You are on page 1of 12

MAKALAH FISIKA DASAR

PENGUKURAN

OLEH : KELOMPOK 6
• Muhammad Lutfi S.U 103654031
• Leilia Nur R 103654038
• Satria 103654041
• Yusefin Ajeng I 103654037
BAB I
PEMBAHASAN

A. BESARAN DAN SATUAN


1. Pengertian Besaran dan Satuan
Jika kita membeli kain sepanjang 2 meter, maka penjual akan
menggunakan alat meteran/mistar untuk mengukur kain sepanjang 2
meter.
Dari gambaran sederhana ini, kita sudah dapat melihat adanya
kegiatan mengukur. Lalu apa yang dimaksud dengan mengukur?
Membandingkan antara sesuatu (besaran) dengan sesuatu yang lain (satuan) yang
dianggap sebagai patokan disebut mengukur.

Jadi dalam setiap kegiatan mengukur selalu diperlukan alat ukur


untuk memperoleh berapa besarnya atau nilai dari pengukuran.
Sedangkan sesuatu yang diukur disebut besaran.
Sesuatu yang dapat diukur dan memiliki nilai disebut besaran.

Adapun patokan atau standart yang dipakai dalam kegiatan


mengukur disebut satuan.
Cara menuliskan atau menyatakan nilai suatu besaran disebut satuan.

2. Besaran Pokok dan Turunan


Sebuah poster mempunyai panjang 30 cm
dan lebar 14 cm.
P=30cm

Dari pengukuran tersebut diperoleh besaran


pokok yaitu panjang.
L= 14 cm

Besaran pokok merupakan besaran yang satuannya sudah ditetapkan atau didefinisikan.
Yang termasuk besaran pokok:
NO BESARAN SATUAN SIMBOL
1 Panjang Meter m
2 Massa Kilogram kg
3 Waktu Sekon s
4 Suhu Kelvin K
5 Arus listrik Ampere A
6 Intensitas cahaya Candela Cd
7 Jumlah zat Mol Mol

Sedangkan besaran lain yang tidak termasuk dalam besaran pokok


disebut Besaran Turunan / Besaran Terjabar.

P=15 cm

L= 45 cm

Dari gambar lukisan tersebut di peroleh panjang lukisan yaitu 45 cm


dan lebar 15 cm. Dari hal tersebut diperoleh luas lukisan :
=pxl
= 45 cm x 15 cm
= 675 cm2
Maka luas lukisan tersebut merupakan besaran turunan.
Besaran Turunan merupakan besaran yang satuannya diturunkan dari besaran pokok.

Contoh yang lain yakni:

1. Kecepatan = perpindahan/waktu
Satuannya = m/s
= ms-1
2. Percepatan = perubahan kecepatan/ selang waktu
Satuannya = m/s2
= ms-2

B. Notasi Ilmiah
1. Pengertian
Dalam perhitungan atau pengukuran besaran fisika sering kali
diperoleh bilangan yang sangat kecil ataupun sangat besar.
misal:
kecepatan rambat cahaya di ruang hampa=300.000.000 m/s
muatan sebuah elektron =0,000 000 000 000 000 16 C
Jarak rata-rata bumi-matahari=150.000.000.000 m

Kita bisa bayangkan, betapa repotnya penulisan yang demikian


panjang ini. Untuk memudahkan masalah ini, maka ditulis dalam
bentuk notasi ilmiah atau bilangan baku. Bentuk umumnya ditulis : a x
10n

1< a<10
n € Bilangan bulat
n disebut orde

sehingga :
300.000.000 m/s dapat ditulis 3x108 m/s
0,00000000000000016 C dapat ditulis 1,6 x 10-16
150.000.000.000 m ditulis 1,5 x 1011 m
Untuk lebih memudahkan lagi, disusunlah awalan – awalan
satuan yang merupakan pengali dari satuan tersebut.
( sistem matrix )

C. Angka Penting
1. Pengertian
Jika kita melakukan pengukuran, misal mengukur panjang buku,
maka kita akan mendapatkan nilai atau hasil pengukuran, misalnya saja
panjang buku 17,50 cm maka angka penting yang kita peroleh yaitu
17,50 disebut angka penting.
Angka penting merupakan angka yang diperoleh dari hasil pengukuran (dengan
menggunakan alat ukur).

