You are on page 1of 23

Shalat Sunah Berjamaah

dan Munfarid
Shalat sunah yaitu shalat yang hukum pelaksanaannya
sunah (dianjurkan). Apabila dilaksanakan Allah
memberikan pahala dan keutamaan khusus melebihi
orang Islam yang tidak melaksanakan shalat sunah.

Di antara jenis shalat sunah terdapat shalat sunah


yang dapat dilaksanakan secara berjamaah, munfarid,
dan ada yang dilaksanakan berjamaah maupun
munfarid.
SHALAT SUNAH BERJAMAAH SHALAT SUNAH DENGAN
BERJAMAAH ATAU MUNFARID

SHALAT SUNAH MUNFARID


• Shalat Idain Shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
• Shalat Istisqa Shalat untuk meminta hujan
• Shalat Kusuf –Khusuf Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan
• Shalat Tarawih, Shalat sunah pada malam bulan ramadhan
• Shalat Witir, Shalat sunah yang ganjil
• Shalat Dhuha, Shalat sunah pagi hari
• Shalat Tahajud Shalat sunah malam hari untuk memohon
keinginan
• Shalat Tasbih Shalat sunah diseratai zikir tasbih
• Shalat Rawatib Shalat sunah yang mengiringi shalat fardu
• Shalat Tahiyatul Masjid Shalat ketika masuk masjid untuk
menghormatinya
• Shalat Istikharah, Shalat untuk meminta petunjuk Allah SWT saat
ragu menentukan pilihan.

Jenis shalat sunah yang bisa diamalkan oleh umat Islam cukup
banyak. Hal ini bukan untuk memberatkan umat Islam, akan
tetapi sangat bermanfaat sebagai sarana mendekatkan diri kepada
Allah SWT sedekat-dekatnya. Dan sebagai bekal dalam menambah
amalan shalat sunah, berikut akan diuraikan ketentuan dan tata
cara beberapa jenis shalat sunah jamaah dan munfarid.
A. SHALAT SUNAH BERJAMAAH
Shalat Sunat ‘idain

Saat hari raya Idul Fitri tiba umat Islam laki-laki, perempuan, anak-anak-anak
dan orang dewasa berbondong-bondong untuk melaksanakan shalat ‘Idul Fitri
kemudian saling melakukan silaturrahmi dan bermaaf-maafan.

Demikian juga saat hari raya Idul Adha (Idul Qurban), umat Islam juga
melaksanakan shalat Id kemudian melakukan ibadah qurban. Karena dalam
satu tahun umat Islam melaksanakan dua shalat Id, maka disebut shalat ‘idain
yang artinya dua shalat Id, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.

Ketentuan Shalat ‘idain Shalat Id adalah shalat yang dilakukan pada waktu hari
raya, karena dalam tradisi Islam terdapat dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul
Adha maka dalam satu tahun terdapat dua shalat Id. Dalam bahasa Arab ‘idain
berarti dua shalat Id. Hukum melaksanakan shalat ‘idain adalah sunah
muakkad (sangat dianjurkan) karena Rasulullah saw selalu melakukan shalat
‘idain ini selama hidupnya. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar : 1-2)
Bahkan Rasulullah saw. memerintahkan agar seluruh kaum muslimin baik
laki-laki, perempuan, anak-anak, dan dewasa untuk keluar dari rumah
melakukan shalat Id. Para wanita yang sedang haid pun diperintahkan
untuk menuju tempat shalat Id untuk mendengarkan khutbah tapi tidak
boleh melakukan shalat. Perhatikan sabda Rasulullah s.a.w. berikut ini
:Artinya : “Kami telah diperintahkan oleh Nabi saw. untuk keluar pada hari
raya. Begitu pula anakanak, perempuan, gadis-gadis pingitan, dan
diperintahkan juga gadis-gadis yang sedang haid diperintahkan supaya
keluar pada hari raya dan memisahkan diri dari tempat shalat kaum
muslimin”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Waktu melaksanakan shalat ‘idain adalah mulai terbit matahari sampai


tergelincirnya matahari menjelang waktu zuhur pada hari raya tersebut.
Shalat Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal sedangkan shalat Idul
Adha dilaksanakan tanggal 10 Dzulhijjah. Tempat pelaksanaan shalat ‘idain
adalah di masjid atau di tempat yang lapang. Allamah Ibnu Qayyim
menjelasan bahwa Rasulullah s.a.w. melakukan shalat dua hari raya di
suatu tempat yang lapang di dekat pintu gerbang menuju Madinah, Beliau
shalat ‘idain di masjid ketika hujan.
Tata Cara Shalat ‘idain,
secara garis besar, tata cara pelaksanaan shalat ‘idain adalah
sebagai berikut :
1. Dilaksanakan secara berjamaah
2. Tidak didahului azan dan iqamat sebagaimana sabda Rasulullah ;
Artinya : “Tidak ada azan bagi sembahyang Hari Raya Fitrah (Aidilfitri) dan
sembahyang Hari Raya Korban (Aidiladha). jga tiada iqamat.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

