Professional Documents
Culture Documents
A.PENDAHULUAN
Bagi kepastian logis yang lebih, merupakan wacana akal (rasio), mempercayai
eksistensi Tuhan dengan eksistensi nenek moyang tersebut, meski pada
prosesnya memiliki kemiripan, namun berbeda dalam hal
pertanggungjawabannya, yaitu bagi beban pembuktian logis yang diinginkan atas
keduanya. Kenyataan ini, yaitu terutama bagi beban pembuktian yang dimaksud,
tentunya juga memberi pemahaman bahwa pada dasarnya iman berbeda dengan
akal budi (selain diskusi bahwa keduanya juga berhubungan dengan beban
pembuktian moral, bagi kepastian moral).
Jadi, apa yang dipercayai itu karena apa yang diketahui. Di sini iman
sederajat dengan pengetahuan. Singkat kata, ada yang menaruh iman di
bawah pengetahuan, ada yang membuatnya sejajar dengan pengetahuan,
ada yang membuatnya di atas pengetahuan, dan sebagainya.
Iman di dalam pandangan umum memiliki semacam tingkat kualifikasi.
Namun perlu juga kita mengerti bahwa tanpa sadar, pengertian-pengertian
seperti ini banyak sekali kita pakai dalam kehidupan kita bersama, dengan
Tuhan, da-lam kehidupan beragama kita. Bu-kankah di antara kita banyak
yang mau percaya karena memang sudah tahu dan pasti yang dipercaya
itu. Atau mungkin juga kita percaya karena pengalaman. Misalnya setelah
berdoa, penyakit kita langsung sembuh. Jadi kita percaya Tuhan itu hidup.
Sebaliknya, coba seandainya penyakit ti-dak sembuh, maka bisa jadi kita
tidak akan percaya.
C.PENGERTIAN AKAL
Menurut Sayyid Husayn Nashr, di dalam bukunya, Islam Dalam Cita dan
Fakta, mengatakan bahwa “Arti akal bukanlah apa yang menjadi anggapan umum
pada zaman modern ini, yaitu kecepatan berpikir dan kecerdasan gemilang yang
bermain dengan ide-ide tanpa mampu mencapai dasar ide itu. Akal yang seperti ini
serupa dengan danau es yang membeku di mana segalanya meluncur pada
permukaannya, dari satu sisi ke sisi yang lain, tanpa mampu mencapai dasar danau.
Bukan aktivitas mental serupa ini yang disebut akal di dalam Islam.
Kata al-‘aql di dalam bahasa Arab, selain berarti pikiran dan intelek, juga
digunakan untuk menerangkan sesuatu yang mengikat manusia dengan Tuhan.
Salah satu arti dari akar kata ‘aql adalah ikatan.
Di dalam al-Quran, Tuhan menyebut mereka yang ingkar sebagai orang yang tidak
bisa berpikir ‘laa ya’qiluun’ mereka yang tidak bisa menggunakan akalnya dengan
baik. Sangat ditekankan di dalam al-Quran bahwa runtuhnya iman tidak disamakan
dengan timbulnya kehendak yang buruk, melainkan dengan tidak adanya
penggunaan akal secara baik.
Oleh karena itu teologu memerlukan iman. Iman adalah suatu penerimaan
atas dasar wibawa allah. Dengan beriman manusia dapat mencapai pengetahuan
yang mengatasi akal,pengetahuan yang tidak dapat di tembus oleh akal semata.
Meskipun misteri ini tidak dapat mengatasi akal,ia tidak bertentangan dengan akal.
Namun akal budi tidak dapat mencapai pemahaman bahwa Tuhan adalah
satu dalam tiga pribadi. Hal ini hanya mungkin kalau Tuhan sendiri
menyatakannya kepada manusia. Setelah Tuhan menyatakannya kepada manusia,
maka manusia dapat menguak misteri ini dengan akal budi, misalnya dengan
filosofi. Oleh karena itu, akal budi melalui filosofi membantu manusia untuk dapat
menguak misteri iman dengan lebih baik dan dengan penjelasan yang masuk
diakal. Sedangkan iman menjadi suatu panduan bagi akal budi, sehingga tidak
salah arah.