,

rumus bangun dan rumus molekul dan golongan dari senyawa kimia tersebut. Bahan

organik yang ada biasanya berupa karbon, hidrogen, oksigen bersama-sama nitrogen dan

beberapa unsur lainnya antara lain sulfur, fosfor dan besi. Kadang-kadang ditemukan

bahan organik yang ada di dalam limbah cair antara lain :

a. Protein.

Protein merupakan polimer yang panjang dari asam-asam amino yang bergabung

melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karbosil atau asam amino dengan gugus

Universitas Sumatera Utara


asam amino. Susunan kimia yang enyusun protein berbeda dengan karbohidrat dan lipida

karena protein merupakan kombinasi dari mata rantai sejumlah besar asam amino

sehingga berat molekul dari protein sangat tinggi antara lain 20.000–20 juta.

b. Karbohidrat.

Karbohidrat terdapat dalam bentuk gula, amilum, selulosa dan wood fiber didalam

sel tumbuh-tumbuhan. Unsur karbohidrat terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, trisakarida dan polisakarida.

c. Lemak dan minyak.

Lemak dan minyak merupakan ester dari alkohol dan gliseri dengan asam lemak

tinggi, sebagian besar larut dalam minyak dan hanya sedikit larut dalam air. Lemak dan

minyak terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen dalam perbandingan yang

tertentu dan bervariasi. Lemak dan minyak di dalam limbah cair akan menyebabkan

masalah utama di dalam pipa pembuangan dan dalam pengolahan limbah cair, sebab

lipida sukar didegrasi. Jika lipida yang ada tersebut tidak dipisahkan, maka lipida akan

bercampur bahan-bahan kebutuhan mahluk yang ada dipermukaan air sehingga

membentuk busa dan lapisan film sehingga oksigen dan sinar matahari tidak dapat

menembus lapisan minyak yang menyebabkan mahluk air akan mati..

2.3. Limbah Molasse

Bahan sisa dari industri gula banyak dijumpai disamping hasil utamanya. Dari

berbagai macam bahan sisa yang dihasilkan industri gula, molasse merupakan bahan

dasar yang berharga sekali untuk industri fermentasi (Chichester dkk, 1969). Tetes atau

molasse berasal dari bahasa Rumania yaitu merupakan hasil akhir yang diperoleh dari

Universitas Sumatera Utara


nira tebu dengan pengkristalan berulang-ulang. Banyak tetes dan komposisi yang

dihasilkan tergantung dari keadaan tebu dan proses pembuatan gula yang dilakukan

(Olbrich, 1963).

Tabel 2.1. Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Gula

Parameter Kadar Maksimum Bahan Pencemaran Maksimum

BOD5 100mg/l 4,0 kg/ton

COD 250 mg/l 10,0 kg/ton

Padatan Tersuspensi 175 mg/l 7,0 kg/ton

Sulfida (H2S) 1,0 mg/l 0,04 kg/ton

pH 6-9

Sumber : KEP-51/MENLH/10/1995

Tabel 2.2. Kompisisi Kimia Molasse

Komposisi Kisaran (%) Rata-rata (%)

Universitas Sumatera Utara


Air 17 – 25 20

Sukrosa 30 – 40 35

Glukosa 4 – 19 7

Fruktosa 5 – 12 9

Gula reduksi 1–5 3

Karbohidrat lain 2–5 4

Abu 7 – 15 12

Komponen nitrogen 2–6 4,4

Asam bukan nitrogen 2–6 5

Wax, sterol dan posfolipid 0,1 – 1 0,4

Sumber : Paturau, (1989)

Molasse sebagai hasil samping pembuatan gula masih mengandung gula sekitar

50–60% yang tidak dapat dikristalkan lagi dengan cara konvemsional (Kirk dan Othmer,

1967). Selain kandungan gulanya relatif tinggi, dalam molasse juga terkandung mineral-

mineral dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Di Indonesia molasse telah diolah

menjadi alkohol / spirtus, produk fermentasi monosodium glutamat (MSG), makanan

ternak juga merupakan komoditi ekspor.

Menurut Paturau (1989), molasse yang dihasilkan dari pengolahan gula dapat

mencapai 2,7% dari total tebu yang digiling dan dikatakannya pula sebagai bahan baku

produk fermentasi. Molasse dapat diolah menjadi etanol, MSG , dan sebagainya. Untuk

Universitas Sumatera Utara


pembuatan etanol, molasse harus mendapatkan perlakuan pendahuluan. Hal tersebut

disebabkan karena molasse bersifat kental. Kadar gula dan pH-nya masih terlalu tinggi

serta nutrisi yang dibutuhkan khamir belum mencukupi dalam molasse ini. Dalam

pembuatan etanol tersebut, mula-mula molasse diencerkan dengan air hingga konsentrasi

gulanya menjadi 14 – 18%. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi maka waktu

fermentasinya lebih lama dan sebagian gula tidak terkonvensi. Proses fermentasi menjadi

tidak ekonomis (Yudoamidjoyo dkk, 1992).

