You are on page 1of 9

RIWAYAT ALAMIAH TERJADINYA ALERGI MAKANAN PADA ANAK

DAN PENCEGAHAN
I. Pendahuluan

Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak
meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan pada
kesehatan anak di masa yang akan datang. Penyakit infeksi tampaknya akan semakin
berkurang karena semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pencegahan
penyakit infeksi. Kasus alergi pada anak belum banyak diperhatikan secara baik dan
benar baik oleh para orang tua atau sebagian kalangan dokter sekalipun.

Penderita yang datang ke dokter spesialis anak atau Pusat Pelayanan


Kesehatan Anak lainnya tampaknya semakin didominasi oleh kelainan alergi pada
anak. Ada kecenderungan bahwa diagnosis alergi ini belum banyak ditegakkan. Pada
umumnya tanda dan gejala alergi itu sendiri masih banyak yang belum diungkapkan
oleh para dokter. Sehingga penanganan penderita alergi belum banyak dilakukan
secara benar dan paripurna. Beberapa orang tua yang mempunyai anak alergi sering
terlihat putus asa karena penyakit tersebut sering kambuh dan terulang. Padahal anak
sudah berkali-kali minum obat bahkan antibiotika yang paling ampuh sekalipun.
Ditandai dengan seringnya berpindah-pindah dokter anak karena sakit yang diderita
anaknya tidak kunjung membaik.

Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah diketahui.


Sebelumnya kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak,
dokter spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal.
Padahal alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin
bisa terjadi. Alergi pada anak sangat beresiko untuk mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak
dalam kandunganpun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu dapat dicegah
sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan Pertumbuhan dan perkembangan
Anak secara optimal.

II. EPIDEMIOLOGI

BBC tahun 1999 melaporkan penderita alergi di Eropa ada kecendurangan


meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat pesat dalam 20 tahun terahkir,
30% orang berkembang menjadi alergi setiap saat. Anak usia sekolah lebih 40%
mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma. 6 juta orang mempunyai
dermatitis. Lebih banyak lagi 9 juta orang hay fever

Di Amerika penderita alergi makanan sekitar 2 – 2,5% pada dewasa, pada


anak sekitar 6 – 8%. Setiap tahunnya diperkirakan 100 hingga 175 orang meninggal
karena alergi makanan. Penyebab kematian tersebut biasanya karena anafilaktik
syok, tersering karena kacang tanah. Lebih 160 makanan dikaitkan dengan alergi
makanan. Para ahli berpendapat penderita alergi di Negara berkembang mungkin
lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat

Di Indonesia angka kejadian alergi pada anak belum diketahui secara pasti,
tetapi beberapa ahli memperkirakan sekitar 25-40% anak pernah mengalami alergi
makanan. Di Negara berkembang angka kejadian alergi yang dilaporkan masih
rendah. Hal ini berkaitan dengan masih tingginya kesalahan diagnosis atau under
diagnosis dan kurangnya perhatian terhadap alergi dibandingkan dengan penyakit
infeksi saluran pernapasan atau diare yang dianggap lebih mematikan.
III. DEFINISI ALERGI
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ
dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Tidak semua
reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi
banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk
semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non
imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and
immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu

1. Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)

Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan.
Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan
(hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.

2. Allergy makanan (Food Allergy)

Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang.

3. Intoleransi Makanan (Food intolerance)

Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan


sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi
ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena
kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella,
Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik
yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi
atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon
idiosinkrasi pada pejamu

IV. MEKANISME TERJADINYA ALERGI


Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan
lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi
faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal.

Alergen di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida


dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim
proteolitik. Alergen makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.

Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa
reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat
(delayed onset reaction).

Immediate Hipersensitivity atau reaksi cepat terjadi berdasarkan reaksi


hipersensitifitas tipe I (Gell& Coombs). Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam
setelah makan atau terhirup pajanan alergi.

Delayed Hipersensitivity atau reaksi lambat terdapat 3 kemungkinan, yaitu


terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, reaksi hipersensitifitas
tipe III dan reaksi hipersensitifitas tipe IV. Terjadi lebih dari 8 jam setelah terpapar
allergen.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pengeluaran mediator


yang mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut
misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma bronchial, bila
sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran
pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.

V. PENYEBAB
Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik,
imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.

Faktor genetic

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila
ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus
mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang
menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 – 40%,.
Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 - 70%.

Untuk mengetahui resiko alergi pada anak kita harus mengetahui bagaimana
gejala alergi pada orang dewasa. Gejala alergi pada orang dewasa juga bisa mengenai
semua organ tubuh dan sistem fungsi tubuh.

Adapun manifestasi klinik alergi pada dewasa dapat dilihat pada tabel 1. Bila
terdapat 3 gejala atau lebih pada beberapa organ, tanpa diketahui penyebab pasti
keluhan tersebut maka kecurigaan mengalami reaksi alergi semakin besar.

