You are on page 1of 9

c c

c   


       

Pertama, agama primitive lebih bersifat pragmatis, sekadar diperlukan untuk


mengahadapi persoalan kehidupan sehari-hari yang konkret ³hic et nunc´, semetara dewasa ini
lebih ekspansif ke masa depan karena menyangkut prospek dan proyek ke kemajuan social dank
e masa lampau (wahyu) untuk merenungkan asal usulny agar tidak bergeser dari keasliannnya.
Bagi agama primitive, barangkali dimensi legaletis lebih banyak diperlukan untuk pedoman
kehidupan. Tidak heran kalau kita berkesan agama primitive lebih banyak tabu, larangan , dan
perintah.1
Inti yang hidup dari agama adalah apa yang secara eksistensial menandai hubungan
anatar manusia dengan yang kudus. Perbedaan-perbedaan dalam agama timbul dari perbedaan
cara seseorang merumuskan tujuan agama tersebut; yakni jenis keselamatan yang ditawarkan
oleh setiap agama untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan yang kudus itu. Analogi
dari manifestasi agama yang berbeda, seperti; doa, sesaji, kurban, inisiasi, dsb., pada akhirnya
beradasarkan perbedaan makna dan perwujudan dari konsepsi keselamatan.2

 
  

Adapun yang mula pertama sekali menggunakan istilah primitive adalah dikemukakan oleh
Irving Babbit dan para tokoh Humanisme di Amerika. Kata tersebut mulai muncul pada penutup
abad ke 19. Kata primitive kadang-kadang dinisbahkan kepada masyarakat, dan ada juga yang
dinisbahkan kepada agama. Kalau primitive dinisbahkan dengan agama, maka kata itu menjadi
sebuah kalimat, yaitu : ³Agama primitive´. Sekarang muncul pertanyaan apa arti agama
primitive itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut Dr. A. G. Honing mengemukakan bahwa agama


primitive itu adalah: Susunan tertentu dari manusia, suatu cara tertentu di dalam mengalami dan
mendekati dunia dan Tuhan, suatu pandangan tertentu terhadap segala kehidupan sekeliling
manusia dan suatu mentalitas atau sikap rohani yang tertentu.3

Demikian sekilas pengertian dan asal mula penyebutan primitive serta makna dari agama
primitive.

1
Sudiarja, ‘  
   Penerbit Kanisius, 2006, Yogyakarta, cetakan ke 5. Hal 33.


Yariasusai dhavamony, r   ‘  Penerbit Kanisius, cetakan ke 11, tahun 2010, Yogyakarta. Hal 195
º
A. G. Honig Jr, Ê‘ Gunung Yulia, cetakan ke II, Jakarta, 2005. Hal 12.
{  
   

Kata dinamisme berasal dari kata Yunani ³dynamis atau dynaomos´ yang artinya kekuatan atau
tenaga. Jadi dinamisme ialah kepercayaan (anggapan) tentang adanya kekuatan yang terdapat
pada pelbagai barang, baik yang hidup (manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan) atau yang
mati. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, Dinamisme adalah : Kepercayaan bahwa
segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan usaha manusia dalam mempertahakan hidup.

Selanjutnyaa Harun Nasution menyebutkan, animism adalah suatu paham bahwa ada benda-
benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-
hari.

Kekuatan gaib itu adalah yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Benda yang
mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai serta dimakan, agar orang yang
memakainya atau mmemakannyaa senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang
terdapat di dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan jahat ditakuti dan oleh karena itu selalu
dijauhi.

Keberadaan kekuatan gaib itu tidaklah tetap, ia dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Disamping itu kekuaatan gaib tersebut tidak dapat dilihat, yang dapat dilihat
hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya. Umpamanya dalam bentuk kesuburan bagi sebidang
tanah, rindang dan lebatnya buah bagi sebuah pohon, panjangnya umur seseorang, keberanian
yang luar biasa pada seorang pahlawan perang dan sebagainnya. Jikalau efek-efek atau pengaruh
tersebut telah hilang dari tanah, pohon, orang dan sebagainyaa, maka benda yang dianggap
membawa kesuburan, kekuatan, umur panjang , keberanian dan sebagainya itupun tidak lagi
dihargai.

y Î    

Harun Nasution menyebutkan bahwa dalam bahasa ilmiah, kekuatan gaib itu disebut dengan
nama ³mana´ dan dalam bahasa Indonesia disebut ³Tuah´ atau ³Sakti´.

