Professional Documents
Culture Documents
PENDIDIKAN MENENGAH
PENGORGANISASIAN SEKOLAH
i
DAFTAR ISI
PENGANTAR................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................
1
A. Latar Belakang...........................................................
1
B. Dimensi Kompetensi..................................................
2
C. Kompetensi................................................................
2
D. Indikator Pencapaian Kompetensi.............................
2
E. Alokasi Waktu............................................................
4
F. Skenario.....................................................................
5
ii
E. Fungsi-fungsi organisasi............................................
23
F. Keutungan-keuntungan organisasi............................
24
G. Teori Hubungan Kerja dan Batas Kemampuan
Pengawasan..............................................................
24
iii
F. Proses Pengambilan Keputusan yang Efektif di
dalam Organisasi Sekolah.........................................
83
G. Model Pengambilan Keputusan Kelompok................
86
H. Kemampuan Berkomunikasi dalam Organisasi
Sekolah......................................................................
89
DAFTAR RUJUKAN.....................................................................
91
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala sekolah sebagai pengelola sekolah mempunyai peranan
yang sangat strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di
sekolah. Ia diharapkan mampu meningkatkan iklim sekolah yang
kondusif bagi terlaksanannya proses belajar mengajar yang efektif,
dan mengaktuaklisasikan sumber daya yang ada di sekolah seoptimal
mungkin dalam menunjang prose belajar mengajar. Oleh karena itu,
setiap kepala sekolah harus menguasai kemampuan organizational
pendidikan yang efektif.
Sebagai seorang manajer, kepala sekolah perlu melakukan
pendekatan terhadap strategi global sebagai suatu tuntutan untuk
dapat mengelola sebuah organisasi sekolah secara berhasil.
Memimpin sebuah organisasi sekolah yang produktif berarti
mengetahui dan memahami perilaku individu di dalam organisasi
sekolah tempat kerja para guru dan seluruh staf yang terlibat, dan
menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan
organisasi sekolah. Peranan utama kepala sekolah sebagai pemimpin
organisasi (organizational leader) adalah mengerahkan seluruh staf
sekolah untuk bekerja sama sebagai sebuah tim dalam rangka
melaksanakan program pertumbuhan dan peningkatan bagi seluruh
siswa agar secara akademik berhasil. Sehubungan dengan itu,
tantangan utama kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi adalah
bagaimana dia dapat memadukan antara kepentingan organisasi
sekolah dan berbagai potensi, minat dan bakat para anggotanya
sebagai asset demi kemajuan sekolah
1
Untuk mendukung kesuksesan seorang kepala sekolah dalam
memimpin organisasi sekolahnya, berikut penyusun memperkenalkan
secara garis besar materi pelatihan meliputi:
1. Konsep Dasar dan Teori Organisasi.
2. Teknik Pengorganisasian Sekolah.
3. Kepala Sekolah sebagai Organisator.
B. Dimensi Kompetensi.
Pengorganisasian sekolah merupakan bagian dari dimensi
kompetensi Manejerial.
C. Kompetensi.
Secara umum pelatihan Kepala Sekolah (SMA/SMK/MA) dalam
bidang pengorganisasian ini bertujuan agar para perserta dapat
meningkatkan kompetensinya dalam memimpin organisasi sekolah,
atau kepala sekolah sebagai organisator. Secara khusus kompetensi-
kompetensi dimaksud sebagai berikut.
1. Menguasai konsep dasar dan teori organisasi:
2. Menguasai teknik pengorganisasian:
3. Menguasai kemampuan sebagai organisator:
4. Membangun Iklim, Budaya dan Perilaku Organisasi Sekolah
2
d. Memahami prinsip-prinsip dasar, fungsi, dan keuntungan
organisasi
e. Memahami teori hubungan kerja dan batas kemampuan
pengawasan dalam organisasi.
2. Menguasai teknik pengorganisasian:
a. Memahami teknik pengorganisasian sebagai proses
b. Memahami dasar penyusunan struktur organisasi
c. Menerapkan langkah-langkah pengorganisasian kegiatan
sekolah baik melalui ragam organisasi formal maupun informal
d. Memahami dan menerapkan bentuk-bentuk pengorganisasian
secara proporsional
e. Mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan
sekolah berdasarkan model struktur organisasi yang relevan
f. Mengembangkan deskripsi tugas pokok dan fungsi setiap unit
kerja yang ada di sekolah sesuai dengan pendekatan, strategi,
dan proses pengorganisasian yang baik
g. Mengembangkan standard operasional prosedur pelaksanaan
tugas berdasarkan langkah-langkah operasional
pengorganisasian yang baik
h. Mengenal dan memahami bentuk struktur organisasi di
lingkungan Depdiknas dan sekolah
3. Menguasai kemampuan sebagai organisator:
a. Memahami kecenderungan dan kebijakan pendidikan nasional
dalam pengorganisasian sekolah
b. Memahami fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi
c. Memahami perilaklu anggota dalam organisasi sekolah
d. Menguasai kemampuan penempatan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan sesuai dengan prinsip-prinsip
3
pembentukan kelompok kerja dan tim yang efektif dan tepat
persebaran.
e. Menerapkan strategi peningkatan efektivitas kelompok
f. Melaksanakan proses pengambilan keputusan secara efektif
g. Menerapkan model-model pengambilan keputusan dalam
proses pemecahan masalah
h. Menerapkan ketrampilan-ketrampilan dasar berkomunikasi
sebagai pemimpin organisasi di sekolah.
E. Alokasi Waktu.
Alokasi waktu materi pelatihan pengorganisasian sekolah bagi Kepala
Sekolah adalah sebagai berikut:
4
POKOK-POKOK MATERI PELATIHAN WAKTU
C. Perilaku keanggotan dalam organisasi sekolah
D. Membangun kelompok kerja dan tim dalam
organisasi sekolah
E. Strategi peningkatan efektivitas kelompok
dalam struktur organisasi sekolah
F. Proses pengambilan keputusan yang Efektif di
dalam Organisasi Sekolah
G. Model pengambilan keputusan kelompok
H. Kemampuan berkomunikasi di dalam organisasi
sekolah
Total Waktu Pelatihan 30 jam
F. Skenario
Secara tentatif (dapat dikembangkan lebih lanjut oleh fasilitator
pendidikan dan pelatihan) strategi pembelajaran yang dikembangkan
sebagai berikut :
1. Perkenalan atau pengkondisian (ice breaker).
2. Penjelasan singkat, jelas dan terarah tentang dimensi
kompetensi, kompetensi.
3. Pretes
4. Eksplorasi pemahaman peserta.
5. Presentasi materi.
6. Diskusi.
7. Praktik (simulasi) mengelola organisasi suatu kegiatan sekolah.
8. Diskusi kelas pembahasan hasil simulasi.
9. Postes.
10. Penutup.
Di samping itu, fasilitator mengembangkan skenario pelatihan
dengan menyusun hand-out, dan format-format kegiatan pelatihan
pengorganisasian sesuai kebutuhan pada satuan pendidikan
5
menengah, untuk diterapkan di dalam proses pembelajaran, dan
tugas akhir yang harus dikerjakan di daerah masing-masing terkait
dengan kemampuan dalam pengorganisasian.
6
BAB II
KONSEP DASAR DAN TEORI ORGANISASI
7
(figur-figur tertentu) yang diberi kuasa. Ciri-ciri tersebut jelas
membedakan organisasi dari pengelompokkan-pengelompokkan
temporer, group informal, kelompok persahabatan, sebuah
kerumunan, suku, atau golongan.
Istilah organisasi dapat pula diartikan sebagai suatu perkumpulan
atau perhimpunan yang terdiri dari dua orang atau lebih punya
komitmen bersama dan ikatan formal mencapai tujuan organisasi, dan
di dalam perhimpunannya terdapat hubungan antar anggota dan
kelompok dan antara pemimpin dan angota yang dipimpin atau
bawahan (Beach and Reinhartz, 2004; Bush and Middlewood, 2005).
Dari kedua definisi di atas, dapat dinyatakan betapa pentingnya
organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen dalam melaksa-
nakan segala kebijakan/keputusan yang dibuat pada tingkatan admi-
nistratif maupun manajerial. Dalam hubungan ini, hakiki organisasi
dapat ditinjau dari dua sudut pandangan. Pertama, organisasi dipan-
dang sebagai wadah, tempat di mana kegiatan administrasi dan
manajemen dilaksanakan. Kedua, sebagai proses yang berusaha
menyoroti interaksi (hubungan) antara orang-orang yang terlibat di
dalam organisasi itu. Tinjauan yang kedua ini juga mencoba
menganalisis dua macam hubungan yang terjadi di dalam organisasi:
hubungan formal dan informal. Hubungan formal selalu diatur atas
dasar hukum pendirian organisasi, struktur serta hierarki yang telah
ditetapkan. Bahkan mekanisme hubungan formal ini biasanya
digambarkan dalam bagan organisasi yang mempunyai kekuatan
hukum tertentu seperti tergambar pada bagan struktur organisasi
Departemen Pendidikan Nasional tingkat Pusat, Propinsi, Kota dan
Kabupaten dan sekolah, semua diatur berdasarkan peraturan-
8
peraturan pemerintah dan keputusan-keputusan pimpinan
departemen.
Sebaliknya, hubungan informal antara orang-orang yang menjadi
anggota organisasi tidak diatur dalam dasar hukum pendirian organi-
sasi. Hubungan yang terjadi tidak terlihat pada bagan organisasi. dan
memang tidak digambarkan sebagaimana yang formal. Hubungan
informal dapat muncul karena: (1) kesamaan kepentingan/minat antar
anggota, (2) kesamaan profesi, (3) hubungan-hubungan pribadi yang
telah terjalin sebelumnya, dan lain-lain.
Kedua bentuk hubungan demikian akan menimbulkan apa yang
dikenal dengan "informal organization' dan "formal organization". Dari
itu muncul persoalan: hubungan yang manakah yang lebih baik dalam
menggerakkan kelompok kerja sama secara efektif? Ini merupakan
suatu pertanyaan yang relatif sulit dijawab. Kedua bentuk hubungan
tersebut perlu dipelihara dengan baik. karena sama-sama mempunyai
kepentingan dalam menggalang suatu kelompok kerja yang harmonis,
produktif dan dapat memberikan kepuasan kerja pada anggota.
Hubungan formal yang terlalu menonjol perlu dicegah, agar jangan
sampai hubungan informal itu lenyap sama sekali. Sebaliknya, kadar
hubungan informal juga perlu dibatasi jangan sampai terlalu dominan
sehingga akan mengurangi respek bawahan terhadap pimpinan. atau
mengakibatkan hilangnya bentuk-bentuk hubungan formal. Tindakan
demikian perlu diperhatikan. karena adanya aksioma yang
mengatakan bahwa "semakin berhasil kelompok pimpinan membina
suatu organisasi yang demokratis. semakin menonjol pula hubungan
yang bersifat informal, meskipun hubungan-hubungan yang bersifat
formal tidak boleh hilang sama sekali” (Siagian, 1980).
9
Ungkapan aksiomatis tersebut mengandung makna, bahwa
pembinaan organisasi yang demokratis membutuhkan tata hubungan
informal, tanpa mengorbankan formalitas yang ada di dalam organi-
sasi. Dengan demikian. kedua bentuk hubungan itu tentu saja harus
dipelihara dan dikembangkan secara berimbang demi terciptanya
sualu organisasi yang baik.
Istilah organizing berasal dari perkataan organism yang
mempunyai arti menciptakan suatu struktur dengan bagian-bagian
yang terintegrasi. sehingga mempunyai hubungan yang saling
mempengaruhi satu dengan lainnya. Kalau demikian. berarti istilah
organisasi yang sudah didefinisikan di atas sebenarnya merupakan
hasil daripada pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian
berarti penyusunan tugas kerja dan tanggung jawab. Mengorganisasi
= menghimpun, beberapa orang untuk bersama-sama melakukan
pekerjaan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. G. R. Terry
dalam Burhanuddin (1994) mengartikan pengorganisasian sebagai
kegiatan mengalokasikan seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan
antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang tertentu serta
tanggung jawab masing-masing yang bertanggung jawab untuk setiap
komponen kerja dan menyediakan lingkungan kerja yang sesuai dan
tepat.
