Professional Documents
Culture Documents
SENI BUDAYA
PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2007
KATA PENGANTAR
Salah satu hasil kajian tersebut adalah Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Mata
Pelajaran Seni Budaya. Hasil kajian ini memberikan gambaran tentang muatan naskah
standar isi dan kurikulum sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih
lanjut.
Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak
pakar yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas,
kepala sekolah, pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan
kerja sama yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu
yang relatif singkat.
Diah Harianti
Seringnya perubahan nama pada mata pelajaran Pendidikan Seni menimbulkan banyak
kebingungan, karena sebelum nama Seni Budaya, bernama Mata Pelajaran Kerajinan
Tangan dan Kesenian, Pendidikan Seni, Pendidikan Kesenian, dan Kesenian. Selain itu
banyak istilah-istilah asing yang ada pada Standar Isi mata pelajaran Seni Budaya, dan
kurangnya guru yang mempunyai latar belakang pendidikan seni sehingga menimbulkan
pernafsiran yang berbeda-beda dan sering pembelajaran dilakukan kurang menarik bahkan
tidak bermakna.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji kelemahan dan kekuatan standar kompetensi dan
kompetensi dasar beserta pelaksanaannya di lapangan dan sekaligus menemukan model
standar Isi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan peserta didik sesuai
dengan jenjang pendidikan masing-masing.
Ruang lingkup kajian standar isi mencakup standar isi mata pelajaran Seni Budaya SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/MA dengan memperhatikan kesesuaian peratuaran perundang-
undangan, keterbacaan, keruntutan dan kerunutan penyajian, dan kajian konsep
pedagogiknya serta kesesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan banyak pihak yaitu; Puskur, pakar dari
universitas (PT), Dinas Pendidikan, guru (SD, SMP, dan SMA), dan pemerhati
pendidikan..
Metode yang dilakukan dalam kegiatan ini melalui Kajian dokumen, Kajian literatur,
Kajian pelaksanaan standar isi di lapangan, Seminar, dan Diskusi terfokus
BAB I.
Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Landasan yuridis
C. Tujuan
Lampiran
A. Latar Belakang
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan yang
dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubah-an-perubahan yang terjadi.
Sistem pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidik-an menengah, dan pendidikan tinggi.
Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan
nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan
jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang dan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan
meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu pendidikan yang tinggi
diperlukan untuk menciptakan kehi-dupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis,
dan tidak selalu tertinggal bahkan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan bukan lagi bersumber pada sumber
daya alam, tetapi pada keunggulan seni budaya lokal yang tidak dimiliki bangsa lain.
Seni budaya memberikan sumbangan kepada siswa agar berani dan siap bangga akan
budaya bangsa sendiri dan menyokong dalam menghadapi tantangan masa depan
adalah mata pelajaran seni budaya. Hal ini dikarenakan kompetensi dalam mata
pelajaran ini merupakan bagian dari pembekalan life skill kepada siswa. selain itu
Seni budaya merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi maupun pengalaman berkreasi
untuk menghasilkan suatu produk berupa benda nyata yang bermanfaat langsung bagi
kehidupan siswa. Dalam mata pelajaran Seni budaya, siswa melakukan interaksi
terhadap benda-benda produk kerajinan dan teknologi yang ada di lingkungan siswa,
dan kemudian berkreasi menciptakan berbagai produk kerajinan maupun produk
teknologi, secara sistematis, sehingga diperoleh pengalaman konseptual, pengalaman
apre-siatif dan pengalaman kreatif.
Berdasarkan paparan di atas, maka dianggap perlu segera dilakukan upaya untuk
membahas dan mengkaji kembali dokumen dan berdasarkan informasi yang
berkembang bahwa kurikulum secara keseluruhan khususnya mata pelajaran seni
budaya dari jenjang SD & MI sampai SMA.& MA Karena berda-sarkan hasil kajian
dokumen dan kajian lapangan terbukti bahwa revisi standar isi kurikulum perlu
dilakukan, untuk untuk menyempurnakan berbagai kelemahan yang ada.
B. Landasan Yuridis
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari kegiatan ini ialah memberikan masukan kepada BNSP tentang standar
isi mata pelajaran Seni Budaya untuk dijadikan acuan dalam pembentukan
kebijakan arah pendidikan di masa depan.
2. Tujuan khusus
• Memberi masukan terhadap SK dan KD yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik dan kondisi sekolah.