Pernah dikatakan, bahwa ³mana´ adalah ³the supernatural in a way´. Itu suatu penjelasan yang
bagus sekali. Sebab pada suatu pihak di dalam penjelasan itu tampak dengan terang, bahwa
³mana´ itu sesuatu yang boleh kita katakana ³melebihi alam´ (supernatural), yaitu sesuatu yang
menimbulkan keheranan, ketakutan, rasa khidmat. Tetapi pada lain pihak tampaklah jelas pula
dalam keterangan itu, bahwa ³mana´ itu hanya dapat dikatakan ³supernatural´ di dalam arti yang
terbatas saja. Yanusia primitive tidak dapat membedakan mana yang alami dan mana yang
melebihi alam.4

4
A. G. Honig Jr, Ê‘ Gunung Yulia, cetakan ke II, Jakarta, 2005. Hal 34.
Dengan demikian selanjutnya kita dapat memahami pula, apa yang disebut ³keramat´ di dalam
dinamisme. Yang disebut keramat ialah sesuatu yang mengandung daya, yang dipandang
mendatangkan keselamatan. Jadi di dalam dinamisme itu ³kotor´ dan ³keramat´ adalah dua
belah sisi dari hal yang sama. Jika sesuatu mengandung daya, ada kemungkinan hal itu
dipandang ³kotor´, karena dinggap berbahaya, tetapi dapat juga dikatakan ³keramat´ karena
daya yang tersembunyi di dalamnya dianggap mendatangkan keselamatan. Jadi keramat tidak
ada hubungannya dengan kesempurnaan kesusilaan, melainkan dengan terisinya dengan daya
yang mendatangkan keselamatan. ³kotor´ dan ³keramat´ ada kalanya sukar dibedakan.5

Dalam masyarakat sekitar kita kadang kala masih ada orang yang menghargai barang yang
dianggap bertuah atau sakti, seperti keris, batu cincin dan sebagainya. Orang beranggapan bahwa
dengan memakai benda yang dianggap bertuah atau sakti tersebut orang akan terhindar dalam
arti segala musibah, bencana dan lain sebagainya. Jadi yang memelihara orang dari kecelakaan,
musibah dan sebagainya adalah benda yang bertuah atau sakti.

Dalam paham Dinamisme, bertambah ³mana´ yang diperoleh seseorang, bertambah jauh ia dari
bahaya dan bertambah selamat hidupnya. Kehilangan berarti maut. Oleh karena itu tujuan
beragama ialah mengumpulkan ³mana´ sebanyak-banyaknya.

Adapun yang dipandang dapat mengontrol atau menguasai ³mana´ yang beraneka ragam adalah
para ³dukun´. Para dukun ini pula dipandang dapat dan mampu memindahkan ³mana´ dari satu
tempat ke tempat lainnya atau kepada benda tertentu yang mereka tentukan.

y u      {
  
  

Biasanya upacara itu dilakukan oleh seluruh masyarakat. Hal ini dengan nyata Nampak pada
tarian-tarian yang nerupakan upacara primitive yang bersifat khas: tiap-tiap orang ikut dalam
taria-tarian itu. Tak ada suatu persekutuan keagaaman tertentu di sampaing masyarakat
kenegaraan.6


    

Animisme berasal dari bahasa Latin asal katanya adalah ³Anima´ yang berarti ³Nyawa, napas
atau roh´. Animisme berarti kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu,
sungai, gunung, dan sebagainya).