Warna kecoklatan yang dimiliki oleh molasse berasal dari pigmen tanaman dan

senyawa-senyawa finolia, karamel yang terbentuk karena adanya pemecahan gula secara

termis, terbentuknya senyawa hasil pemecahan gula reduksi dalam suasana alkali dan

terbentuknya senyawa melanoiden (Kort, 1997).

2.4. Proses Produksi dan Sumber Limbah

Baik gula tebu maupun bit mengandung sukrosa kira-kira 15%. Gula diekstraksi

dengan menghancurkan tebu dan menyemprotnya dengan air sehingga sukrosa terdifusi

ke dalam air. Kotoran dalam larutan dihilangkan dengan pemberian kapur dan

karbondioksida kemudian dilanjutkan dengan proses evaporasi. Gula kasar yang

diperoleh selanjutnya dipisahkan dari tetes dengan menggunakan sentrifugasi.

Gula ini mengandung sukrosa 90%, selanjutnya dimurnikan. Proses

pemurniannya dengan sentrifugasi dan pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa tetes.

Selanjutnya larutan gula diperlakukan dengan air kapur dan karbondioksida untuk

menghilangkan warna (pemucatan) larutan dan evaporasi vakum untuk mengkristalkan

sukrosa. Pada tingkatan ini, diperoleh campuran yang terdiri dari kristal-kristal gula yang

Universitas Sumatera Utara


tersuspensi dalam alat pemisah sentrifugal dan gula yang lembab dikeringkan dengan

aliran udara panas (Goutera, 1975).

2.5. Fermentasi Alkohol

Fermentasi alkohol sudah dikenal sejak zaman dahulu tapi baru dalam abad XIX –

XX dapat diketahui reaksi kimia maupun biokimianya. Pada tahun 1789 Lavoiser

menetapkan bahwa dalam proses fermentasi, gula akan dipecah menjadi alkohol dan

karbondioksida. Pada tahun 1813, Gaay Lussac menetapkan reaksinya sebagai berikut :

C 6 H 12 O 6 2C 2 H 5 OH + 2 CO 2

Disebabkan oleh kemampuannya yang dapat merombak gula menjadi alkohol

tersebut, maka pada saat ini fermentasi banyak digunakan dalam berbagai jenis industri,

terutama dalam industri minuman beralkohol.

Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Untuk hidup semua

organisme membutuhkan sumber energi. Energi diperoleh dari metabolisme bahan

pangan dimana organisme berada di dalamnya. Bahan baku yang paling banyak

digunakan mikroorganisme adalah glukosa (Buckle dkk, 1987).

Khamir adalah pengubahan aldehid menjadi alkohol yang paling efisien, banyak

spesies-spesies bakteri, khamir dan jamur yang mampu menghasilkan alkohol (Desrosier,

1988). Khamir yang berperan dalam proses fermentasi ini dapat tumbuh dalam dua

suasana yaitu aerob dan anaerob. Alkohol yang terbentuk semasa proses berjalan sangat

sedikit sekali, sedangkan dalam keadaan anaerob khamir sanggup mengubah gula

menjadi alkohol dalam jumlah yang lebih besar (Pyke, 1970).

Universitas Sumatera Utara


Khamir yang berada dalam keadaan anaerob menyebabkan fermentasi gula

menjadi alkohol akan lebih cepat dibanding perubahannya menjadi biomasaa (Ayres

dkk, 1980). Pengubahan gula menjadi alkohol (Etanol) dapat berlangsung dalam

beberapa tahap yang masing-masing tahapnya dikatalisir oleh semacam enzim. Banyak

sekali enzim yang turut aktif di dalam proses ini, dan barangkali fermentase tanpa adanya

enzim tidak akan berlangsung (Martoharsono, 1986).

Berdasarkan penelitian para ahli didapati kesimpulan bahwa fermentasi adalah

suatu proses perubahan kimia pada media organik dengan perantara enzim yang

dikeluarkan oleh mikroorganisme dalam keadaan aerob maupun anaerob (Syamsul dkk,

1977). Fermentasi dapat dikatakan merupakan peristiwa pemecahan gula dalam keadaan

anaerob maupun aerob oleh mikroba, dimana akan terjadi pemecahan molekul yang

ikatan atom C-nya lebih sederhana (Jutono, 1972).