• Memberi masukan terhadap pemecahan masalah dalam pelaksanaan
pembelajaran keterampilan di sekolah
• Memberikan pedoman dalam pelaksanaan senibudaya yang disesuaikan dengan
situasi, kondisi dan potensi daerah masing-masing
• Memberi masukan terhadap pengembangan pendidikan keterampilan di
sekolah
.
Dalam konteks pendidikan seni penjabaran konsep DBAE1 akan menjadi pencapaian
kompetensi kemampuan merasakan estetika tari, estetika rupa (termasuk disain dan kria),
estetika musik, estetika teater, estetika sinema/multi-media. Fondasi produksi seni akan
berkaitan dengan proses kreasi (tari, rupa, musik, teater, dan sinema). Fondasi sejarah seni
merupakan kompetensi pengetahuan umun seni yang harus dikuasai peserta didik di
sekolah umum. Fondasi kritik seni akan merupakan kompetensi kemampuan
mengapresiasi dan kemampuan menilai karya seni yang harus dikuasai oleh peserta didik
di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan Kesenian
cipta kreativitas
sensitivitas, apresiasi
rasa
dan estetika
karya keterampilan
1
Dobbs, Stephen Mark, 1992, The DBAE Handbook: An Overview of Dicipline-Based Art Education, Santamonika, CA: The Getty
Center for Education in the Arts.
Mata pelajaran kesenian lebih bersifat membantu secara tidak langsung terhadap
kebutuhan hidup manusia. Secara tidak sadar telah ditemukan tingkat apresiasi
terhadap segala hasil tingkahlaku manusia. Dalam Art and Everyday Life
diungkapkan bahwa pelajaran kesenian mempunyai korelasi dengan mata pelajaran
lain. Tetapi dari kepustakaan yang lain dapat diungkap bahwa pelajaran kesenian
berfungsi sebagai transfer of learning dan trannsfer of value dari disiplin ilmu yang
lain.
Musik sebagai bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan merupakan salah satu
media yang dapat dijadikan alternatif peningkatan kecerdasan dan pembentukkan
moral. Bahkan Alkindy (2003) mengungkapkan bahwa dari jaman dahulu sampai
kini banyak orang tertarik pada musik salah satunya disebabkan mereka tengah
mencari kehidupan spiritual serta ketenangan dan kedamaian yang tersembunyi
dalam substansi musik yang bersifat spiritual.
Fungsi musik yang lain adalah untuk pembentukan moral dan memperdalam rasa
kebangsaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewantara(1977:303-304) yang
mengemukakan bahwa musik tidak hanya sekedar untuk melatih kehalusan
pendengaran, namun juga akan membawa halusnya rasa dan budi, serta
memperkuat dan memperdalam rasa kebangsaan. Menurut Dr.Rudolf Steiner
(Dewantara, 1977: 312-313) dalam teorinya yang disebut antroposofisch onderwijs
menyebutkan bahwa musik dalam hal ini adalah irama dapat memudahkan
pekerjaan jasmani, mendukung gerak pikiran, mencerdaskan budi pekerti, dan
menghidupkan kekuatan jiwa manusia. Khan (2002:121) mengemukakan bahwa
suara mempunyai nilai psikologis tertentu, setiap suara yang berbeda
mengekspresikan suatu nilai, seseorang yang peka dapat merasakan kepribadian
seseorang hanya mendengar dari efek suara saja.
Hanna (Imaji- Vol1.no.2, 2003: 147) berpendapat bahwa pada musik vokal terdapat
syair yang berperan dalam mempengaruhi kondisi psikologis seseorang, bahkan
boleh dikatakan unsur ini sangat berpengaruh terhadap moral seseorang. Dengan
demikian musik mempunyai pengaruh yang besar terhadap moral seseorang.
Mahmud (2003:4) mengemukakan bahwa musik dapat berperan untuk: a)
mendorong gerak pikiran dan perasaan (aspek inteligensi, sosial, emosi,
psikomotorik), b) Membangkitkan kekuatan dalam jiwa manusia, c) membentuk
akhlak.
Inti dari pendapat Lansing ini lebih menekankan pada aspek kesudahan belajar seni.
Manfat setelah belajar seni dapat membantu pada kehidupan di masa akan datang.