Definisi lain dapat diketenghkan bahwa rganisasi sebenamya
merupakan suatu unit yang terkoordinasi terbentuk dari sedikitnya 2
(dua) orang anggota untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Gibson,
Ivancevich, Donnelly, and Konopaske, 2006).
Proses pengorganisasian dengan demikian mencakup kegiatan-
kegiatan berikut:
10
1. Pembagian kerja yang harus dilakukan dan menugaskannya pada
individu tertentu, kelompok-kelompok dan departemen.
2. Pembagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab.
3. Pembagian/pengelompokkan tugas menurut tipe dan jenis yang
berbeda-beda.
4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu dan kelom-
pok.
5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi.
11
B. Unsur-Unsur Organisasi
Pada hakikatnya organisasi terbentuk dari sekelompok orang,
kerja sama dan tujuan bersama. Terdapat 5 cara seseorang menjadi
anggota kelompok formal (Filley et al., 1976 dalam Puxty,1990 : 183),
yakni
1. Karena ditunjuk oleh pimpinan.
2. Dipilih oleh kelompok.
3. Dipilih oleh perwakilan dari luar kelompok.
4. Alasan sebagai volunteer (sukarela).
5. Karena ex-officio suatu jabatan dalam kelembagaan.
C. Teori-Teori Organisasi
Para ilmuan sejak lama menyadari bahwa adanya teori-teori dari
berbagai disiplin ilmu yang berbeda memunculkan pertanyaan,
perbedaan pandangan suatu masalah, dan isu organisasi. Walaupun
demikian, fenomena ini justru membantu para ilmuan untuk
memberikan sejumlah jawaban terhadap 1 (satu) persoalan yang
sama. Dengan berpegang kepada sejuimlah teori dan konsep, kita
dapat menghadirkan berbagai pandangan (perspectives) untuk
mengkaji isu, masalah, dan pertanyaan yang sama tentang organisasi
(Champoux, 2003).
Para ilmuan menggunakan teori dan konsep-konsep yang
berkembang dalam memotret isu organisasi. Seperti halnya seorang
photografer, maka teori dan konsep tersebut diibaratkan lensa yang
digunakan para ilkmuan untuk mengkaji organisasi dalam segenap
perkembangannya. Perkembangan teori-teori organisasi dapat dilihat
dan dikaji sejak sejak tahun-tahun pertama abad keduapuluh yang
12
secara garis besar dapat diikhtisarkan menjadi 4 (empat) kelompok
besar yakni classic, behavioural, system, dan contingency.
1. Classic
Pada mulanya teori administrasi/manajemen atau organisasi telah
dirancang secara tradisional/klasik, Terdapat 3 (tiga) kategori pokok
pendekatan klasik ini: scientific management; (2) administrative
management:dan (3) the bureaucratic model of organization (Beach,
1980: 133).
a. Scientific management.
Pendiri gerakan manajemen ilmiah ini adalah Frederick W. Taylor
(1856-1915), seorang Insinyur dan ahli manajemen Amerika. Dia tidak
menciptakan teori umum mengenai organisasi; namun hanya
mengusulkan sejumlah teknik dan filsafat yang diturunkan dari
pengalamannya yang lebih luas di bidang manajemen dan konsultan.
Dia menaruh perhatian pada manajemen pabrik dan efisiensi dan
memperkenalkan konsep dan teknik analisa/studi jabatan, analisa
waktu, standarisasi jabatan, specialisasi tugas, penentuan
keseimbangan kerja, seleksi pegawai secara teliti, teknik pelatihan
staf, dan kompensasi berupa insentif gaji untuk membantu mencapai
hasil kerja yang lebih tinggi.
Taylor memindahkan tanggungjawab kegiatan perencanaan yang
semula ditangani para pekerja (bawahan) diserahkan kepada seorang
spesialis manajemen. Dia juga memperkenalkan sistem pengelolaan
pabrik yang disebut dengan functional foremanship (kepengawasan
fungsional yang dilakukan para mandor). Meskipun tidak bertahan
13
lama, sistem ini merupakan pembuka jalan ke arah perluasan
Perecanaan staf dan sistem pengawasan di pabrik-pabrik.
Secara umum, kita memandang bahwa gerakan manajemen
ilmiah yang dipelopori Taylor diarahkan pada pencapaian
produktivitas kerja yang tinggi, keuntungan yang lebih besar, biaya
murah, dan sistem pengawasan mesin-manusia yang lebih efektif.
b. Administrative Management.
Kalau scientific management memfokuskan perhatiannya pada
organisasi dari level manajemen bawahan (shop management), maka
para teoritisi manajemen administratif memandang organisasi dari
puncak (from the top-down). Para pemuka manajemen administratif
ini antara lain adalah: Henri Fayol, seorang Industrialis Perancis; L.
Gulick, spesialis administrasi publik dan akademisian; Lyndall Urwick,
seororang teoritisi dan Konsultan Inggris; James D. Mooney dan Alan
C Reiley, pimpinan dari General Motor, Amerika (Burhanuddin, 1994).
Para teoritisi manajemen adminisitratif tersebut menguman-
dangkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen secara umum.
Meskipun prinsip-prinsip yang mereka kemukakan berbeda satu sama
lain, namun pada umumnya mereka mempunyai kesatuan proposisi
sebagai berikut :
1) Spesialisasi fungsi dan pembagian kerja penting bagi
efisiensi.
2) Tanggung jawab dan kekuasaan supervisor dan manajer
harus dilukiskan secara jelas. Di sana harus terdapat garis
kekuasaan secara jelas, dari atas ke bawah. Kekuasaan
harus mengalir dari atas ke bawah, melalui struktur organisasi
yang ada. Tanggung jawab harus sepadan dengan
14
kekuasaan. Setiap anggota organisasi hanya memiliki satu
pimpinan atau komando (unity of command).
3) Koordinasi fungsi dan anggota kelompok harus dilakukan oleh
manajer di setiap unit.
4) Segala perintah, informasi dan pengaduan-pengaduan harus
disalurkan melalui garis kekuasaan yang sudah ditetapkan.
5) Jumlah bawahan yang harus diawasi oleh seorang supervisor
dibatasi antara 5 atau 6 orang. Namun belakangan formulasi
demikian tidak begitu diterima, dan diperluas dengan batasan
jumlah orang-orang yang diawasi sesuai dengan situasi atau
kompleksitas kerja atau faktor-faktor lain.
6) Pertama-tama, rancanglah organisasi dan tugas-tugas
kemudian temukanlah orang-orang yang dapat menangani
tugas-tugas yang telah dirumuskan tersebut. Janganlah
membentuk pekerjaan (job) untuk dicocokkan pada
kemampuan dan minat individual.
c. Bureaucratic Model
Konsep model birokrasi ini berasal dari Sosiolog Jerman Max
Weber, yang banyak menghasilkan karya tulis pada tahun 1900-1920.
Weber memandang dunia, khususnya masyarakat, secara sekular
dan rasional. Di dalam membangun dan mengoperasikan suatu
lembaga manusia yang terlibat di dalamnya, cenderung mendasarkan
tindakannya pada pengetahuan, pengambilan keputusan rasional,
teknologi dan sangat sedikit sekali pada hal-hal mistik dan yang gaib-
gaib. Dia memandang birokrasi yang ada di organisasi merupakan
alat yang sangat efisien dalam mengoperasikan organisasi-organisasi
yang berskala besar, baik swasta maupun milik pemerintah.
15
Ciri-ciri pokok birokrasi ini adalah :
1) Pembagian kerja yang tegas dan spesialisasi yang tinggi,
2) Setiap biro yang ada di bawah berada di bawah kontrol yang
lebih tinggi (hierarkis),
3) Sistem pemerintahan diadministrasikan secara obyektif,
4) Penempatan tenaga kerja, penugasannya didasarkan pada
kualifikasi, bukan pada hubungan sanak famili atau favoritas.
5) Adanya keamanan kerja bagi bawahan,
6) Dan penggunaan catatan, dokumen, dan arsip-arsip secara
ekstensif.
2. Behavioral
Science.
Para penyokong bidang ini, mulai kerjanya dari tahun 1920-an
sampai dengan awal 1950-an. Mereka dinamakan human relationist.
Pada tahun-tahun itu mereka tidak disebut sebagai ilmuwan
behavioral. Pada pokoknya mereka sebenarnya adalah para psikolog
dan sosiolog industri milik Perguruan Tinggi. Industri privat adalah
laboratorium mereka.
Penemuan-penemuan (riset) Elton Mayo dan teman-temannya di
Universitas Harvard terhadap Hawthorne Works or The Western
Electric Company di Chicago menandai munculnya gerakkan human
relation ini. Penelitian tersebut berlangsung sejak tahun 1927 sampai
pada tahun 1932. Rangkaian studi ini membuktikan kunci pentingnya
tekanan-tekanan kelompok, hubungan sosial, dan sikap terhadap
supervisi dan pekerjaan yang menentukan produktivitas kelompok.
Kalau teoritisi organisasi klasik menaruh perhatian mereka pada
tugas, struktur, dan kekuasaan. maka para ahli human relation ini
16
menekankan pada dimensi manusianya. Organisasi dipandang
sebagai suatu sistem sosial sebagaimana dikembangkan oleh para
sosiolog dalam menawarkan bentuk dan desain organisasi
(Champoux, 2003), demikian juga yang diterapkan dalam teknik
ekonomi. Kelompok kerja informal diidentifikasikan sebagai sumber
kontrol pekerja yang utama. Kedua bentuk organisasi baik formal
maupun informal harus diperhitungkan untuk menjelaskan
sebagaimana dan mengapa suatu organisasi berfungsi sedemikian
rupa.
Penulis-penulis tradisional memandang kekuasaan pada
pemimpin dan upah sebagai motivator primer. Sementara para ahli
yang menganut paham hubungan manusiawi menekankan pentingnya
faktor-faktor psikologis dan sosial di dalam membentuk tingkah laku
anggota organisasi. Kebanyakan para teoritisi hubungan manusiawi
beranggapan bahwa perencanaan manajemen dan pengambilan
keputusan memberikan pengaruh positif baik terhadap "morale”
maupun produktivitas. Para manajer diingatkan bahwa tingkah laku
manusia di organisasi terdiri dari komponen rasional dan non rasional
Perasaan-perasaan, sentimen, dan nilai-nilai merupakan hal-hal yang
perlu diperhatikan oleh para manajer. Pengaruh human relation begitu
pesat, sehingga muncul latihan-latihan manajemen di bidang industri
dan pemerintah yang memuat program motivasi, "morale"
kepemimpinan, komunikasi antar pribadi, keterampilan memberikan
penyuluhan, dan dinamika kelompok. Tegasnya manajer-manajer
lebih disadarkan pada pentingnya dimensi monusia.
Walaupun demikian, gerakan human relation ini juga tidak
terlepas dari kritik-kritik terutama yang datang dari lapangan industri.
Para ahli human relation dianggap terlalu lunak tertadap para pekerja,
17
menekankan pada usaha yang bersifat memanipulasi para bawahan,
tidak mengindahkan pengaruh yang muncul dari perserikatan-
perserikatan, dan teknologi yang digunakan organisasi.
Para pendukung modern menolak penggunaan istilah human
relations. Mereka sebaliknya menamakan diri dengan istilah
behavioral scientists (ilmuwan tingkah laku manusia), Psikolog
organisasi, Teoritisi organisasi. dan para ahli pengembangan organ-
isasi. Di antara sekian banyaknya para ahli yang mendukungantara
lain: Douglas Mc gregor, Rensis Likert, Frederick Herzberg, Warren
Bennis dan Chris Argyris (dalam Burhanuddin, 1994; Yukl, 2002).