Desroiser (1988), menyatakan bahwa dalam fermentasi alkohol, mikroba yang

digunakan harus mempunyai sifat-sifat yang penting antara lain :

a. Kemampuan fermentasi yang cukup.

b. Sifat flokulasi maupun sendimentasi yang khas.

c. Stabilitas genetik.

d. Osmotoleran (tetap hidup pada kadar gula yang tinggi).

e. Toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi.

f. Viabilitas yang tinggi untuk digunakan kembali sebagai inokulum.

g. Toleran terhadap mutu.

Winarno, dkk (1981) menyatakan bahwa pada umumnya gula menjadi asam

piruvat dapat melalui cara yaitu sistem heksosa difosfat (HDP) dan heksosa monofosfat

Universitas Sumatera Utara


(HMP). Berbeda dengan sistem HDP maka sistem HMP tidak menghasilkan senyawa

pertengahan / perantara (intermediate) berupa heksosa difosfat (fruktosa 1,6-difosfat).

Desroiser, (1988) menyatakan bahwa bahwa untuk mikroba yang digunakan dalam

fermentasi yang terpenting adalah kemampuan menghasilkan enzim dalam jumlah yang

besar, dan yeast merupakan salah satu sel tunggal yang mempunyai kapasitas

pertumbuhan, reproduksi, assimilasi, dan memperbaiki isi dalam sel, yang mana bagi

bentuk kehidupan tingkat tinggi sudah didistribusikan ke jaringan-jaringan. Dapat

diantisipasi bahwa sel tunggal seperti yeast merupakan wujud kehidupan yang lengkap

yang memiliki produktivitas enzim dan kapasitas fermentasi yang tinggi.

2.6. Khamir dan Kondisi Pertumbuhannya

Khamir adalah fungi mikroskopik, namun seperti tipe fungsi lain, khamir terdapat

sebagai sel bebas yang sederhana. Biasanya sel-sel ini berbentuk bundar atau lonjong

namun mungkin berbentuk lain. Sel khamir berbeda dengan bakteri dalam hal bahwa

khamir adalah sel euikariota, biasanya lebih besar dari rata-rata bakteri dan berkembang

biak dengan cara mekanisme yang berbeda. Jadi khamir adalah sel yang lebih sederhana

dari pada jamur, tetapi struktur selnya tampak lebih kompleks daripada struktur bakteri.

Semua devisi fungsi mengandung khamir (Volk dan Wheeler, 1988).

Walaupun berbagai spesies khamir berbeda-beda dalam sifat fisiologi yang

umumnya. Kebanyakan khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air

cukup. Tetapi karena khamir dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi solut (gula

atau garam) lebih tinggi dari pada bakteri, dapat disimpulkan bahwa khamir

membutuhkan air untuk pertumbuhan lebih kecil dibandingkan kebanyakan bakteri.

Universitas Sumatera Utara


Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir

sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25 – 30°C dengan suhu maksimum 35

– 47°C. Beberapa khamir dapat tumbuh dengan suhu 0°C atau kurang. Kebanyakan

khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pH 4 – 4,5 dan tidak dapat

tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali telah teradaptasi. Khamir tumbuh baik

pada kondisi aerobik, tetapi yang bersifat fermentatif dapat tumbuh secra anaerobik

meskipun lambat.

2.7. Penggunaan Khamir Dalam Industri

Penggunaan khamir dalam industri terutama adalah dalam produksi alkohol dari

sumber karbohidrat, misalnya pati dan molasse. Prinsip fermentasi ini digunakan dalam

produksi alkohol, anggur, brem dan minuman keras. Selain untuk memproduksi alkohol,

khamir juga digunakan dalam industri lainnya seperti dalam pembuatan roti untuk

memproduksi gas dioksida secara cepat sehingga membuat lubang-lubang pada roti dan

mengembangkan roti, pembuatan protein sel tunggal, dan pembuatan makanan-makanan

tradisional seperti tape dan brem (Fardiaz, 1992). Penggunaan khamir dalam industri

pangan dapat dilihat pada tabel 2.3.

a. Khamir Saccaharomyces Cerevisae (ragi roti)

Kata ragi dipakai untuk menyebut adonan atau ramuan yang digunakan dalam

pembuatan berbagai makanan dan minuman seperti tempe, oncom, roti, anggur, bir, brem

dan lain-lain. Ragi (khamir) untuk membuat roti terutama terdiri dari Saccaharomyces

cerevisae. Saccaharomyces cerevisae mempunyai waktu generasi 2 jam.

