You are on page 1of 3

Hubungan antara Indonesia dan Malaysia

beberapa kali mengalami pasang surut. Pada tahun 1963, terjadi konfrontasi antara
Indonesia dan Malaysia. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk
menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada
tahun 1961 (Lihat: Konfrontasi Indonesia-Malaysia). Hubungan antara Indonesia dan
Malaysia juga sempat memburuk pada tahun 2002 ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan di
klaim oleh Malaysia sebagai wilayah mereka, dan berdasarkan keputusan Mahkamah
Internasional (MI) di Den Haag, Belanda bahwa Sipadan dan Ligitan merupakan wilayah
Malaysia. Sipadan dan Ligitan merupakan pulau kecil di perairan dekat kawasan pantai
negara bagian Sabah dan Provinsi Kalimantan Timur, yang diklaim dua negara sehingga
menimbulkan persengkataan yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Sipadan dan
Ligitan menjadi ganjalan kecil dalam hubungan sejak tahun 1969 ketika kedua negara
mengajukan klaim atas kedua pulau itu. Kedua negara tahun 1997 sepakat untuk
menyelesaikan sengketa wilayah itu di MI setelah gagal melakukan negosiasi bilateral.
Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan pada Mei 1997 untuk menyerahkan
persengkataan itu kepada MI. MI diserahkan tanggung jawab untuk menyelesaikan
sengketa dengan jiwa kemitraan. Kedua belah pihak juga sepakat untuk menerima
keputusan pengadilan sebagai penyelesaian akhir sengketa tersebut. Selain itu, pada 2005
terjadi sengketa mengenai batas wilayah dan kepemilikan Ambalat.Selain itu pula.
Pada Oktober 2007 terjadi konflik akan lagu Rasa Sayang-Sayange dikarenakan
lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan
kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata
Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu
Kepulauan Nusantara (Malay archipelago), Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu
bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat
yang telah membudaya di provinsi ini sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu hanya
mengada-ada. Gubernur berusaha untuk mengumpulkan bukti otentik bahwa lagu Rasa
Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan
diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan
Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu
Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia.

HUBUNGAN INDONESIA-TIMUR TENGAH

Islam dan Politik luar negeri. Seringkali hubungan bilateral Indonesia dan Timur tengah
disinergikan dengan adanya atribut nasional Indonesia yang demografi penduduknya terdiri
dari mayoritas muslim. Susunan demografi tersebut akankah membentuk opini publik
domestik yang cenderung condong kepada simpati terhadap konflik-konflik di Timur
tengah, seperti Palestina-Israel, Lebanon? Seringkali pula observasi politik luar negeri
Indonesia dan Timur tengah jatuh dalam kerangka kepentingan domestik dan situasi
domestik. Berbagai tulisan telah dihasilkan oleh Bantarto Bandoro (1994) dan Leo
Suryadinata (1998) dapat menjadi referensi yang berguna untuk membantu menjawab
seputar isu dan hubungan diplomatik Indonesia dan Timur tengah dalam kerangka politik
luar negeri, baik era Soekarno dan Soeharto secara singkat di bawah ini.

Fokus pembahasan seputar hubungan Indonesia-Timur dipaparkan sepanjang


pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Hubungan diplomatik Indonesia dan Timor tengah
menurut Suryadinata (1998) secara garis besar dilatarbelakangi oleh isu seputar Organisasi
Pembebasan Palestina, Organisasi Konferensi Islam, invasi Irak ke Kuwait dan isu Bosnia.

Hubungan internasional Indonesia belanda

Kedutaan Besar Belanda di Jakarta dinilai oleh Kementerian Luar negeri Belanda sebagai
Kedutaan Besar Belanda nomor satu di dunia, melihat kepentingannya secara menyeluruh
di bidang kerja sama pembangunan, konsuler, ekonomi,  budaya dan politik. Kedutaan
Besar Belanda di Jakarta juga merupakan Kedutaan besar Belanda terbesar dengan jumlah
staf lebih dari 120 orang.

Hubungan dengan Indonesia di berbagai bidang diintensifkan lebih lanjut setelah


kunjungan menteri Luar Negeri Belanda, Bernard Bot, ke Indenesia pada 17  Agustus
tahun 2005. Ini pertama kalinya seorang pejabat pemerintah Belanda menghadiri perayaan
kemerdekaan Indonesia, suatu peristiwa penting dalan hubungan yang telah berjalan
dengan sangat baik antara kedua negara.

Momentum penting  lainnya adalah kunjungan Perdana Menteri Belanda ke Indonesia pada
bulan april 2006. Presden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Balkenende
mengeluarkan sebuah pernyataan bersama tentang kerja sama bilateral yang lebih intensif
antara kedua negara. Prioritas diberikan pada kerja sama politik, perdagangan dan
investasi, pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, stabilitas dan keamanan,
keanekaragaman hayati, pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan air dan urusan
konsuler.

Urusan Kerjasama  Pembangunan

Kerja sama pembangunan merupakan salah satu tugas utama Kementerian Luar Negeri
Belanda dan tanggung jawab Menteri Kerja Sama Pembangunan. Tanggung jawab atas
bantuan bilateral pada tingkat negara didelegasikan kepada Kedutaan Besar Belanda di luar
negeri.