Baik bersifat praktis, jika ternyata dapat mendukung ketrampilan teknisnya (pandai
menganyam, membatik, keramik) sesuai dengan muatan lokalnya dapat
mengahsilkan benda seni yang laku jual. Sedangkan yang bersifat kejiwaan
merupakan tambahan kemampuan psikologis dalam menghadapi dunia pendidikan
lanjutan dikemudian hari.
a) Pendidikan Vokasional, yang sering disebut sebagai sekolah kejuruan seni dan
ketrampilan menitik beratkan lulusannya sebagai: Seniman, juru, tenaga ahli
tingkat dasar atau pengelola.
b). Pendidikan Avokasional, yaitu seni budaya yang menitik beratkan seni sebagai
media pendidikan, seni sebagai bagian integral dari keseluruhan pendidikan.
Antara lain sebagai pembinaan pikir, rasa, serta ketrampilan. Jenis ini yang
dilaksanakan di sekolah umum (non kejuruan).
Seni sebagai media pendidikan memuat anti bahwa melalui seni pendidikan/
pengajaran harkat kemanusiaan dibina. Di dalamnya dipelajari makna pembinaan
individu agar lebih dewasa, mempunyai kepribadian sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan individu pada kalimat tersebut di atas,
mengandung makna ini berarti satu dan devide berarti terpecah/bagian menjadi
individu berarti satu namun terdiri dari bagian-bagian. Bagian tersebut adalah: pikir
atau sebagai substansi dari cipta, rasa dan kehendak atau karsa. Dengan demikian
seni budaya yang dimaksud di atas bertujuan untuk membina ketiga komponen
individu tersebut. ( istilah cipta, rasa dan karsa ini diambil dari Ki Hajar
Dewantara). Seperti halnya mata pelajaran yang lain; matematika, serumit apapun
dan sesukar apapun temyata bertujuan untuk meningkatkan harkat kemanusiaan di
atas. Kebetulan fungsi utamanya adalah melatih pikiran. Sedangkan seni budaya
tugas utamanya adalah melatih perasaan estetis. Di bawah ini dikutip pendapart
beberapa ahli, tentang tujuan seni budaya:
Sawyer dan Italo d Francisco mengidentifikasi seni budaya sebagai berikut:
• Art education is generously, available for all the children of all the people.
Art education has a major responsibility to develop individual creative
potential through experience withart, personal visual expression possessing
qualitiesof art and ultimately an aesthetic attitude toward art in the
individual's environment and in heritage.
• Art education should foster in the individual visual aesthetic qualities in
response to art in living in relation to his personal needs and to his social
group.
• Art education should aecur in atmosphere creative- evaluative reflection and
processes, within which individual has opportunity to formulate visual
expressions in relation to his own ideas, at the same time recognizing that the
boundaries of his freedom are established by the rights of his fellows. (John
R Sawyer and Italo L.deFrancisco, 1971: 4).
Mestinya tujuan tersebut diikuti dengan strategi pembinaannya, pada kesempatan ini
NAEP (National Assessment of Education Progress) mengidentifikasi sebagai
berikut: Training of sensory perception Skill making art, Skill in making critical
evaluation in art Knowledge of art history. (John R. Swayer dan Italo L.
deFrancesco,1971:13). Dengan langkah yang diajukan oleh Diarmund, sebagai
berikut nurturant effect and effect of art activity impression imagination construction
perception ideas copying appreciation imitating awarness , visualisation etc
(Diarmund Larkin, 1981: 14). Jadi gambaran secara keseluruhan tujuan pendidikan
kesenian adalah:
• memberikan fasilitas yang sebesar-besarnya untuk dapat mengemukakan
pendapatnya (ekspresi bebas).
Butir 1,2,3 dan 4 cenderung dikatakan sebagai pembinaan formal. Artinya, pembinaan
terhadap fungsi-fungsijiwa, seperti: cipta, rasa dan karsa. Sedangkan pembinaan
material lebih condong untuk dikatakan pembinaan material, yaitu materi
kesenirupaan. Sedangkan Sekolah-sekolah di Australia mencoba memberikan ciri-ciri
pengajaran seni sebagai berikut:
1. Aesthetic Learning, 2. Cognitive Learning 3. Physical Learning 4. Sensory
Learning. Social Learning. (A Statement on the Arts For Australian Schools, 1994:6)
Ternyata juga tujuan pendidikan ini dikemukakan oleh Lansing dalam bukunya Art,
Artist and Art Education, sebagai berikut: to reach educational objectives through
art, however, a person must make and appreciate art. Thus themayor aim of art
education of art education is the production of artist and connoisseurs (Kenneth M.
Lansing,1992.).
Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Umum disebutkan sebagai berikut: seni budaya
rupa bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berapre.siasi danberkarya kreatif
(Lampiran lI Keputusan Menteri Pendidikandan Kebudayaan nomor 061/1993, 25
Pebruari 1993: Garis-garis Besar Program Pengajaran, Mata Pelajaran
PendidikanSeni). Dari uraian di atas dapat ditarik suatu fungsi seni budaya
berdasarkan substansi tersebut:
1) Untuk mengisi waktu luang dan bersifat rekreatif, sehingga kepenatan belajar
formal dapat segar kembali dan akhirnya menjadi interest kembali belajar.
2) Sebagai Therapeutic Nature dengan memberikan kebeba berekspresi, anak mampu
mengutarakan isi hati; berarti merupakan salah cara untuk membuat kesehatan
mental.
3) Menuju berpikir kreative, dengan banyak memberikan fasilitas ketrampilan, anak
mampu mengolah ide dan gagasannya.
4) Di samping memahami kegiatan praktis ternyata bersenidapat membantu
memahami kehidupan social, serta perkembangannya.
5) Dasar Seni budaya adalah Ilmu Jiwa, yaitu koordinasikan unsur jiwa satu dengan
yang lain. (Ellot W. Eisner, 1972: 14 - 15)
Dengan demikian fungsi seni budaya bersifat membangun jiwa anak menuju
perkembangan yang sesuai dengan situasi dan tingkat usia anak. Atau dengan kata
lain Education Through Art (Herbert Read). Inti pendidikan lewat seni adalah
menarik seni sebagai alat untuk mengembangkan fungsi-fungsi jiwa: seperti cipta,
Ternyata contoh di atas merupakan perkembangan symbol rupa yang terjadi pada
saat anak ingin menyatakan bentuk yang dipikirkan, dirasakan atau dibayangkan.
Bentuk-bentuk tersebut hadir bersamaan dengan perkembangan usia mental anak.
Pada suatu ketika anak pertumbuhan badan (biological age) lebih cepat daripada
perkembangan pikiran (mental age). Ketidaksejajaran perkembangan anak tersebut
menyebabkan pula perkembangan gambar anak dengan anak lain yang normal,
oleh karena terjadi variasi gambar anak. Hal ini seiring dengan perkembangan
nalar pada diri anak. Bagi anak yang mempunyai perkembangan berbeda, dimana
fungsi nalar sudah berkembang lebih cepat dari pada ekspresinya, maka peristiwa
tersebut berpengaruh juga dalam gambar. Beberapa figur akan diungkapkan
berbeda dengan anak yang lain artinya, anak di suatu tempat tidak akan sama
dengan yang lain. Namun, pada dasarnya pada usia SD yang lain, perkembangan
emosinya ditandai oleh perkembangan keseniannya. Kondisi ini akan berubah, jika
perkembangan penalaran anak juga berubah. Sekitra usia 7 sd 8 tahun (antara kelas
1 – dan 2) merupakan usia perkembangan penalaran anak, maka pikiran dan
perasaan anak pun mulai berkembang memisah. Hasilnya, terdapat anak yang kuat
penalarannya atau kuat perasaannya. Biasanya tipe anak yang kuat penalarannya
cenderung menggambar dengan nuansa garis lebih dominan, maka figur atau
obyek lukisan ditampilkan lebih relaistik. Sedangkan, anak bertipe perasaan
(emosional), ditunjukkan dalam gambar berupa blok – blok warna yang kuat;
dimana terdapat satu figur yang diberi warna lebih menyolok dari pada yang lain.
6
5
4
3
2
1
Chronologic
Mental age
Biological
age (usia
al age
(usia
Dalam skema pertumbuhan anak, terurai bahwa bisa terjadi urutan perkembangan
usia yang tidak seimbang. Usia kronologis (yaitu usia berdasarkan urutan yang
dihitung sejak lahir) anak berusia 6 tahun berkembang terus sesuai dengan tahun.
Usia kronologis ini kebeltulan mempunyai perkembangan sejajar dan seiring
dengan usia mental. Namun, pada usia pertumbuhan, badan anak kurang normal
dibanding dengan kedua usia di atas, mungkin kerdil, atau bahkan lebih cepat
matang kedewasaannya.
Perkembangan usia ini sedikit banyak mempengaruhi pola berkarya seni rupa.
Ketika usia pertumbuhan badan normal belum tentu akan diikuti oleh
perkembangan usia mental. Mungkin hambatan psikologis keluarga dengan
berbagai aturan pergaulan dalam keluarga terlampau ketat maka perkembangan
mental akan berbeda dengan anak yang hidup dalam keluarega sesuai dengan adat
dan pergaulan dengan masyarakat lain.