PENYEBAB ALERGI

Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor
pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau
hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor
psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan.
Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut
terjadinya serangan alergi. Bila terdapat pencetus alergi disertai terpapar penyebab
alergi maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak
terkena penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan
muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin,
kehujanan atau kelahan seorang penderita asma tidak kambuh. Berarti saat itu
penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu
dan sebagainya.

VII. MANISFESTASI KLINIK

Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang


dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya
sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-
minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi. Ahli alergi
modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran).

Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses


alergi pada seseorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ
tubuh anak.. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau
serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih
belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa
terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau
sesak, bila pada kulit terjadi dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat
terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak,
sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa terjadi.
VII. DETEKSI DINI PENDERITA ALERGI

DALAM KANDUNGAN

Faktor lingkungan dapat bekerja sebelum dan sesudah lahir. Faktor


lingkungan sebelum lahir dapat mempengaruhi diferensiasi sel T yang allergen
spesifik menjadi fenotipe Th2, sehingga alergi atopi sudah bekerja sebelum lahir.
Kehamilan yang berhasil ditandai dengan pergeseran Th1 ke Th2 di fase antar
fetomaternal untuk mengurangi reaktifitas sistem imun maternal terhadap allograft
janin. Hingga saat ini deteksi dini alergi sejak dalam kandungan belum dilakukan
secara mendalam.

Judarwanto W tahun 2002, melaporkan gerakan refluk osephagus (hiccups) dan


gerakan janin di dalam perut yang sangat meningkat terutama saat malam hari hingga
pagi hari adalah faktor prediktif yang kuat sebagai bayi yang beresiko alergi.

SENSITISASI DALAM KANDUNGAN

Sensitisasi dalam kandungan sudah terjadi hal ini dapat dilihat bahwa terdapat
reaksi alergi susu sapi pada neonatus. IgE ibu tidak dapat melalui sawar plasenta, jadi
yang terjadi adalah partikel protein susu sapi yang beredar dalam darah ibu melewati
plasenta. Hal ini dapat dibuktikan bahwa terdapat proliferasi lomfosit pada tali pusat
neonatus. Bayi baru lahir sudah tersentisisasi sejak dalam kehamilan bila kadar IgE
spesifik tali pusat > 0,35 kU/l.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pencegahan penyebab alergi harus dilakukan
sejak dalam kandungan. Chandra dkk tahun 1986 meneliti 109 bayi yang berasal dari
keluarga atopi hingga usia 1 tahun. Prevalensi penyakit atopi berkurang bila sejak
trimester ke 3 hingga masa laktasi ibu dihindarkan dari susu sapi, telor, kacang dan
ikan.
BAYI BARU LAHIR HINGGA BAYI 1 TAHUN

Deteksi alergi sejak lahir dapat dilakukan dengan pemeriksaan IgE tali pusat,
bila kadarnya > p,9 kU/l dan anggota keluarga yang alergi maka resiko terjadi
gangguan atopi amatlah besar.

Manifestasi alergi pada anak sudah dapat diketahui sejak lahir hingga saat usia 1
tahun. Tanda dan gejala alergi pada usia tersebut telah diungkap di atas. Bila gejala
tersebut sudah terdeteksi sebaiknya kita sudah melakukan pencegahan alergi sejak
dini.

VI. PENCEGAHAN ALERGI PADA ANAK

Bila terdapat riwayat keluarga baik saudara kandung, orangtua, kakek, nenek
atau saudara dekat lainnya yang alergi atau asma. Bila anak sudah
mengalami manifestasi alergi sejak lahir atau bahkan bila mungkin
deteksi sejak kehamilan maka harus dilakukan pencegahan sejak dini.
Resiko alergi pada anak dikemudian hari dapat dihindarkan bila kita
dapat mendeteksi sejak dini.
Ada beberapa upaya pencegahan yang perlu diperhatikan supaya anak terhindar
dari keluhan alergi yang lebih berat dan berkepanjangan :
• Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal
ini oleh ibu.
• Hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet, korden tebal,
kasur kapuk, tumpukan baju atau buku. Hindari pencetus binatang (bulu
binatang piaraan kucing dsb, kecoak, tungau pada kasur kapuk.
• Tunda pemberian makanan penyebab alergi, seperti telor, kacang tanah dan
ikan di atas usia 2-3 tahun. Bila membeli makanan dibiasakan untuk
mengetahui komposisi makanan atau membaca label komposisi di produk
makanan tersebut.
• Bila bayi minum ASI, ibu juga hindari makanan penyebab alergi.Bila ASI
tidak memungkinkan atau kalau perlu kurang gunakan susu hipoalergenik
formula.
• Bila timbul gejala alergi, identifikasi pencetusnya dan hindari.

You might also like