You are on page 1of 8

BERITA SUARA MERDEKA YANG DIANALISIS

Berita 1

Rabu, 19 April 2006


Suara Solo

Konsep City Walk Mencakup 6 Kegiatan


Nuansa Solo Masa Lalu

KENTINGAN – Konsep city walk atau kawasan pejalan kaki yang


rencananya dibangun di jalur lambat sisi selatan jalan protokol Slamet Riyadi,
mempunyai enam segmen kegiatan termasuk fasilitas pelengkapnya.
Bagian-bagian itu, menurut Kepala Dinas Tata Kota (DTK) Surakarta Ir.
Budi Yulistianto merupakan kesatuan rangkaian penyediaan ruang publik sebagi
sarana interaksi publik dan wisatawan.
“Tak hanya membangun jalan pedestrian untuk mengganti aspal, tetapi city
walk akan mengubah wajah Jalan Slamet Riyadi guna mengembangkan Solo masa
depan dengan nuansa Solo masa lalu,” kata dia pada diskusi tentang city walk di
aula Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS, Selasa (18/4).
Rancangannya, segmen Purwosari-Brengosan yang punya objek Stasiun
Purwosari, perkantoran (misalnya PLN), pertokoan/pasar senggol dan restoran,
akan ditata untuk wisata belanja dan kuliner.
Tempat duduk berkelompok akan dipasang untuk istirahat pejalan kaki pada
ruas jalan itu.
Lalu segmen Brengosan-Gendengan yang mempunyai karakter jalan lebar
difokuskan untuk wisata kuliner. Objek penunjangnya, bangunan kuno gedung
lowo, restoran, hotel, perkantoran dan pertokoan. Tempat duduk untuk istirahat
akan ditempatkan di sekitar restoran dan hotel.
Sementara itu, bangunan kuno seperti gereja, rumah dinas Wali Kota Loji
Gandrung, gedung bekas Kodim, pertokoan, perkantoran, dan restoran di kawasan
Gendengan-Sriwedari akan diolah sebagai pendukung wisata arsitektur dan belanja
pada segmen itu. Fasilitas informasi dan istirahat pejalan kaki akan ditempatkan di
dekat bangunan-bangunan tua.
Atraksi Seni
Pada segmen Sriwedari-Ngapeman akan difokuskan untuk kegiatan wisata
budaya, atraksi seni, dan arsitektur.
Pertimbangannya ada kawasan seni-budaya di Taman Sriwedari dan
Museum Radya Pustaka sekaligus bangunannya, Museum Batik Wuryoningratan
serta kawasan Pusat Jajanan Sarwo Asri (Pujasari).
Maka akan dibuat panggung hiburan dan disediakan informasi kegiatan
seni.
City walk tak hanya menyentuh Jalan Slamet Riyadi. Pada segmen
Ngapeman-Gladag objek wisata Pasar Triwindu, Pura Mangkunegaran, dan
kawasan jajanan Keprabon juga tercakup dalam kegiatan wisata belanja dan
budaya.
Selain itu, pada segmen Gladag-Pasar Gede mencakup objek Balai Kota,
Keraton Surakarta, perdagangan, perkantoran, Benteng Vasternberg, dan Pasar
Gede. Pusat wisata kuliner akan dibangun di dekat Pasar Gede dan Pusat Grosir
Solo.
“City walk itu diharapkan bisa menjadi kekhasan Kota Solo ke depan,
sebagai kota tujuan wisata, sehingga punya multiplier effect bagi masyarakat,” ujar
Budi.
Pertimbangan pengembangan di Jalan Slamet Riyadi, lanjut dia, karena
jalur itu merupakan urat nadi perekonomian kota, gerbang utama menuju objek-
objek wisata Kota Solo, punya badan jalan yang lebar (enam jalur) dan aksesibilitas
yang mudah. “Di samping itu, infrastruktur yang ada cukup memadai dan
mempunyai vegetasi yang rindang,” jelasnya. (D11-67v)
Berita 2