Jika selanjutnya dikaitkan dengan kebutuhan penciptaan karya seni, maka respon
seseorang dipegaruhi oleh faktor internal, maupun eksternal. Secara harfiah, anak
ingin memvisualkan atau mengaktualisasikan dirinya dalam konteks tanggapan
terhadap lingkungan atau obyek. Proses ini bias dianalisa , bahwa dalam proses
berkarya, kinerja anak dikoordinasi oleh otak dan otak sendiri akan bekerja karena
Gambar di bawah ini diambil dari teori Quantum Learning, fungsi otak sebagai berikut:
Pada saat fungsi otak bergerak, dimana diantaranya otak kiri bertugas
mengkoordinasikan kerja teratur dan rasional, untuk mengangkap permasalahan dan
mngurai secara porporsional. Otak kanan bertugas mengkoordinasikan tugas yang
bersifat emosional: artistik, intuitif maupun yang lainh sehingga anak berani
mengemukakan tanggapannya. Anak yang mempunyai kecerdasan emosional kinerja
tangan lebih terampil dan tanpa takut mengembangkan ke dlam bentuk tugas sehari-
hari yang rutin. Dengan demikian proses menggambar merupakan kinerja bersama
dari otak kanan maupun kiri.
Kecerdasan visual yang ada dalam pelajaran seni rupa sebenarnya dibutuhkan oleh
anak dalam menganggapi lingkungan. Berarti belajar seni rupa adalah upaya untuk
memahami sekeliling melalui latihan daya ingat. Proses memahami lingkungan yang
berkaitan dengan otak melalui citra-citra asosiatif dilakukan komunikasi secara
metaforis-simbolis. Sebab, di dalam otak terdapat beberapa pikiran yang dikelilingi
KajianKebijakan Kurikulum MP Seni Budaya-2007 12
asosiasi. Menurut Dilts (1983; dalam DePorter et al., 1999:68), gerakan mata selama
belajar dan berpikir tenkat pada modatitas visual, auditonal, dan kinestetik. Dengan
kata lain, mata bergerak menurut cara otak mengakses uiformasi. Pada umumnya,
ketika mata bergerak naik, maka kita sedang menciptakan atau mengingat citra.
Misalnya jika seseorang ditanya mobilnya diparkir di mana, matanva akan naik saat
dia berpikir : seolah-olah mobilnya diparkir di awing-awang. Tetapi, apakah
mobilnya diparkir dekat awan tebal? Tentu saja tidak. Pada halaman selanjutnya
dikatakan, bahwa otak menyimpan dan menciptakan citra visual dan kinerja mata
bergerak ke informasi yang tersimpan untuk diciptakan.
Sebelum menguraikan lebih detail, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu (1)
dalam mendidik dan membimbing anak diperlukan pengembangan kecerdasan, yang
berupa: lingusitik (bahasa), matematika, visual / spasial, kinestetik / perasa, musikal,
interpersonal, intrapersonal maupun intuisi. Kecerdasan ini akan dimunculkan oleh
setiap mata pelajaran, namun demikian mempunyai karakteristik tugas; misalnya
lingusitik mengembangkan kenberanian tampil mengemukakan pendapat. Jika
seorang anak tidak berani tampil maka pengetahuannya pun relatif tidak
berkembang, maka kesemuanya harus dilatihkan aga berjalan beriringan. (2)
Kedudukan seni budaya dalam keseluruhan mata pelajaran. Jika pada suatu ketika
seorang guru SD mengajarkan Matematika kepada siswa kelas 2, kegiatan apa saja
yang dilakukan anak.
Mereka mencoba berpikir untuk dapat memecahkan persoalan hitungan. Baik itu
hitungan berupa angka ataupun hitungan dalam arti kuantitas permasalahan. Ketika
siswa belajar membaca dalam mata pelajar Bahasa Indonesia; siswa akan menghafal
dan memahami kehendak orang lain. Lalu bagaimana, ketika siswa sedang belajar
Berkesenian. Berkesenian bagi siswa adalah kegiatan berpikir ketika sedang
menghitung ukuran nyata obyek yang sedang dilihat untuk dapat dipindahkan ke
dalam kertas; namun juga proses sedang memahami obyek yang sedang diamati.
Dalam proses ini siswa akan membayangkan kondisi yang sangat luas dan luas serta
penuh dengan keanekaan peristiwa baik bergerak maupun diam akan dikemas dalam
gambar. Maka, peristiwa yang terjadi adalah anak harus mampu menangkap obyek
dengan penelahaan secara komprehensif semua materi dan ide anak dapat tertuang
dalam karya gambarnya.