Meskipun masing-masing ahli tersebut memberikan dukungan
mereka secara unik bagi pendekatan behavioral science namun
terdapat kesatuan dan konsistensi tema di antara pandangan mereka.
Mereka menunjukkan suatu pandangan yang optimis terhadap hakikat
manusia. Mereka juga mempercayai adanya kemuliaan dasar yang
dimiliki manusia. Lebih jauh lagi, bahwa prestasi kerja dapat dicapai
melalui bimbingan dan pengawasan secara mandiri, bukan melalui
birokrasi yang kaku. Dengan demikian, tindakan job enrichment akan
lebih efektif ketimbang model pembagian kerja/pembatasan tugas
yang sempit.. Motivasi positif, kepemimpinan suportif, dan metode-
metode supervisi kelompok lebih dipentingkan. Mereka juga
berpendirian bahwa iklim organisasi yang layak adalah suatu iklim di
mana semua anggota kelompok dan manajer lebih bersikap terbuka,
tulus dan saling mcmpercayai sama lain. Kerja sama dan teamwork
lebih baik daripada sistem kompetisi antar pribadi yang tidak sehat,
dan umumnya bersifat merusak seperti kebanyakan kita saksikan di
organisasi-organisasi tidak terkecuali lembaga pendidikan semacam
sekolah.
18
3. System Aproach
Pendekatan ketiga dalam menganalisis organisasi adalah dengan
menerapkan konsep sistem. Teori sistem sudah populer sejak
beberapa dasawarsa yang lalu karena kemampuannya dalam
menyuguhkan suatu model sistem universal yang mencakup berbagai
bidang kehidupan: fisik, biologis, sosial. Dan fenomena tingkah laku
manusia. Para teoritisi mencoba menemukan generalisasi-
generalisasi yang membantu dalam menjelaskan bagaimana
berfungsinya segenap kesatuan dan proses.
Seperti telah disinggung sebelumnya, para teoritisi organisasi
sebenamya memperlakukan organisasi itu sebagai suatu sistem.
Sistem adalah suatu keseluruhan yang terorganisir, terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantungan satu
sarna lain. Ada beberapa konsep penting mengenai penerapan sistem
terhadap organisasi, yaitu:
a) Organisasi manusia lebih bercirikan sistem terbuka, yang-
berarti berinteraksi dengan berbagai unsur yang ada di
lingkungan.
b) Organisasi cenderung mengarah kepada suatu dinamika atau
keseimbangan yang bergerak (moving equilibrium). Anggota--
anggota organisasi berusaha mempertahankan dan
memelihara organisasi agar tetap hidup. Mereka mereaksi
segenap perubahan dan kekuatan-kekuatan baik yang ada di
luar maupun dalam organisasi itu sendiri guna menemukan
keadaan baru agar tetap seimbang.
c) Untuk menjaga keseimbangan sistem organisasi, maka
dikelola segenap informasi dari rangkaian kegiatan yang
19
maupun lingkungan, yang dapat memberikan umpan balik
penyempurnaan setiap penyimpangan.
d) Organisasi sebenarnya bagian dari hirarkhi sistem yang terdiri
dari devisi, departemen, seksi-seksi dan kelompok individu.
Atau tegasnya, organisasi tertentu bisa merupakan bagian
atau sub dari sistem yang lebih besar.
e) Ketergantungan adalah merupakan konsep kunci bagi teori
sistem. Diterapkan dalam organisasi, berarti didalamnya terdiri
dari komponen-komponen yang saling bergantungan dan
saling mempengaruhi satu sama lain.
f) Konsep wholism dalam memahami organisasi menunjukkan
bahwa keseluruhan suatu struktur atau kesatuan adalah lebih
dari sekedar kumpulan bagian-bagian. Konsep ini melandasi
perlunya tindakan terpadu atau kompak (sinergy), yang
berkaitan dengan kemampuan komponen-komponen
organisasi untuk mencapai sasaran bersama. Dan tindakan
bersama melebihi hasil yang di secara perorangan.
20
sepenuhnya (terkendali) terhadap situasi-situasi itu. Dan harus
berusaha menyesuaikan kegiatan/tindakan, mencapai kemajuan ke
arah tujuan yang ditetapkan, di samping menyadari bahwa hasil-hasil
yang akan diperoleh itu juga dipengaruhi oleh banyak faktor dan
kekuatan.
Walaupun begitu, teori sistem yang diterapkan dalam analisis
organisasi ini juga mempunyai keterbatasannya. Hal ini disebabkan
oleh tahap-tahap perkembangannya yang masih muda. Untuk
mengatasi hal itu, para penyokongnya harus turun ke lapangan dalam
rangka memperluas penggunaannya secara konkret dan operasional.
4. Contingency
Sebelumnya teoritisi (ahli-ahli organisasi) memandang, bahwa
prinsip-prinsip organisasi dan manajemen telah muncul secara univer-
sal. Namun, penelitian empiris yang dilaksanakan selama dua puluh
tahun terakhir ini membuktikan bahwa rancangan organisasi secara
optimal bergantung pada banyak faktor, baik yang ada di dalam
maupun luar organisasi. Oleh karena itu, hasil-hasil pemikiran
kontemporer sesungguhnya menganjurkan pendekatan kontigensi ini
dalam mendesain suatu organisasi. Dan ini membutuhkan suatu
tindakan penilaian terhadap banyak kekuatan atau pendorong yang
saling berinteraksi apabila membangun dan mengopensikan suatu
organisasi.
Organisasi menurut pandangan kontigensi ini bukanlah berope-
rasi dalam suasana vacum, melainkan berada dalam situasi yang
lebih kompleks dan menghadapi banyak faktor baik yang bersifat
mendorong maupun menghambat yang kesemuanya harus
dipertimbangkan cara matang, guna kesuksesan organisasi sendiri.
21
D. Prinsip-Prinsip Organisasi
Untuk dapat menciptakan dan menggerakkan suatu organisasi
secara berhasil, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut.
1. Perumusan tujuan secara jelas. Tujuan menjadi hal mendasar
dalam organisasi. Tanpa tujuan, organisasi ibarat kapal yang
berlayar tanpa arah, sehingga mudah terombang ambing oleh
ombak atau ketidaktentuan.
2. Setelah tujuan ditetapkan secara tegas, anggota kelompok
harus benar-benar memahami dan menjiwai tujuan yang akan
dicapai itu. Dengan dipahaminya tujuan-tujuan organisasi
dengan baik, maka akan memungkinkan mereka memperoleh
pedoman dalam bekerja dan menilai hasil yang telah dicapai.
Di samping itu para bawahan dapat bertindak dengan penuh
kesadaran, bukan karena terpaksa atau tanpa tujuan.
3. Adanya pembagian kerja sedemikian rupa. yang dilakukan atas
dasar perbedaan kemampuan dan minat anggota organisasi.
Tetapi juga harus terkoordinasi dengan baik agar tidak terjadi
bekerja sendiri-sendiri tanpa memperhatikan tujuan
sebenarnya yang akan dicapai.
4. Pelimpahan wewenang harus sesuai dengan tanggung jawab.
5. Penetapan hirarkhi wewenang dari atas sampai ke bawah
harus dilakukan secara tegas agar dapat memberikan
gambaran pola hubungan kerja yang perlu dipelihara.
6. Kesatuan arah. Maksudnya semua kegiatan semua sumber
yang digunakan dalam organisasi harus mengarah pada
tujuan yang sama.
7. Adanya kesatuan perintah (unity of command). Setiap anggota
kelompok hanya memiliki satu pimpinan atau atasan langsung,
22
kepada siapa ia menerima perintah, memberikan laporan dan
mempertanggungjawabkan kegiatannya.
8. Batas kemampuan pengawasan (span of control).
E. Fungsi-fungsi organisasi
1. mengatur tugas dan kegiatan kerja sama sebaik-baiknya.
2. mencegah kelambatan-kelambatan kerja serta kesulitan yang
dihadapi.
3. mencegah kesimpangsiuran kerja.
23
4. menentukan pedoman-pedoman kerja.
F. Keutungan-keuntungan organisasi
Organisasi yang baik memberikan keuntungan sebagai berikut:
1. setiap orang akan mengerti tugasnya masing-masing,
2. memperjelas hubungan kerja para anggota organisasi.
3. terdapat koordinasi yang tepat antar unit kerja.
4. menggunakan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan
minat.
5. agar kegiatan administrasi dan manajemen dapat dilakukan
secara efektif dan efisiensi.
24
1. dia akan memiliki 1 hubungan kepada masing-masing
bawahan.
2. dia akan memiliki 1 hubungan yang secara potensial berbeda
dengan 1) manakala ada bawahan lain yang hadir.
3. para bawahan akan memiliki 1 hubungan dengan sesama
bawahan.
25
Gambar 2.1. Span of control
26
dapat meningkatkan alienasi hirarkhi pada level bawahan,
mempertajam jurang manajemen puncak dengan hirarkhi di
bawahnya. Manajemen pada level menengah juga merasa terputus
dari keputusan-keputusan utama. Semakin banyak hirarkhi, berarti
akan semakin besar kemungkinan distorsi informasi dan instruksi
ketika diturunkan ke bawahan. Dan pada akhirnya, semakin banyak
hirarkhi, maka akan semakin panjang pula rantai promosi yang harus
dilewati oleh seorang manajer atau dia harus menempuh waktu
panjang kalau ingin mendapatkan kesempatan promosi jabatan.
27
BAB III
TEKNIK PENGORGANISASIAN (ORGANIZING)
28
Hal terakhir ini akan menjadi landasan pokok pengorganisasian
sekolah di Indonesia.
29
yang akan dipergunakan dalam proyek-proyek mereka, begitu pula
para organisator mempertimbangkan bahan-bahan mereka yakni
orang-orang.
Setelah memperhatikan sejumlah prinsip proses pengorganisa-
sian itu, baru penyelenggara organisasi itu memulai kegiatannya
secara sistematis, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan mengelompokan sejumlah aktivitas yang
diinginkan.
2. Mengelompokan aktivitas menurut sumber dan situasi yang
ada.
3. Mendelegasikan kekuasaan pada anggota tertentu.
4. Mengadakan koordinasi kekuasaan (wewenang) dan hubungan
informasi.
Proses demikian mengisyaratkan bahwa tahap-tahap
pengorganisasian dimulai atas dasar tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan pada langkah perencanaan. Pada diagram berikut terlihat
aktivitas pengorganisasian bermula dari tahap no. 3-6. Langkah 1 dan
2 dilakukan pada kegiatan perencanaan, sementara langkah ke 7, 8
dan 9 termasuk pada tahap pelaksanaan aktivitas administrasi dan
manajemen (ketenagaan, kepemimpinan, dan pengawasan).
30
Gambar 3.1. Proses Pengorganisasian
31
Pada sumber lain, proses pengorganisasian digambarkan
lebih sederhana sebagaimana dikemukakan oleh Gordon, Mondy,
Sharplin, and Premeaux, 1990 sebagai berikut:
B. Struktur Organisasi
Organisasi pada hakikatnya mengandung struktur. Kegiatan yang
dilaksanakan harus dikelompokkan menurut jenis tipe ke dalam
bentuk divisi, departemen-departemen, seksi-seksi unit-unit. Begitu
juga, pekerjaan-pekerjaan organisasi harus dikelompokkan menurut
tingkatan yang berbeda-beda; oleh sebab itu, hierarki manajerial
harus dibatasi dan ditetapkan. Alat-alat harus pula disebarkan guna
menciptakan koordinasi dan integritas anggota kelompok beserta
aktivitas mereka.
2
(c) produk, (d) langganan atau klien, dan (e) jumlah individu. (Beach.
1980)
a. Menurut fungsi.
Pengelompokkan aktivitas menurut pekerjaan yang sama,
pengetahuan, keterampilan dan orientasi tertentu sangat luas
dipergunakan di departemen-departemen. Cara ini dilakukan baik
untuk "pekerjaan pikir" maupun jenis-jenis kegiatan pekerjaan tangan.