Kamis, 6 April 2006


Suara Solo

Proyek City Walk Hadapi Kendala


Disangsikan oleh Legislatif

KARANGASEM – Optimisme Wali Kota Joko Widodo menggarap proyek


city walk tahun ini disangsikan oleh legislatif, karena ada beberapa kendala di
lapangan yang dinilai menghambat proyek khusus pejalan kaki tersebut.
“Bukan pesimistis, namun kami berharap perencanaan digarap secara
matang,” ujar anggota Komisi II DPRD Abdullah AA, kemarin.
Sebagaimana diberitakan Wali Kota Joko Widodo optimis proyek city walk
dapat dimulai tahun ini. Proyek senilai Rp 3,7 miliar itu bisa memacu pertumbuhan
ekonomi masyarakat dan pariwisata daerah.
Selain mempercantik kota, bisa dimanfaatkan masyarakat. Pemkot akan
mengajukan pula bantuan dana ke Pemprov Jateng dan Pemerintah Pusat.
Menurut Abdullah, pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang jalur lambat
Jalan Slamet Riyadi menjadi salah satu penghalang. Saat ini dari Purwosari hingga
Gladag dipenuhi PKL.
Untuk mewujudkan proyek city walk lanjut dia, berarti harus menata
terlebih dahulu para PKL itu. Padahal rencana rencana relokasi belum dibahas
mendetail hingga sekarang. “Semua harus jelas karena tidak mungkin hanya
menggusur. Mudah-mudahan penataan yang dimulai dari PKL Purwosari bisa
berhasil,” ujarnya.
Dana
Masalah dana, kata anggota FPAN itu, juga menjadi kendala. APBD 2005
sudah disahkan, sedangkan jika dianggarkan dalam perubahan anggaran tidak
mungkin karena sebelumnya belum tidak diajukan. Di sisi lain, berbagia kebutuhan
akan meningkat. Termasuk anggaran yang sebelumnya didrop saat pembahasan.
“Namun untuk APBD 2007 saya optimis bisa digarap,” tegasnya.
Terkait wisata kuliner yang akan menjadi daya tarik city walk, Abdullah
mengatakan sudah tersedia dana Rp 500 juta dari pengajuan semula Rp 2 miliar.
Dana tersebut digunakan untuk biaya perencanaan yang meliputi
pengkajian, evaluasi, dan presentasi. Jika dibutuhkan, dana tambahan bisa
dimasukkan dalam perubahan anggaran tahun ini. “Anggaran untuk wisata kuliner
masih memungkinkan ditambah pada perubahan anggaran,” tuturnya.
Anggota Komisi II lainnya, Quatly Adulkadir Alkatiri, menilai rencana
Pemkot mewujudkan tiga proyek, yakni city walk, wisata kuliner, dan penataan
PKL Manahan tahun ini tergesa-gesa. “Mungkin kalau penggarapan proyek
dilakukan setahap demi setahap bisa dilakukan. Namun jika digarap serempak dan
harus segera terwujud, saya yakin tidak bisa dilakukan tahun ini,” tandasnya.
Ia mengatakan hanya kawasan Pasar Gede yang memenuhi syarat untuk
lokasi pasar malam yang mengadopsi Kya Kya di Surabaya. Coyudan, lanjut dia,
kurang representatif karena jalan tersebut tetap ramai hingga malam. Kalau
dipaksakan dan arus lalu lintas dialihkan akan mengakibatkan kemacetan.
“Kawasan Gladag juga kurang sesuai, karena bila kawasan Benteng
Vasternberg jadi dibangun sebagai pusat perbelanjaan bisa menyebabkan
kemacetan. Apa nanti harus dipindah lagi?”.(G10-27)
Berita 3

