You are on page 1of 19

Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Mata Pelajaran :
Fisika
Satuan Pendidikan :
SMA / MA
Kelas / Semester :
X /2
Standar Kompetensi :
4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada
berbagai perubahan energi.
Kompetensi Dasar : 4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat.
Indikator :
 Menjelaskan pengertian kalor
 Membedakan kalor dengan suhu
 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suhu zat
 Menganalisis pengaruh kalor terhadap wujud zat
 Menjelaskan hubungan antara perubahan suhu dengan perubahan wujud
 Menganalisis pengaruh kalor terhadap bentuk zat
 Menganalisis pengaruh suhu terhadap volume gas
 Menganalisis pengaruh suhu terhadap tekanan
 Menganalisis pengaruh tekanan terhadap volume gas
 Mengemukakan manfaat pemuaian dalam kehidupan sehari-hari
 Menyebutkan cara mengatasi permasalahan akibat pemuaian dalam kehidupan sehari-
hari.

Konsep Prasyarat
 Massa
 Massa jenis
 Wujud zat
 Gerak partikel
 Bentuk zat
 Tekanan udara
Konsep Esensial
 Kalor
 Suhu
 Kalor jenis
 Kapasitas kalor
 Kalor laten
 Perubahan fase
 Koefisien muai panjang
 Koefisian muai luas
 Koefisien muai volume

1
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Peta Konsep memiliki Kalor jenis


Perubahan suhu
Kapasitas
memiliki
terjadi Perubahan Kalor
terhadap
KALOR ZAT

Koefisien muai
Perubahan
memiliki Koefisien muai luas

Koefisien muai
Bagan Materi

Definisi kalor
KALOR
Definisi suhu

Kalor jenis
SUHU
ZAT Kapasitas kalor padat

Macam-macam wujud zat gas

cair
Kalor laten
WUJUD ZAT

Hubungan antara perubahan suhu


dengan perubahan wujud

Perubahan fase zat


Pemuaian panjang
Pemuaian Zat Padat Pemuaian Luas

Pemuaian volume
Pemuaian Zat Cair
BENTUK ZAT Pengaruh suhu terhadap
volume gas
Pemuaian gas
Pengaruh suhu terhadap
tekanan

pengaruh tekanan
Manfaat pemuaian terhadap volume gas

Permasalah akibat pemuaian

2
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Konsep Daya
Aspek-Aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotor
Aspek
No Konsep Esensial Contoh terapan
Kognitif Afektif Psikomotor
1 Suhu    Di daerah pantai, siang
hari kita merasakan panas
dan pada malam hari kita
merasakan dingin.
2 Kalor jenis    Di pesisir pantai terjadi
angin laut di siang hari
dan angin darat di malam
hari.
3 Perubahan wujud    Terjadinya hujan adalah
Zat proses perubahan wujud
air.
4 Kalor laten    Perubahan wujud dari es
(0oC) menjadi air (0oC).
5 Koefisien muai    Peristiwa
membengkoknya rel
kereta api.

ZAT DAN KALOR


3
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

1) Pengertian Kalor dan Perbedaannya dengan Suhu

Apabila gelas yang berisi air ledeng kita celupkan ke dalam bak yang berisi
air panas, maka air ledeng tersebut akan mengalami kenaikan suhu dan air panas
mengalami penurunan suhu. Ini menunjukkan terjadinya perpindahan energi dari
benda bersuhu tinggi (air panas) ke benda yang bersuhu lebih rendah (air ledeng).
Begitu pula apabila gelas yang berisi air ledeng tersebut kita masukan ke dalam bak
yang berisi air es maka air ledeng akan mengalami penurunan suhu dan air es
mengalami kenaikan suhu. Uraian ini mempertegas kesimpulan bahwa perpindahan
energi secara alami selalu terjadi dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih
rendah.
Energi yang berpindah disebut kalor. Dengan demikian dapat kita
definisikan kalor sebagai energi yang berpindah dari benda yang suhunya lebih
tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan.
Apakah Perbedaan antara Kalor dengan Suhu ?
Karena kalor timbul akibat adanya perbedaan suhu, maka sampai dengan
pertengahan abad ke delapan belas istilah kalor dan suhu memiliki arti yang sama.
Joseph Black pada tahun 1760 merupakan orang pertama yang menyatakan perbedaan
anrata suhu dan kalor.
Suhu kita kenal sebagai ukuran panas atau dinginnya suatu benda.
Pengertian yang lebih tepat, suhu merupakan ukuran energi kinetik molekuler internal
rata-rata sebuah benda. Sedangkan kalor adalah sesuatu yang mengalir dari benda
panas ke benda yang lebih dingin untuk menyamakan suhunya.