Oleh sebab itu, misalnya sering terlihat, para insinyur mesin
dikelompokkan ke dalam suatu departemen permesinan (engineering
department). Personel yang ahli perlistrikkan ditempatkan dalam seksi
elektrik, demikian seterusnya. Bagaimana keuntungan dan kelemahan
jenis pengelompokkan demikian, dapat dilihat pada tipe organisasi
"fungsional ".
2
c. Produk.
Metode ini lebih umum dipakai di lingkungan perusahaan seperti
pabrik -pabrik. Akhir-akhir ini, dunia industri Amerika cenderung
menggunakan metode tersebut. Pada mulanya perusahaan-
perusahaan diorganisir menurut fungsi tertentu, tetapi ketika banyak
menghadapi masalah koordinasi dan integritas usaha yang semakin
sulit, maka mereka mulai menerapkan pembagian kerja menurut
"produk" yang dihasilkan dan di dalamnya dibagi-bagi berdasarkan
fungsi masing-masing unit. Sebagai contoh, dapat dilihat perusahaan
listrik terkenal Amerika General Electric Company, mempunyai
ratusan departemen yang dibagi menurut produksi yang dihasilkan
antara lain Departemen "Oock and Timer", "Power Transformer",
"Large Lamp", dan lain-lain.
2
sejenisnya. Teknik pengelompokan demikian ditempuh guna
memudahkan pelaksanaan pengawasan secara efektif.
Dengan mempelajari teknik-tekmik pengelompokan tersebut, kita
memandang setiap organisasi sebenarnya jarang sekali
menggunakan salah satu teknik secara murni. Melainkan, cenderung
menerapkan cara pengelompokan kombinasi. Dan manakala
pengaruh lingkungan dan teknologi merembes ke organisasi, maka
cara demikian mungkin berubah dari model yang satu ke mode lain.
2
administrator, dan pemimpin. Secara hirarkhis dapat digambarkan
seperti di bawah ini.
2
C. Langkah-Langkah Pengorganisasian
Pada dasarnya kegiatan pengorganisasian sebagai proses dapat
dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) langkah pokok sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya. Namun untuk kepentingan operasional
bisa dikembangkan lagi lebih terperinci, yakni :
1. Penentuan tujuan
2. Perumusan tugas pokok
3. Perincian kegiatan.
4. Perincian fungsi.
5. Pengelompokan fungsi ke dalam seksi-seksi yang lebih
spesifik.
6. Pengadaan staf (staffing).
7. Penyusunan prosedur dan tata kerja.
8. Penetapan pola hubungan kerja.
9. Penyediaan sarana/perlengkapan.
10. Perwujudan program.
1. Penentuan Tujuan
Tujuan merupakan dasar bagi penyusunan organisasi. Melalui
tujuan, dapat diperkirakan tentang tipe, susunan, corak maupun
ukuran besar kecilnya organisasi. Oleh sebab itu para anggota
hendaknya lebih dulu merumuskan tujuan-tujuan organisasi secara
jelas, lengkap dan rasional. Tujuan-tujuan itu diambil dari rumusan
yang telah dibuat pada tahap perencanaan, yakni antara lain memuat
tentang hal-hal apa, mengapa, dan bagaimana kegiatan organisasi itu
dilaksanakan.
2
2. Perumusan Tugas Pokok
Untuk mencapai suatu tujuan organisasi memiliki sejumlah tugas
pokok (misi) yang harus dijalankan secara sistematis. Segenap tugas
pokok yang dirumuskan harus diorientasikan pada uasaha
pencapaian tujuan, dan disesuaikan pada batas kemampuan, waktu
dan fasilitas yang tersedia. Prinsip ini perlu dipegang agar tugas
pokok (misi) yang diemban itu dapat direalisasikan secara efektif dan
efisien (Newton, 2006).
3. Perincian Kegiatan
Setelah tugas pokok dirumuskan, perlu diperinci lagi menjadi
sejumlah kegiatan praktis/operasional, yang dapat mendukung
pelaksanaan misi dan tugas pokok organisasi. Untuk memperoleh
suatu rumusan yang memenuhi syarat, para anggota organisasi harus
berusaha menjawab pertanyaan: "Kegiatan-kegiatan apa saja yang
perlu dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pokok?".
Langkah ketiga ini harus dilakukan secara lengkap dan benar-benar
terperinci. Di samping itu, suatu rumusan hendaknya didasarkan pada
skala prioritas kepentingan, mana yang pokok dan mana yang
merupakan penunjang. Sehingga segenap kegiatan yang
Diselenggarakan dapat memenuhi tuntutan organisasi dan
lingkungannya secara memuaskan.
2
buahkan apa yang lazim disebut dengan "fungsi". Fungsi di sini diberi
batasan sebagai kelompok kegiatan yang homogen dalam arti antara
kegiatan satu dan lainnya terdapat hubungan yang erat. Untuk
membedakan mana yang menjadi tujuan organisasi, tugas pokok.
kegiatan dan fungsi tersebut dapat diberikan contoh konkret sebagai
berikut.
a) Tujuan ideal suatu organisasi. misalnya dalam lingkungan
SMTA:
- mendidik siswa menjadi manusia pembangunan sebagai
WNI yang berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945,
berpengetahuan dan
- menyiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke Perguruan
Tinggi.
- menyiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja.
b) Untuk merealisasikan tujuan di atas, SMTA sebagai suatu
organisasi satuan pendidikan memiliki sejumlah tugas pokok,
antara lain:
- melaksanakan pendidikan dan pengajaran
- melaksanakan administrasi dan supervisi pendidikan
- dan pembinaan siswa.
c) Kegiatan-kegiatan yang perlu diselenggarakan untuk
memenuhi tugas-tugas pokok itu. antara lain adalah:
- menyusun program tahunan sekolah. bulanan dan catur
wulan
- mengelola proses belajar mengajar,
- pengisian buku untuk murid,
- mengatur buku-buku pelajaran siswa dan peralatan
kelas,
2
- mengatur pemeliharaan gedung dan sarana fisik
sekolah,
- mengatur penerimaan keuangan sekolah,
- mempertanggungjawabkan keuangan,
- pengelompokan siswa,
- kepenasihatan pemilihan program studi,
- mengatur siswa yang mengadakan mutasi,
- inventarisasi personalia sekolah,
- merencanakan formasi guru, pembagian tugas dan
beban kerja guru,
- mengatur pengangkatan, kenaikan pangkat dan mutasi
guru,
- mengadakan evaluasi bclajar tahap akhir,
- laporan kenaikan kelas/kemajuan belajar siswa.
d) Kegiatan-kegiatan di atas sebenarnya masih terlalu banyak
dan beraneka ragam serta heterogen. Untuk memudahkan
penyelenggaraannya, perlu dikelompokan lagi ke dalam
fungsi-fungsi tcrtentu secara differensial. Umpama: kegiatan-
kegiatan penyusunan program tahunan dapat dikelompokan
ke dalam fungsi perencanaan pendidikan dan pengajaran
sekolah. Pengelolaan kegiatan pembelajaran (KBM) dan
pelaksanaan evaluasi dipusatkan pada fungsi pendidikan dan
pengajaran sekolah. Kegiatan-kegiatan pengaturan buku-buku
pe1ajaran siswa, pemeliharaan gedung dan perlengkapan
sekolah dikelompokan ke da1am fungsi "administrasi'
perlengkapan". Demikian seterusnya sampai diperolehnya
suatu rumusan kegiatan/ fungsi yang spesifik dan homogen.
2
5. Pengelompokkan fungsi ke dalam seksi-seksi
yang lebih khusus
Istilah lain dari langkah kelima ini adalah "departementasi",
sebagai proses penerapan fungsi-fungsi menjadi unit-unit kecil
organisasi sesuai prinsip-prinsip organisasi yang telah dikemukakan
sebe1umnya.
Satuan-satuan organisasi yang dimaksud dapat terdiri dari: biro,
bagian, seksi, bidang, divisi, dan sebagainya. Proses diferensiasi
menurut unit-unit yang lebih kecil ini dapat dilakukan secara horizontal
dan vertikal. Yang pertama didasarkan pada penyebaran fungsi
secara definitif, tanpa membedakan hierarki struktural. Sedangkan
yang kedua (vertikal) penyebaran fungsi itu di samping secara
spesifik, juga dilihat hierarki strukturalnya secara linear dari atas ke
bawah atau sebaliknya.
Secara horizontal misalnya dapat dilihat adanya pengelompokan
fungsi pendidikan dan pengajaran ke dalam bidang pengajaran, dan
secara vertikal biasanya dipimpin oleh wakil kepala sekolah yang
mengurusi bidang pengajaran sebagaimana tergambar pada bagan
struktur organisasi SMA. Contoh lain, dalam diferensiasi fungsi
administrasi perlengkapan dijelmakan menjadi unit satuan organisasi
perlengkapan. Secara vertikal unit perlengkapan ini dipimpin oleh
Wakil Kepala Sekolah urusan sarana dan prasarana, yang
bertanggung jawab langsung pada kepala sekolah.
2
mempersyaratkan adanya dua orang manusia atau lebih yang secara
sadar bersatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan unsur-unsur lainnya yang memiliki suatu organisasi,
seperti uang, materi, mesin-mesin, waktu, dan sebagainya - hanya
dapat memberi manfaat jika manusia yang ada dalam organisasi itu
menjadi pembangun, dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain,
manusia sebenarnya bisa menjadi faktor penunjang dan bisa pula
sebagai penghalang bagi kelangsungan organisasi.
Bagaimana memperoleh tenaga atau manusia organisasi yang
konstruktif itu? adalah merupakan sebuah pertanyaan yang perlu di
jawab melalui kegiatan pengadaan orang atau anggota organisasi,
sesuai dengan prinsip administrasi dan manajemen.
Pengadaan tenaga mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
a) Perencanaan ketenagaan,
b) Penarikan tenaga yang dibutuhkan,
c) Seleksi ketenagaan untuk menentukan mana yang paling
sesuai dengan kebutuhan organisasi atau punya kualifikasi.
d) Penempatan tenaga,
e) Pelaksanaan kompensasi seperti: pemberian upah, balas jasa,
jaminan sosial sesuai dengan kadar karya tenaga yang
bersangkutan.
f) Pembinaan tenaga melalui pendidikan dan latihan-latihan.
g) Pemberhentian.
Prinsip pokok yang perlu dipegang dalam proses pengadaan staf
organisasi adalah: penempatan orang yang tepat, sesuai dengan
kemampuan, minat dan kesukaan masing-masing terhadap tugas-
tugas yang akan dihadapi. Ungkapan yang sering digunakan untuk
mewakili prinsip ini adalah: "the right man on the right place". Hal ini
2
perlu diwujudkan dalam usaha memperoleh tenaga secara selektif,
guna mengisi segenap formasi yang tersedia dalam satuan
organisasi. Seleksi dan penempatan personel itu diorientasikan pada
dua buah aspek kegiatan, yakni teknis dan manajerial. Semakin tinggi
kedudukan yang ditetapkan bagi seseorang, maka semakin besar
pula keterampilan manajerial yang dibutuhkannya. Sebaliknya,
semakin rendah posisi tenaga yang bersangkutan, maka ia semakin
memerlukan lebih banyak keterampilan teknis.
2
hubungan kerja sama? Dan kepada siapa ia bertanggung jawab?
Selain itu, prosedur biasanya dilengkapi juga dengan sejumlah teknik
atau metode kerja, yakni suatu proses pengaturan teknik terbaik untuk
melaksanakan segenap aktivitas yang terdapat dalam organisasi.