E. B. Taylor adalah orang yang memperkenalkan teori animisme, yang berasumsikan bahwa
setiap benda memiliki roh. Gunung, bongkahan batu besar, pohon dan sebagainya memiliki roh

5
A. G. Honig Jr, Ê‘ Gunung Yulia, cetakan ke II, Jakarta, 2005. Hal 34
-
A. G. Honig Jr, Ê‘ Gunung Yulia, cetakan ke II, Jakarta, 2005. Hal 39.
yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Oleh karena itu diperlukan system upacara untuk
benda-benda yang diangap memiliki roh tersebut.7

Agama: animisme dengan mengakui adanya roh, mytologi bulan dan matahari; pemujaan roh
nenek moyang. Upacara selamatan, penghormatan pepunden. Kepercayaan kepada daya sakti,
angker, tuah, tabu; dan di atas semua itu kesadaran samar-samar tentang adanya Tuhan Yang
Yaha Esa.8

Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda baik yang bernyawa maupun
yang tidak bernyawa mempunyai roh.

  
Menurut  
r, keperc n kep  m kh uk h us  n rh merup k n s s keperc n  m n mu 
mu tumbuh  m m pemikir n m nusi primitif eperc n nimisme merup k n s tu bentuk cu tur
univers s n wuju ik n n sukusuku primitif 10 D m keperc n n r k t i nus nt r ter p t
n pn b h w rh r n  te h m ti b eh m suk ke  m tubuh bin t n, mis n suku i s, isebu h
u u n ter et k ib r t Sum ter memperc i seekr tikus n ke u r m suk rum h i n p seb  i rh
 rip  r n n te h m ti ber n k   nk  n rh itu mem suki tubuh b bi t u h rim u  n iperc i
bin t n itu k n men nu r n n menj i musuh im ti p  m s hiupn  Dim n merek perc rh
sim t i k n menje m kemb i ke tubuh m kh uk in Jik u rh itu b ik k n menje m menj i h iw n n
jin k  n sekir n seb ikn rh itu k n menje m i  m tubuh h iw n n i r Ini ju isebut seb  i
penje m n ew ew s m  j h t u tu b i k Is m menub h p n n n uni r n me u  rip 
memperc i ew ew seperti n merek nuti p  z m n hinu kep  memperc i
uh n n M h
s  k perc n n  pt kit ih t isini  h keperc n kep  ker m t er m t ini  h m n
keperc n s penuuk temp t n kep  rh  n sem n t
er m t  h keperc n r hm ik n n r n Hinu i itu ku s untuk me kuk n sesu tu n j ib
b eh ic p i en n ber m en n menenep ik n keben n  n kemew h n uni 1  n emiki n
ti k h menh ir nk n jik ineerineeri im n keperc n r hm berkemb n p  s tu ketik , seperti i
kepu u n Me u, m k keperc n kep  ker m t n b eh me kuk n sesu tu n j ib khususn
men p t s mbut n ik n n penuukn  er n keperc n kep  ker m t kebetu n secck en n
keperc n kep  r nr n sihir  n ukun
et pi pemuj n ker m t ik n n r n Is m  h
iseb bk n keb n k n merek memu i k n pemimpinpemimpin Sufi n i n p seb  i ker m t  n
menzi r hi kuburkubur merek 1º Up c r im k m ker m t bi s n teriri  ri c mpur n unsurunsur Is m
 n buk n Is m D  n b c n t t ur n itu s h j h  rip  unsur Is m n i m k n  m
up c r itu Menik t k in sert ben n bew rn w rni t u membu t  pur b tu i pintu m k m itu seb  i
t n memhn berk t itu  h m n n ib w  eh r n Ini Is m ersemb h n bi s n teriri
 rip  te ur w rn mer h  n n si kun it i h bercr k kem e u n 14, w upun keperc n m ti k
 p t ih pusk n sepenuhn , n mun kebu n Is m te h berj mempen ruhi bentukbentuk