2) Pengaruh Kalor Terhadap Suhu Zat

Anda dapat memberikan kalor pada suatu zat dengan cara memanaskannya.
Jika sebuah benda dipanaskan, maka salah satu kemungkinan yang terjadi suhu benda
akan naik. Sebaliknya, Anda dapat mengurangi kalor suatu benda dengan cara
mendinginkannya, maka suhu benda akan turun. Dengan demikian, salah satu akibat
pemberian atau pengambilan kalor adalah perubahan suhu.
a) Kalor Jenis
Salah satu akibat pemberian atau pengambilan kalor adalah perubahan
suhu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa besarnya kenaikan suhu suatu zat
berbanding lurus dengan banyaknya kalor yang diterima oleh zat tersebut,dan
berbanding terbalik dengan massa zat.

∆T
Gambar 1.
Berdasarkan hasil percobaan, kenaikan suhu
zat berbanding lurus dengan kalor yang
(oC) diterima zat tersebut.
4
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Besarnya kalor untuk menaikkan suhu satu satuan massa zat bergantung
pada jenis zat. Oleh karena itu, kalor jenis adalah banyaknya kalor yang
diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu 1 kg zat tersebut sebesar 1oC.
Berdasarkan definisi tersebut maka hubungan antara banyaknya kalor yang
diserap oleh suatu benda dengan kalor jenis zat serta kenaikan suhu zat dituliskan
dalam persamaan berikut:

Q
Q=mc ∆ T atau c=
m∆ T
(1)
dengan:
Q = banyaknya kalor (kalori atau joule)
m = massa benda (gram atau kg)
c = kalor jenis (kal.g-1. oC-1 atau J.kg-1.oC-1)
∆ T = perubahan suhu (oC)
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan bahwa perubahan suhu yang
diakibatkan oleh jumlah kalor yang sama pada zat yang berbeda adalah tidak
sama. Dengan demikian, setiap zat memiliki kalor jenis tertentu. Contohnya, 1 kg
air dan 1 kg minyak goreng masing-masing diberikan kalor yang sama banyaknya,
ternyata kenaikkan suhu minyak goreng jauh lebih tinggi daripada kenaikkan suhu
air. Hal tersebut disebabkan air memiliki kalor jenis yang jauh lebih besar
dibanding minyak goreng. Jadi untuk membedakan zat-zat dalam hubungannya
dengan penyerapan kalor, digunakan konsep kalor jenis. Suatu zat yang memiliki
kaor jenis besar akan sulit mengalami kenaikkan suhu ketika dipanaskan.

b) Kapasitas Kalor
Untuk benda yang bermassa tetap, nilai mc pada persamaan (1) memiliki
nilai tetap pula. Nilai mc dapat dipandang sebagai suatu kesatuan. Oleh karena itu,
mc diberi nama khusus yaitu kapasitas kalor. Kapasaitas kalor dapat diartikan
sebagi kemampuan menerima atau melepaskan kalor dari suatu benda untuk
merubah suhu sebesar 1oC.
Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda
sebanding dengan kapasitas kalor benda tersebut, dan sebanding pula dengan
perubahan suhunya.
Kapasitas kalor (C) dapat didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang
diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu sebesar 1oC.
Hubungan antara banyaknya kalor yang diserap oleh suatu benda dengan
kapasitas kalor benda serta kenaikkan suhu benda dituliskan dalam bentuk
persamaan:
Q
mc=C= atau Q=C ∆ T
∆T (2)
dengan:
Q = banyaknya kalor (kalori atau joule)
C = kapasitas kalor (kaloC-1 atau JoC-1)
∆ T = perubahan suhu (oC)

5
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

3) Pengaruh Kalor Terhadap Wujud Zat

Kalor yang diserap oleh suatu zat tidak selalu menyebabkan suhunya naik.
Zat dapat berada dalam tiga wujud tetapi dalam kondisi tertentu, yaitu wujud padat,
cair, dan gas. Akibat pengaruh kalor terhadap zat maka zat tersebut dapat berada
dalam ketiga wujud tersebut. Pada saat terjadi perubahan wujud, misalnya dari padat
menjadi cair atau sebaliknya, dan dari cair menjadi gas atau sebaliknya, selalu disertai
dengan pelepasan atau penyerapan kalor. Akan tetapi, perubahan wujud tidak disertai
dengan perubahan suhu. Jadi, saat terjadi perubahan wujud, suhu zat tersebut tetap.
a) Proses Melebur dan Membeku
Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair disebut mencair atau melebur,
sebaliknya perubahan wujud zat dari cair menjadi padat disebut membeku.
Perhatikan gambar 2.
Dari grafik dapat diamati, es
pada suhu -5oC menyerap kalor
sehingga suhu es naik menjadi
0oC ( tetap berwujud es).
Kemudian, es pada suhu 0oC
dipanaskan atau diberikan
kalor, dan ternyata suhu es tidak
Gambar 2
Grafik perubahan wujud dari es
mengalami perubahan, tetapi es
menjadi air berubah wujud menjadi air.
Kemudian, air pada suhu 0oC
dipanaskan sehingga mengalami kenaikan suhu.