2
o) Mengkoordinir bagian-bagian yang berbeda-beda dalam suatu
organisasi
p) Fleksibilitas dalam menanggapi tuntutan-tuntutan dan
pengembangan-pengembangan di masa akan datang, dan di
dalam menyesuaikan diri dengan pengaruh lingkungan yang
terus berubah.
q) Meraih kepuasan sosial bagi orang-orang yang bekerja di
dalam organisasi (Middlewood and Bush, 2005),
Suatu ciri mendasar keberadaan struktur oprganisasi adalah
adanya penekanan pada hirarkhi. Organisasi-organisasi selalu
terpotret secara vertikal, atau piramid. Penerapan hirarkhi dalam
sebuah struktur organisasi dapat mengacu pada 4 (empat) tingkatan
status atau posisi:
a) Pimpinan (head)
r) Pembantu pimpinan (deputy head)
s) Staf profesional yang lain (other professional staff)
t) Administrator (bursars or administrators)
u) (Middlewood and Bush, 2005),
2
administrasi, dan ia berfungsi hanya sebagai penunjang. Walaupun
demikian ada pendapat lain yang memandang sarana dan prasarana
sebenarnya menjadi salah satu unsur yang menentukan lahirnya
kegiatan administrasi dan manajemen (lihat kembali uraian mengenai
konsep administrasi dan manajemen).
Agar sarana yang disediakan itu benar-benar menunjang kelan-
caran kegiatan organisasi, maka perlu diperhitungkan tentang sifat
tujuan yang hendak dicapai, jumlah orang yang terlibat atau membu-
tuhkan sarana prasarana, dan ruang lingkup kegiatan. Semakin
sederhana tujuan yang ingin dicapai serta semakin sederhana
kegiatan yang hendak dilaksanakan, semakin sederhana pula
peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Dan begitu juga bila
jumlah personel organisasinya sedikit, peralatan yang diperlukan pun
semakin kecil pula.
Yang terakhir, bahwa distribusi sarana terhadap segenap satuan
organisasi harus dilakukan secara merata sesuai dengan kadar
keperluan satuan yang bersangkutan.
2
D. Bentuk-Bentuk (Tipe) Organisasi
Secara umum terdapat berbagai macam bentuk atau tipe
organisasi yang dapat digunakan dalam teknik pengorganisasian,
antara lain:
1. Lini.
Bentuk lini sering pula dinamakan bentuk ”lurus", "jalur" dan
"militer". Bentuk ini mula-mula diperkenalkan oleh seorang ahli
administrasi berkebangsaan Perancis. Henry Fayol. Lini dipandang
sebagai bentuk yang paling tua dan dipergunakan secara luas pada
masa perkembangan industri pertama, kemudian banyak
dipergunakan di lingkungan militer dan perusahaan-perusahaan kecil.
a. Ciri-ciri Lini:
1) Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari
pimpinan tertinggi ke berbagai tingkat operasional.
2) Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap
semua kegiatannya.
3) Otoritas dan tanggungjawab tertinggi pada puncak makin
lama makin berkurang menurut penjenjangan jabatan dalam
organisasi.
4) Organisasinya kecil, begitu pula karyawannya sedikit.
5) Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan bersifat
langsung.
6) Tujuan, alat-alat yang digunakan dan struktur organisasinya
masih sederhana.
7) Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan tertinggi
2
b. Keuntungan organisasi yang berbentuk Lini:
1) Kekuasaan dan tanggung jawab dapat ditetapkan secara
definitif.
2) Orang yang mempunyai kekuasaan dan tanggung jawab
diketahui oleh semua pihak.
3) Proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat,
karena jumlah orang yang perlu diajak berembuk tidak begitu
banyak.
4) Disiplin mudah dipertahankan.
5) Solidaritas para anggota masih besar, karena masih saling
kenal mengenal.
6) Tersedianya kesempatan yang baik bagi pimpinan organisasi
untuk mengembangkan bakat-bakat pemimpin.
c. Kekurangan-kekurangan bentuk lini:
1) Para anggota kurang mendapatkan kesempatan dalam
penetapan kebijakan dan tujuan organisasi.
2) Kecenderungan pimpinan bertindak otoriter
3) Kreativitas anggota kurang mendapatkan kesempatan untuk
berkembang
4) Kesempatan para anggota untuk mengembangkan
kemampuan mereka sangat
5) terbatas
6) Keberlangsungan roda organisasi banyak tergantung pada
pimpinan semata
2
ketika organisasi mulai membesar dan semakin kompleks, maka
semakin terasa pentingnya penyediaan tenaga spesialis yang mampu
memberikan nasihat-nasihat teknis dan jasa-jasa kepada unit-unit
operasional lainnya. Orang-orang inilah yang biasanya disebut "staf
personnel" (anggota organisasi atau unit yang melaksanakan fungsi-
fungsi staf. Anggota staf ini dapat digolongkan menjadi dua, yakni: (l)
para penasihat dan (2) "auxilliary personnel" yang bertugas melaku-
kan kegiatan-kegiatan untuk mendukung kelancaran mekanisme
organisasi.
a. Ciri-ciri pokok:
1) Organisasinya besar dan kompleks;
2) Jumlah karyawannya banyak
3) Terdapat dua kelompok karyawan (lini dan staf) sebagaimana
dijelaskan di atas.
4) Karena organisasi sudah semakin besar/kompleks, maka
hubungan langsung di sini sudah tidak mungkin lagi terjadi
antar anggota maupun antara pemimpin dan bawahan.
5) Nampak adanya spesialisasi yang dikembangkan
dipergunakan secara optimal.
2
3) Prinsip "the right man in the right place" dapat diterapkan
dengan mudah.
4) Koordinasi mudah dijalankan dalam setiap unit kegiatan
5) Dapat dipergunakan o1eh organisasi-organisasi yang lebih
besar/kompleks.
c. Kekurangan-kekurangannya:
1) Pemimpin lini sering mengabaikan advis staf.
2) Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan.
3) Ada kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan
stafnya.
4) Perintah-perintah lini, nasihat-nasihat dan perintah-perintah
staf sering agak membingungkan anggota. Hal ini dapat
terjadi, karena kedua jenis hierarki ini tidak selalu seirama
dalam memandang sesuatu. Meskipun terdapat kelemahan-
kelemahan organisasi tipe lini dan staf ini, namun untuk
organisasi yang semakin kompleks seperti dewasa ini lebih
cenderung menggunakan bentuk lini dan staf.
3. Bentuk Fungsional
Organisasi fungsional adalah suatu organisasi di mana
kekuasaan dari pimpinan dilimpahkan kepada para pejabat yang
memimpin satuan-satuan di bawahnya dalam suatu bidang pekerjaan
tertentu. Tiap-tiap kepala dari satuan ini mempunyai kekuasaan untuk
memerintah semua pejabat bawahan sepanjang mengenai bidangnya
(The Liang Gie, 1981). Ciri lain dari organisasi demikian tidak terlalu
menekankan pada hierarki struktural, akan tetap lebih banyak
didasarkan pada sifat dan macarn fungsi yang harus dijalankan.
2
Sebenamya bentuk ini tidak populer, dan kebanyakan hanya
dipergunakan dalam lingkungan usaha swasta seperti toko serba ada,
dan yang sejenisnya.
2
kelompok-kelompok yang disebut dengan "task force" atau satuan
tugas.
a. Ciri-cirinya:
1) Struktur organisasinya tidak begitu kompleks. Biasanya hanya
terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, ketua seksi dan para
petugas
2) Struktur organisasinya relatif tidak permanen. Organisasi tipe
panitia hanya dipakai sewaktu-waktu ada kegiatan khusus
(proyek-proyek tertentu), dan setelah kegiatan-kegiatan itu
selesai, maka panitia dibubarkan.
3) Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif
4) Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan
tanggung jawab yang sama.
5) Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu
dalam bentuk satuan tugas (task force).
b. Kelebihan-kelebihannya:
1) Keputusan yang diambil selalu berhasil dengan baik dan
tepat, karena sudah dibicarakan secara kolektif.
2) Kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan oleh
pimpinan kecil sekali.
3) Usaha kerja sama bawahan mudah dilaksanakan.
c. Kelemahan-kelemahannya:
1) Proses pengambilan keputusan agak lambat karena segala
sesuatunya harus dibicarakan lebih dulu dengan para
anggota organisasi.
2
2) Apabila ada kemacetan kerja, tak seorang pun yang mau
diminta pertanggungjawabannya melebihi dari yang lain.
3) Para pelaksana sering dibingungkan dengan adanya berbagai
perintah yang datang beberapa pimpinan.
4) Kreativitas nampaknya sukar dikembangkan, karena
pelaksanaan didasarkan pada kolektivitas.
Keterangan :
Garis komando terbentang lurus dari pimpinan (direktur) melalui Ketua Divisi
dan Kasubag
2
Sesuai dengan ciri-cirinya, bentuk organisasi ini hanya tepat kalau
diterapkan pada organisasi yang berskala kecil atau belum begitu
kompleks. Seperti digambarkan di atas, adalah wujud penggunaannya
pada sebuah lembaga pendidikan yang kecil baik dari segi jumlah
tenaga maupun hasil yang akan dicapai.
2
Gambar 3.6. Contoh Struktur Organisasi Berbentuk Lini dan Staf
di SMTA:
Keterangan:
Pada gambar 4 dan 5 terlihat bahwa kekuasaan pimpinan
dilimpahkan langsung ke para pembantu pimpinan yang memimpin
satuan tugas di bawahnya, dan dibantu oleh staf seperti Kabag,
Sekretaris atau yang setingkat dan berada langsung di bawah garis
pimpinan, tetapi tidak memiliki garis komando pada unit di bawahnya,
melainkan hanya memberikan bantuan berupa layanan admisitratif
dan teknis.
2
Gambar 3.7. Contoh Organisasi bentuk fungsional
Keterangan:
Nampak di sini, bahwa kekuasaan dari pimpinan dilimpahkan
kepada para pejabat yang memimpin satuan-satuan di bawahnya
(menurut contoh seperti: para manajer dan proyek A sampai dengan
D). Sepintas terlihat pada organisasi fungsional ini tidak
mementingkan hirarkhi struktural, tetapi lebih banyak didasarkan pada
sifat dan macam fungsi yang harus dijalankan. Hal ini dapat dilihat
pada bagan yang menunjukkan garis kekuasaan setiap pejabat
2
atasan untuk memerintah para pejabatnya di bawahnya tanpa
memperhatikan pada seksi mana mereka berada. Tiap-tiap kepala
dari satuan organisasi berhak memerintah semua pejabat di
bawahnya sepanjang mengenai bidangnnya (mempunyai kesamaan
fungsi).
Keterangan:
a. Pada bagan di atas nampak bahwa pimpinan organisasi adalah
personil A, B, C dan D (secara kolektif sesuai dengan ciri
pokoknya).
b. Sedangkan ketua panitianya adalah A.
2
5. Bentuk Organisasi Proyek dan Matrik
Berbagai tipe struktur organisasi seperti lini, lini dan staf, dan
fungsional adalah merupakan pendekatan-pendekatan tradisional
yang digunakan dalam penyusunan organisasi. Tujuan utama bentuk-
bentuk organisasi demikian adalah menciptakan dan mendistribusikan
garis kekuasaan untuk mengkordinasikan dan mengontrol
perusahaan dengan lebhih menekankan hubungan vertikal daripada
horisontal. Namun dalam banyak pengalaman organisasi-organisasi
besar, sesungguhnya kecenderungan pekerjaan itu mengalir
tergantung pada distribusi bakat dan kemampuan sumber daya
manusia atau anggota organisasi dan kebutuhan perusahaan untuk
mengggunakan sumber daya manusia tersebut dalam rangka
menghadapi permasalahan organisasi yang muncul. Bentuk-bentuk
organisasi yang telah hadir untuk mengatasi tantangan tersebut
adalah dikenal dengan organisasi proyek atau organisasi matriks
(project and matrix organization).
2
perusahaan-perusahaan dan biro pemerintahan yang telah
menerapkan tim kerja model “organisasi proyek” guna memusatkan
usaha-usaha pada proyek khusus yang ditugaskan, seperti proyek
pengembangan produk teknologi baru atau pembangunan gedung
baru.
