You are on page 1of 2

NIAT DAN ETOS KERJA

Oleh: H.Supardi

Minggu pagi, sambil mempersiapkan diri akan berangkat olah raga (tenis) saya
sempat melihat dan mendengarkan berita di stasiun televise swasta yang
menyatakan pelepasan seorang calon haji secara unik yaitu diantar oleh ratusan
tukang becak. Benar saja diantar oleh pata tukang becak! Sebab yang berangkat
memenuhi panggilan Allah SWT untuk menunaikan haji adalah suami istri yang
profesi suaminya adalah tukang becak. Saya merasa bangga dan sangat haru suami
istri dengan profesi tukang becak “berhasil” (baca seijin Allah SWT) mampu
menunaikan ibadah haji ke Makkah Al Mukharamah dan berziarah ke Madinah.
Dalam berita tersebut juga disebutkan bahwa tukang becak tersebut, menabung
untuk kepentingan memenuhi “panggilan” Allah dan memenuhi Niat berhaji
selama 20 tahun. Masya’Allah dan Subhanallah.
Sebagai umat, kita harus bersyukur dan berbangga karena peristiwa tukang
becak ini merupakan fakta bahwa ibadah haji bukan merupakan ibadah yang
“dimonopoli” oleh orang-orang kaya. Ini juga merupakan wujud dari ajaran Islam
bahwa ibadah haji bagi umat terletak pada kata “umat yang mampu” dan tentu
yang mendapat hidayah serta “panggilan” Allah. Banyak umat yang sudah
memiliki dana (uang) berjuta-juta dan bahkan bermilyar-milyar, namun umat tadi
“belum mampu” dan belum mendapat “panggilan dan hidayah Allah (hati manusia
yang bersangkutan belum menapatkan keimanan yang kuat), maka mereka belum
mau berangkat menuaikan ibadah haji.
Dalam Islam, “niat” yang dilandasi keimanan akan menjadi etos kerja yang
konsisten. Tukang becak yang dipastikan memiliki keimanan yang kokoh telah
meniatkan diri dan keluarganya 20 tahun yang lalu untuk ibadah haji ke Makkah
Al-mukharamah, akan menjadikan etos kerja dirinya secara konsisten untuk
mewujudkan niatnya. Kita semua juga paham bahwa penantian selama 20 tahun
bukan waktu yang pendek. Kita bisa menganalisis bagaimana kejolak dan
keguncangan yang bersangkutan menanti selama 20 tahun karena juga adanya
perkembangan yang selalu berubah. Dua puluh tahun yang lalu berarti sebelum
adanya krisis ekonomi dan moneter di negeri ini terjadi, yang berarti biaya haji
masih 5 jutaan rupiah. Dari tahun demi tahun biaya haji selalu men ingkat, dan
terlanda lagi krismon 1998 dan sampai sekarang biaya haji menjadi 32 juta rupiah.
Jikalau di lakukan perhitungan matematika, maka dana yang diperlukan ibadah haji
tahun ini untuk biaya saja sudah katakanlah 65 juta rupiah (untuk 2 orang). Dibagi
20 tahun maka pertahun harus menabung Rp. 3.250.000,- atau Rp. 280.000,-
menabung per bulan. Bagi Mutholib dan istrinya sang tukang becak ibadah haji
tahun ini tidak pernah melakukan kalkulasi dan hitung-hitungan yang jelimet
karena akan melemahkan semangat (etos kerja)nya untuk mewujudkan “niat”
sucinya.
Kekuatan niat apalagi dilandasi dengan keimanan yang kokoh, akan
menjadikan etos kerja yang terus membara para dirinya untuk mewujudkan mimpi
dan niatnya. Nilai apa yang bisa kita mabil? Yaitu : setiap manusia yang memiliki
mimpi (baca: visi) memang berkehendak diwujudkan. Untuk mewujudkan perlu
memiliki “niat” . Kata bissmillah bagi umat Islam merupakan pernyataan awal
sebuah niat baik. Dengan niat yang baik dilandasi kekokohan keimanan bahwa apa
yang divisikan akan mendapat barakhah dari Allah, akan menjadi pusat etos kerja
seseorang. Etos kerja yang terjaga dengan keimanan, maka tidak akan rapuh/ lapuk
terkena lembab dan tidak akan hangus terkena panas. Niat, etos kerja menjadi kata
kunsi sukses. Semoga.

Penulis adalah
Dosen Pascasarjana dan
Direktur PusBEK Fak.Ekonomi UII

You might also like