Kalor yang dibutuhkan untuk melebur disebut kalor laten peleburan atau
kalor lebur (Lf), sedangkan kalor yang dilepaskan ketika zat membeku disebut
kalor laten pembekuan atau kalor beku (Lf). Berdasarkan hasil percobaan
menunjukkan bahwa kalor lebur = kalor beku. Jadi, kalor lebur suatu zat dapat
didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan oleh satu satuan massa zat untuk
melebur seluruhnya pada titik leburnya.
Jika suatu zat massanya m kg, untuk meleur seluruhnya dibutuhkan kalor
sebesar Q joule. Berdasarkan definisi ini, kalor lebur (Lf) zat tersebut dapat
dituliskan menjadi
Q
Lf = atau Q=m Lf (3)
m
dengan:
Q = banyaknya kalor (kalori atau joule)
m = massa benda (gram atau kg)
Lf = kalor lebur (Jkg-1)

b) Proses Menguap dan Mengembun

6
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Menguap merupakan proses perubahan wujud dari cair menjadi uap.


Penguapan sangat penting bagi kehidupan. Air di permukaan laut dan di
permukaan darat menguap karena pengaruh pemanasan oleh sinar Matahari.
Setelah uap mencapai keadaan jenuh di udara, akan terjadi proses pengembunan,
dan akan turun kembali ke darat menjadi hujan. Tanpa adanya proses penguapan
tidak akan ada hujan, sungai dan danau pun akan kering. Tumbuhan dan makhluk
hidup lainnya tidak dapat melangsungkan kehidupan.
Ketika Anda memanaskan air pada tekanan 1 atm, air akan mendidih pada
suhu 100oC. Jika air terus dipanaskan, kalor yang diserap oleh air bukan untuk
menaikkan suhunya, melainkan untuk mengubah wujud air menjadi uap pada suhu
tetap 100oC. Pada waktu mendidih akan terjadi penguapan di seluruh bagian zat
cair. Hal tersebut dapat dilihat dari gelembung-gelembung yang timbul pada
seluruh bagian zat cair. Jadi, mendidih adalah proses penguapan yang terjadi di
seluruh bagian zat cair. Selama mendidih, suhu zat cair tetap. Suhu ini disebut
titik didih zat. Titik didih zat cair sangat berpengaruh pada tekanan permukaan zat
cair. Pada umumnya, titik didih cair diukur pada tekanan 1 atm. Titik didih ini
disebut titik didih normal. Setiap zat memiliki titik didih normal yang berbeda
dengan titik didih normal zat lainnya.
Setiap zat membutuhkan kalor yang berbeda untuk menguap. Untuk
menguapkan 1 kg air dibutuhkan kalor yang berbeda dengan untuk menguapkan 1
kg alcohol. Besar kalor yang digunakan untuk menguapkan zat disebut kalor laten
penguapan atau kalor uap (L). Kalor uap suatu zat di definisikan sebagai kalor
yang dibutuhkan oleh satu satuan massa zat untuk menguap pada titik uapnya.
Kebalikan dari proses penguapan disebut pengembunan. Pada proses
pengembunan terjadi pembebasan kalor. Artinya, pada proses pengembunan zat
tersebut membebaskan atau melepaskan kalor. Besarnya kalor yang dibebaskan
oleh suatu zat ketika terjadi pengembunan disebut kalor laten pengembunan atau
kalor embun. Setiap zat yang berbeda akan memiliki kalor embun yang berbeda
pula. Kalor embun suatu zat didefinisikan sebagai kalor yang dilepaskan oleh
suatu satuan massa zat untuk mengembun pada titik embunnya.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kalor yang dibutuhkan ketika suatu
zat menguap sama dengan kalor yang dilepaskan ketika zat tersebut mengembun.
Oleh karena itu, kalor uap suatu zat sama dengan kalor embunnya.
Jika suatu zat massanya m kg, untuk menguap pada titik didihnya,
diperlukan kalor sebesar Q joule. Berdasarkan definisi kalor uap (Lv), saat zat
tersebut menguap akan berlaku persamaan:

Q
Lv = atau Q=m Lv
m (4)
dengan:
Q = banyaknya kalor (kalori atau joule)
m = massa benda (gram atau kg)
Lv = kalor uap (Jkg-1)

Tabel 1. Titik lebur, titik didih, kalor lebur, dan kalor uap beberapa zat

7
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Titik lebur Kalor lebur Titik didih Kalor uap


Zat
normal (℃) (J/kg) normal (℃) (J/kg)
Helium -296,65 5,23 x 103 -268,93 209 x 103
Hydrogen -259,31 58,6 x 103 -252,89 452 x 103
Nitrogen -209,97 25,5 x 103 -195,81 201 x 103
Oksigen -218,79 13,8 x 103 -182,97 213 x 103
Alcohol -114 104,2 x 103 78 853 x 103
Raksa -39 11,8 x 103 357 272 x 103
Air 0,00 334 x 103 100,00 2256 x 103
Sulfur 119 38,1 x 103 444,60 326 x 103
Timah hitam 327,3 24,5 x 103 1750 871 x 103
Antimony 630,50 165 x 103 1440 561 x 103
Perak 960,80 88,3 x 103 2193 2336 x 103
Emas 1063,00 64,5 x 103 2660 1578 x 103
Tembaga 1083 134 x 103 1187 5069 x 103
Sumber: College Physics, Serway R. A., Faughn, J. S.

c) Hubungan antara Perubahan Suhu dan Perubahan Wujud


T(oC) Jika Anda membuat grafik
hubungan antara penyerapan kalor
(Q) dan perubahan suhu yang
dialami oleh air, mulai dari wujud es
pada suhu –T hingga seluruhnya
menjadi uap pada suhu 100oC, maka
akan didapatkan grafik seperti pada
Gambar 3.