3. Jumlah rakaatnya adalah 2 rakaat


4. Membaca takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan takbir lima kali pada rakaat yang
kedua.
Takbir tujuh kali dalam rakaat yang pertama tersebut tidak termasuk takbiratul ihram.
Demikian juga takbir lima kali dalam rakaat yang kedua tidak termasuk takbir intiqal
saat berdiri dari sujud. Takbir tujuh kali pada rakaat yang pertama dibaca setelah
membaca doa iftitah, sedangkan takbir lima kali dalam rakaat kedua dibaca ketika
sudah berdiri sempurna pada rakaat yang kedua sebelum imam membaca surat Al
Fatihah. Di sela-sela takbir tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat
kedua tersebut disunahkan untuk membaca lafaz : Subhanallah walhamdulillah
walaailaaha illallah allahuakbar “Mahasuci Allah SWT, segala puji bagi Allah , tiada
Tuhan selain Allah SWT, dan Allah Mahabesar”
5. Imam mengeraskan bacaan (jahran)
6. Setelah shalat Id dilanjutkan dengan khutbah
Disamping tata cara di atas, dalam pelaksanaan shalat ‘idain juga
dianjurkan (disunahkan) untuk melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Imam membaca surat Qaf pada rakaat pertama dan surat
Al Qamar pada rakaat kedua, atau membaca surat Al A’la
pada rakaat pertama dan surat Al Ghasyiyah pada rakaat
kedua.

2. Mandi dan berhias memakai pakaian yang bagus.

3. Disunahkan makan terlebih dahulu sebelum berangkat


melakukan shalat Idl Fitri, sebaliknya dalam shalat Idul
Adha disunahkan makan sesudah shalat Idul Adha.

4. Memperbanyak membaca dan mengumandangkan takbir


dan tahmid pada waktu hari raya Idul Fitri maupun Idul
Adha.
B. SHALAT SUNAH MUNFARID
1. Shalat Tahiyatul Masjid
Pengertian Shalat Tahiyatul Masjid
Secara bahasa tahiyatul masjid berarti menghormati masjid. Sedangkan
shalat tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat yang dilaksanakan
sesaat setelah kita memasuki masjid.

Hukumnya
Hukum melaksanakannya adalah sunah, sebagaimana hadis Rasulullah
SAW : Artinya :“Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW bersabda : apabila
salah seorang di antara kamu masuk ke masjid maka janganlah duduk
sebelum shalat (tahiyat masjid) dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tata Cara Pelaksanaannya


Tata cara pelaksanaan shalat tahiyatul masjid adalah sebagai berikut :
• Jumlah rakaatnya hanya 2 rakaat.
• Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).
• Waktunya setiap saat memasuki masjid, baik untuk melaksanakan
shalat fardu maupun ketika akan beri’tikaf.
2. Shalat Istikharah

1. Pengertian Salat Istikharah


Secara bahasa, istikharah berarti mohon dipilihkan. Jadi salat istikharah
mengandung pengertian melaksanakan salat sunah dua rakaat dengan maksud
untuk memohon petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan terbaik
di antara dua pilihan atau lebih.

Suatu saat kita dihadapkan pada dua atau lebih pilihan yang sama-sama baik
dan sulit menentukan mana yang terbaik, padahal menyangkut persoalan yang
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan kita di masa yang akan datang
seperti, memilih sekolah, pekerjaan, jodoh, dan yang lainnya.

Oleh karena itu sebagai orang yang beriman kita harus yakin bahwa hanya
Allah SWT yang paling mengetahui persis mana yang terbaik di antar sekian
pilihan itu. Kamu masih ingat kan, bahwa Allah SWT mempunyai sifat wajib
ilmu dan aliman yang maksudnya Maha Mengetahui. Jadi Allah SWT
merupakan Dzat yang mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi maupun
yang akan terjadi.
2. Hukumnya
Hukum melaksanakannya adalah sunah, sebagaimana
hadis Rasulullah SAW : Artinya :“Rasulullah s.a.w.
mengajarkan kepada kami untuk meminta petunjuk dalam
beberapa erkara yang penting. Beliau berkata, “Apabila
salah seorang di antara kamu menghadapi suatu perkara
hendaklah ia salat dua rakaat.” (HR. Bukhari).