NASA menjadi contoh yang paling terkenal menerapkan model
organisasi demikian. NASA telah membuktikan keberhasilannya
berulangkali menggunakan model organisasi proyek tersebut hingga
terjadinya kecelakaan peluncuran Chalenger 1986.
Gambar 10 memperlihatkan bagaimana model organisasi proyek
ini dibangun menyatu dengan organisasi yang ada. Para personil
ditugaskan dalam suatu proyek yang berasal dari organisasi induk itu
sendiri dan mereka berada di bawah pimpinan dan kendali manajer
proyek. Manajer proyek menentukan secara spesifik usaha-usaha apa
yang diperlukan dan kanap pekerjaan itu dilaksanakan, sementara
para manajer departemen boleh memutuskan siapa di antara
bawahan unit mereka yang akan ditugaskan dan bagaimana
pekerjaan itu dilaksanakan. Departemen-departemen yang ada dalam
organisasi induk merupakan sumber tersedianya tenaga proyek yang
akan diperlukan seperti departemen engineering, produksi,
pembelian, personalia, dan riset dan pengembangan. Seperti terlihat
dalam gambar, kekuasaan terhadap keempat anggota tim proyek
dipegang bersama oleh manajer proyek dan manajer fungsional yang
terkait dalam organisasi permanen. Keempat tenaga spesialis
misalnya, mereka bekerja atas dasar dipinjam oleh proyek tertentu
dan hanya menghabiskan sebagian waktu kerja mereka untuk proyek
itu. Adanya pembagian kekuasaan kedua jenis manajer (manajer
fungsional dan manajer proyek) menjadi pemicu munculnya
2
pertanyaan krusial terhadap struktur organisasi proyek. Bahwa konflik
kemungkinan akan terjadi antara manajer proyek dengan para
manajer fungsional dari dalam organisasi permanenen tersebut. Garis
kekuasaan akan selalu overlap, terutama manakala masing-masing
berpandangan bahwa segala persoalan atau bidang pekerjkaan dapat
diselesaikan oleh departemen dan proyek.
Para manajer proyek dan pimpinan departemen sering terpaksa
menggunakan cara-cara tertentu untuk menyelesaikan tugas-tugas di
luar kekuasaan formal. Hubungan-hubungan informal menjadi lebih
penting daripada ketentuan-ketentuan kekuasaan formal.Di dalam
banyak kejadian konflik, perselisihan, maka diskusi dan kopnsensus
sangat diperlukan ketimbang tindakan ancaman maupun hukuman.
Proses komunikasi secara bebas dan penuh sangat diperlukan oleh
para pelaku proyek tanpa harus memperhatikan hirarkhi formal.
Perhatian lebih banyak justru diberikan kepada peranan dan
kompetensi anggota proyek daripada jenjang-jenjang kekuasaan
formal.
2
Gambar 3.10. Organisasi Manajemen Proyek/Matriks
2
b. Apakah Organisasi Matriks itu?
Organisasi matriks (matrix organization) merupakan bentuk
organisasi yang secara permanen dirancang untuk mencapai hasil-
hasil pekerjaan spesifik dengan menggunakan anggot-anggota tim
sepesialis yang diambilkan dari bidang-bidang fungsional organisasi.
Para spesialis ini dipekerjakan apabila organisasi menganggap
sangat penting dalam rangka merespon kebutuhan lingkungan
organisasi yang berubah dengan cepat (Gordon, Mondy, Sharplin,
and Premeaux, 1990). Perusahaan-perusahaan yang sudah banyak
menerapkan bentuk organisasi ini ditemukan misalnya di dunia
industri seperti perbankan, kimia, komputer, dan listrik. Meskipun
demikian, bentuk morganisasi demikian sangat membutuhkan
mekanisme koordinasi yang efektif untuk menghindari pengaruh
negatif adanya dualisme kekuasaan di dalam organisasi.
Di dalam organisasi matriks, terdapat manajer-manajer fungsional
dan produksi. Para manajer fungsional bertanggungjawab terhadap
penyediaan sumber daya-sumber daya khusus yang diperlukan
seperti produksi, kendali mutu, pendataan, penjadwalan, dan
penjualan. Para manajer produksi bertanggungjawab terhadap satu
(1) atau lebih jenis-jenis produksi yang dihasilkan dan
diberikewenangan untuk menyiapkan strategi produksi dan
mengundang para manajer fungsional untuk mendapatkan sumber
daya-sumber daya yang diperlukan. Apabila struktur organisasi
perusahaan itu berubah menjadi organisasi matriks, maka para
manajer fungsional harus menyadari bahwa kekuasaan mereka akan
berkurang dan harus mau menempatkan posisi terkadang di bawah
kekuasaan manajer produksi, yang memiliki anggaran untuk
pengadaan kebutuhan internal. Kenyataannya memang terlihat bahwa
62
organisasi matriks yang sesungguhnya mengisyaratkan bahwa
manajer proyek dan manajer lini memiliki kekuasaan yang sama.
Manajemen matriks kadang-kadang dibedakan dengan
manajemen proyek, namun ciri-ciri utama yang mendasari bentuk
matriks ini sama dengan organisasi proyek (Puxty, 1990), dan kita
tidak akan berusaha membedakannya. Manajemen proyek
diperlakukan sebagai salah satu jenis manajemen matriks.
Meskipun ada keterbatasan, efektivitas konsep manajemen
proyek dan matriks menunjukkan bahwa orang-orang dapat bekerja
untuk dua orang manajer atau lebih, dan para manajer tersebut
secara efektif dapat memberikan pengaruh terhadap para staf yang
sebagian berada di dalam linghkup kekuasaan atau komando mereka.
Memang ada kemungkinan terjadinya konflik dan frustrasi, namun
kesempatan untuk bekerja dengan baik, dan penyelesaian tugas
secara efisien terbuka lebar.
63
1. Kelembagaan
Kebijakan di bidang kelembagaan diarahkan pada penataan dan
rasionalisasi kelembagaan dalam rangka membentuk organisasi yang
efisien, rasional, dan proporsional (rigthsizing) sehingga dapat
diwujudkan kelembagaan departemen yang ramping, efektif, efisien,
dan responsif terhadap berbagai perubahan.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut masih ditemui
berbagai kendala dan permasalahan, antara lain masih digunakannya
pendekatan struktural dalam pembentukan organisasi; masih terdapat
benturan dan tarik-menarik kewenangan baik antarunit organisasi di
lingkungan departemen maupun antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Selain itu, tantangan yang dihadapi dalam
penataan kelembagaan antara lain adalah sangat cepatnya
perubahan tuntutan lingkungan strategis seringnya terjadi perubahan
kebijakan kelembagaan pemerintah, dan berbagai perubahan
kebijakan pemerintahan lainnya yang cukup berdampak pada
perubahan kelembagaan di lingkungan departemen.
Sehubungan dengan hal tersebut strategi penataan kelembagaan
di lingkungan Depdiknas diarahkan pada penataan unit organisasi di
lingkungan departemen yang mencakup unit utama, pusat, perguruan
tinggi, kopertis dan unit pelaksana teknis sesuai dengan
perkembangan tuntutan dan kebutuhan lingkungan/stakeholder.
Untuk itu, kegiatan yang dilakukan meliputi kajian dan evaluasi
terhadap unit organisasi dalam rangka pembentukan, penataan dan
penutupan organisasi, penyempurnaan tugas dan fungsi, penyusunan
rincian tugas unit organisasi serta penyusunan pedoman model-model
organisasi pengelola pendidikan di daerah.
64
Dalam rangka pembentukan, penataan dan penutupan unit
organisasi dilakukan berbagai kegiatan kajian yang meliputi studi
kelayakan yang mencakup analisis terhadap lingkungan strategis baik
internal maupun eksternal, pengukuran beban kerja, serta kajian
terhadap visi dan misi serta tugas dan fungsi unit organisasi. Analisis
lingkungan strategis diperlukan untuk mendeteksi dan merespon
perubahan lingkungan suatu organisasi yang berdampak kepada
masa depan, sedangkan beban kerja digunakan untuk menentukan
besaran organisasi sesuai dengan beban tugas yang dipikul oleh unit
kerja/organisasi yang bersangkutan.
Kajian terhadap visi dan misi serta tugas dan fungsi organisasi
diperlukan untuk mengetahui operasionalisasi tugas dan fungsi
organisasi tersebut dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah
ditetapkan.
Selain kajian terhadap berbagai hal tersebut, dalam
pembentukan, penataan, dan penutupan organisasi disusun pula
prosedur/mekanisme yang harus dilalui dalam pembentukan,
penataan, dan penutupan organisasi tersebut yang menghasilkan
pedoman bagi setiap unit organisasi. Penetapan unit organisasi
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi yang
berwenang, antara lain Kementerian Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, Menteri Keuangan, dan Presiden.
Dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005
telah dilakukan penataan terhadap organisasi unit utama di
lingkungan departemen. Sesuai dengan Peraturan Presiden tersebut,
susunan unit organisasi di lingkungan Departemen Pendidikan
Nasional meliputi :
65
a) Sekretariat Jenderal, terdiri dari : 5 Biro, 20 Bagian, dan 61
Subbagian;
b) Inspektorat Jenderal, terdiri dari 4 Inspektorat, 1 Sekretariat
Inspektorat Jenderal, 4 Bagian, dan 12 Subbagian;
c) Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, terdiri dari 5 Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat
Jenderal, 20 Subdirektorat, 40 Seksi, dan 4 Bagian, 17
Subbagian;
d) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, terdiri dari 4 Direktorat,
1 Sekretariat Direktorat Jenderal, 16 Subdirektorat, 32 Seksi,
4 Bagian, dan 16 Subbagian;
e) Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, terdiri dari 4
Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat Jenderal, 16 Subdirektorat,
28 Seksi, 4 Bagian, dan 16 Subbagian;
f) Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, terdiri dari 4 Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat
Jenderal, 16 Subdirektorat, 32 Seksi, 4 Bagian, dan 16
Subbagian;
g) Badan Penelitian dan Pengembangan, terdiri dari 4 Pusat, 1
Sekretariat Badan, 12 Bidang, 6 Bagian, dan 6 Subbagian;
serta
h) Pusat-pusat, terdiri dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai, Pusat Grafika Indonesia, Pusat Perbukuan, Pusat
Bahasa, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi
Pendidikan, Pusat pengembangan Kualitas Jasmani, dan
Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat.
66
Struktur Organisasi Departemen Pendidikan Nasional
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 adalah
sebagai berikut:
67
Sumber: Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional 2005
Gambar 3.11. Mekanisme Pembentukan Organissai di lingkungan
Departemen
68
terlihat pada gambar 4. Namun bagi sekolah yang sedang dan kecil
dapat dilakukan perangkapan dua macam urusan atau lebih oleh
wakil kepala sekolah, dengan kata lain disesuaikan dengan kondisi
sekolah.
69
3) Mengkoordinir pelaksanaan pembelajaran
4) Monitoring proses pembelajaran
5) Pelaksanaan evaluasi pembelajaran
6) Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kokurikuler
70
e. Koordinator Bimbingan dan Penyuluhan, antara lain bertugas
dalam bidang:
1) Penyusunan dan penyuluhan bimbingan di sekolah
2) Koordinasi pelaksanaan kehiatan bimbingan dan penyuluhan
3) Pelaksanaan bimbingan belajar siswa
4) Pelaksanaan bimbingan karier
5) Monitoring dan evaluasi program binbingan dan penyuluhan
di sekolah.
3. Analisis jabatan
Kegiatan analisis jabatan merupakan rangkaian kegiatan yang
menguraikan data jabatan menjadi informasi jabatan yang mencakup
antara lain uraian tugas jabatan, kualifikasi/persyaratan jabatan,
kondisi lingkungan kerja, dan informasi lainnya. Informasi jabatan
tersebut merupakan pedoman bagi pegawai dalam pelaksanaan
tugasnya. Selain itu, informasi jabatan tersebut dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan manajemen antara lain dalam penataan
kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Pemanfaatan informasi jabatan di bidang kelembagaan antara
lain meliputi pembentukan dan penyempurnaan organisasi,
71
penyusunan tugas dan fungsi unit, penyusunan rincian tugas unit. Di
bidang kepegawaian, informasi jabatan digunakan antara lain untuk
penyusunan formasi pegawai, kualifikasi/persyaratan jabatan,
penataan/penempatan pegawai, pengembangan jabatan fungsional,
pengembangan sistem insentif dan lain-lain. Pemanfaatan di bidang
ketatalaksanaan antara lain digunakan untuk penyusunan sistem dan
prosedur kerja, penataan sistem kerja dan lain-lain.