Kebijakan dan prioritas Global

Bantuan Belanda per tahun mencapai hampir lima miliar Euro untuk pemberantasan
kemiskinan global dan Belanda merupakan salah satu dari sedikit negara yang bersedia
untuk memberi 0,8% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) untuk kerja sama
pembangunan global; 0,1% lebih tinggi dari ketetapan norma PBB sebesar 0,7%. Namun
demikian permintaan publik atas hasil yang nyata semakin kuat. Hampir semua bantuan
pembangunan diberikan dalam bentuk bantuan yang tidak terikat. Tujuan utama bantuan
kerja sama pembangunan Belanda adalah pemberantasan kemiskinan secara berkelanjutan.
Menurut Belanda jalan yang terbaik untuk mencapai ini adalah mendukung Tujuan
Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pemberantasan
kemiskinan secara berkelanjutan hanya dapat dilakukan apabila penyebab kemiskinan yang
demikian luas namun saling berhubungan itu ditangani secara bersamaan.

Pada Oktober tahun 2007, Menteri Kerja Sama Pembangunan, Bert Koenders,
mengeluarkan dokumen kebijakan Een zaak van iedereen: investeren in ontwikkkeling in
een veranderende wereld (Urusan setiap orang; investasi dalam perkembangan di dunia
yang sedang berubah) dengan tujuan untuk menggambarkan pilihan pemerintah Belanda
untuk mendukung realisasi  Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).

Menteri Kerja Sama Pembangunan mengumumkan intensifikasi kebijakan di


empat bidang:

a. Perdamaian dan keamanan

b. Pertumbuhan dan pembagian

c. Hak yang sama dan peluang bagi kaum perempuan


Belanda menjalin hubungan kerja sama pembangunan bilateral yang struktural
dengan 36 negara, antara lain Indonesia. Karena adanya perbedaan dalam masalah-masalah
pembangunan dan kualitas pemerintahan untuk memilih penanganan yang sama, maka
Belanda menerapkan tiga profil negara. Di tingkat negara dan dalam profil-profil
diterapkan hasil kerja yang sesuai dengan prioritas yang realistis.

Atas dasar ini diperlukan perundingan dengan mitra negara dan donor-donor lain secara
intensif untuk meningkatkan bantuan secara efektif (Paris Agenda dan Ghana Action
Plan).

Program Prioritas di Indonesia

Kedutaan Besar Belanda telah menyusun sebuah Rencana Strategis Jangka Panjang (RSJP)
untuk periode 2008 – 2011. Tujuan adalah memperkuat dan memperluas hubungan
bilateral yang luas antara Belanda dan Indonesia. Belanda menjalankan proses ini dengan
nota kebijakan Indonesia tertanggal 13 Juni 2006 dan ‘Perjanjian Kemitraan
Komprehensif’ yang diparaf oleh Menteri Verhagen dan Menteri Wirajuda (Kementrian
Luar Negeri Belanda dan Indonesia) pada 14 Januari 2009.

Rencana Strategis Jangka Panjang (RSJP) bertujuan untuk mencapai 4 hasil  strategis
berikut ini:

1. Perbaikan demokrasi, stabilitas, hak asasi manusia dan tata pemerintahan untuk
mencapai suatu masyarakat yang adil dan aman;
2. Perbaikan tata kelola ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan pembagian dari pertumbuhan ini secara merata untuk seluruh
masyarakat, sehingga angka kemiskinan semakin cepat berkurang;
3. Perbaikan kebijakan lingkungan dan iklim serta pelaksanaannya untuk
meningkatkan pemakaian energi terbarui (renewable energy);
4. Hubungan bilateral yang intensif lewat ‘kerangka kerja kemitraan komprehensif’.

Sehubungan dengan itu, Kedutaan Besar Belanda membantu program-program di bidang


tata pemerintahan yang baik, iklim investasi, pendidikan, pengelolaan air, air minum dan
sanitasi, lingkungan hidup (berfokus pada tanah gambut) dan energi yang berkelanjutan.
Aspek-aspek gender telah terpadu dalam program-program ini. Program ini mencakup
seluruh Indonesia, tetapi berfokus pada beberapa daerah (Aceh, Papua, Maluku dan
Kalimantan).

Sebagian besar dana Belanda ditujukan untuk program-program pemerintah Indonesia dan
juga dilaksanakan oleh pemerintah. Dana ini terutama disalurkan melalui multi-donor
funds atau badan-badan multilateral, yang bertanggung jawab atas pengawasan,
pemantauan dan koordinasi. Oleh karena itu, dana dari Belanda tidak digunakan untuk
membiayai proyek-proyek yang berdiri sendiri atau perorangan, tetapi dipadukan dalam
kebijakan Indonesia untuk sektor terkait dan dalam pendanaan multilateral. Cara tersebut
dipilih dengan tujuan agar bantuan Belanda dan upayanya akan menjadi lebih efektif dan
berkesinambungan.

You might also like