7
J V n , ‘ 
 Gr mei ust k Ut m , J k rt , 1995
8
J. W. Y. Bakker SJ, r 
     Penerbit Kanisius, cetakan ke 15
tahun 2005, Yogyakarta. Hal 89-90.
keperc n Me u m en n memperken k n knsep  h seb  i
uh n  n M h s  n Muh mm 
seb  i r su  Mis n  m j mpi t u m nter i b w h ini im sukk n knsep Is m seb  i men ntik n
f h m n ketuh n n, nimisme  n Hinuisme
W upun beitu unsur ew ewi ini berfunsi seb  i m kh uk m h ib seperti h ntu  n jemb n n
m sih pen ruhi i m p emikir n r n Me u hin ew s ini 15 W upun  f h m n  n m n
b ru, keperc n  n up c r peribumi ti k tersinkir, pen fsir n b ru  n sis  ri keperc n m turut
berkemb n  m struktur keperc n r k t Me u n kmp eks itu9

Roh menurut masyarakat primitif tersusun dari materi yang halus sekali yang menyerupai uap
atau udara dan roh bagi mereka mempunyai rupa. Yisalnya berkaki dan bertangan, mempunyai
umur dan perlu makanan. Roh juga mempunyai tingkah laku seperti manusia, misalnya pergi
berburu, menari dan menyanyi dan terkadang ia dapat dilihat.

  

Animisme adalah kepercayaan bahwa obyek dan gagasan termasuk hewan, perkakas, dan
fenomena alam mempunyai atau merupakan ekspresi roh hidup. Dalam beberapa pandangan
dunia animisme yang ditemukan di kebudayaan pemburu dan pengumpul, manusia sering
dianggap (secara kasarnya) sama dengan hewan, tumbuhan, dan kekuatan alam. Sehingga, secara
moral merupakan kewajiban untuk memperlakukan benda-benda tersebut secara hormat. Dalam
pandangan dunia ini, manusia dianggap sebagai penghuni, atau bagian, dari alam, bukan sebagai
yang lebih unggul atau yang terpisah darinya. Dalam kemasyarakatan ini, ritual / upacara agama
dianggap penting untuk kelangsungan hidup, karena dapat memenangkan kemurahan hati roh-
roh sumber makanan tertentu, roh tempat bermukim, dan kesuburan serta menangkis roh berhati
dengki. Dalam ajaran animisme yang berkembang, seperti Shinto, ada sebuah makna yang lebih
mendalam bahwa manusia adalah sebuah tokoh istimewa yang memisahkan mereka dari segenap
benda dan hewan, sementara masih pula menyisakan pentingnya ritual untuk menjamin
keberuntungan, panen yang memuaskan, dan sebagainya.

Kebanyakan sistem kepercayaan animisme memegang erat konsep roh abadi setelah kematian
fisik. Dalam beberapa sistem, roh tersebut dipercaya telah beralih ke suatu dunia yang penuh
dengan kesenangan, dengan panen yang terus-menerus berkelimpahan atau bahkan permainan
yang berlebih-lebih. Sementara di sistem lain (: agama Nawajo), roh tinggal di bumi
sebagai hantu, seringkali yang berwatak buruk. Kemudian tersisa sistem lain yang menyatukan
kedua unsur ini, mempercaya bahwa roh tersebut harus berjalan ke suatu dunia roh tanpa tersesat
dan menggeluyur sebagai hantu. Upacara pemakaman, berkabung dan penyembahan nenek
moyang diselenggarakan oleh sanak yang masih hidup, keturunannya, sering dianggap perlu
untuk keberhasilan penyelesaian perjalanan tersebut.

Ritual dalam kebudayaan animisme sering dipentaskan oleh dukun atau imam (cenayang), yang
biasanya tampak kesurupan tenaga roh, lebih dari atau di luar pengalaman manusia biasa.