Kamis, 13 April 2006


Solo

City Walk Perlu Dikaji Mendalam


Tidak Optimal jika Dipaksakan

KARANGASEM – DPRD meminta Wali Kota mengkaji secara mendalam


program city walk. Jika dipaksakan, dikhawatirkan proyek itu bakal menemui
banyak kendala dan tak berjalan optimal.
“Contoh nyatanya ya muncul protes dari para PKL di Balai Kota itu,” ujar
anggota FPAN Abdullah AA, kemarin.
Sebagaimana diberitakan Forum Komunikasi Pedagang Kaki Lima
(Forkom PKL) Solo menolak rencana proyek city walk yang pernah disampaikan
Wali Kota di DPRD Surakarta, awal April lalu.
Proyek senilai Rp 3,7 miliar tersebut dikhawatirkan akan menggusur usaha
yang telah mereka geluti selama ini.
Menurut Abdullah, saat pemaparan di depan rapat paripurna DPRD Wali
Kota Joko Widodo sudah diminta melakukan kajian mendalam.
Kajian itu meliputi aspek sosial, budaya, dan ekonomi. Eksekutif juga
diminta menjaring aspirasi dari seluruh komponen, yakni PKL, budayawan, serta
tokoh agama dan masyarakat.
“La saat ini kan belum berjalan, tetapi sudah muncul protes. Saya yakin
pasti ada yang tidak beres,” tuturnya.
Ketua Fraksi Persatuan Demokrat (FPD) Supriyanto mengatakan proyek
city walk tak mungkin dimulai tahun 2006.
Lalu Lintas
Pihaknya juga mengusulkan agar dilakukan kajian, terutama di bidang lalu
lintas. Itu dimaksudkan agar tidak terjadi kemacetan atau kesemrawutan di
sepanjang Jalan Slamet Riyadi.
“Termasuk pengalihan jalur lambat di sebelah selatan jalan bakal digunakan
untuk proyek. Masih banyak yang harus dikaji sehingga proyek itu tak mungkin
dimulai tahun in,” ujarnya.
Ia meminta para PKL di sepanjang jalan protokol tersebut tetap tenang dan
tidak khawatir tergusur. Dalam paparan Wali Kota beberapa waktu lalu dibahas
tempat khusus untuk PKL serta kantong-kantong parkir. “Penempatan tersebut
dimaksudkan untuk menghindari kemacetan lalu lintas. PKL masih bisa berjualan,
namun ditata sehingga tidak mengganggu pejalan kaki,” jelasnya.
Anggota FPDI-P YF Sukasno menilai kekhawatiran para PKL akan
tergusur terlalu berlebihan. Pemkot tidak mungkin menggusur PKL.
Upaya yang dilakukan hanya penataan agar keberadaan mereka tidak
semrawut dan mengganggu masyarakat.
Ia menyatakan muncul kesan PKL dimanjakan. Contohnya program
relokasi PKL Banjarsari ke Semanggi yang menelan anggaran Rp 5 miliar lebih.
“Itu menjadi bukti PKL diperhatikan oleh Pemkot,” tandasnya. (G10-27)
Berita 4

Rabu, 12 April 2006


Suara Solo

Forkom PKL Tolak Proyek City Walk


Takut Tergusur

BALAIKOTA – Forum komunikasi pedagang kaki lima (Forkom PKL)


Solo menolak tegas rencana proyek city walk, yang pernah disampaikan Wali Kota,
Joko Widodo, dihadapan DPRD Surakarta, awal April lalu.
Sebab, proyek senilai Rp 3,7 miliar tersebut dikhawatirkan bakal
menggusur kesempatan berusaha yang telah mereka geluti selama ini.
Penolakan tersebut disampaikan melalui aksi unjuk rasa, yang diikuti
ratusan anggota Forkom PKL, Selasa (11/4). Mereka yang terdiri atas ratusan PKL,
aktivis LSM, dan pengamen di Solo itu memulai aksinya dari kawasan Sriwedari,
kemudian berjalan kaki ke Balaikota melewati Jalan Slamet Riyadi dan Jalan
Sudirman. “Proyek city walk, yang akan dikembangkan nanti, jelas akan
menggusur PKL. Mungkin secara fisik, Solo akan lebih cantik. Tapi, apa artinya
kalau rakyatnya semakin miskin,” kata koordinator aksi Joko Suryadi, di sela-sela
aksi.
Dalam aksinya, mereka mengusung keranda bertuliskan “Mati Nurani Wali
Kota”. Tampak pula sejumlah poster dan tulisan yang dibawa pendemo, di
antaranya berbunyi , “Apa Artinya Adipura Kalau Rakyat Menderita”, “Tolak
Penggusuran PKL”, Tolak City Walk di Jalan Slamet Riyadi”, dan “Turunkan
Kepala Kantor Pengelolaan PKL”.
Saat menemui pengunjuk rasa di halaman Balai Kota, Wakil Wali Kota, FX
Hadi Rudyatmo, menegaskan bahwa proyek city walk tidak akan menggusur PKL.
“Kami tidak menggusur, tapi menata dan menertibkan PKL. Hal itu sesuai
slogan Solo Berseri (bersih, sehat, rapi dan indah-Red). Jadi, para PKL tak perlu
khawatir. Pemkot Surakarta akan memberikan kesempatan berusaha bagi sektor
informal seperti penjenengan semua,” kata Rudy.
Di tempat terpisah Wali Kota Joko Widodo mengatakan, proyek city walk
justru akan meningkatkan eksistensi para PKL. Sebab, proyek yang bakal dibuat di
sebelah selatan Jl Slamet Riyadi memanjang dari Purwosari hingga Gladag itu akan
dibagi dalam beberapa segmentasi, di antaranya khas PKL, budaya, dan pariwisata.
“Jadi, PKL nanti akan ditempatkan dalam section tersendiri, sehingga
keberadaan mereka justru semakin mapan dan tertata. Konsep city walk justru
semakin mengembangkan usaha PKL,” tegas Jokowi, panggilan akrabnya.
Dia memahami penolakan tersebut, lantaran memang belum ada
komunikasi antara Pemkot dengan para PKL. Untuk itu, pihaknya dalam waktu
dekat akan menyosialisasikan proyek yang sedang diajukan ke DPRD tersebut.
“Kami berharap, city walk mampu mengangkat citra pariwisata Solo, karena
peluang ke sana memang besar. Solo tidak hanya akan menjadi nomor tiga,
melainkan nomor dua setelah Bali,”paparnya.
Dia membandingkan dengan relokasi PKL dari Monumen Banjarsari ke
Pasar Klithikan Semanggi, yang kini sedang dibangun. “Dahulu PKL Banjarsari
juga menolak, namun setelah tahu relokasi itu mengangkat nasib mereka, akhirnya
mereka setuju. Kami yakin, kalau PKL Slamet Riyadi sudah mengetahui
konsepnya, tentu akan mendukung rencana tersebut. Lagi pula akan ada pinjaman
lunak bagi PKL,” jelasnya. (G13,hsn-50h)
Berita 5