Perkembangbiakan khamir ini ada yang seperti bakteri (dari satu sel menjadi dua sel,

begitu selanjutnya), tetapi ada pula yang membentuk kuncup dimana tiap kuncup baru

Universitas Sumatera Utara


akan membesar seperti induknya, kemudian tumbuh kuncup baru dan begitu seterusnya

hingga akhirnya membentuk semacam mata rantai. Nilai pH maksimum dan minimum

untuk pertumbuhan mikroorganisme ragi adalah 1,5 – 2,0 dan 11,0. (Suriawiria, 1986).

Sel khamir dari ragi roti mempunyai sifat-sifat fisiologi tahan disimpan lama dan

tumbuh sangat cepat. Dalam adonan roti, ragi roti akan menghasilkan gas yang

mengasamkan adonan atau mengembangkan adonan untuk menghasilkan roti dengan

tekstur yang lepas. Bahan perantara yang dipakai dalam industri khamir adalah molasse

(tetes) dari gula bit (ditambah vitamin, biotin) atau tetes dari gula tebu, diencerkan

sampai mengandung kira-kira 10% gula. Garam-garam amonium dan phospor

ditambahkan, juga magnesium sulfat untuk menyuplai zat-zat gizi lainnya yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan khamir, pH harus diatur 4,5 dan media diinokulasi

dengan benih khamir yang diperoleh dari kultur murni. Volume inokulum sekitar 5% dari

jumlah akhir volume keseluruhan (Buckle dkk, 1987).

Tabel 2.3. Penggunaan khamir dalam industri


Produk Khamir Peranan
Tape, Brem ragi Amilotik : Sakarifikasi
Endomycopsis
Non Amilotik :
Accharomyces Proses Alkohol
Hansenula Pembentukan Aroma
Endomycopsis Pembentukan Aroma
Candida Pembentukan Bau pesifik
Bir Cassharomyces cerevisiae atau Produksi alkohol dan CO 2
S. carlsbergensis
Anggur S. cerevisiae var. Allipsoideus Produksi alkohol
Whiskey S. cerevisiae Produksi alkohol
Roti dari molasse S. cerevisiae Produksi CO 2
Tebu Candida utilis Pemecahan gula dan
Candida Tropicalis Produksi massa sel
Rhodotorula gracilis
R. pilimanae

Universitas Sumatera Utara


R. rubba
Dari hidrokarbon S. lipocytia Pemecahan hidrokarbon
n-parafin dan produksi massa sel
Dari whey kayu Kluyveromces Fragilis Pemecahan laktosa dan
produksi massa sel
Dari pati (ubi, kayu, Endomycopsis fibuliger + C. Uilitis Pemecahan pati dan
kentang, dsb) produksi massa sel
Sumber : Fardiaz, 1992

b. Khamir Candida Tropicalis

Sel candida tumbuh membentuk pseudomiselium atau hifa yang mengandung

banyak sel-sel tunas atau disebut blastopora dan mungkin khlamidospora. Candida

tropicalis bersifat fermentatif lemah/ negatif, dimana Candida tropicalis ini dapat

memfermentasi glukosa, galaktosa, sukrosa dan maltosa.

Universitas Sumatera Utara


2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Fermentasi 18 jam Kadar Alkohol

Fermentasi 24 jam Kadar Alkohol


Saccaharomyces
Cerevisae
Fermentasi 30 jam Kadar Alkohol

Fermentasi 36 jam Kadar Alkohol

Limbah Molasse
(Kadar Gula)

Fermentasi 18 jam Kadar Alkohol

Fermentasi 24 jam Kadar Alkohol


Candida
Tropicalis
Fermentasi 30 jam Kadar Alkohol

Fermentasi 36 jam Kadar Alkohol

Universitas Sumatera Utara


2.9. Definisi Operasional

1. Limbah molasse adalah limbah yang dihasilkan dari sisa akhir pengolahan gula.

2. Jenis khamir adalah khamir yang digunakan didalam proses fermentasi molasse

menjadi alkohol, yaitu Saccaharomyces Cerevisae dan Candida Tropicalis.

3. Waktu fermentasi adalah waktu yang diperlukan dalam proses fermentasi dari limbah

molasse menjadi alkohol, pada waktu 36 jam, 30 jam, 24 jam, dan 18 jam.

4. Uji kuantitatif adalah kadar alkohol yang dihasilkan dengan menggunakan metode

berdasarkan berat jenis yang dikeluarkan oleh AOAC.

5. Kadar alkohol adalah angka yang secara otomatis ditunjukkan oleh alkohol meter

yang merupakan jumlah alkohol yang terdapat di dalam limbah molasse yang ada

dalam sampel.

Universitas Sumatera Utara

You might also like