Gambar 3
Grafik perubahan suhu dan perubahan wujud terhadap penyerapan kalor oleh air

Berikut proses yang terjadi pada pemanasan air dari es hingga mendidih dan
menguap:
1. Proses A-B
Suhu es –ToC menyerap kalor sebesar Q1 sehingga suhunya menjadi 0oC, dan
tetap berwujud es.
Q 1=m es c es ∆ T es =m es c es (0 °−(−T ) )=m es c es T

2. Proses B-C
Terjadi perubahan wujud dari es (0oC) menjadi air (0oC), pada suhu tetap.
Q 2=mes Lf (kalor lebur)
3. Proses C-D
Suhu air 0oC naik hingga mencapai suhu 100oC, tetapi masih dalam wujud cair
Q 3=mair c air ∆T air =m air c air ( 100 ° C−0 ° C ) =m air c air 100° C

8
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

4. Proses D-E
Terjadi perubahan wujud dari air (100oC) menjadi uap (100oC), pada suhu
tetap
Q2=mes Lv (kalor uap)

d) Perubahan Fase Zat


Untuk setiap zat, titik lebur dan titik didihnya bergantung pada tekanan
permukaannya. Pada tekanan dan suhu tertentu, zat dapat memiliki beberapa
wujud dalam keadaan setimbang. Sebagai contoh, air dan es keduanya memiliki
suhu 0oC pada tekanan 1 atmosfer. Dalam keadaan setimbang, sebenarnya setiap
saat pada suhu dan tekanan tersebut ada sejumlah partikel yang berubah wujud
dari air menjadi es dan sebaliknya dari es menjdi air, tetapi jumlah total partikel-
partikel dalam tiap wujud itu tetap.
Harga-harga pasangan tekanan (p) dan suhu (T) untuk setiap
kesetimbangan dapat dilukiskan dalam sebuah diagram,seperti pada Gambar 4.

Lengkungan AB merupakan kesetimbangan padat-cair, lengkunganAC


merupakan kesetimbangan cair-uap, dan lengkungan AD merupakan
kesetimbangan padat-uap. Titik A disebut titik tripel. Pada titik tersebut terjadi
kesetimbangan wujud padat, cair, dan uap atau gas. Titik C disebut titik kritis.
Diatas suhu kritisnya, zat tersebut hanya berwujud uap atau gas stabil. Untuk air,
titik tripelnya bertekanan 0,61 kPa dan suhunya 0,001 oC, sedangkan titik kritisnya
bertekanan 1 atm atau 101 kPa, dan suhunya 1000 oC. titik C disebut juga titik
didih normal, dan titik B disebut juga titik lebur atau titik beku normal.
Perhatikan Gambar 4, daerah yang dibatasi oleh DAC dengan sumbu
suhu (T) disebut daerah uap. Daerah yang dibatasi BAC dan garis tekanan 101
kPa disebut daerah cair, dan daerah yang dibatasi oleh DAB dan sumb tekanan
(p) disebut daerah padat.
Perhatikan Gambar 5.

9
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Jika wujud padat (es) dipanaskan pada tekanan rendah, dibawah tekanan
titik tripelnya, es tidak akan melebur tetapi akan langsung menjadi uap.
Peristiwa tersebut dinamakan sublimasi. Kalor yang diperlukan untuk
sublimasi per satuan massa disebut kalor sublimasi. Proses sebaliknya
yaitu perubahan uap langsung menjadi padat juga disebut proses
sublimasi. Proses sublimasi juga dapat terjadi pada suhu tetap, dengan
melakukan perubahan tekanan dibawah tekanan tripelnya.
Perhatikan Gambar 6.

Dibawah tekanan titik didih normalnya atau dibawah titik kritis C, jika
tekanan permukaan zat cair diturunkan untuk suhutetap (dibawah
100oC), wujud cair (air) akan dapat berubah menjadi uap. Jadi, walaupun
dibawah suhu 100oC air dapat berubah wujud menjadi uap jika tekanan
permukaannya diturunkan. Proses sebaliknya juga dapat berlangsung
dibawah titik normalnya jika pada suhu tetap tekanan uap dinaikkan, uap
akan mengembun menjadi air.
Perhatikan Gambar 7.

10
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Dibawah titik tripel, wujud padat pada suhu tetap dapat berubah menjadi
wujud cair dengan menambah tekanannya. Penambahan tekanan akan
dapat mencairkan es. Proses sebaliknya juga dapat terjadi yaitu pada
suhu tetap dibawah titik tripelnya, jika tekanan tekanan zat cair
diturunkan maka akan terjadi perubahan wujud cair menjadi wujud
padat. Bandingkan dengan proses penguapan pada suhu tetap, yaitu pada
bagian b sebelumnya.