Selasa, 16 Mei 2006


Suara Solo

City Walk Lebih Efisien di Sriwedari


Jalan Slamet Riyadi Terlalu Luas

KARANGASEM – Rencana proyek city walk yang digagas Wali Kota Joko
Widodo kembali dikritik. Komisi II DPRD Surakarta menilai lokasi kawasan
srawung warga itu terlalu luas,
Sesuai paparan Wali Kota beberapa waktu lalu kawasan yang akan ditata
adalah sepanjang Jalan Slamet Riyadi dari Purwosari hingga Pasar Gede.
Di selatan jalan akan dibangun tempat khusus bagi pejalan kaki. Di
sepanjang lokasi tersebut dilengkapi taman , kursi, dan panggung terbuka.
Anggota Komisi II Abdullah AA mengatakan city walk lebih efisien jika
dibangun di seputar kawasan Sriwedari.
Selain berada di tengah kota, tersedia tempat cukup luas untuk menampung
penjual makanan khas yang dipadukan dalam proyek city walk.
“Paling penting tersedia tempat parkir memadai. Para penjual makanan
khas tidak dibatasi waktu berjualan sehingga mereka bisa melayani pengunjung
nonsatop 24 jam,” tuturnya, kemarin.
Menurut dia, jika kawasan itu diperuntukkan warga lokal tidak tepat karena
orang Solo dan sekitarnya tidak memiliki budaya jalan kaki.
“Mereka lebih suka duduk dan bersantai sembari menikmati suasana. Kalau
diperuntukkan wisatawan, lebih tepat mengembangkan kawasan Balekambang,”
tambahnya.
Wisata kuliner yang semula digagas di seputar Pasar Gede, lanjut dia, lebih
tepat dibangun di sepanjang Jalan Prof D Supomo.
Jalan di depan Taman Sriwedari memanjang ke arah utara tersebut dinilai
lebih memenuhi syarat. Apalagi sepanjang jalan itu didominasi perkantoran, bukan
perumahan.
“Dengan demikian penataannya menjadi lebih mudah,” tandasnya.
Dana pembangunan proyek city walk bisa diperoleh lewat kerja sama
dengan swasta . Pemkot memfasilitasi melalui program pendukung, misalnya
memberi insentif pajak selama dua tahun sebagaimana dilakukan Pemkot Medan.
Anggota Komisi II lainnya, Yuliatmono Endratmoko, meminta agar
menghindari konstruksi beton dalam proyek tersebut.
“Saya cenderung ke konstruksi kayu atau besi hiasan untuk tempat jualan
agar lebih artistik. Tenda bisa memakai sistem bongkar pasang sehingga usai jualan
bisa langsung dibongkar.” (G10-27)

You might also like