Sedangkan angka yang diperoleh dengan cara menghitung atau


menjumlah secara langsung tanpa bantuan alat ukur disebut angka
eksak/mutlak.
Angka mutlak merupakan angka yang diperoleh dengan cara menghitung/menjumlah (tanpa
menggunakan alat ukur).

Misal :
Jumlah siswa kelas 1 – 8 adalah 41 siswa. Angka 41 diperoleh
dengan cara menghitung saja tanpa mengunakan alat ukur.
2. Aturan Angka Penting
1. Semua angka bukan nol termasuk angka penting,kecualiada tanda
khusus.

Contoh:
13,24 cm → 4 AP
13,24 cm → 3AP
1,2 kg → 2AP

2. Angka nol yang terletak sebelum angka bukan nol bukan angka
penting.
Contoh:
0,00001 km → 1 AP
0,00234 cm → 3 AP
0,00576 Mg → 2 AP
3. Angka nol yang terletak antara angka bukan nol termasuk angka
penting.
Contoh :
1005mm → 4 AP
101 cm → 3 AP
0,0101kg → 3 AP
4. angka nol yang terletak setelah angka bukan nol : jika desimal
maka termasuk angka penting.
Contoh :
2,100 mm → 4 AP
0,010cm → 2 AP
0,01010kg → 4 AP
0,00100A → 1 AP
Jika bukan desimal maka bukan angka penting.
Contoh :
2100mm → 2 AP
100cm → 1 AP
1010kg → 4 AP
12300g → 3 AP

3. Aturan Pembulatan
a. Dibulatkan naik
- Angka > 5
- Angka = 5 jika angka sebelumnya ganjil
b. Dibulatkan turun
- Angka < 5
- Angka = 5 jika angka sebelumnya genap
1. Angka lebih dari 5 dibulatkan keatas
Contoh:
32,679 cm →32,68 cm
32,67 cm→32,7 cm
2. Angka kurang dari 5 dibulatkan kebawah
Contoh:
72,432 cm → 72,43 cm
72,43 cm → 32,4 cm
3. Angka tepat 5 dapat dibulatkan keatas jika angka sebelumnya
ganjil, kebawah jika angka sebelumnya genap
Contoh:
1,315cm→ 1,32cm
52,55cm→ 52,6cm
1,345cm→ 1,34cm
52,85cm→ 52,8cm

4. Operasi Aljabar Dalam Angka Penting


Dalam penjumlahan atau pengurangan, maka hasilnya hanya hanya
boleh boleh mengandung 1 ( satu ) angka taksiran. Untuk
memudahkan penulisan, maka angka taksiran diberi garis bawah.
Contoh:
32,672
59,36 +
92,032 → mengandung 2 angka taksiran yaitu 3 dan 2
maka harus dibulatkan menjadi 02,03

82,675
59,3 -
23,375 → mengandung 2 angka taksiran ytaitu 3 dan 5,
maka harus dibulatkan menjadi 23,4.

12,7
6,8 x
86,36 mempunyai 4 AP yang harus dibulatkan menjadi 2
AP ( mengikuti jumlah angka penting yang paling bsedikit )
yaitu menjadi 86.

68,46
6,0 :
11,41 mempunyai 4 AP harus dibulatkan menjadi 2 AP
yaitu 11.

D. KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN
1. Pengertian
Ketelitian dalam melakukan pengukuruan sudah menjadi
tuntutan dalam ilmu pengetahuan, begitu juga dalam fisika. Namun
demikian boleh dikatakan bahwa tidak ada pengukuran yang benar-
benar 100% akurat. Pasti ada ketidak pastian pengukuran
yangdisebabkan oleh beberapa hal baik faktor manusia, lingkungan
maupun alat itu sendiri. Oleh karena itu dalam melakukan
pengukuran selalu dituliskan angka ketidakpastiannya.
Kesalahan dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Kesalahan umum
Lebih sering diakibatkan oleh keterbatasan pengamat
dan kurang mahir dalam menggunakan alat.
2. Kesalahan sistematis
Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat itu
sendiri.
3. Kesalahan acak
Kesalahan yang diakibatkan oleh fluktuasi – fluktuasi
yang sulit dikendalikan.

a. Penyebab ketidakpastian dalam pengukuran, yaitu :


1. Kesalahan alamia
Disebabkan karena faktor lingkungan yang sulit
dikontrol. seperti, pengaruh cuaca.
2. Kesalahan alat
Kesalahan yang disebabkan kesalahan kalibrasi, faktor
keausan alat atupun karakter keterbatasan alat itu
sendiri.
3. Kesalahan objek ukur
Kesalahan yang disebabkan oleh objek yang akan
diukur.