3. Tata Cara Pelaksanaannya


Tata cara pelaksanaan salat istikharah adalah sebagai
berikut :

a. Jumlah rakaatnya hanya 2 rakaat.


b. Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).
c. Waktunya pagi, siang, atau malam hari.
C. SHALAT SUNAH BERJAMAAH
ATAU MUNFARID
1. Shalat Tarawih
Pengertian Shalat Tarawih
Sholat Tarawih adalah shalat sunah yang dilaksanakan khusus pada malam hari
bulan Ramadhan. Shalat tarawih merupakan amalan sunah pada bulan
Ramadhan di samping ibadah-ibadah lain seperti memperbanyak tadarus Al
Quran, berzikir, berdoa, mendalami ilmu agama dengan mengikuti pesantren
kilat, dan sebagainya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT.

Hukum Shalat Tarawih


Hukum melaksanakannya adalah sunah muakkad, sebagaimana hadis
Rasulullah SAW : Artinya :“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda :
Barangsiapa yang melaksanakan shalat pada malam hari di bulan Ramadhan
dengan dilandasi iman dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT maka
akan diampuni dosa- dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bilangan rakaat Shalat Tarawih Ada perbedaan pendapat mengenai jumlah
rakaat shalat Tarawih di kalangan umat Islam. Akan tetapi, perbedaan tersebut
tidak penting dan tidak perlu diperdebatkan. Hal yang penting adalah
bagaimana shalat Tarawih tetap dilaksanakan umat Islam.
Perbedaan yang dimaksud sebagai berikut :

• Delapan rakaat ditambah Witir


Pendapat ini diambil dari keterangan bahwa Rasulullah s.a.w shalat
Tarawih bersama para sahabat di masjid tiga kali selama hidupnya.
Sesudah itu beliau tidak melakukan lagi secara berjamaah di masjid tetapi
melaksanakannya di rumah. Rasulullah s.a.w khawatir apabila suatu saat
nanti shalat tarawih dianggap ibadah wajib. Jumlah rakaat yang dilakukan
bersama sahabat di masjid tersebut adalah delapan rakaat ditambah Witir.
Keterangaan ini berdasarkan pada hadits berikut : Artinya : “Diriwayatkan
dari Jabir sesungguhnya Rasulullah s.a.w shalat bersama-sama mereka
delapan rakaat kemudian beliau shalat witir”. (HR. Ibnu Hibban).

• Dua puluh rakaat ditambah Witir


Mengenai jumlah rakaat shalat tarawih yang 20 rakaat dilanjutkan dengan
witir dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan diikuti oleh para
sahabat yang lain. Tentang jumlah rakaat yang dilakukan oleh Umar bin
Khattab ini tidak pernah dipermasalahkan oleh para sahabat saat itu. Jadi,
sampai sekarang pun umat Islam ada yang mengikutinya.
• Tiga puluh enam rakaat ditambah Witir
Mengenai jumlah rakaat shalat tarawih 36 rakaat dilanjutkan
dengan witir dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz
yang merupakan salah satu Khalifah Bani Umayyah. Dari
ketiga pendapat di atas menunjukkan bahwa perbedaan
rakaat dalam pelaksanaan shalat tarawih di kalangan umat
merupakan sesuatu yang tidak perlu dipermasalahkan.

Apalagi sampai terjadi pertikaian hanya karena perbedaan


ini. Padahal sejak dahulu perbedaan ini telah ada dan tidak
timbul masalah. Yang terpenting adalah umat Islam dapat
melaksanakan shalat tarawih dengan baik. Sedangkan berapa
jumlah rakaatnya terserah kepada masing-masing sesuai
dengan pengetahuan dan keyakinannya untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT di bulan Ramadhan yang penuh
berkah.
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Tarawih

Tata cara pelaksanaan shalat tarawih sebagai berikut :


a.Waktu pelaksanaannya setelah shalat isya sampai
dengan fajar sidiq (menjelang waktu subuh).
b.Diutamakan secara berjamaah tetapi boleh juga
dilaksanakan sendirian (munfarid)
c. Lebih utama setiap dua rakaat salam. Namun, apabila
dilaksanakan empat rakaat tidak perlu ada tasyahud
awal supaya tidak menyerupai shalat fardu.
2. Shalat Witir
Pengertian Shalat Witir
Secara bahasa witir berarti ganjil. Sehingga shalat witir adalah
shalat yang jumlah bilangan rakaatnya ganjil. Paling sedikit
satu rakaat dan paling banyak 11 rakaat. Shalat witir tidak
hanya dilakukan setelah shalat tarawih di bulan Ramadhan.
Namun, pada malam hari di luar bulan Ramadhan umat
Islam pun dianjurkan untuk melaksanakan shalat witir
sebagai penutup shalat-shalat sunah malam hari.