Kegiatan analisis jabatan yang dilakukan di lingkungan
departemen meliputi antara lain fasilitasi terhadap unit kerja di
lingkungan departemen dalam penyelenggaraan analisis jabatan dan
analisis beban kerja, evaluasi terhadap laporan hasil analisis jabatan
dari unit organisasi di lingkungan departemen, penyusunan informasi
jabatan di lingkungan departemen, yang meliputi klasifikasi jabatan,
penyusunan kualifikasi/persyaratan jabatan struktural dan fungsional
umum (nonstruktural) serta penyusunan kamus jabatan.
4. Ketatalaksanaan Organisasi
Kebijakan di bidang ketatalaksanaan diarahkan pada pemantapan
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi; penyederhanaan sistem dan
prosedur kerja, menumbuhkan perilaku aparatur menuju budaya kerja
yang produktif, transparan, efisien, efektif, dan disiplin; serta
peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, kegiatan pokok yang
dilakukan di bidang ketatalaksanaan antara lain penyusunan sistem
dan prosedur kerja baik intern departemen maupun mekanisme
hubungan kerja dengan unit kerja terkait di luar departemen. Sistem
dan prosedur kerja ini menggambarkan keterkaitan antara unit kerja
satu dengan yang lainnya serta merupakan sarana untuk
72
meningkatkan koordinasi dan keterpaduan dalam pelaksanaan tugas
dan fungsi masing-masing unit kerja. Dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat, telah disusun pedoman
pelayanan publik serta indeks kepuasaan pelanggan di bidang
pendidikan.
73
BAB IV
KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ORGANISATOR
74
B. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Organisasi
Memimpin sebuah organisasi sekolah yang produktif berarti
mengetahui dan memahami perilaku individu di dalam organisasi
sekolah tempat kerja para guru dan seluruh staf yang terlibat, dan
menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan
organisasi sekolah. Peranan utama kepala sekolah sebagai pemimpin
organisasi (organizational leader) adalah mengerahkan seluruh staf
sekolah bekerja sama sebagai sebuah team untuk melaksanakan
program pertumbuhan dan peningkatan bagi seluruh siswa agar
secara akademik berhasil. Sehubungan dengan itu, tantangan utama
kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi adalah bagaimana dia
dapat memadukan antara kepentingan organisasi sekolah dan
berbagai potensi, minat dan bakat para anggotanya sebagai asset
sekolah demi kemajuan sekolah (Reinhartz and Beach, 2004)
Untuk mendukung kesuksesan seorang kepala sekolah dalam
memimpin organisasi sekolahnya, berikut penyusun memperkenalkan
secara garis besar tentang bagaimana proses kelompok di dalam
organisasi pendidikan, peran dan teknik kepala sekolah dalam
mnembangun team kerja, pengembangan kelompok, dan strategi
peningkatan efektivitas kelompok di dalam organisasi sekolah.
75
dinamika perilaku organisasi yang sedemikian kompleks, Greenberg
dan Baron, 2000 menyarankan bahwa para pemimpin perlu
memfokuskan perhatian pada 3 level yang berbeda: individu,
kelompok, dan organisasi.
Seperti organisasi pada umumnya anggota organisasi sekolah
mempunyai perilaku tertentu sebagaimana semangat dan perasaan
para guru satu sama lain memberikan dampak dan perbedaan
tertentu didalam pelaksanaan tugas mereka di kelas. Hal ini menjadi
isu penting bagi pencapaian misi sekolah. Jika para guru tersebut
memiliki sikap positip, menghargai pekerjaan/profesi mereka,
mempunyai motivasi kerja yang baik, dan mendapatka rasa
keamanan dalam bekerja, maka diyakini akan mampu meningkatkan
efektivitas sekolah. Dengan demikian para Kepala sekolah berupaya
menerapkan berbagai teknik motivasi para guru dalam rangka
menumbuhkan perilaku positif guru dalam berorganisasi.
Pengembangan kemampuan memimpin organisasi sekolah
membutuhkan suatu strategi penciptaan hubungan baik antara kepala
sekolah dengan para guru. Kepemimpinan organisasi pembelajaran
seperti halnya sekolah harus dilakukan melalui proses pemahaman
sivitas akademik dengan baik. Kepemimpinan adalah merupakan
pekerjaan profesional bagi siapapun yang dipercaya menjadi kepala
sekolah (Lambert, 2002). Para kepala sekolah perlu menyediakan
suatu lingkungan kerja bagi para guru yang memungkinkan mereka
bisa bekerja sebagai team, kolaboratif, untuk membangun komunitas
pembelajaran yang dibangun atas dasar prinsip-prinsip kepercayaan,
kerjasama, hasil penelitian dan teknologi.
76
D. Membangun Kelompok Kerja dan Tim di dalam Organisasi
Sekolah
Adanya kelompok kerja para guru, staf, orang tua dan para siswa
adalah menjadi kunci utama keberhasilan organisasi sekolah.
Kelompok-kelompok ini berinteraksi baik di dalam team kerja formal
maupun informal, dan susunan tim tersebut sering dibentuk untk
sepanjang tahun sesuai dengan prioritas tugas dan perubahan waktu.
(Reinhartz and Beach, 2006).
Berbagai contoh kelompok-kelompok yang dibentuk dapat
berwujud satuan tugas, panitia, paguyuban, tim pelaksana dan
sejenisnya, baik secara formal maupun informal dalam mendukung
pelaksanaan program-program sekolah. Pelaksanaan penelitian
tindakan, studi lapangan, observasi, pelaksanaan penerimaan siswa
baru, kunjungan wisata, dan lain-lain dapat diorganisir dalam bentuk
satuan-satuan tugas atau tim.
Untuk membangun dan mempertahankan kelompok-kelompok
kerja disekolah para kepala sekolah memiliki peranan untuk terus
berupaya meningkatkan kolaborasi dan kerjasama antar anggota
kelompok dan pemimpin. Pada saat kelompok-kelompok tersebut
bekerja, kepala sekolah sebagai organisator perlu memahami bahwa
masing-masing anggota diasumsikan menjalankan peran yang
berbeda, mengikuti aturan-aturan dan norma yang berlaku, dan
memiliki tanggung jawab yang berbeda dalam rangka menyelesaikan
tugas masing-masing. Konfigurasi kelompok secara dinamis dapat
dirubah sesuai kebutuhan dimana masing-masing anggota (bisa para
guru) ditunjuk sebagai pemimpin kelompok. Konflik mungkin akan
terjadi karena adanya persaingan antar anggota kelompok
disebabkan adanya perbedaan peranan dan pendapat. Pemimpin
kelompok dalam hal ini harus menjadi rudder untuk melayani dan
sekaligus mendorong para anggota untuk terus memfokuskan
77
perhatian dan komitmen mereka terhadap agenda kerja dan tugas.
Oleh sebab itu sebelum pembentukan kelompok-kelompok itu
sebaiknya para pemimpin kelompok perlu menetapkan aturan-aturan
dasar kerja bersama para anggota agar pelaksanaan peran dan tugas
masing-masing anggota dapat berjalan dengan baik. Hal ini sangat
perlu diperhatikan karena semua itu juga menjadi bagian proses
sosial kelompok, yang meliputi cohesiveness, conformity, cooperation
dan competition. Proses sosial ini akan menentukan perilaku
kelompok mengkoordinasikan aktifitas kelompok dan mendorong
adanya tindakan yang dilakuakan oleh para anggota kelompok.
(Riggio,2000)
Norma-norma yang berlaku dalam organisasi sekolah adalah
merupakan media yang cukup kuat untuk membentuk perilaku
anggota organisasi sekolah, khususnya pada situasi pertemuan-
pertemuan kelompok maupun acara-acara rapat disekolah. Dengan
demikian para pemimpin sekolah harus mampu membangun norma-
norma sekolah dengan cara konstruktif guna membantu sekolah
mencapai keberhasilan akademik untuk semua siswa. Kohesifitas
kelompok merupakan suatu keadaan dimana para guru dapat bekerja
sama dengan baik karena mereka saling kenal satu sama lain dan
bersedia bekerjasama; kohesifitas dihubungan dengan kepuasan
anggota dalam bekerja. Bisa juga dianggap sebagai keadaan para
guru tertarik untuk bekerja secara kelompok, memiliki tanggung jawab
personal dalam melaksanakan tugas, dan bekerja sama secara
kolaboratif untuk mencapai tujuan sekolah. Untuk meningkatkan
kohesifitas atau kekompakan tersebut, para kepala sekolah harus
mampu mendorong para guru agar mereka menyadari sebagai bagian
dari tim atau kelompok. Salah satu cara yang dapat dilakukaan adalah
mengembangkan sistem informasi yang baik di mana masing-masing
anggota dapat mengakses informasi secara terbuka melalui proses
78
sharing informasi secara informal, sehingga akan tumbuh adanya
perasaan memiliki satu sama lainnya. Kepala sekolah, dengan
demikian, perlu bekerja membangun budaya sekolah (school culture)
yang mampu menumbuhkan komitmen bersama dalam mencapai
tujuan utama sekolah.
Bekerja di dalam sebuah tim, komite, dan kelompok bukanlah
sekedar situasi di mana para guru mencari dan melakukan perkerjaan
menurut keinginan mereka, melainkan kepala sekolah lebih dulu
berusaha secara terencana membangun struktur organisasi dan
memberikan penghargaan-penghargaan guna mendorong para
anggotanya untuk bekerja di dalam tim sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi bersama.
Pengembangan kelompok dapat dilakukan melalui 5 (lima)
tahapan yakni, forming, storming, norming, perfoming dan adjuorning.
Pada tahap forming, para anggota kelompok harus mengenal satu
sama lain dan menciptakan aturan-aturan dasar kelompok dalam
rangka melaksakanan tugas organusasi maupun mekanisme
hubungan-hubungan antar pribadi sesuai dengan struktur organisasi
yang telah digambarkan. Langkah ini akan lengkap apabila para
anggota sudah sampai kepada suatu keyakinan bahwa mereka
menjadi bagian dari kelompok. Para pemimpin sekolah perlu
memberikan kesempatan kepada segenap komponen kelompok untuk
duduk bersama dan bersedia menjadikan dirinya sebagai bagian dari
kelompok. Pada langkah storming ditandai adanya ketegangan dan
konflik di dalam kelompok karena para anggota masih sulit menerima
pemimpin baru mereka.Melalui keterbukaan dan ketulusan yang
ditunjukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin kelompok yang
baru atau yang dipercaya menjadi pemimpin kelompok, maka konflik
tersebut dapat dikurangi. Tahap selanjutkan adalah pembentukan
norma kelompok (norming) untuk memungkinkan terjalinya hubungan
79
yang erat dan penuh pengertian melalui adanya pengaturan/tata cara
bekerja dalam menyelesaikan tugas-tugas demi tercapainya tujuan
sekolah. Tahap performing akan terjadi manakala para anggota
kelompok di sekolah sudah mulai melaksanakan tugas masing-
masing sesuai dengan tujuan kurikulum (program sekolah). Para
anggota berusaha bekerja memfokuskan langkah-langkah mereka
sesuai dengan visi dan misi sekolah agar tujuan tercapai secara
berhasil. Tahap terakhir, adjourning, akan terjadi manakala kelompok
telah menyelesaikan tugas-tugasnya dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
Sumber lain (Gersick dalam Beach and Reinhartz, 2006)
mengetengahkan sebuah pandangan yang berbeda tentang
pembenntukan dan berfungsinya kelompok yang dikenal dengan
istilah puncuated requilibrium model (periksa gambar 1).