Perubahan wujud zat dari satu fase ke fase lain disebut perubahan fase
atau transisi fase. Suhu zat selama proses transisi adalah tetap dan suhu tersebut
dinamakan suhu transisi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan
fase adalah suhu zat dan tekanan permukaannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengaruh tekanan terhadap perubahan fase
tersebut dapat dilihat dan diamati pada contoh berikut ini. Jika Anda memanaskan
air di daerah dekat pantai dan di daerah pengunungan, apakah air akan mendidih
pada suhu yang sama? Di daerah dekat pantai yang tekanan udaranya sekitar 1
atm atau 101 kPa, air akan mendidih pada suhu 100 oC, tetapi di daerah
pengunungan yang memiliki tekanan udara di bawah 101 kPa, air akan mendidih
pada suhu di bawah 100oC. Jadi, perubahan fase dari air ke uap dipengaruhi oleh
tekanan udara dari luar.

4) Pengaruh Kalor Terhadap Bentuk Zat

Salah satu akibat dari pengaruh kalor yaitu terjadinya perubahan bentuk zat.
Zat tersusun atas atom. Kumpulan atom-otom membentuk molekul. Molekul-molekul
pembentuk zat senantiasa bergerak dan menimbulkan gaya tarik-menarik. Jika
dipanaskan gerakan molekul-molekulnya semakin cepat. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya dorongan antara satu molekul dan molekul yang lain sehingga jarak
antarmolekulnya menjadi lebih besar. Molekul-molekul akan menempati ruang yang
lebih besar. Peristiwa tersebut dinamakan pemuaian.
11
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Sebaliknya, jika suatu zat didinginkan, gerakan molekul-molekulnya


menjadi lebih lambat. Gaya tarik menarik antarmolekulnya menjadi lebih besar
sehingga jarak antarmolekul menjadi kecil. Zat tersebut mengalami penyusutan. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pada umumnya semua zat jika dipanaskan akan memuai
dan jika didinginkan akan menyusut.
Besar pemuaian sebuah benda bergantung pada jenis zat penyusunnya,
ukuran awal benda, serta besarnya kenaikan suhu benda tersebut.
Jika pemuaian zat terhalang, pertambahan panjang dari zat padat akan
memiliki gaya dorong yang sangat besar. Sebagai contoh, jika sambungan satu rel
dengan rel yang lain pada rel kereta api tidak diberikan celah (jarak) maka rel tersebut
akan melengkung pada saat terjadi pemuaian.
Secara umum dapat dikatakan bahwa zat akan memuai jika dipanaskan.
Akan tetapi, pemuaian dan penyusutan pada zat tidak berlaku sepenuhnya pada air
dan bismut. Contohnya, volume air akan menyusut jika suhunya dinaikkan dari 0oC
sampai 4oC. Peristiwa tersebut dinamakan anomaly. Di luar suhu 0oC sampai 4oC air
memenuhi hukum pemuaian.
Jika air pada suhu 0oC dipanaskan, kenaikan suhu akan mengakibatkan
menyusutnya volume air hingga pada suhu 4oC jka air tersebut terus dipanaskan
maka air pun akan memuai seperti lazimnya zat-zat yang lain.

1) Pemuaian Zat Padat


a) Pemuaian Panjang
Semua ukuran benda akan berubah jika terjadi pemuaian. Pemuaian pada benda
pada umumnya terjadi kesegala arah, yaitu kearah panjang, lebar dan tebalnya.
Akan tetapi, jika hanya dalam arah panjangnya saja berarti yang dibahas adalah
muai panjang atau muai linear saja tanpa memperhitungkan arah pemuaian yang
lain. Benda-benda yang hanya mengalami pemuaian panjang saja biasanya benda-
benda yang ukuran panjangnya jauh lebih besar dari tebal atau lebarnya,
contohnya seperti pada rel kereta api atau sebuah pipa panjang.
Untuk membedakan sifat muai berbagai macam zat digunakan konsep koefisien
muai dan untuk pemuaian panjang disebut koefisien muai panjang. Koefisien
muai panjang didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang
batang dari panjangnya semula untuk setiap kenaikan suhu sebesar satu satuan
suhu. l 0

∆l

lT

Pada umumnya satuan suhu yang digunakan adalah derajat Celcius, sedangkan
dalam SI digunakan skala Kelvin.