Pemraktekan tradisi penyusutan kepala sebagaimana ditemukan di beberapa kebudayaan, berasal


dari sebuah kepercayaan animisme bahwa seorang musuh perang, jika rohnya tak terperangkap

9
http://pbmumtripcm/sej r h/18htm
di kepala, dapat meloloskan diri dari tubuhnya dan, setelah roh itu berpindah ke tubuh lain,
mengambil bentuk hewan pemangsa dan pembalasan setimpal.10

Roh dari benda-benda tertentu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia. Di antara
pengaruh yang dapat dirasakan misalnya perasaan dahsyat melihat atau melewati hutan yang
lebat, danau yang dalam, sungai yang arusnya deras, pohon yang besar lagi rindang daunnya, gua
yang gelap dan lain sebagainya. Itulah yang dihormati dan di takuti. Kepada roh-roh serupa ini
biasanya diberi sesajen untuk menyenangkan hati mereka, sesajen bias dalam bentuk binatang,
makanan, atau kembang dan sebagainya. Roh nenek moyang juga bisa menjadi objek yang di
takuti dan dihormati.

Adapun tujuan beragama dalam masyarakat primitif adalah berhubungan baik dengan roh-roh
yang di takuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka.
Yenurut mereka kemarahan roh haruslah di jauhi, karena kemarahan roh akan menimbulkan
bahay dan malapetaka. Ada pun orang-orang yang dapat member roh-roh itu adalah para dukun
atau ahli sihir.

Kepercayaan masyarakat primitif, khususnya animisme seperti yang diuraikan di atas, kadang
kala masih ada masyarakat kita dewasa ini. Pemberian sesajen, masih ada kita jumpai pada
masyarakat abad 21 ini. Hal ini kalu ditelusuri adalah peninggalan dari kepercayaan animisme
yang pernah dianut oleh masyarakat kita pada masa dahulu.


  

Ada perkembangan berarti dalam sejarah pemahaman manusia tentang Tuhan. Semula kekuatan
gaib yang dibayangkan sebagai gaya atau roh misterius yang tidak berbentuk mengelilingi
manusia, mulai digambarkan sebagai rpibadi, dalam rupa sebagai dewa atau dewi. Dengan
penggambaran demikian maka ada kemungkinan bagi manusia untuk mengadakan hubungan
pribadi dengan kekuatan gaib (Tuhan). Yungkin karena dalam pengalaman manusia dunia ini
terasa begitu besar, luas dan serba beragam corak kejadian dan peristiwa yang terkandung di
dalamnya, maka berkembanglah anggapan bahwa tidak mungkin penguasa dunia ini hanyalah
satu atau beberapa saja. Yanusia percaya bahwa dad banyak penguasa yang dijuluki sebagai para
dewa. Bentuk mereka ada bermacam-macam, ada yang pria dan ada yang wanitia (dewi-dewi).
Kepercayaan ini disebut Polytheisme, yang berarti µpercaya banyak Allah¶.11

Polytheisme mengandung kepercayaan kepada banyak dewa atau Tuhan. Polytheisme adalah
lawan dari monotheisme (satu Tuhan). Dalam paham polytheisme hal-hal yang menimbilkan
perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh, tapi oleh dewa-dewa.

Konsep dewa sebagai makhluk yang sangat kuat kepandaiannya atau supernatural, kebanyakan
dikhayalkan sebagai anthropomorfik atau zoomorfik, yang ingin disembah atau ditentramkan
10
http://iwikipei r/wiki/M nusi
11
oleh manusia dan ada sejak permulaan sejarah, dan kemungkinan digambarkan pada kesenian
Zaman Batu pula. Dalam masa sejarah, tatacara pengorbanan berevolusi menjadi adat agama
berhala dipimpin oleh kependetaan (misal: agama Vedik, (pemraktekan kependetaan
berkelanjutan dalam Hinduisme, yang namun telah mengembangkan teologi monotheis, seperti
penyembahan berhala theisme monistik, Yesir, Yunani, Romawi dan Jerman). Dalam agama
tersebut, manusia umumnya diciri-cirikan dengan kerendahan mutunya kepada dewa-dewa,
kadang-kadang dicerminkan dalam masyarakat berhirarki diperintah yang oleh dinasti-dinasti
yang menyatakan keturunan sifat ketuhanan/kedewaan. Dalam agama yang mempercayai
reinkarnasi, terutama Hinduisme, tak ada batasan yang kedap di antara hewan, manusia, dan
dewa, karena jiwa dapat berpindah di seputar spesies yang berbeda tanpa kehilangan
identitasnya.12