80
melakukan semua usaha (all-out) manakala deadline waktu
penyelesaian tugas sudah dekat. Gambar tersebut mengisyaratkan
parameter waktu penyelesaian tugas sebagai faktor sensitif dan
pengaruh deadline waktu pada kelompok.
81
Di dalam strategi round robin, para anggota kelompok diminta
memberikan jawaban singkat terhadap sebuahj pertanyaan terbuka,
seperti: “dari bahan-bahan yang telah didiskusikan itu, apakah yang
dipandang mampu mengembangkan prestasi belajar siswa di dalam
kemampuan menulis?” atau “Pesan apakah yang dperoleh dari
diskusi itu yang Anda anggap dapat di terapkan di dalam kelas untuk
masa akan datang?” Begitu anggota kelompok memberikan
responnya, sejumlah informasi yang muncul perlu digenerasikan
ketika masing-masing guru misal,nya saling bertukar pikiran. Dalam
strategi terakhir, six point of view para anggota diminta mendiskusikan
suatu masalah atau issu dari 6 sudut pandang: siswa, orang tua, guru,
standard nasional, pelaksana ujian nasional, dan administrator atau
pemimpin. Proses kelompok membantu para anggota untuk
memngkaji suatu issu dari berbagai sudut pandang, sehingga dapat
dihasilkan suatu keputusan solusi yang terbaik.
82
diajarkan kepada para siswa. bagaimana cara guru mengajar, dan
mengelola kelas. Budaya sekolah dan efektivitas kelompok dapat
ditingkatkan melalui kualitas proses pengambilan keputusan,
sebagaimana dinyatakan oleh Snowden dan Gorton (2002), bahwa
kemampuan pengambilan keputusan yang efektif sangat penting bagi
keberhasilan seorang administrator sekolah.
Pengambilan keputusan adalah merupakan fungsi utama para
kepala sekolah, dan mereka memerlukan kemampuan melaksanakan
fungsi ini apabila menginginkan keberhasilan bagi para siswa dan
dewan guru. Botvin (2000) menterjemahkan pengambilan keputusan
sebagai “tindakan menentukan pendapat”. Di dalam membuat
keputusan seorang pemimpin harus (1) mencari informasi, (2)
mengantisipasi konsekuensi, (3) bertindak penuh integritas dan
menggunakan etika, dan (4) memperkecil kemungkinan munculnya
aspek-aspek negatif. Green mengatakan bahwa membuat keputusan
yang baik adalah “… kontingent dengan haikat situasi dan proses
yang dilakukan oleh sang pimpinan”. Pengambilan keputusan dengan
demikian, merupakan proses menentukan suatu pilihan yang
didasarkan pada informasi yang tersedia, alternatif yang diajukan,
nilai-nilai yang dianut, dan hasil yang diharapkan. Kualitas
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh sejumlah pilihan solusi yang
tersedia, proses yang dilalui, dan hakikat keputusan itu sendiri. Model
umum pengambilan keputusan sebagai suatu proses adalah
apendekatan analisis masalah, yakni:
1. Mengidentifikasi masalah
2. Menentukan hasil yang diinginkan
3. Menjajaki kemungkinan alternatif
4. Menganalisis dan menilai alternatif
83
5. Membuat dan menerapkan pilihan alternatif
6. Menindaklanjuti sesuai hasil yang diharapkan
84
masalah, dasn berusaha mengambil keputusan atas dasar
persetujuan bersama.
Kepala sekolah akan dihadapkan pada situasi, di mana dia harus
mengambil keputusan setiap saat. Jenis keputusan yang diambil.
Beberapa keputusan mungkin sifatnya rutin, sementara lainnya
sangat membutuhkan tindakan pemikiran dan kajian yang lebih teliti.
Hanya beberapa yang perlu diambil secara cepat karena dalam
situasi yang darurat. Oleh karena itu, pada kebanyakan situasi,
sesungguhnya memberikan kesempatan lebih luas kepada para
pemimpin organisasi untuk melibatkan segenap anggota dalam
proses pengumpulan data dan pengambilan keputusan. Green (2001)
menyarankan perlunya kepala sekolah mempertimbangkan aspek
budaya, etika profesional, dan mengikutkan para stakeholder dalam
menghasilkan suatu keputusan sekolah yang efektif dan menyeluruh.
Proses yang dilakukan dapat melalui: (1) merumuskan tujuan umum
bersama, (2) menentukan sejumlah tindakan yang akan diambil, dan
(3) menciptakan perilaku kelompok yang sesuai dengan kepentingan
atau misi organisasi sekolah. Kepala sekolah kemungkinan akan
memilih model proses pengambilan keputusan yang sederhana,
cepat, autokratik dengan mengesampingkan partisipasi luas para
anggota dalam memberikan pertimbangan alternatif. Namun proses
tersebut tidak akan efektif, karena kurang mampu menghasilkan
solusi yang efektif dan hanya akan menimbulkan kekecewaan para
anggota. Sebaliknya, model democratic, sang pemimpin berusaha
melibatkan semua komponen organisasi, stakeholder dalam
mempertimbangkan berbagai alternatif solusi, informasi, dan
mengambil keputusan bersama secara musyawarah. Meskipun ini
membutuhkan waktu lama dan kopmpleks, namun keputusan-
85
keputusan yang dihasilkan diyakini mampu meningkatkan efektivitas
organisasi dan diterima oleh semua pihak atau kekuatan organisasi
yang ada. Dalam situasi normal, seyogyanya para kepala sekolah
perlu memilih model demokratis dalam proses pengambilan
keputusan di sekolah yang mereka pimpin.
86
Model pengambilan keputusan yang pernah dikembnangkan oleh
Vrodiom dan Yetton, 1973 dan Vroom dan Jago, 1988 dalam
Reinhartz and Beach (2004) dibangun atas landasan teori bahwa para
pemimpin membuat keputusan secara mandiri atau berkonsultasi dan
mel;ibatkan para anggota kelompok seperti halnya komite sekolah.
Walaupun demikian, pada akhirnya seorang kepala sekolah akan
mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
diberikan oleh segenap komponen organisasi dan odata yang
tersedia.Morgan dan Bowers dalam Reinhartz and Beach (2004) telah
mengidentifikasi ada 4 (empat) komponen model pengambilan
keputusan, yakni: (1) assessment, (2) metacognition, (3) shared
mental model, dan (4) resource management. Komponen pertama,
assessment melibatkan aktivitas identifikasi masalah dan
pengumpulan data. Komponen kedua, metacognition memberikan
peluang kepada para pengambil keputusan untuk memperbaiki atau
memperdalam masalah yang telah dirumuskan. Komponen ketiga,
shared mental model merupakan penciptaan pemahaman bersama
akan suatu masalah yang dihadapi. Yang terakhir, resource
managemen di mana para anggota membuat keputusant dengan
menggunakan segenap, pengalaman, ketrampilan, dan pengetahuan
yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi bersama di
dalam organisasi.
Disamping model-model pengambilan keputusan tersebut, para
kepala sekolah boleh menggunakan sartu dari tiga pendekatan, yaitu
cognitive, affective, dan evaluative dalam membuat keputusan-
keputusan. Apabila menggunakan pendekatan cognitive, maka kepala
sekolah dan kelompok memanfaatkann data yang akurat misalnya
dalam menentukan posisi ketenagaan di sekolah, seperti siapa yang
87
dapat diusulkan sebagai calon Wakil Kepala Sekolah Urusan
Kurikulum. Data itu mungkin meliputi pengalaman calon, kesehatan,
kompetensi, dan lain-lain. Kemudian data tersebut dianalisis secara
objektif sebagai bahan pengambilan keputusan final tentang calon
yangh akan dipilih. Di samping menggunakan data, kepala sekolah
juga dapat memanfaatkan aspek emosional calon yang akan dinilai,
hal ini berarti kepala sekolah sebagai pengambil keputusan
menggunakan pendekatan affective. Adapun yang ketiga, evaluative,
pada pendekatan ini para pengambil keputusan biasanya sepenuhnya
bergantug pada kriteria yang sudajh ada dalam menentukan pilihan
alternatif atau keputusan yang diambil. Kriteria yang digunakan bisa
bersumber dari pedoman yang sudah baku di sekolah atau
ditenmtuklan oleh departemen, bahkan mungkin dapat pula
ditetapkan bersama oleh para anggota dalam rangka mengambil
keputusan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
88
1. self diasclosure - kemampuan kepala sekolah kepada para
guru dan stafnya tentang apa yang ia rasakan, pikirkan,
inginkan;
2. assertiveness - kemampuan mendukung dan berdiri atas
pikiran, pendapat-pendapat, pandangan, dan kepercayaan
yang ia anuit sementara juga menunjukkan resfek kepada
yang dimiliki oleh para anggota lain.
3. Dynamic listening- kemampuan mendengarkan orang lain
4. Critism - kemampuan membangun sistem balikan secara
konstruktif berdasarkan pendapat dan saran-saran yang
disampaikan orang lain.
5. Team communication - kemampuan berkomunikasi di dalam
situasi kelompok.
Disamping itu, Hiller, (1998; Owen, 2006) menyarankan
ketrampilan-ketrampilan tambahan yang perlu dikuasai oleh seorang
(kepala sekolah) pemimpin:
1. Using body language- kemampuan memomnitor gerakan fisik
nindividu.
2. Recognizing prejudice and cultural oimplications – sebagai
kemampuan dalam mengatasi masalah dengan berpedoman
pada aspek pandangan-pandangan dan budaya yang sensitif.
3. Asking questions- kemampuan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan (secara terbuka, tertutup, fact-finding, follow-up,
atau feed-back) untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Taking notes – kemampuan secara cepat menyimak
pernyataan-pernyataan tertulis dan lisan.
5. Giving feed-back- kemampuan melakukan konfirmasi dan
memberikan balikan secara akurat.
89
6. Using information – kemampuan menggunakan media
teknologi infoprmatika seperti mesin faks, komputer, telepon,
dan alat elektronik lainnya.
90
DAFTAR RUJUKAN
Gordon, J.R., Mondy, R.W., Sharplin, A., and Premeaux, S.R. 1990.
Management and Organizational Behavior. Boston: Allyn and
Bacon.
91
Newton, R. 2006. Project Management. Step by Step. How to Plan
and Manage a Highly Successful Project. Harlow, England:
Prentice Hall.
92
LAMPIRAN
93
siswa baru tersebut. Gunakan format hand-oout terlampir untuk
penyelesaian tugas tersebut.
94
harus ditempuh guna memperbaiki kualitas penyelenggaraan
pendidikan menjadi lebih seiring dengan perkembangan yang
dihadapi.
Atas dasar teori dan teknik organisasi maupun pengalaman yang
sudah Anda miliki, tindakan-tindakan apakah yang harus Anda
lakukan agar kepemimpinan Anda di dalam organisasi sekolah
berjalan efektif? Untuk memudahkan kajian dan rumusan solusi
terhadap permasalahan tersebut, berikut terdapat sejumlah
pernyataan atau pertanyaan yang perlu pertama kali Anda jawab,
sebagai penuntun dalam perumusan permasalahan dan alternatif
pemecahan masalah secara akurat.
Kelompok-kelompok apakah yang sekiranya perlu Anda
bentuk?
Siapakah yang perlu Anda undang pertama kali untuk
melakukan konsultasi, dan sharing informasi awal sesuai
situasi yang dihadapi?
Siapakah yang perlu Anda undang untuk merumuskan
program-program kerja, RAPBS?
Jenis atau model pengambilan keputusan apakah yang
mungkin cocok diterapkan dalam situasi tersebut?
Ketrampilan-ketrampilan komunikasi apakah yang perlu
diterapkan?
Bagaimanakah pendekatan Anda dalam mengusulkan
perubahan-perubahan yang perlu dicantumkan dalam RAPBS
yang akan datang?
95