12
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Tabel 2. Koefisien Muai Panjang Beberapa Zat


Koefisien Muai
Nama Zat
Panjang (oC)
Aluminium 25 x 10-6
Kuningan 19 x 10-6
Tembaga 17 x 10-6
Besi/baja 12 x 10-6
Timbel 29 x 10-6
Kaca pyrex 3 x 10-6
Kaca biasa 9 x 10-6
Sumber: Physics for Scientists and Engineers with Modem Physics,2000
Koefisien muai panjang dinyatakan dalam α. Secara matematis, dapat dirumuskan
sebagai:

∆l
α=
l 0 ∆T (5)

dengan: ∆ l = pertambahan panjang batang (m)


l 0 = penjang batang mula-mula (m)
∆ T = perubahan suhu (oC)
α = koefisien muai panjang (oC-1)
Sebuah batang logam pada suhu T 0 memiliki panjang l 0. Logam tersebut
dipanaskan hingga mencapai suhu T1 dan pertambahan panjangnya dapat
ditentukan dari persamaan (5)
∆l
α= → ∆ l=α ( l 0 ∆ T )
l 0 ∆T
Dapat diukur pula bahwa ∆ l=lT −l 0 (dengan l T = panjang logam setelah
pemuaian) sehingga:
l T −l 0=α l o ∆ T
l T =l 0+ α l o ∆ T
atau
l T =l 0 (1+ α ∆ T ) (6)

b) Pemuaian Luas
Jika Anda memiliki sebuah pelat besi atau pelat tembaga ataupun selembar
kaca yang akan dipasang sebagai kaca jendela, benda-benda tersebut akan memuai
kearah panjang dan lebar. Pemuaian dalam dua arah ini disebut muai luas. Jadi,
pemuaian luas adalah perkalian antara muai panjang dengan muai lebar. Oleh
karena muai lebar juga merupakan muai panjang maka koefisien muai luas dapat
diartikan sebagai dua kali koefisien muai panjang.

13
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

∆l

A0
l0

l0

∆l
Sebuah bidang pada suhu To memiliki luas Ao. Jika terjadi kenaikan suhu
pada bidang tersebut sebesar ∆ T sehingga suhunya menjadi T1, bidang akan
mengalami pertambahan luas sebesar ∆ A sehingga luas bidang menjadi At.
A0 =l o2
∆ A=2 ( l o ∆ l ) + ( ∆ l )2 ……………………... (a)
Dari pemuaian panjang diketahui
∆ l=α ( l 0 ∆ T ) ……………………… (b)
Substitusikan persamaan (b) ke persamaan (a) sehingga akan didapatkan
∆ A=2 l o ( α l o ∆ T ) + ( ∆ l )2
∆ A=2 α l o2 ∆ T + ( ∆ l )2 =2 α A o ∆ T + ( ∆ l )2………… (c)
Karena ∆ l jauh lebih kecil dibandingkan dengan l o, maka ( ∆ l )2 dapat diabaikan.
Dengan demikian, persamaan (c) dapat dituliskan menjadi ∆ A=2 α Ao ∆ T . karena
koefisien muai lebar (β) merupakan dua kali koefisien muai panjang β=2 α, maka
persamaanya akan menjadi
∆ A=β A o ∆ T ………………………………… (d)

Secara umum persamaan (d) dapat dituliskan menjadi


At − A0 =β A0 ∆ T
A t = A0 + β A 0 ∆ T

At = A0 ( 1+ β ∆T ) (7)

c) Pemuaian Volume
Perlu disadari bahwa benda tidak memuai hanya dalam arah panjang saja,
tetapi dalam semua arah (tiga dimensi). Oleh karena itu, Anda perlu mengetahui
perubahan yang terjadi pada volume sebuah benda jika terjadi perubahan suhu
pada benda tersebut. Dalam hal ini yang digunkan adalah koefisien muai ruang.

Tabel 3 Koefisien Muai Volume Beberapa Zat


Koefisien Muai
Nama zat
Volume (oC-1)
Aluminium 7,5 x 10-5
Kuningan 5,6 x 10-5
Tembaga 5,0 x 10-5
Besi/baja 3,5 x 10-5
14
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Timbel 8,7 x 10-5


Kaca pyrex 9,0 x 10-5
Kaca biasa 2,7 x 10-5
Air 2,1 x 10-4
Alkuhol 1,1 x 10-3
Sumber: Physics for Scientists and Engineers with Modem Physics,2000
Pemuaian ruang atau pemuaian volume merupakan perkalian panjang
dikalikan panjang dikalikan panjang atau panjang pangkat tiga. Sebuah kubus
pada suhu T 0 volumenya V 0, jika terjadi kenaikan suhu pada benda sebesar ∆ T
sehingga suhunya menjadi T t, pertambahan volume kubus menjadi ∆ V . Volume
benda menjadi V t .
Secara matematis:
V 0=l 03
∆ V =3 ( l 02 ∆ l ) +3 ( l 0 ∆ l 2 ) + ( ∆ l 3 ) ……………… (a)
Dari pemuaian panjang diketahui
∆ l=α l 0 ∆ T ……………… (b)
Substitusikan persamaan (a) ke persamaan (b), sehingga didapatkan
∆ V =3 {l 02 ( α l 0 ∆ T ) }+3 {l 0 ( α l 0 ∆ T )2 }+ ( α l 0 ∆T )3 ………………. (c)
Suku kedua dan suku ketiga pada ruas kanan dari persamaan tersebut
sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai suku pertamanya. Ini berasala dari
nilai α yang sangat sangat kecil, sehingga kedua suku kedua (α 2) dan pada suku
ketiga (α 3) sehingga kedua suku tersebut dapat diabaikan. Kemudian, persamaan
(c) akan menjadi
∆ V =3 {l 02 ( α l 0 ∆ T ) }=3 α l 03 ∆ T
∆ V =γ V 0 ∆ T
dengan 3α =γ, l 03=V 0 , dan γ adalah koefisien muai ruang. Secara umum,
persamaanya dapat dituliskan menjadi
V t −V 0=γ V 0 ∆ T
V t =V 0 +γ V 0 ∆T

V t =V 0 (1+ γ ∆ T ) (8)
dengan γ =3 α .