4. Kesalahan manusia
Kesalahan yang dibuat oleh manusia dikarenakan
pengukuran tidak tepat.

b. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan


dalam pengukuran. Seperti :
1. Kalibrasi alat
Alat yang digunakan harus mempunyai standart pabrik
yang berlaku.

2. Presisi/ketepatan
Dimungkinkan akan didapatkan hasil yang sama dalam
beberapa pengukuran terhadap suatu objek dengan
menggunakan alat yang baik.
3. Akurasi
Sebuah alat yang dikatakan baik apabila mempunyai
ketelitian tinggi yang ditunjukan oleh batas ketelitian alat
atau jumlah angka pentingnya.
4. Sensitifitas
Alat yang bagus adalah alat yang mempunyai kepekaan
yang tinggi terhadap sekecil apapun perubahan yang
ditimbulkan.
E. MACAM – MACAM ALAT UKUR
1. Mistar
Mistar memiliki skala dalam satuan mm atau inci. Mistar memiliki
tingkat ketelitian 0,1cm dan kesalahan pembacaan 0,05cm. Contohnya kita
mengukur panjang sebuah paku yang memiliki panjang 5 cm, berarti
panjang pensil yaitu = 5,00 ± 0,05 artinya panjang pensil sebenarnya
berkisar antara (5,00 + 0,05) atau (5,00 – 0,05). Berarti panjang pensil bisa
kita tulis 4,95 ≤ x0 ≥ 5,05.

2. Jangka sorong
Digunakan untuk mengukur tebal benda, diameter luar, diameter dalam
benda, dan lebar celah. Rentang ukur janka sorong berkisar antara 1mm –
10cm. Ketelitian dan kesalahan jangka sorong yaitu 0,1mm. Jangka sorong
memiliki 2 skala, yaitu skala utama dan nonius. Pada skala utama terdapat
skala yang sama persis dengan mistar, yaitu 1 cm 10 skala, sehingga
masing-masing skala bernilai 1 mm. Sedangkan pada skala nonius atau
skala vernier, 0,9cm di bagi 10 skala, sehingga tiap skala bernilai 0,9mm.
Jadi ada selisih antara skala terkecil pada skala utama ( 1 mm) dan skala
terkecil pada skala nonius (0,9 mm) swbesar 1,0 mm-0,9 mm = 0,1mm.
Sehingga tingkat ketelitian jangka sorong dalaqm hal ini adalah 0,1 mm
atau 0,01 cm.
3. Mikrometer sekrup
Digunakan untuk mengukur diameter atau ketebalan benda
yang relatif tipis atau kecil. Tingkat ketelitian alat ini 0,01mm.
Ketidakpastian alat ini 0,005mm. Pada mikromeyter sekrup
terdapat 2 skala, yaitu skala utama dan skala nonius. Pada skala
nonius berupa selubung putar yang terdiri dari 50 skala yang jika
diputar sekali putar, maka skala utama akan bergeser 0,5mm. Ini
berarti skala terkecil pada mikrometer sekrup adalah 0,5mm: 50 =
0,01mm.

BAB II
PENUTUP

*KESIMPULAN
Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan hasil yang dinyatakan
dengan angka dan memiliki satuan. Dalam pengukuran kita harus
memperhatikan pembulatan angka penting serta ketikpastian pengukuran
sehingga kita mendapatkan hasil yang akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Kanginan, Ir. Marthen, Sains Fisika SMP Jilid 1A dan 1B, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2004.
Foster, Bob, Sains Fisika SMP Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004.
Foster, Bob, Seribupena Fisika SLTP jilid 1, penerbit Erlangga, Jakarta 2003.

You might also like