Secara konseptual pembelajaran Seni Rupa kepada anak adalah suatu proses berlatih
mempelajari ide, gagasan, memahami sesuatu yang diujudkan dalam gambar. Dalam
proses pembelajaran, siswa belajar memindahkan hakiki bentuk, peristiwa atau
disebut dengan nilai obyek yang dubah ke dalam gambar (transfer of value).
Kegiatan mengamati obyek di sekelilingnya juga mencakup pengamatan terhadap
perilaku manusia. Misalnya, ketika anak belajar IPA, tentang perkembangbiakan sapi
akan teringat struktur tubuhnya karena pernah mengamati sapi dalam pelajaran
Menggambar. Proses ini dinamakan transfer of training.
Dalam dunia seni khususnya seni rupa anak, anak masih dipandang sebagai sosok
seniman dan karyanya dianggap sebagai karya seni rupa selayaknya pelukis besar.
Pandangan ini memberikan hasil negatif terhadap perkembangan pendidikan bagi
anak, karena seni budaya untuk anak disamakan dengan seni budayaman. Pandangan
yang keliru adalah seni budaya mempersyaratkan bakat (talenta) oleh karenanya
memperlakukan tindakan khusus.
2. Seni budaya memiliki peranan dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis
dalam logika, rasa estetis dan artistiknya, serta etikanya dengan memperhatikan
kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan emosional (EQ),
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan adversitas (AQ) dan kreativitas (CQ), serta
kecerdasan spiritual dan moral (SO) dengan cara mempelajari elemen-elemen,
prinsip-prinsip, proses dan teknik berkarya sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
3. Seni budaya memiliki peranan dalam pengembangan kreativitas, kepekaan rasa dan
inderawi, serta kemampuan berkesenian melalui pendekatan belajar dengan seni,
belajar melalui seni, dan belajar tentang seni.
4. Bidang-bidang seni seperti musik, tari, teater, rupa, dan media memiliki kekhasan
tersendiri berdasarkan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pembelajaran mata
pelajaran seni budaya, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut
yang tertuang dalam gagasangagasan keterampilanlkeahlian proses kreasi seni
serta mengapresiasikan seni dengan cara mengilustrasikan pengalaman pribadi,
mengeksplorasi (menggali). rasa, melakukan pengamatan dan penelitian
(mempelajad) atas elemen, prinsip, proses dan teknik berkarya yang dikaitkan
dengan nilai-nilai budaya serta keindahan dalam masyarakat yang beragam.
A. Kajian dokumen
1. Konsep Standar Isi Kelompok Mata Pelajaran Estetika
Standari Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.2 Jika konsep ini dijabarkan menjadi skema,
akan terlihat dengan jelas kaitan antara standar isi dan materi kurikulum untuk
mencapai kompetensi lulusan.
Materi
Minimal
Dari skema di atas, tampak dua komponen penting, yakni: ditetapkannya materi ajar
(minimal) dan kompetensi dasar (minimal). Kalau skema ini dijabarkan dalam konteks
pembelajaran Seni Budaya dan Ketrampilan di tingkat pendidikan dasar, atau Seni
Budaya di tingkat pendidikan me-nengah, maka akan diperoleh skema kompetensi
lulusan di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah
atas. (lihat gambar 2 halaman 3). Kalau kita perhatikan dan simak standar isi
kelompok mata pelajaran estetika, maka seyogianya dalam standar isi mata pelajaran
seni budaya, pengetahuan estetika menjadi basis utama pembelajaran. Namun hal itu
sama sekali tidak tercantum dalam standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan
menengah. Padahal dalam standar isi mata pelajaran kita baca: “Meningkatkan
sensitivitas kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan
serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, ...” dan se-terusnya. (bold, pen). Ini
berarti struktur keilmuan keindahan (estetika), seperti perasaan estetik, pengalaman
atau respons estetik, momen estetik, jarak estetik, nilai esetetik, jelas harus muncul
dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan mata pelajaran seni budaya.
Kelemahan ini tentu harus diatasi dalam penulisan buku ajar, jika tidak maka
eksistensi kelompok mata pelajaran estetika itu sama sekali tidak bermakna tercantum
dalam kurikulum. Artinya term estetika itu tampil hanya sebagai ornamentasi, karena
tidak tercakup sebagai kompetensi lulusan. Dalam perbaikan kurikulum di masa
mendatang, kajian estetika (keindahan) harus tersurat dengan jelas, sehingga secara
formal pembelajaran estetika menjadi terpadu dengan pembelajaran seni budaya.