Dalam paham polytheisme dewa-dewa telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang
bertugas member sinar/cahaya dan panas dalam agama Yesir kuno disebut dengan dewa Ra.
Dalam agama India disebut dewa Surya dan dalam agama Persia kuno disebut dewa Yithra. Ada
juga dewa yang bertugas menurunkan hujan yang diberinama dewa Indera dalam agama India
kuno. Selanjutnya ada dewa angin yang disebut dewa Wata dalam agama India kuno.

Tujuan beragama dalam paham polytheisme juga terdapat tugas dewa yang saling bertentangan,
misalnya ada dewa penurun hujan, ada dewa kemarau, ada dewa musim dingin ada musim panas,
ada dewa pembangunan dan ada pula dewa penghancur dan sebainya.

Jadi kalau mereka berdoa, tidak hanya memohon pada satu dewa tapi juga kepada dewa lainnya
umpamanya agar hujan diturunkan kepada dewa hujan, sekaligus memohon juga kepada dewa
kemarau agar jangan menurunkan musim kemarau dan janganlah dewa kemarau mengahaalang-
halangi pekerjaaan dewa hujan.

Dewa-dewa yang banyak dalam pahaam polytheisme ada kalanya salah satu dewa yang
dipandang punya peran besar. Hal yang demikian paham polytheisme meningkat menjadi paham
Henotheisme.

Henothiesme satu tuhan untuk satu bangsa dan baangsa-bangsa lain mempunyai Tuhannya
sendiri-sendiri. Henotheisme mengandung arti Tuhan nasional.

Pendapat lain mengatakan Dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang
misterius. Dalam paham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan
berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Tujuan beragama pada dinamisme adalah
untuk mengumpulkan kekuatan gaib atau mana (dalam bahasa ilmiah) sebanyak mungkin.

1
http://iwikipei r/wiki/M nusi
1. Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang beryawa maupun
tidak bernyawa mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang
halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Tujuan beragama dalam Animisme adalah
mengadakan hubungan baiik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa
berusaha menyenangkan hati mereka.
2. Politeisme mengandung kepercayaan kepada dewa-dewa. Dewa-dewa dalam politeisme talah
mempunyai tugas-tugas tertentu. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi
sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada
mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Henoteisme mengandung paham tuhan nasional. Paham yang serupa terdapat dalam
perkembangan keagamaan masyarakat yahudi.

Persamaan dari agama-agama primitif tersebut adalah manusia membujuk kekuatan supernatural
dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia.

Perbedaan politeisme dan henoteisme ?

Jika pada politeisme, kepercayaan kepada dewa-dewa dan mengakui dewa terbesar diantara para
dewa. Pada henoteisme, mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lainnya
mempunyai tuhannya sendiri. Keduanya masih menyakini dewa-dewa lain atau tuhan-tuhan
lain(bkn monoteisme).13


http:// riefzuhub upieu/010/0º/1º/  m   m primitif/
REFERENSI

Sudiarja, ‘  
   Penerbit Kanisius, 2006, Yogyakarta, cetakan ke 5.

A. G. Honig Jr, Ê‘ Gunung Yulia, cetakan ke II, Jakarta, 2005.

Yariasusai dhavamony, r   ‘  Penerbit Kanisius, cetakan ke 11, tahun 2010,
Yogyakarta.

J. W. Y. Bakker SJ, r 


     Penerbit Kanisius, cetakan ke 15
tahun 2005, Yogyakarta.

Nur Syam, Ê   LKIS Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, cetakan I,

J V n , ‘ 
 Gr mei ust k Ut m , J k rt , 1995

ntnius thshki, e si en n


uh n, t  e Mei mputin, cet e 4, 00-, J k rt 

http://ariefzuhud.blog.upi.edu/2010/03/13/agama-agama-primitif/

http://pbmum.tripod.com/sejarah/18.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Yanusia

You might also like