2) Pemuaian Zat Cair


Untuk membuktikan adanya pemuaian pada zat cair kita lakukan percobaan
dengan memasukkan 100 mL air pada gelas 1, 100 mL alcohol pada gelas 2, dan 100 mL
raksa pada gelas 3 kedalam wadah besar yang berisi air panas. Amati perubahan yang
terjadi pada ketiga zat cair dalam masing-masing gelas. Zat cair manakah yang
mengalami pemuaian yang paling besar? Manakah yang memiliki koefisien muai volume
yang lebih besar? Berdasarkan hasil pengamatan, alcohol yaitu dalam gelas 1 mengalami
perubahan volume paling besar dibandingkan dengan air dan raksa. Volume air yaitu

15
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

dalam gelas 2 mengalami perubahan volume yang lebih besar dibandingkan dengan
perubahan volume yang dialami raksa yakni dalam gelas 3.
Jika zat padat memiliki koefisien muai panjang, luas, dan ruang, zat cair hanya
memiliki koefisien muai volume (ruang) saja yang dilambangkan dengan γ . Hal ini
disebabkan zat cair tidak dapat diukur dalam satu dimensi dan dua dimensi. Zat cair
hanya dapat diukur dalam tiga dimensi, yaitu volumenya. Jika volume zat cair pada
suhunya T 0 adalah V 0, kemudian zat cair itu dipanaskan sehingga suhunya menjadi T 1
dan terjadi pemuaian. Jika volumenya bertambah sebesar ∆ V , pertmabahan volume
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut
∆ V =γ V 0 ∆ T =γ V 0 ( T 1−T 0 )
Setelah suhunya naik, volumenya menjadi V t =V o +∆ V

V t =V 0 (1+ γ ∆ T ) (9)

Persamaan (9) ini sama dengan persamaan (8) yaitu persamaan muai volume
pada zat padat. Perlu diingat kembali bahwa persamaan (9) tidak berlaku pada air yang
bersuhu antara 0oC sampai dengan 4oC karena adanya anomaly air. Akan tetapi, di luar
batas suhu tersebut persamaan (9) tetap berlaku.

3) Memuaian Gas
Ketika Anda mempelajari tetang pemuaian zat padat dan zat cair, hanya muncul
dua variable atau peubah yaitu volume (V) dan suhu (T). dalam pembahasan tentang
pemuaian gas, akan dibahas tiga peubah, yaitu satu peubah lainnya adalah tekanan (p).
akan tetapi, jika Anda ingin mengetahui hubungan antara volume V dan suhu T, tekanan p
harus dibuat tetap. Demikian juga jika Anda ingin mengetahui hubungan antara p dan T,
maka V dibuat tetap.
Untuk mengetahui adanya pemuaian pada gas, lakukan pengamatan seperti pada
gambar 10.

Gambar 10
Percobaan untuk mengetahui
adanya pemuaian gas.

Jika gas atau udara yang ada dalam botol kaca berisi udara dipanaskan, akan
tampak adanya gelembung-gelembung gas atau udara yang keluar lewat pipa yang
dimasukkan ke dalam air. Peristiwa ini menunjukkan telah terjadi pemuaian gas atau
udara di dalam botol kaca berisi udara sehingga ada partikel-partikel yang terdesak keluar
dari labu gelas.
a. Pengaruh suhu terhadap volume gas
Untuk tekanan (p) tetap, kenaiakan suhu gas akan meningkatkan volume
gas. Jika Anda ingin menentukan muai volume suatu gas yang disebabkan oleh

16
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

kenaikan suhu maka tekanan gas harus dijaga agar tetap. Berdasarkan hasil
percobaan, muai volumenya pada tekanan tetap memenuhi persamaan:

V T =V 0 ( 1+ γ ∆ T ) (10)
dengan γ adalah koefisien muai volume gas pada tekanan tetap.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bahwa koeisien muai volume untuk
1
semua gas berlaku γ = ° C−1 sehingga persamaan (10) akan menjadi
273

∆T
V T =V 0 1+( 273 ) (11)

b. Pengaruh suhu terhadap tekanan


Jika Anda ingin menyelidiki hubungan antara kenaikan suhu dengan
tekanan gas, volume gas harus dibuat tetap. Dari hasil percobaan diperoleh
bahwa hubungan antara kenaikan suhu dan tekanan gas untuk volume tetap
memenuhi persamaan:

pT = p0 (1+ γ ∆ T ) (12)