Sesungguhnya masuknya estetika dalam kurikulum pendidikan nasional adalah satu
ke-majuan yang pantas disyukuri.
2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 1.
Pada hakikatnya mata pelajaran Seni Budaya di tingkat pendidikan dasar dan
menengah sangat kontekstual, karenanya para pendidik seni harus memiliki wawasan
yang baik tentang eksistensi seni budaya yang hidup dalam konteks lingkungan daerah
setempat di mana ia mengajar. Dengan demikian pendidik seni dapat memenuhi
standar isi; “Memanfaatkan lingkungan untuk kegiatan apresiasi dan kreasi seni”.
Pada daerah-daerah tertentu (misalnya, Bali, Yogyakarta, Jepara, sekedar contoh)
mungkin hal ini tidak terlalu menjadi masalah, misalnya telah terdapat berbagai bu-ku
referensi tentang seni budaya daerah setempat. Tetapi jika hal itu belum ada maka para
pendidik seni akan menghadapi kesulitan untuk me-menuhi tugasnya dalam
memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran seni budaya. Dalam kondisi demikian
maka para pendidik seni se-baiknya menggunakan silabus yang telah diujicobakan
pada sekolah-sekolah tertentu, sehingga mendapat acuan dan dapat menyesuaikannya
dengan konteks seni budaya di lingkungannya. Sementara pemerintah daerah setempat
perlu segera mengatasi masalah tersebut, misalnya mengadakan pengkajian terhadap
eksistensi khas seni daerah setempat bekerjasama dengan berbagai asosiasi pendidik
seni, seperti Ikatan Guru Pendidik Seni Indonesia (IKAGUPSI), Asosiasi Pendidik
Seni Indonesia (APSI), Majelis Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan lain-lain. Dengan
cara itu maka akan diperoleh sumber referensi seni budaya yang relevan dan aktual
dengan local genius daerah setempat.
Standar isi tentang apresiasi seni kemungkinan besar tidak akan dikuasai oleh para
guru seni budaya, untuk itu sebaiknya disediakan buku ajar yang baik bagi mereka.
Misalnya komponen apresiasi yang terdiri dari feeling, valuing, dan emphatizing
jangan sampai tidak diberikan oleh pen-didik seni budaya. Untuk itu para pendidik
perlu diberi bekal mendasar baik melalui pelatihan, maupun tersedianya buku ajar
yang baik sebagai pegangan para pendidik seni.
Materi
minimal
Standar Kompet
Isi ensi
Kelomp Lulusan
ok Kompete
Mata nsi
Pelajar i i l
Kompet
Seni ensi Menunjukkan
Meningkatkan Budaya Lulusan kemampuan untuk
sensitivitas dan Minimal melakukan kegiatan
kemampuan seni dan budaya lokal
mengekspresikan
Kompet Menghargai karya seni
dan kemampuan
ensi dan budaya nasional
mengapresiasi
keindahan serta Seni Lulusan
harmoni mencakup Budaya Minimal Mengekspresikan diri
apresiasi dan melalui kegiatan seni
ekspresi, baik dalam dan budaya
kehidupan individual Kompet
sehingga mampu Seni ensi Mengapresiasi karya
Budaya Lulusan seni dan budaya
menikmati dan
mensyukuri hidup, Minimal
maupun dalam Menghasilkan karya
kreatif baik individual
Gambar 2. Skema Standar Isi Kelompok Mata Pelajaran Estetika dan Standar Kompetensi
Dari tabel 2 telihat pendidikan seni budaya di tingkat dasar adalah apresiasi seni, di
tingkat sekolah menengah pertama juga apresiasi seni, sedangkan di tingkat sekolah
menengah atas/kejuruan adalah apresiasi dan kreasi seni. Jika disarikan akan
menghasilkan kemampuan peserta didik untuk melaksanakan kegiatan seni budaya di
tingkat lokal, menghargai karya seni budaya nasional, dan kemampuan kreatif
menciptakan karya seni secara individual maupun kelompok. Jadi standar isi dan
standar kompetensi lulusan hanya mencakup dua domain, yaitu apresiasi seni dan
kreasi seni. Sementara untuk tingkat sekolah dasar dan menengah pertama, yang
merumuskan tujuan pembelajaran apresiasi seni juga tidak dilaksanakan secara
konsisten, karena mencakup pula masalah penciptaan dan aktivitas pameran.