Hukum Shalat Witir


Hukum melaksanakannya adalah sunah muakkad,
sebagaimana hadis Rasulullah s.a.w Artinya :“Dari Ali r.a.,
Witir itu bukan keharusan seperti shalat fardu, tapi
merupakan sunah yang dibiasakan oleh Rasulullah s.a.w.”
(HR. Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi)
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Witir
Tata cara pelaksanaan shalat witir sebagai berikut :
a. waktunya pada malam hari setelah shalat isya’

b. dilaksanakan secara berjamaah atau sendirian


(munfarid)

c. jumlah rakaatnya ganjil Dalam pelaksanaannya ada


dua macam niat, yakni niat untuk shalat 2 rakaat dan
ditutup dengan niat untuk shalat 1 rakaat.
3. Shalat Dhuha
Pengertian Salat Dhuha
Menurut bahasa dhuha berarti pagi hari. Sehingga salat dhuha
adalah salat sunah yang dilaksanakan pada waktu pagi hari,
mulai dari saat memutihnya cahaya matahari pagi sampai
sebelum waktu istiwa’ (siang hari saat matahari tepat arahnya
di atas kepala). Jadi, kira-kira mulai pukul 07.00 pagi sampai
pukul 11.00 siang. Waktu istiwa’ adalah saat matahari berada
tepat di atas kepala, sebelum masuk waktu dhuhur.

Hukumnya
Hukum melaksanakannya adalah sunah, sebagaimana hadis
Rasulullah SAW Artinya :“Dari Abu Hurairah ia berkata :
kekasihku (Rasulullah) SAW telah berpesan kepadaku tiga hal :
Puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat salat dhuha, dan
salat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tata Cara Pelaksanaannya
Tata cara pelaksanaan salat dhuha sebagai berikut :

• Jumlah rakaatnya paling sedikit 2 rakaat dan paling


banyak 12 rakaat.

• Boleh dilaksanakan secara munfarid (sendirian)


maupun berjamaah.

• Lebih utama setiap dua rakaat salam. Namun, apabila


dilaksanakan empat rakaat jangan ada tasyahud awal
supaya tidak menyerupai salat fardu.
4. Salat Tahajud
Salat tahajud merupakan salat lail (salat yang dikerjakan pada
malam hari). Shalat ini dilaksanakan pada malam hari untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Orang yang
melaksanakan salat tahajud akan mendapatkan berbagai
keutamaan di hadapan Allah SWT.

Kajilah pembahasan berikut, setelah kamu memahami


berlatihlah untuk melaksanakan salat lail ini, karena
Rasulullah saw. bersabda : Artinya : “Allah s.w.t akan turun ke
langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam yang
terakhir, seraya berfirman: Sesiapa yang berdoa kepadaKu,
maka Aku akan menerima permintaannya dan sesiapa yang
meminta keampunan dariKu maka Aku akan
mengampuninya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
1. Pengertian Salat Tahajud
Salat tahajud merupakan salat sunah yang dikerjakan
setelah tidur pada malam hari antara waktu salat isya
sampai dengan fajar sidiq (menjelang subuh). Namun
waktu yang paling utama melaksanakan salat tahajud
adalah dua pertiga malam, sekitar pukul 02.00 dini hari.

2. Hukum Salat Tahajud


Hukum melaksanakan salat tahajud adalah sunah
muakkad. Perhatikan Firman Allah berikut ini Artinya :“
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu:
mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat
yang terpuji.” (QS. Al Isra’ : 79)
3. Tata Cara Pelaksanaannya
Bagi kebanyakan orang melaksanakan salat tahajud terasa berat, namun bagi
sebagian yang lain merasa ringan karena sudah terbiasa bangun di malam
hari dan melakukan salat tahajud, bahkan mereka merasakan kenikmatan
ruhani yang luar biasa setelah melakukan salat tahajud di tengah keheningan
malam. Pada tahap awal, agar kamu mudah dan tidak berat dalam
melaksanakan salat tahajud, berdoalah sebelum tidur agar diberi kekuatan
untuk bangun di malam hari dan melaksanakan salat tahajud.

Adapun tata cara melaksanakan salat tahajud tidak jauh berbeda dengan salat
sunah yang lain, yakni :
a. Waktu pelaksanaannya setelah salat isya sampai dengan fajar sidiq
(menjelang waktu subuh) dan setelah tidur.
b. Jumlah rakaatnya paling sedikit dua rakat dan paling banyak tidak dibatasi.
c. Dilaksanakan sendirian (munfarid) atau berjamaah.
d. Lebih utama setiap dua rakaat salam. Apabila dilaksanakan empat rakaat
jangan ada tasyahud awal, sehingga tidak menyerupai salat fardu.
Landasan Hukum
Berikut adalah landasan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadits
mengenai shalat berjama’ah:

* Dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman: “Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata,…” (QS. 4:102).

* Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku
bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian
menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi
imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut
berjama’ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah RA).

* Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri
Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk shalat malam maka aku bangun untuk
shalat bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser
posisiku ke sebelah kanan beliau.” (HR. Jama’ah, hadits shahih).

You might also like