1
dengan γ = ° C−1 sehingga persamaan (12) dapat dituliskan menjadi
273
∆T
(
pT = p 1+
273 ) (13)

dengan p0 adalah tekanan gas awal dan pT adalah tekanan gas setelah suhunya
dinaikkan. Dalam SI, tekanan gas diukur dalam satuan pascal (Pa) atau Nm-2.

c. Pengaruh tekanan terhadap volume gas


Pemuaian gas juga dapat berlangsung tanpa adanya kenaikkan suhu gas,
yaitu dengan cara menurunkan tekanan gas. Jika tekanan gas dalam sebuah
tabung diturunkan dengan cara menggeser mengisap yang berfungsi sebagai
penutup gas ke atas,maka volume gas akan meningkat atau terjadi pemuaian gas.
Dalam termodinamika, yang akan dibahas kemudian adalah untuk suhu
tetap akan berlaku persamaan:
pV =¿ tetap
atau
p1 V 1=p 2 V 2
(13)
dengan p1 dan V 1adalah tekanan dan volume awal gas. Adapun p2 dan V 2 adalah
tekanan dan volume gas setelah terjadi perubahan pada suhu tetap.

17
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

4) Manfaat Pemuaian
 Mengeling Pelat Logam
Pernahkah Anda mendengar kata keling atau mengeling? Yang dimaksud
dengan mengeling yaitu menyambung dua pelat dengan menggunakan paku
keling. Paku keling dalam keadaan panas berpijar dimasukkan ke dalam lubang
sambungan kedua pelat. Supaya paku pelat dapat menjepit pelat dengan kuat,
bagian tajam dipukul sehingga melebar. Paku seolah-olah memiliki dua kepala
untuk menjepit kedua pelat. Setelah dingin, kedua paku akan menjepit kedua
pelat lebih kuat lagi.

Hal ini dapat dimanfaatkan misalnya untuk memasang roda logam pada
sebuah lokomotif. Untuk menghasilkan suatu “ban baja” yang bisa menempel
kuat pada roda, diameter dalam ban baja dibuat sedikit lebih kecil daripada
diameter luar roda. Ban baja kemudian dipanaskan sehingga memuai dan
diameternya menjadi lebih besar dari diameter roda. Dengan demikian, ban baja
bisa dipasang pada roda. Ketika ban baja ini mendingin, ia mengerut (menyusut)
sehingga pasangan ban baja ini sangat kuat.
Gambar 11.
Mengeling pelat logam
 Bimetal
Setiap logam memiliki koefisien mulai yang berbeda sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dibuat sebuah keping bimetal. Bimetal merupakan dua belah
pelat logam yang terbuat dari bahan yang memiliki koefisien muai berbeda dan
direkatkan satu sama lain dengan cara di las atau dikeling. Bimetal berfungsi
sebagai saklar otomatis pada beberapa peralatan elektronik. Bimetal pada saat
dingin bentuknya lurus. Akan tetapi, jika suhunya naik bimetal akan melengkung
ke arah logam yang memiliki koefisien muai panjang yang lebih kecil. Perhatikan
gambar 12. Koefisien muai panjang besi lebih kecil daripada koefisien muai
panjang kuningan.

18
Menganalisis Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Gambar 12.
(a) Bimetal sebelum dipanaskan
(b) Bimetal sesudah dipanaskan

Anda dapat membuat rangkaian alarm kebakaran dengan menggunakan bimetal.


Perhatikan Gambar 13.

Gambar 13.
Rangkaian alarm kebakaran

Jika anda akan membuat alarm kebakaran untuk digunakan di rumah atau
perkantoran, Anda dapat menggunakan skema rangkaian pada gambar tersebut.
Dalam rangkaian alarm kebakaran, bimetal digunakan sebagai saklar atau sensor
otomatis penghubung atau pemutus rangkaian. Ketika suhu udara disekitar
bimetal meningkat, bimetal akan melengkung sehingga terjadi sentuhan pada
kontak penghubung akan menyebabkan mengalirnya arus listrik dalam rangkaian
sehingga bel listrik akan mendering secara otomatis.

5) Permasalahan Akibat Pemuaian


Dalam kehidupan sehari-hari, permasalahan yang paling umum akibat
pemuaian pecahan kaca-kaca jendela pada musim panas. Peristiwa tersebut dapat
terjadi karena kaca jendela tidak diberi ruang yang cukup untuk memuai ketika udara
panas pada siang hari. Cara mengatasinya adalah dengan membuat kaca jendela
sedikit lebih kecil dari ukuran tempat kaca tersebut.
Demikian juga rel kereta api memerlukan uang untuk memuai. Jika Anda
perhatikan sambungan rel kereta api, antara satu sambungan dengan sambungan
lainnya disediakan celah untuk ruang pemuai ketika hari panas. Selain itu, jembatan
yang terbuat dari logam juga harus diberikan ruang untuk pemuaian, karena pada
siang hari yang terik jembatan tersebut dapat melengkung bahkan bisa runtuh apabila
kedua ujung jembatan terikat secara permanen. Untuk menghindari ini diberikan
ruang untuk mengantisipasi pemuaian.

19

You might also like