Fenomena semacam ini pada gilirannya cukup membingungkan bagi para pendidik
seni di lapangan. Namun demikian sekedar bahan banding, kiranya perlu dikemukakan
serba ringkas apa sebenarnya hakikat pendidikan seni.
Dari deskripsi konsep pendidikan seni di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
seni memiliki “multitujuan”, sifat multilingual misalnya, terfokus pada konsep
pendidikan seni sebagai aktivitas kreasi dan eksperimentasi. Sifat multidimensional
terfokus pada kepentingan filosofis harmonisasi aktivitas seni dengan aspek budaya
lainnya. Sifat multikultural terfokus pada tujuan psikologis pembentukan sikap
demokratis.3 Akhirnya Sifat multikecerdasan terfokus pada tujuan edukatif-
fungsionalis-psikologis untuk mengembangkan potensi individual peserta didik secara
optimal.
Jika demikian halnya, maka konsep pendidikan seni dalam kurikulum memang tidak
mencakup konsep pendidikan seni dalam arti yang utuh. Ka-rena dalam kurikulum
3
Dalam Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen Pasal 6, tersurat dengan jelas salah satu tujuan
Pendidikan nasional, adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk itu akan sangat bijaksana jika suatu waktu pembenahan konsep pendidikan seni
dikaji ulang oleh pakar pendidik seni Indonesia, sehingga segala kelemahan yang ada
dapat disempurnakan melalui revisi kurikulum di waktu mendatang. Untuk saat ini
cukuplah para pendidik seni men-dapatkan suplemen dan buku ajar yang relevan
sebagai pelengkap pemahaman dan pelaksanaan kurikulum yang sedang berlaku.
A. Kajian lapangan
Hasil masukan alapangan adalah sebagai berikut:
• Istilah-istilah pada
Standar Isi kurang jelas.
Perlu dibuat rambu-rambu.
• Bahwa kurikulum Dlam dokumen yang sama
bersifat minimal belum
dipahami oleh semua
guru
3 Pelaksanaan Ketersedian guru yang sesuai Perlu panduaan dan bahan ajar
KBM dengan bidang sulit didapat yang lengkap sehingga
dijadikan contoh yang dapat
digunakan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan umum bahwa
Standar kompetensi Lulusan Pembelajaran Seni Budaya dalam kurikulum adalah
menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal, menghargai
karya seni dan budaya nasional, mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya,
mengapresiasi karya seni dan budaya, menghasilkan karya kreatif baik individual maupun
kelompok. Sesungguhnya tujuan ideal ini tidak terealisasikan dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar, sebab dalam kurikulum tujuan tersebut telah direduksi menjadi
sangat sederhana menjadi dua domain bidang seni, yakni apresiasi seni dan kreasi seni.
Hal ini jelas tertulis dalam kalimat mengapresiasi dan mengekspresikan diri melalui
keartistikan karya seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Jadi pendidikan Seni
Budaya telah direduksi menjadi sangat pragmatis dan kontekstual, dan hanya berisi
pendidikan seni (juga tidak utuh). De-ngan demikian maka nama mata pelajaran Seni
Budaya dipandang kurang tepat. Nama mata pelajaran Seni Budaya jika tetap ingin
dipakai seterusnya, memerlukan materi pembelajaran yang signifikan tentang budaya
(tidak dibatasi dengan kegiatan apresiasi dan kreasi seni saja).
Dari berbagai faktor yang telah disimpulkan di atas, maka kurikulum perlu dilengkapi
dengan suplemen dan penulisan buku ajar yang relevan tentang (estetika, budaya, seni
rupa, seni tari, seni musik, seni teater, dan seni sastra dalam konteks lokal, Nusantara,
mancanegara, baik dalam lingkup modern maupun kontemporer), sebagai acuan bagi
pendidik seni dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesinya di sekolah-sekolah
tingkat dasar dan menengah di Indonesia.
Redaksi Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan, Cetakan Pertama, Jakarta: Asa
Mandiri, 2006.
Permendiknas, RI No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas, 2006.
Permendiknas, RI No. 23 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta: Depdiknas, 2006.
Peratuan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas, 2005.
Permendiknas, RI No. 24 Tahun 2006, Tentang Pelaksanaan Permendiknas RI No. 22
dan 23 Tahun 2006. Jakarta: Depdiknas, 2006.
Model Pelatihan dan Pengembangan Silabus, dalam Undang-Undang RI Tentang Guru
dan Dosen serta Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2006,
Jakarta: Tamita Utama, 2006.